Anda di halaman 1dari 2

RUMAH SAKIT MERUPAKAN KAWASAN BEBAS ROKOK

Sesuai Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, diantara kawasan


yang dibebaskan dari asap rokok adalah rumah sakit. Namun kenyataannya, penetapan
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) masih butuh sosialisasi. Sebab masih banyak masyarakat yang
belum mengetahui ketentuan terkait KTR.
Rumah sakit seharusnya menjadi tempat yang sehat dan higenis. Bersih dari asap rokok
yang dapat menyebabkan dampak negatif bagi kesehatan. Penetapan Kawasan Tanpa Rokok
(KTR) di Rumah Sakit telah dinyatakan secara normatif melalui regulasi pemerintah.
Seperti yang terlihat di Rumah Sakt Islam (RSI) Sunan Kudus. Sosialisasi Kawasan Tanpa
Rokok terrlihat dalam berbagai spanduk dan poster. Hampir seluruh tempat yang berada di
lingkungan rumah sakit tersebut terdapat peringatan agar tidak melakukan aktifitas merokok.
Sehingga tidak ada alasan bagi masyarakat untuk tidak mengetahui bahwa lingkungan RSI
bebas dari asap rokok.
Menurut pengamatan muriaexpose.com, memang sesekali masih ada pengunjung
rumah sakit yang masih tiadak taat akan himbauan agar tidak merokok di lingkungan rumah
sakit sehingga masih ada yang merokok secara sembunyi-sembunyi. Seperti halnya yang
dilakukan oleh Suwandi warga desa Piji kecamatan Dawe yang ketika itu sedang menengok
saudaranya yang sedang dirawat di rumah sakit tersebut yang terlihat masih menghisap rokok
di depan ruangan perawatan (31/10). Ketika ada seorang temannya yang mengingatkan untuk
tidak merokok, akhirnya Suwandi mematikan rokoknya. “Maaf mas, saya tidak begitu
memperhatikan kalau ada peringatan untuk yidak merokok,” kata Suwandi sambil
memperlihatkan ekspresi malu.
“Sudah seharusnya lingkunga rumah sakit memiliki udara yang bersih dan higienis.
Agar pasien dan pengunjung terbebas dari paparan rokok yang berdampak bagi kesehatan,”
Ujar salah satu pegawai RSI Sunan Kudus tanpa mau menyebutkan identitasnya, saat
dimintai komentarnya terkait banyaknya poster KTR.
Spanduk dan poster tentang Kawasan Tanpa Rokok di RSI Sunan Kudus merujuk
pada sejumlah ketentuan. Diantaranya, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun
2009 tentang Rumah Sakit, Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan,
Intruksi Menteri Kesehatan Nomor 84/MenKes/Inst/II/2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok
di Tempat Kerja dan sarana Kesehatan serta Peraturan Bupati Kudus Nonor 18 tahun 2015
tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Disamping regulasi tersebut, salah satu pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil
Tembakau (DBHCHT) yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
20/PMK.07/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/
PMK.07/2008 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dan Sanksi Atas
Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau adalah berupa pembinaan
lingkungan sosial sebagaimana diatur dalam pasal 7 (1) huruf c. yang memuat ketentuan
bahwa pembinaan lingkungan sosial salah satunya berupa penetapan kawasan tanpa asap
rokok dan pengadaan tempat khusus untuk merokok di tempat umum. (adv)

A. DEFINISI PENETAPAN KAWASAN TANPA ROKOK

Peraturan bersama Mentri Kesehatan dan Mentri Dalam Negri Nomer


188/MENKES/PB/1/2011 Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan
Tanpa Rokok mendefinisikan bahwa yang dimaksut dengan kawasan tanpa rokok adalah
ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan
memproduksi, menjual dan atau mempromosikan produk tembakau.

B. MANFAAT KAWASAN TANPA ROKOK


Manfaat kawasan tanpa rokok di fasilitas pelayanan kesehatan dan tempat kerja
adalah sebagai berikut :
a) Menciptakan tempat yang sehat, nyaman dan aman
b) Pengunjung tidak terganggu asap rokok
c) Memberi Citra yang Positif
d) Mengurangi resiko terjanya kebakaran
e) Menegakkan etika merokok.

Anda mungkin juga menyukai