Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah area di dalam sebuah rumah sakit yang

dirancang dan digunakan untuk memberikan standar perawatan gawat darurat

untuk pasien yang membutuhkan perawatan akut atau mendesak. (Queensland

Health ED, 2012). Unit ini memiliki tujuan utama yaitu untuk menerima,

melakukan triase, menstabilisasi, dan memberikan pelayanan kesehatan akut

untuk pasien, termasuk pasien yang membutuhkan resusitasi dan pasien dengan

tingkat kegawatan tertentu (Australian College for Emergency Medicine, 2014).

Instalasi gawat darurat juga menyediakan pelayanan untuk korban kecelakaan

dan situasi bencana. Terdapat beberapa tipe pasien khusus yang biasanya ditemui

di IGD yang mungkin membutuhkan pemeriksaan dan tindakan yang khusus

antara lain pasien dengan trauma mayor, pasien lansia, anak-anak dan remaja,

pasien dengan gangguan jiwa, pasien dengan penyakit infeksius, dan pasien yang

terpapar bahan kimia, biologi atau kontaminasi radiologi (Australian College for

Emergency Medicine, 2014).

Pelayanan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan di dalam pelayanan IGD.

Akan tetapi, pelayanan di IGD dapat terhambat jika kondisi di dalam IGD penuh

dengan pasien. Adanya kondisi pasien yang memenuhi IGD disebabkan oleh tidak

sesuainya jumlah pasien yang berkunjung ke IGD dengan tenaga dan tempat tidur

yang ada di IGD. Kondisi seperti ini dapat menyebabkan beberapa akibat antara

1
lain menambah waktu tunggu pasien untuk diperiksa, banyaknya pasien yang

meninggalkan IGD tanpa diperiksa, Length of Stay (LOS) di IGD yang panjang,

dan waktu tunggu pasien yang lama untuk pindah ke bangsal atau stagnan (Singer

et al., 2011)

Stagnan, berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, dapat diartikan sebagai

keadaan terhenti. Dikatakan pasien mengalami stagnan jika pasien tersebut

memiliki LOS di IGD selama lebih dari 2 jam setelah pasien diputuskan untuk

rawat inap (Singet et al., 2011). Pasien yang stagnan di IGD tidak dapat

memperoleh akses untuk mendapatkan tempat tidur yang sesuai sampai batas

waktu yang wajar, yaitu tidak lebih dari 8 jam setelah diputuskan untuk rawat inap

(Forero et al., 2011).

Penelitian oleh Singer et al. tahun 2011 mengemukakan bahwa waktu pasien

stagnan adalah rentang antara keputusan rawat inap sampai pasien berpindah ke

bangsal. Penelitian ini juga menyatakan bahwa ketidaksesuaian kebutuhan dan

penyedia pelayanan kesehatan dan kondisi IGD yang penuh atau kunjungan

pasien yang tinggi merupakan bagian dari adanya stagnan. Adanya pasien yang

stagnan di IGD berhubungan dengan tingkat kematian pasien dan LOS di IGD,

semakin lama waktu pasien stagnan dapat menyebabkan semakin tinggi risiko

kematian pasien.

Menurut Standar Prosedur Operasional RSUP Dr. Sardjito, pasien dikatakan

stagnan apabila pasien tersebut berada di IGD selama lebih dari dua jam terhitung

dari pasien mulai triase. Beberapa faktor yang diduga menjadi risiko penyebab

pasien stagnan antara lain ketersediaan tempat atau bangsal, tidak sesuainya

2
bangsal yang tersedia dengan permintaan pasien, adanya pengelompokan penyakit

yang membutuhkan bangsal khusus (cohorting), menunggu fogging ruang

bangsal, kesibukan perawat di bangsal, dan keterbatasan tenaga pengantar.

Disamping itu, pasien rujukan juga salah satu yang menjadi penyebab kondisi di

IGD menjadi semakin penuh. Sebagai rumah sakit rujukan tingkat ketiga, RSUP

Dr. Sardjito menjadi salah satu rumah sakit yang menjadi tujuan utama pasien

rujukan.

Berdasarkan hasil wawancara studi pendahuluan dengan salah satu perawat di

IGD RSUP Dr. Sardjito pada 12 Agustus 2014, jumlah tempat tidur yang ada

sebanyak 22 bed dan 10 bed cadangan. Data kunjungan pasien di IGD rumah sakit

tersebut dari Januari-Juni 2014 sebanyak 16.424 pasien, dengan rata-rata

kunjungan per bulan sebanyak 2.750 pasien (dibulatkan). Dari data kunjungan

tersebut tercatat sebanyak 1.988 pasien yang mengalami stagnan, dengan rata-rata

per bulan 350 pasien (dibulatkan) yang mengalami stagnan.

Adanya pasien yang stagnan di IGD dapat menimbulkan beberapa efek

negatif bagi keselamatan pasien itu sendiri. Hal ini juga dapat menjadi penyebab

IGD penuh dengan pasien yang menunggu untuk dilayani. Beberapa akibat yang

dapat ditimbulkan dari adanya pasien yang stagnan di IGD antara lain pasien yang

meninggalkan IGD tanpa diperiksa, waktu tunggu pasien yang lama, kondisi

pasien yang bertambah buruk karena tidak ditangani secara cepat, adanya

penundaan pemberian obat penting kepada pasien karena terbatasnya jumlah

tenaga kesehatan, tingkat komplikasi penyakit yang tinggi, risiko terjadinya

3
kejadian tidak diinginkan dan dapat membahayakan nyawa pasien (Singer et al,

2011).

Keselamatan pasien juga telah menjadi perhatian oleh World Health

Organization (WHO) sejak tahun 2004, terbukti dengan adanya program khusus

dalam hal keselamatan pasien, maka sangat penting sekali untuk setiap rumah

sakit untuk selalu memperhatikan keselamatan pasien dan meningkatkan mutu

pelayanannya (WHO, 2014).

Melihat pentingnya keselamatan pasien dan efek negatif yang ditimbulkan

dengan adanya kasus pasien yang stagnan bagi pasien, antara lain risiko tinggi

terjadinya kejadian tak diinginkan (adverse event), penundaan pemberian obat

penting, dan membahayakan nyawa pasien itu sendiri dan terdapat pula dampak

terhadap rumah sakit antara lain menurunkan mutu pelayanan rumah sakit dan

menurunkan tingkat kepuasan pasien, maka dipandang perlu untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kasus pasien stagnan dan

melihat faktor yang paling mempengaruhi kondisi tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dilihat bahwa kecepatan

pelayanan pasien di IGD dapat menentukan prognosis pasien selanjutnya dan

medapatkan hasil yang optimal dalam pelayanan terhadap pasien. Terdapat pula

beberapa faktor yang berhubungan dengan pasien yang stagnan di IGD. Untuk itu

dapat dirumuskan permasalahan: “Bagaimanakah hubungan beberapa faktor

dengan adanya pasien yang stagnan di IGD RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta?”

4
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui faktor-faktor yang berisiko terjadinya pasien stagnan di Instalasi

Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui lama waktu pasien stagnan di IGD RSUP Dr. Sardjito.

b. Mengetahui hubungan ketersediaan kamar, permintaan bangsal, menunggu

bangsal sesuai pengelompokkan penyakit, fogging, bangsal belum siap

menerima pasien, menunggu pengantar (transporter), menunggu dokumentasi

perawat, menunggu catatan medis dari dokter, tipe visit, jumlah tindakan,

golongan penyakit, penyakit gastrointestinal, kategori bangsal sesuai usia, jenis

kelamin, pemeriksaan laboratorium dan radiologi, dan jam datang pasien

dengan adanya pasien yang stagnan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit

Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta.

c. Mengetahui faktor yang paling berisiko terjadinya pasien stagnan di IGD

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi profesi keperawatan

Hasil penelitian ini dapat sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan

dalam memberikan pelayanan terhadap pasien IGD dengan cepat dan tepat.

5
2. Bagi rumah sakit

Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan dalam proses pelayanan

kesehatan kepada masyarakat, khususnya pasien di IGD dalam hal peningkatan

mutu dan kualitas pelayanan kesehatan rumah sakit. Di samping itu, penelitian ini

diharapkan dapat menjadi masukan dalam upaya meningkatkan manajemen mutu

pelayanan terutama pada pelayanan keperawatan.

3. Bagi pasien

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi yang berguna bagi

pasien untuk turut serta mengawasi kinerja sistem pelayanan kesehatan di rumah

sakit dan ikut dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat memberi informasi atau gambaran untuk

pengembangan penelitian mengenai rumah sakit dan IGD selanjutnya.

E. Keaslian Penelitian

Sebelumnya pernah dilakukan beberapa penelitian mengenai kecepatan

pelayanan dan waiting time di IGD antara lain :

1. Hodgins et al, 2011. Penelitian yang berjudul Who Is Sleeping in Our

Beds? Factors Predicting the ED Boarding of Admitted Patients for More Than 2

Hours ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh pasien rawat inap harus

menunggu di IGD selama lebih dari 2 jam setelah keputusan rawat inap. Faktor

yang diteliti di penelitian ini adalah tipe visit (antara lain tingkat triase dan tipe

admisi) dan waktu visit (antara lain waktu dalam sehari dan hari dalam seminggu)

6
atau karakteristik pasien (antara lain jenis kelamin dan kelompok usia). Penelitian

yang menggunakan pendekatan retrospective ini menunjukkan faktor yang

mempengaruhi pasien stagnan adalah waktu kunjung pasien saat akhir pekan atau

shift malam dan karakteristik pasien (pasien perempuan dan lansia lebih dari 65

tahun lebih sering stagnan).

2. Handel et al., 2013. Penelitian yang berjudul Association of Emergency

Department and Hospital Characteristics with Elopements and Length of Stay,

variabel yang diteliti merupakan karakteristik level IGD dan karakteristik level

rumah sakit. Karakteristik level IGD meliputi volum pasien IGD, presentase

pasien yang dirawat inap, presentase pasien yang dibawa oleh ambulan, dan

presentase dari pasien pediatrik. Sedangkan karakteristik level rumah sakit

meliputi status rumah sakit, status pusat trauma, kepemilikan rumah sakit,

kapasitas tempat tidur rawat inap, status akses kritis, kebutuhan tempat tidur

pasien rawat inap, dan letak rumah sakit. Hasil penelitian ini menunjukkan

semakin tinggi kebutuhan tempat tidur pasien rawat inap maka semakin tinggi

pula LOS-nya dan semakin tinggi presentase pasien yang di rawat inap, maka

semakin tinggi pula LOS di semua IGD yang diteliti.

Li, Chiu, Kung, Chen, 2012. Penelitian yang berjudul Factors Affecting Length of

Stay in the Pediatric Emergency Department ini meneliti 5 faktor yang antara lain

lama waktu tunggu dirawat inap, tes laboratorium, waktu konsultasi dokter, gejala

penyakit gastrointestinal, dan hasil akhir pasien. menunjukkan bahwa pasien yang

menunggu untuk dirawat inap selama kurang dari 8 jam atau tidak dirawat inap,

mereka yang tidak membutuhkan tes laboratorium, pasien yang konsultasi dokter

7
kurang dari 60 menit, dan pasien tanpa adanya gejala penyakit gastrointestinal

memiliki LOS yang paling pendek. Sedangkan pasien yang menunggu untuk

dirawat inap lebih dari 16 jam memiliki LOS yang paling lama. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah retrospectively retrieved.

Anda mungkin juga menyukai