Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Harpodon Borneo Vol.6. No.2. Oktober.

2013 ISSN : 2087-121X

LAJU PRODUKTIFITAS BIOMASSA DAUN Halodule uninervis


PADANG LAMUN PULAU DERAWAN

Muhamad Roem

Staf Pengajar Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan


FPIK Universitas Borneo Tarakan (UBT) Kampus Pantai Amal Gedung E,
Jl. Amal Lama No.1,Po. Box. 170 Tarakan
HP. 081342416317 / E-mail : muhamad.roem@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat produktifitas biomassa daun Halodule
uninervis. Penelitian dilaksanakan di padang lamun Pulau Derawan. Metode pelaksanaan
penelitian merupakan kombinasi antara survey ekologi dan eksperimen lapangan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa padang lamun Pulau Derawan didominasi oleh H.
Uninervis yang memberikan kontribusi 86 % terhadap kerapatan relatif total. H.
Uninervis dengan rerata kerapatan 3.576 ± 115 tegakan m-2 memiliki tingkat produktifitas
daun harian sebesar 0,32 ± 0.03 g BK m-2 hari-1.

Kata Kunci : Tingkat pertumbuhan, Halodule uninervis, habitat makanan, penyu


hijau, keberlanjutan ekologis.

ABSTRACT

The aim of the research is to analize the leaf biomass productivity rate of Halodule
uninervis. The research conducted in seagrass meadows of Derawan Island. The
research method was a combination of ecological survey and field experiment. The result
of the research shows that Derawan meadows dominated by H. Uninervis that made up to
86 % contribution to total relative density. H. Uninervis with average density 3.576 ± 115
ind m-2 has daily leaf productivity value 0,32 ± 0.03 g DW m-2 day-1.

Key Words : carrying capacity, seagrass meadows, foraging habitat, green seaturtle,
species shifting, ecological sustainability.

PENDAHULUAN tahun terakhir jumlah rata-rata sarang yang


terpantau mencapai 3.200 sarang (Reischig
Latar belakang masalah et al., 2011).
Kepulauan Derawan yang terletak di Besarnya kelimpahan populasi penyu
kawasan laut semi tertutup Sulu Sulawesi, hijau di masa lalu tentunya berhubungan
merupakan foraging habitat (habitat erat dengan ketersediaan makanannya.
mencari makan) dan nesting habitat (habitat Penyu hijau di Pulau Derawan merupakan
peneluran) penyu hijau (Chelonia mydas) herbivor laut yang memakan lamun. Secara
(Tomascik et al., 1997). Schulz (1984) normal, pada proses interaksi dengan
melaporkan bahwa pada periode akhir padang lamun penyu hijau diduga
jaman kolonial atau sekitar tahun 1940-an, menstimulus produktifitas lamun melalui
jumlah rata-rata sarang induk betina penyu aktifitas grazingnya sehingga struktur
hijau mencapai 36.000 sarang. padang lamun yang mencakup tinggi,
Berkebalikan dengan keadaan sepuluh kanopi, panjang dan lebar tegakan serta

© Hak Cipta Oleh Jurnal Harpodon Borneo Tahun 2013 153


Jurnal Harpodon Borneo Vol.6. No.2. Oktober. 2013 ISSN : 2087-121X

kerapatan terpelihara. Sebaliknya, padang foraging habitat.


lamun Pulau Derawan memiliki peranan
yang sangat krusial dalam mendukung BAHAN DAN METODE
keberhasilan migrasi reproduksi populasi
penyu hijau ke daerah tersebut. Pengamatan Kerapatan Tegakan
Keberhasilan migrasi reproduksi Penyu Lamun
Hijau di sekitar Pulau Derawan tidak hanya Pengamatan data ekologi berupa
ditentukan oleh kondisi pantai peneluran. kerapatan lamun perairan Pulau Derawan
Akan tetapi sangat ditentukan oleh faktor dilakukan melalui transek dan titik-titik
ketersediaan makanan dalam hal ini pengamatan.
tumbuhan lamun. Jenis lamun yang Pengamatan kerapatan padang lamun
dikonsumsi penyu di Pulau Derawan adalah dilakukan pada setiap interval yang telah
Halodule uninervis ditentukan pada transek dengan mengacu
pada metode McKenzie et al., (2003).
Tujuan penelitian Transek pengamatan struktur komunitas
Penelitian ini bertujuan untuk berupa 8 set line intercept transects (LIT)
mengetahui laju produksi daun H. uninervis yang ditarik dari pantai menuju laut ke
di sekitar Pulau Derawan. Eksperimen batas wilayah terumbu karang. Titik
kuantifikasi laju produksi dilakukan pengamatan dengan transek kuadrat
terhadap H. uninervis dengan ditentukan pada setiap interval 50 m. Hal
menghilangkan pengaruh grazing penyu ini dilakukan sebagai penyesuaian
hijau sehingga pertumbuhannya terhadap metode McKenzie et al. (2003)
berlangsung optimal. Hasil penelitian ini mengingat hamparan areal padang lamun
diharapkan dapat melengkapi kebutuhan rata-rata melebihi 500 m dari garis
data pertumbuhan makanan yang sangat pantai. Penempatan transek ditunjukkan
urgen dalam perencanaan pengelolaan pada gambar 1.

Gambar 1. Posisi penempatan line intercept transeck dan transek permanen di padang
lamun Pulau Derawan

154 © Hak Cipta Oleh Jurnal Harpodon Borneo Tahun 2013


Laju Produktifitas Biomassa Daun… (Muhamad Roem)

Pengamatan Kerapatan Tegakan Selanjutnya dengan tali yang sama transek


Lamun kuadrat dibagi menjadi 4 sub plot
Produktifitas H. uninervis diukur berukuran 50 × 50 cm. Setiap sub plot
dengan kombinasi metode pemangkasan diberi kode masing-masing A1, A2, A3,
Short dan Duarte (2000) dan Supanwanid et A4, B1, B2, B3, B4, C1, C2, C3, dan C4.
al., (2000). Eksperimen dilakukan pada H. Guna melindungi lamun dalam plot dari
uninervis yang diberi perlakuan penyu, pada bagian luar plot ini diberi pagar
pemangkasan dalam plot yang terlindung dari balok kayu 10 × 10 cm yang saling
dari penyu hijau. Hal ini dimaksudkan agar dihubungkan dengan tali Ø 1 cm. Pelindung
pertumbuhan H. uninervis tidak plot dirancang agar tidak menggangu
mendapatkan gangguan. sirkulasi air dan penetrasi cahaya matahari.
Pelindung dibuat lebih besar dari ukuran
Desain plot pengamatan plot kuadrat permanen guna mencegah
Plot pengamatan berupa transek terjadinya efek tepi yang dapat
kuadrat 100 × 100 cm dibentuk dari tali mempengaruhi pertumbuhan H. uninervis
nilon Ø 0.5 mm yang diikat dan dalam plot.
dihubungkan pada patok di dasar perairan.
50 cm 50 cm

A A
1 2
50 cm

Plot
A A Transek
3 4
50 cm

Pelindung

Plot
Transek

Gambar 2. Desain transek permanen beserta sub plot yang memiliki pelindung untuk
pengamatan pertumbuhan lamun

Pengamatan produktifitas biomassa daun dibiarkan tumbuh sampai pada hari


Sebelum memberi perlakuan pemanenan. H. uninervis yang diamati di
pemangkasan, terlebih dahulu dilakukan panen dengan memangkas sampai pada
penghitungan kerapatan tegakan H. batas pembungkus daunnya pada hari ke-5
uninervis dalam plot dan sub plot. pada sub plot A1, B1, dan C1, hari ke-10
Selanjutnya H. uninervis di dalam plot pada sub plot A2, B2, dan C2, hari ke-15
dipangkas pada batas pembungkus daunnya pada sub plot A3, B3, dan C3, dan hari ke-
yang merupakan bagian awal tumbuhnya 20 pada sub plot A4, B4, dan C4. Daun
daun. Pada umumnya, bagian tersebut yang di panen dikelompokkan menurut
merupakan batas gigitan penyu hijau. H. plotnya untuk kemudian ditimbang.
uninervis yang telah dipangkas kemudian

© Hak Cipta Oleh Jurnal Harpodon Borneo Tahun 2013 155


Jurnal Harpodon Borneo Vol.6. No.2. Oktober. 2013 ISSN : 2087-121X

Pengeringan dan Penimbangan Derawan dengan substrat karbonat


Daun H. uninervis dibersihkan ditumbuhi oleh padang lamun yang
dengan HCl 5% dari epifitnya kemudian didominasi Halodule uninervis. Cymodocea
dikeringkan dengan oven pada suhu 65 oC rotundata hanya sesekali ditemukan terselip
selama 24 jam atau sampai sampel kering. diantara tegakan H. uninervis. Syringodium
Sampel selanjutnya ditimbang dengan isoetifolium dengan morfologinya yang
timbangan analitik dengan ketelitian 0,0001 menyerupai jarum sangat jarang ditemukan
gram. di tengah rapatnya H. uninervis. Sementara
itu Halophila ovalis hanya ditemukan pada
HASIL DAN PEMBAHASAN bagian tepi batas padang lamun, baik batas
antara lamun dengan zona hempasan pantai
Kerapatan Padang Lamun Pulau maupun batas tepi luar hamparan lamun
Derawan dengan terumbu karang.
Daerah intertidal dan subtidal Pulau

Tabel 1. Komposisi jenis dan kerapatan lamun perairan Pulau Derawan (n transek = 49)
Kerapatan jenis lamun (tegakan m-1)
H.uninervis H.ovalis S.isoetifolium C.Rotundata
Jumlah tegakan 175.262 10.209 7.136 14.006
Rerata Kerapatan (Di) 3.576 ± 115 638 ± 71 254 ± 29 411 ± 31
% Kerapatan Relatif (Rdi) 86 % 5% 3% 6%

Besarnya nilai kerapatan H. uninervis lebar daun sekitar 1 mm. Setiap tegakan
menjadikannya mendominasi hamparan terdiri atas maksimal 2 helai daun dengan
padang lamun Pulau Derawan. Kerapatan persentase keutuhan ujung daun hanya
H. Uninervis Pulau Derawan tergolong 13,3%. Tidak ditemukan lapisan detritus
sangat tinggi dibandingkan daerah lainnya. atau serasah yang mengindikasikan sifat
Kneer (2006) melaporkan H. uninervis di nondetrital based pada hamparan padang
Pulau Bone Batang yang terletak di lamun di lokasi penelitian.
Kepulauan Spermonde memiliki kerapatan
1276 ± 87 ind m-2 pada daerah dengan Produktifitas H. uninervis
kerapatan jarang dan 1735 ± 88 ind m-2 Selama eksperimen produktifitas
pada daerah padat. Vonk et al., (2008; berlangsung, kedalaman air di lokasi
2010) turut melaporkan bahwa kerapatan H. penelitian tercatat 0,10 m saat surut
uninervis Pulau Bone Batang pada daerah terendah sementara kedalaman maksimal
yang terlindungi dari ombak mencapai 2424 mencapai 2,8 m saat pasang tertinggi. Nilai
± 115 ind m-2 sementara daerah berombak parameter fisikokimia oseanografi
1178 ± 157 ind m-2. Kerapatan H. uninervis menunjukkan kondisi perairan oligotrofik
Pulau Barrang Lompo berkisar antara 473 - atau miskin nutrien. Kondisi oligotrofik
520 ind m-2 (Hendra, 2011). Sementara itu merupakan kondisi normal bagi padang
penelitian Kiswara dan Winardi (1999) di lamun tropis. Erftemeijer (1994)
Bali menyebutkan kerapatan H. uninervis menyatakan lamun beradaptasi dengan baik
Teluk Kuta 310 ind m-2 dan teluk gerupuk pada lingkungan oligotrofik dimana
3043 ind m-2. pertumbuhannya dibatasi oleh nitrogen
Panjang rata-rata helai daun 52 ± 21 (substrat terrigenous) atau fosfat (sedimen
mm atau berukuran sedang serta memiliki karbonat).

156 © Hak Cipta Oleh Jurnal Harpodon Borneo Tahun 2013


Laju Produktifitas Biomassa Daun… (Muhamad Roem)

Tabel 2. Parameter fisikokimia oseanografi perairan Pulau Derawan (n = 9)


Parameter Satuan Nilai
o
Suhu C 30 ± 1.22
Salinitas ppt 34.0 ± 0.7
pH - 8.2 ± 0.22
NO3-N (nitrat) mgL-1 0.00026 ± 0.0001
PO4-P (fosfat) mgL-1 0.00036 ± 0.0002
Oksigen Terlarut mgL-1 7.1 ± 0.3

Eksperimen plot tertutup H. uninervis dihasilkan sebesar 3,53 g BK m-2. Pada


menunjukkan pertumbuhan biomassa daun interval ketiga (H15) biomass dalam plot
yang konsisten (gambar 3). Biomassa daun mencapai 4,71 g BK m-2. Di akhir
H. uninervis pada 5 hari pertama (H5), eksperimen (H20) biomass total mencapai
tercatat sebesar 1,76 g BK m-2. Pada akhir 5,50 g BK m-2.
interval berikutnya (H10) biomass yang

Gambar 3. Pertumbuhan biomassa daun (g BK m-2 hari-1) H. uninervis selama 20 hari


eksperimen plot tertutup dengan interval pemanenan setiap 5 hari

Rata-rata produktifitas daun Halodule produktifitas tidak jauh berbeda yakni


uninervis 20 hari pengamatan mencapai berturut-turut 0,35 g BK m-2 hari-1. Pada
0,32 ± 0.03 g BK m-2 hari-1. Berdasarkan interval ketiga, (H15) laju produktifitas
hasil analisis, terjadi penurunan laju menurun hingga berada pada rata-rata 0,31
produktifitas secara bertahap seiring g BK m-2 hari-1. Hingga akhirnya rata-rata
bertambahnya waktu. Pada interval pertama laju produktifitas tercatat 0,27 g BK m-2
dan kedua (H5, H10), rata-rata laju hari-1 pada interval keempat, (H20).

Tabel 3. Pertumbuhan biomassa dan laju produktifitas daun H. uninervis selama 20 hari
pengamatan. Notasi huruf berbeda menyatakan perbedaan rata-rata berdasarkan
Oneway NOVA pada α = 0,05
Pertumbuhan Biomassa Daun Produktifitas Daun
Interval Hari (g BK m-2) (g BK m-2 hari-1)
H5 1.765944961a 0.353189e
H10 3.530499217b 0.35305e
H15 4.718732499c 0.314582e,f
H20 5.502675868 d
0.275134f

© Hak Cipta Oleh Jurnal Harpodon Borneo Tahun 2013 157


Jurnal Harpodon Borneo Vol.6. No.2. Oktober. 2013 ISSN : 2087-121X

Beberapa literatur (Bjorndal, 1980, penyu hijau. Hasil penelitian menunjukkan


Williams, 1988, Moran & Bjorndal 2007, interval yang lebih singkat. Pada hari ke 10,
Christiannen et al., 2011b) menyebutkan panjang daun H. uninervis telah berada di
bahwa H. uninervis memerlukan interval 14 kisaran 51,6 ± 4.5 mm dengan rata-rata
hari untuk tumbuh kembali sepanjang 5 cm biomassa daun sebesar 3,53 g BK m-2.
di atas batas selubung daunnya. Ukuran ini Dengan demikian H. uninervis di perairan
merupakan batasan minimal rata-rata Derawan memiliki daya pulih yang baik.
ukuran H. uninervis yang dikonsumsi

Gambar 4. Grafik pertumbuhan ukuran panjang daun H. uninervis dalam eksperimen plot
tertutup selama 20 hari dengan interval pengamatan setiap 5 hari sekali

Hendra (2011) melaporkan bahwa H. tunas daun yang berada dalam pelepah yang
uninervis pada perairan Pulau Barrang sama. Hal tersebut ditengarai sebagai
Lompo yang bersifat detrital based respon adaptasi internal tegakan untuk pulih
memiliki produktifitas sebesar 0,20 g BK dengan cepat sehingga helaian daun
m-2 hari-1. Produktifitas H. uninervis Pulau memiliki laju pertumbuhan berbeda guna
Derawan yang mencapai 0,32 ± 0,03 g BK memberi kesempatan daun yang lebih tua
m-2 hari-1 lebih tinggi dibandingkan dengan untuk tumbuh optimal terlebih dahulu.
H. uninervis pada perairan Pulau Barrang
Lompo. Produktifitas H. uninervis Derawan Dinamika Ekosistem Padang Lamun dan
lebih ting gi sebesar 1,6 kali lipat dibanding Efek Interaksi Penyu Hijau
Pulau Barrang Lompo. Hal ini didukung Dibanding dengan kebanyakan
oleh pernyataan Christianen et al., (2011b) angiospermae lainnya, lamun secara
bahwa aktifitas grazing penyu hijau fisiologis cenderung tidak efisien dalam
menstimulus produktifitas H. uninervis mendaur ulang nutrien (Hemminga et al.,
sebesar 1,7 kali lipat dibandingkan H. 1999). Lamun yang hidup pada daerah
uninervis pada padang lamun yang bersifat dimana dinamika fisik lingkungan sangat
detrital based. tinggi menyebabkannya kehilangan banyak
Pengamatan di lapangan menunjukkan nutrien pada saat daun yang tua terpisah
bahwa hampir seluruh tegakan H. uninervis tegakannya dan terekspor keluar dari
terdiri atas 2 helai daun. Salah satu helai ekosisitem padang lamun oleh
daun lebih panjang dari pasangan daun pada hidrodinamika perairan. In-efisiensi re-
tegakan yang sama. Disini tampak adanya cycling internal merupakan karakter khas
perbedaan laju pertumbuhan antara helaian

158 © Hak Cipta Oleh Jurnal Harpodon Borneo Tahun 2013


Laju Produktifitas Biomassa Daun… (Muhamad Roem)

tumbuhan yang hidup pada lingkungan tumbuhan pasturanya (McNaughton 1984,


yang kaya nutrient (Evrard et al., 2005). Milchunas dan Lauenroth 1993). Aktifitas
Lamun dapat menyerap nutrient baik grazing herbivor darat juga meningkatkan
dari kolom air maupun sedimen (Evrard et siklus unsur hara dan memberi efek pada
al., 2005). Sejauh mana perbandingan fluks unsur hara di darat (Thayer et al.,
kemampuan antara akar dan daun dalam 1984;. Sirotnak dan Huntly 2000).
menyerap nutrient bergantung pada Mekanisme timbal balik positif tersebut
beberapa faktor termasuk konsentrasi dan tidak berlaku pada interaksi herbivor laut
availabilitas nutrient pada reservoir kolom seperti penyu hijau dengan padang lamun
air dan sedimen (Carignan dan Kalff 1980). yang menjadi pasturanya. Feses penyu hijau
Evrard et al., (2005) melakukan eksperimen terapung dan terekspor jauh ke luar sistem
terhadap 5 spesies lamun di perairan padang lamun oleh hidrodinamika perairan.
Derawan menemukan bahwa akar lamun Demikian pula dengan urine, sesaat setelah
memberikan keuntungan kompetitif pada dikeluarkan urine yang dihasilkan penyu
lamun di daerah oligotrofik. Akar memberi terasimilasi oleh kolom perairan dengan
kemampuan lebih bagi lamun untuk cepat.
menggunakan nutrien dalam bentuk partikel Christianen et al., (2011b) menyatakan
organik pada sedimen dibandingkan grazing penyu menstimulus produktifitas H.
daunnya guna mempertahankan uninervis sebesar 1.7 kali lipat bahkan
produktifitas (Evrard et al., 2005). meredakan efek eutrofikasi. Stimulus
Christiannen et al., (2011a) tersebut memacu penyerapan kelebihan
membandingkan respon H. uninervis nutrien dalam perairan dan meningkatkan
(mewakili spesies suksesi awal/pioinir) dan produksi biomassa daunnya. Pada kondisi
T. hemprichii (mewakili spesies suksesi ekosistem lamun oligotrofik atau normal,
akhir/klimaks) terhadap nitrogen (NHx), pH grazing penyu dapat menyebabkan
dan cahaya dalam eksperimen selama 5 perubahan struktur padang lamun secara
hari. Hasil penelitian tersebut menunjukkan substansial yang mencakup tinggi, kanopi,
bahwa spesies pionir H. uninervis lebih panjang dan lebar tegakan serta kerapatan
mampu mengatur kadar nitrogen melalui lamun sebagaimana disebutkan oleh Lal et
sintesa asam amino bebas glutamine dan al., (2010). Lebih jauh, Lal et al., (2010)
asparagine dibanding spesies klimaks T. menambahkan bila kondisi tekanan aktifitas
hemprichii. Lebih lanjut Christiannen et al., grazing penyu terus bertambah, hal tersebut
(2011a) menyatakan bahwa perbedaan dapat mengurangi produksi buah dan pada
strategi pertumbuhan antara H. uninervis akhirnya berpotensi memicu perubahan
dan T. Hemprichii dapat menjelaskan komposisi jenis padang lamun.
perbedaan kemampuan penyerapan dan Fourqurean et al., (2010) menyatakan
metabolisme nitrogen. H. uninervis overgrazing penyu hijau menyebabkan
merupakan spesies pionir yang memiliki hilangnya padang lamun pada stasiun
ciri khas produksi tinggi serta kemampuan monitoring CARICOMP, di Bermuda yang
metabolisme nutrien yang lebih tinggi terjadi di akhir 1990an. Penurunan ukuran
dibanding spesies klimaks seperti T. panjang dan lebar daun akibat overgrazing
hemprichii (Fourqurean et al., 1995; Uku et penyu yang berdampak secara langsung
al., 2005). Hal ini menjelaskan mengapa terhadap penutupan kanopi merupakan ciri
spesies pionir lebih sukses mengkoloni area awal perubahan. Lebih jauh, Fourqurean et
yang mengalami tekanan dibanding spesies al., (2010) berpendapat bahwa teori yang
klimaks Christiannen et al., (2011a). menyatakan peran positif penyu hijau
Herbivor padang rumput daratan telah dalam memelihara kesetimbangan struktur
lama diketahui mempengaruhi tingkat dan fungsi padang lamun dapat berubah
produktivitas, biomassa, distribusi, struktur menjadi peran negatif terhadap padang
komunitas dan kandungan gizi jaringan lamun.

© Hak Cipta Oleh Jurnal Harpodon Borneo Tahun 2013 159


Jurnal Harpodon Borneo Vol.6. No.2. Oktober. 2013 ISSN : 2087-121X

Herbivor seperti penyu hijau terletak Erftemeijer, P.L.A., 1994. Differences in


pada bagian tengah jaring makanan. Hal ini nutrient concentrations and resources
menjelaskan dua peran besar penyu hijau between seagrass communities on
pada ekosistem padang lamun yakni (1) carbonate and terrigenenous
sebagai organisme pengkonversi hasil sediments in South Sulawesi,
produksi dari produser primer ke bentuk Indonesia. Bulletin of Marine
yang dapat diterima oleh konsumer yang Science, 54, 403–419.
lebih tinggi serta (2) memainkan peran
penting dalam mempengaruhi struktur dari Evrard, V., Kiswara, W., Bouma, T.J.,
komunitas lamun. Penyu hijau belakangan Middelburg, J.J., 2005. Nutrient
dikenal sebagai modifikator ekosistem oleh dynamics of seagrass ecosystems:
karena kemampuannya mengubah 15N evidence for the importance of
ekosistem yang menjadi habitatnya secara particulate organic matter and root
signifikan Lal et al., (2010). Perubahan systems. Marine Ecology Progress
ekosistem tersebut seringkali justru Series. Vol. 295: 49–55.
memberi konsekuensi negatif yang serius
terhadap populasi penyu hijau itu sendiri. Fourqurean, J.W., Powell, G.V.N.,
Karenanya, faktor-faktor yang mengatur Kenworthy, W.J., Zieman, J.C., 1995.
populasi penyu dan interaksinya dengan The effects of long-term
padang lamun sangat penting untuk manipulation of nutrient supply on
diketahui guna mengelola ekosistem competion between the seagrasses
padang lamun dan populasi penyu hijau Thalassia testudinum and Halodule
sebagai pengguna habitat. wrightii in Florida Bay. Oikos 72,
349–358.
DAFTAR PUSTAKA
Fourqurean, J.W., Manuel, S., Coates,
Bjorndal, K.A., 1980. Nutrition and grazing K.A., Kenworthy, W.J., Smith, S.R.,
behavior of the green turtle, Chelonia 2010. Effects of excluding sea
mydas, Mar. Biol., 56, 147. turtle herbivores from a seagrass bed:
Overgrazing may have led to
Christianen, M.J.A., van der Heide, T., loss of seagrass meadows in
Bouma, T.J., Roelofs, J.G.M.,van Bermuda. Marine Ecology Progress
Katwijk, M.M., Lamers, Series. Vol. 419: 223–232.
L.P.M., 2011a. Limited toxicity of
NHx pulses on an early and late Hemminga MA, Marba N, Stapel J, 1999.
successional tropical seagrass Leaf nutrient resorption, leaf lifespan
species: Interactions with pH and and the retention of nutrients in
light level. Aquatic Toxicology seagrass systems. Aquatic Botany
104 (2011) 73–79. 65:141–158.

Christianen, M.J.A., Govers, L.L., Bouma, Hendra, 2011. Pertumbuhan dan produksi
T.J., Kiswara, W., Roelofs, J.G.M., biomassa daun lamun Halophila
Lamers, L.P.M., and van Katwijk, ovalis, Syringodium isoetifolium dan
M.M., 2011b. Marine megaherbivore Halodule uninervis pada ekositem
grazing may increase seagrass padang lamun di perairan Pulau
tolerance to high nutrient loads. Barrang Lompo. Skripsi. Jurusan
Journal of Ecology. British Ecological Ilmu Kelautan Universitas
Society. Hasanuddin Makassar. 81 Hal.

160 © Hak Cipta Oleh Jurnal Harpodon Borneo Tahun 2013


Laju Produktifitas Biomassa Daun… (Muhamad Roem)

Kiswara, W., dan Winardi. 1999. Sebaran Reischig, T., Basuki N.R., Moord V.A.,
Lamun di Teluk Kuta dan Teluk Cordes, H., and Latorra, L., 2011.
Gerupuk, Lombok. Lembaga Ilmu Green turtles (Chelonia mydas) in
Pengetahuan Indonesia. the Berau archipelago: Population
assessment, nesting activities, and
Kneer, D., 2006. The role of Neaxius protection status. 31st Conference of
acanthus (Thalassinidea: the International Sea Turtle Society,
Strahlaxiidae) and its burrows in a San Diego.
tropical seagrass meadow, with some
remarks on Corallianassa coutierei Schulz, J.P., (1984): Turtle conservation
(Thalassinidea: Callianassidae). strategy in Indonesia. IUCN/WWF
Thesis Freie Universität Berlin. 92 Report.
pages.
Seminoff JA (2004a): Chelonia mydas. In:
Lal, A., Arthur, R., Marba, N., Lill, A.W.T., IUCN 2010. IUCN Red List of
and Alvocerro, T., 2010. Implications Threatened Species. Version
of conserving an ecosystem 2010.
modifier: Increasing green turtle
(Chelonia mydas) densities Sirotnak, J.M. & Huntly, N.J., 2000. Direct
substantially alters seagrass and indirect effects of herbivores on
meadows. Biological conservation nitrogen dynamics: voles in riparian
143 (2010) 2730-2738. Elsevier. areas. Ecology, 81, 78–87.

McKenzie, J.L., Campbell, S.J., & Roder, Short, F.T., Duarte, C. M., 2000. Chapter 8.
C.A. 2003. Seagrass-Watch: Manual Methods for measurement of
for Mapping and Monitoring seagrass growth and production, in
Seagrass Resources by Community Global Seagrasses Research Methods,
(Cityzen) volunteers. 2nd Edition. Short, F. T. and Coles, R.G.,
(QFS, Northern Fisheries Centre, Editors, Elsevier Science B.V.,
Cairns) 100 pp. ISBN 0-9579741-1- Amsterdam.ISBN:0-444-50891-0.
6.
Supanwanid, C., Albertsen, J.O., Mukai, H.,
McNaughton, S.J., 1984. Grazing lawns – 2001. Chapter 15. Methods for
Animals in herds, plant form, and assesing the grazing effects of large
coevolution. American Naturalist, herbivores on seagrasses, in Global
124, 863–886. Seagrasses Research Methods, Short,
F.T. and Coles, R.G., Editors,
Milchunas, D.G. & Lauenroth, W.K., 1993. Elsevier Science B.V., Amsterdam.
Quantitative effects of grazing on ISBN: 0-444-50891-0.
vegetation and soils over a global
range of environments. Ecological Thayer, G.W., Bjorndal, K.A., Ogden, J.C.,
Monographs, 63, 327–366. Williams, S.L. & Zieman, J.C., 1984.
Role of larger herbivores in
Moran, K.L. & Bjorndal, K.A., 2007. seagrass communities. Estuaries, 7,
Simulated green turtle grazing affects 351–376.
nutrient composition of the seagrass
Thalassia testudinum. Marine Tomascik T., A.J. Mah, A. Nontji, and
Biology, 150, 1083–1092. M.K. Moosa. 1997. The Ecology of
Indonesian Seas. Part Two, Vol

© Hak Cipta Oleh Jurnal Harpodon Borneo Tahun 2013 161


Jurnal Harpodon Borneo Vol.6. No.2. Oktober. 2013 ISSN : 2087-121X

VIII, Chapter 21. Periplus Edition. pp seasonality of fauna in mixed-species


1101-1131. seagrass meadows in southwest
Sulawesi, Indonesia. Marine Biology
Uku, J., Beer, S., Bjork, M., 2005. Buffer Research, 2010; 6: 282 – 291
sensitivity of photosynthetic carbon
utilisation in eight tropical Williams, S. L., 1988a. Assessment of
seagrasses. Marine Biol. 147, 1085– Anchor Damage and Carrying
1090. Capacity of Seagrass Beds in
Francis and Maho Bays for Green
Vonk, J.A., Kneer, D., Stapel, J., Asmus,H., Sea Turtles. Biosphere Reserve
2008. Shrimp burrow in tropical Report no. 25.
seagrass meadows: An
important sink for litter. Estuarine, Williams, S. L., 1988b. Thalassia
Coastal and Shelf Science 79 (2008) testudinum productivity and grazing
79–85. by green turtles in a highly disturbed
seagrass bed. Mar. BioI., 98, 447.
Vonk, J.A., Christianen, M.J.A., & Stapel,
J., 2010. Abundance, edge effect, and

162 © Hak Cipta Oleh Jurnal Harpodon Borneo Tahun 2013

Anda mungkin juga menyukai