Oleh:
Latifatu Choirunisa
132011101013
Pembimbing:
dr. Arief Suseno, Sp.PD
Oleh:
Latifatu Choirunisa
132011101013
Pembimbing:
dr. Arief Suseno, Sp.PD
2.2 Anamnesis
Autoanamnesis dan heteroanamnesis dilakukan kepada pasien pada tanggal 3
Juli2018 di Ruang Rawat Inap Anthurium RSUD dr. Soebandi
BB: 55 kg
TB: 165 cm
BMI = Berat Badan (Kg) = 55
Tinggi Badan(m)2 (1,65)2
BMI = 20,20kg/m2 (Berat badan normal)
Kebutuhan kalori/hari DM: 55 (kg) x 30 kalori = 1650 kalori/hari
Kesan : Riwayat gizi cukup baik dengan berat badan normal.
c. Dada
1. Jantung:
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V MCL Sinistra
- Perkusi : Batas jantung normal
- Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, ekstrasistole (-), gallop (-), murmur
(-)
2. Paru-paru
Ventral Dorsal
Inspeksi: Inspeksi:
Simetris Simetris
Retraksi -/- Retraksi -/-
Ketertinggalan gerak -/- Ketertinggalan gerak -/-
Palpasi: P: Palpasi:
Fremitus raba Fremitus raba
N N N N
N N N N
N N N N
Perkusi : Perkusi :
S S S S
S S S S
S S S S
S S S S S S S S
S S S S
Ventral Dorsal
Auskultasi : Auskultasi :
DS DS
V V V V
V V V V
V V V V
V V V V V V V V
V V V V
Rhonki Rhonki
- - - -
- - - -
- - - -
- - - - - - - -
- - - -
Wheezing Wheezing
- - - -
- - - -
- - - -
- - - - - - - -
- - - -
d. Perut
- Inspeksi : Flat
- Auskultasi: Bising usus (+) normal
- Palpasi :Soepel, nyeri tekan (-)
- Perkusi : Timpani
e. Ekstremitas
- Superior : akral hangat +/+, edema-/-, ptekiae -/-, purpura +/+, ekimosis +/+
- Inferior : akral hangat +/+, edema -/-, ptekiae -/-, purpura -/-, ekimosis -/-
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium
HLT, RFT, LFT, GDA pada tanggal 28-6-2018
HEMATOLOGI
Hematologi Lengkap (HLT)
Hemoglobin 7.6 (menurun) 13.5-17.5
Lekosit 0.5 (menurun) 4.5.0-11.0
Hematokrit 22.1 (menurun) 41-53
Trombosit 8 (menurun) 150-450
FAAL HATI
SGOT 22 10-35
SGPT 31 9-43
FAAL GINJAL
Kreatinin Serum 1.0 0.6-1.3
BUN 17 6-20
GULA DARAH
Glukosa sewaktu 265 (meningkat) <200
2.5 Planning
2.5.1 Planning Diagnostik
Laboratorium (Hematologi Lengkap, GDA, ferritin, SI, TIBC)
BMA
2.6 Prognosis
3Juli2018
H6MRS
S)
Pasien mengeluh lemah dan pusing. Pasien masih BAK kecoklatan. BAB disertai
darah merah segar (-)
O)
KU :lemah TD : 100/60 RR : 20x/menit
Kes :CM HR : 88x/menit Tax : 36.7°C
K/L : a/i/c/d +/-/-/-
Tho : Cor/ SIS2 tunggal e/g/m -/-/-
Pulmo/ Sim +/+ Ves +/+ Rh -/- Wh -/-
Abd : flat, BU + normal, soepel, timpani
Ext : akral hangat di keempat ekstremitas (+), oedemakeempat ekstermitas(-), ptekiae
(-), purpura (-), ekimosis (+) ekstremitas atas
Hasil Lab:
Hb 8.7 (menurun)
Leu 0.3 (menurun)
Hct 25.4 (menurun)
Tro 11 (menurun)
GDA 160
A) Pansitopenia + DM hiperglikemia
P)Konsul Sp.PK untuk rencana BMA
- Inf. PZ 14 tpm
- Inf. Ceftriaxone 2x1g (H6)
- Inj. Antrain 3x1amp
- Inj. Radin 2x1amp
- Inj. Metilprednisolon 1x62,5mg
- P/O colistin 2x1
- P/O cotrimoksazole 2x1
- P/O ketokonazole 1x200mg
- P/O mecobalamin 3x1
- P/O Glimepirid 4 mg 1-0-0
- P/O Acarbose 2x50mg
- Transfusi TC 3 kolf/hari jika trombosit ≤20
- Transfusi PRC 1 kolf/hari
4 Juli 2018
H7MRS
S)
Pasien mengeluh dada berdebar. BAK dan BAB normal.
O)
KU : lemah TD : 120/70 RR : 20x/menit
Kes :CM HR : 96x/menit Tax : 36.6°C
K/L : a/i/c/d +/-/-/-
Tho : Cor/ SIS2 tunggal e/g/m -/-/-
Pulmo/ Sim +/+ Ves +/+ Rh -/- Wh -/-
Abd : flat, BU + normal, soepel, timpani
Ext : akral hangat di keempat ekstremitas (+), oedemakeempat ekstermitas (-),
ptekiae (-), purpura (-), ekimosis (+) ekstremitas atas
Hasil Lab:
Hb 8.6 (menurun)
Leu 0.3 (menurun)
Hct 25.7 (menurun)
Tro 6 (menurun)
GDA 164
A) Pansitopenia + DM hiperglikemia
P) Menunggu hasil BMA
- Inf. PZ 14 tpm
- Inf. Ceftriaxone 2x1g (H7)
- Inj. Antrain 3x1amp
- Inj. Radin 2x1amp
- Inj. Metilprednisolon 1x62,5mg
- P/O colistin 2x1
- P/O cotrimoksazole 2x1
- P/O ketokonazole 1x200mg
- P/O mecobalamin 3x1
- P/O Glimepirid 4 mg 1-0-0
- P/O Acarbose 2x50mg
- Transfusi TC 3 kolf/hari jika trombosit ≤20
- Transfusi PRC 1 kolf/hari
5Juli 2018
H8MRS
S)
Pasien mengeluh pusing berputar
O)
KU : lemah TD : 120/60 RR : 20x/menit
Kes :CM HR : 80x/menit Tax : 36.9°C
K/L : a/i/c/d +/-/-/-
Tho : Cor/ SIS2 tunggal e/g/m -/-/-
Pulmo/ Sim +/+ Ves +/+ Rh -/- Wh -/-
Abd : flat, BU + normal, soepel, timpani
Ext : akral hangat di keempat ekstremitas (+), oedemakeempat ekstermitas (-),
ptekiae (-), purpura (-), ekimosis (+) ekstremitas atas
Hasil Lab:
Hb 8.2 (menurun)
Leu 0.6 (menurun)
Hct 24.7 (menurun)
Tro 7 (menurun)
GDA 119
A) Pansitopenia + DM hiperglikemia
P)
- Inf. PZ 14 tpm
- Inf. Ceftriaxone 2x1g (H8)
- Inj. Antrain 3x1amp
- Inj. Radin 2x1amp
- Inj. Metilprednisolon 1x62,5mg
- P/O colistin 2x1
- P/O cotrimoksazole 2x1
- P/O ketokonazole 1x200mg
- P/O mecobalamin 3x1
- P/O Glimepirid 4 mg 1-0-0
- P/O Acarbose 2x50mg
- Transfusi TC 3 kolf/hari jika trombosit ≤20
- Transfusi PRC 1 kolf/hari
- Pasien KRS dengan terapi cefixime 2x200mg, MP 3x8mg, sucralfat syr 3x C
I, glimepirid 4 mg 1-0-0, acarbose 2x50mg dan kontrol satu minggu lagi (11
Juli 2018) dengan mengambil hasil BMA
HEMATOLOGI
Hematologi Lengkap (HLT)
Hemoglobin 5.6 (menurun) 13.5-17.5
Lekosit 0.7 (menurun) 4.5.0-11.0
Hitung jenis -/-/-/23/52/25 Eos/bas/stab/seg/lim/mono
0-4/0-1/3-5/54-62/25-33/2-6
Hematokrit 17.0 (menurun) 41-53
Trombosit 20 (menurun) 150-450
Eritrosit 2.14 (menurun) 4.5-5.9
MCV 79.4 (menurun) 80-100
MCH 26.2 26-34
MCHC 32.9 31-37
Retikulosit 0.71 corected 0.8-1.5
Evaluasi HDT: E: normokromik normositik dengan retikulositopenia,
polikromatofilik sel +, normoblast –
L: kesan jumlah sangat menurun, dominasi limfosit matur,
atypical limfosit +, sel muda -, blast -
T: kesan jumlah menurun, giant platelet –
Kesan: pansitopenia
DD: - Supresi sutul ec infeksi virus akut/ infeksi berat
- Anemia aplastik
- Alekemic leukemia
- Myelodisplastic sindrom
- Autoimmun disease
- Sindrom splenomegali
Saran: BMA
BMA (4-7-2018)
Kesan: anemia aplastikditandai dengan hipoplasia sumsum tulang dengan
penggantian oleh jaringan lemak
Textbook Pasien
Anemia Aplastik
Anamnesis
Demam kronik atau berulang +
Pucat +
+
Pusing atau nyeri kepala
+
Dada berdebar +
Mudah lelah +
Sesak nafas -
Epistaksis +
+
Hematemesis/ melena
-
Perdarahan subkonjungtiva
Ptekiae, purpura, ekimosis +
Pemeriksaan fisik
+
Konjungtiva anemis
+
Hepatomegali (-) +
Splenomegali (-)
Pemeriksaan penunjang
Hb < 10 g/dL +
+
Leukosit <3,5x103/mm3
+
Neutrofil <1,5x103/mm3
+
Retikulosit <1%
+
Sumsum tulang dengan gambaran sel
sangat kuran, banyak jaringan
penyokong dan jaringan lemak
Diabetes Melitus
Anamnesis
Poliuria -
Polidipsia -
Polifagia -
BB turun -
+
Lemah
-
Kesemutan -
Penglihatan kabur
Pemeriksaan penunjang
+
GDS >200mg/dL
-
GDP 126 mg/dL
-
TTGO 200 mg/dL
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.2 Epidemiologi
Anemia aplastik termasuk penyakit yang jarang ditemukan. Prevalensi
DiAmerika Serikat memiliki angka kejadian 2:1.000.000 penduduk. Anemia
aplastiklebih sering terjadi di Asia, angka kejadian di Bangkok adalah
4:1.000.000penduduk, angka kejadian di Thailand adalah 6:1.000.000 penduduk dan
angkakejadian di Jepang 14:1.000.000 penduduk. Angka yang lebih tinggi di
Asiaberkaitan dengan lebih banyaknya paparan terhadap bahan kimia yang terjadi.
Jenis kelamin laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan wanita.1,6
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bahan interseluler
adalah cairan yang disebut plasma dan di dalamnya terdapat unsur-unsur padat, yaitu
sel darah. Volume darah secara keseluruhan kira-kira merupakan 1/12 berat badan
atau kira-kira 5 liter. Sekitar 55 persennya adalah cairan, sedangkan 45% sisanya
terdiri atas sel darah. Angka ini dinyatakan dalam nilai hematokrit atau volume sel
darah yang dipadatkan yang berkisar anatara 40-47. Diwaktu sehat volume darah
adalah konstan dan sampai batas tertentu diatur oleh tekanan osmotik dalam
pembuluh darah dan dalam jaringan.3
Kandungan yang ada di dalam darah: 3
Air : 91%
Protein : 3% (albumin, globulin, protombin, dan fibrinigen)
Mineral : 0,9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam fosfat,
magnesium, kalsium dan zat besi.
Bahan Organik : 0.1% (glukosa, lemakasam urat, keratinin, kolesterol, dan
asam amino)
Fungsi Darah: 3
a. Sebagai alat pengangkut, yaitu :
Mengambil oksigen / zat pembakaran dari paru-paru untuk diedarkan
keseluruh jaringan tubuh.
Mengangkut karbon dioksida dari jaringan untuk dikeluarkan melalui
paru-paru.
Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan
dibagikan keseluruh jaringan / alat tubuh.
Mengangkat / mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk
dikeluarkan melalui ginjal dan kulit.
Mengedarkan hormon yaitu hormon untuk membantu proses fisiologis.
b. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan racun dalam tubuh
dengan perantaraan leukosit dan antibodi / zat-zat anti racun.
c. Menyebarkan panas keseluruh tubuh.
d. Menjaga kesetimbangan asam basa jaringan tubuh untuk menghindari
kerusakan.
Karakteristik Darah: 3
Volume darah : 7% - 10% BB (5 Lt pada dewasa normal)
Komponen darah : Eritrosit, Leukosit, trombosit →40% - 45% volume darah;
tersuspensi dalam plasma darah
PH darah : 7,37 – 7,45
Temp : 38°C
Viskositas lebih kental dari air dengan BJ 1,041 – 1,067
Bagian-Bagian Darah:3
1. Sel-Sel Darah
a. Eritrosit (Sel darah merah)
Anatomi : Merupakan cakram bikonkaf yang tidak berinti, ukurannya 0.007
mm, tidak bergerak, banyaknya kira-kira 4,5-5 juta/mm³, warnanya kuning kemerah-
merahan karena didalamnya mengandung hemoglobin (hemoglobin adalah protein
pigmen yang meberi warnamerah pada darah. Hemoglobin terdiri atas protein yang di
sebut globin dan pigmen non-protein yang disebut heme.), setiap eritrosit
mengandung sekitar 300 juta molekul hemoglobin, sifatnya kenyal sehingga dapat
berubah bentuk sesuai dengan pembuluh darah yang dilalui.
Sel darah merah memerlukan protein karena strukturnya terbentuk dari asam
amino. Mereka juga memerlukan zat besi wanita memerlukan lebih banyak zat besi
karena beberapa diantaranya dibuang sewaktu menstruasi. Sewaktu hsmil diperlukan
zat besi dalam jumlah yang lebih banyak lagi untuk perkembangan janin dan
pembuatan susu.
Sel darah merah dibentuk didalam sumsum tulang, terutama dari tulang
pendek, pipih, dan tak beraturan dari jaringan konselus pada ujung tulang pipa dan
dari sumsum dalam batang iga-iga dan dari sternum.
Perkembangan sel darah dalam sumsum tulang melalui berbagai tahap mula-
mula besar dan berisi nukleus tetapi tidak ada hemoglobin; kemudian dimuati
hemoglobin dan akhirnya kehilangan nukleusnya dan baru diedarkan ke dalam
sirkulasi darah.
Rata-rata panjang hidup sel darah merah kira-kira 115 hari. Sel menjadi usang
dan dihancurkan dalam sistema retikulo-endotelial, terutama dalam limpa dan hati.
Globin dan hemoglobin dipecah menjadi asam amino untuk digunakan sebagai
protein dalam jaringan-jaringan dan zat besi dalam hem dari hemoglobin dikeluarkan
untuk digunakan dalam pembentukan sel darah merah lagi. Sisa hem dari hemoglobin
diubah lagi menjadi bilirubin (pigmen kuning) dan biliverdin yaitu yang berwarna
kehijau-hijauan yang dapat dilihat pada perubahan warna hemoglobin yang rusak
pada luka memar.
Bila terjadi perdarahan maka sel merah dengan hemoglobinnya sebagai
pembawa oksigen, hilang. Pada perdarahan sedang, sel-sel itu diganti dalam waktu
beberapa minggu berikutnya. Tetapi bila kadar hemoglobin turun sampai 40% atau
dibawahnya, maka diperlukan tranfusi darah.
Fungsi : Mengikat oksigen dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh
jaringan tubuh dan mengikat karbon dioksida dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan
melalui paru-paru / melalui jalan pernafasan.
Produksi Eritrosit (Eritropoesis):
Terjadi di sumsum tulang dan memerlukan besi, Vit B12, asam folat,
piridoksin (B6)
Di pengaruhi oleh O₂ dalam jaringan
Masa hidup : 120 hari
Eritrosit tua dihancurkan di sistem retikuloendotelial (hati dan limpa)
Pemecahan Hb menghasilkan bilirubin dan besi. Besi berkaitan dengan
protein (transferin) dan diolah kembali menjadi Hb baru.
2. Plasma Darah
Anatomi : merupakan komponen terbesar dalam darah dan merupakan bagian
darah yang cair, tersusun dari air 91%, protein plasma darah 7%, asam amino, lemak,
glukosa, urea, garam sebanyak 0,9%, dan hormon, antibodi sebanyak 0,1% .
Protein Plasma : mencapai 7% dari plasma dan merupakan satu-satunya unsur
pokok plasma yang tidak dapat menembus membran kapiler untuk mencapai sel. Ada
3 jenis protein plasma yang utama :
a. Albumin adalah protein yang terbanyak, sekitar 55%-60% tetapi ukurannya
paling kecil. Albumin di sintesis di dalam hati dan bertanggung jawab untuk
tekanan osmotik koloid darah. Mempertahankan tekanan osmotik agar normal
(25 mmHg).
b. Globulin membentuk sekitar 30% protein plasma. Alfa dan beta globulin
disintesis di hati, dengan fungsi utama sebagai molekul pembawa lipid,
beberapa hormone, berbagai subtrat, dan zat penting lainnya. Gamma globulin
(immunoglobulin) fungsi utama berperan sebagai antibody.
c. Fibrinogen membentuk sekitar 4% protein plasma. Disintesis di hati dan
merupakan komponen esensial dalam mekanisme pembekuan darah.
Fungsi : mengangkut sari makanan ke sel-sel serta membawa sisa
pembakaran dari sel ke tempat pembuangan selain itu plasma darah juga
menghasilkan zat kekebalan tubuh terhadap penyakit atau zat antibodi.3
3.1.4 Etiologi
Sekitar 50-75% etiologi anemia aplastik merupakan idiopatik. Sekitar
5%etiologi berhubungan dengan infeksi virus terutama hepatitis. Sekitar 10-
15%berhubungan dengan obat-obatan.Etiologi dari anemia aplastik dapat dibagi
menjadi:
a. Faktor kongenital
Sindrom Fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti
mikrosefali,strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan sebagainya.
b. Faktor didapat
o Bahan kimia : benzene, insektisida, senyawa As, Au, Pb
o Obat : kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin
(antihistamin),santonin-kalomel, obat sitostatika (myleran,
methotrexate, TEM, vincristine).
o Radiasi : sinar rontgen, radioaktif
o Faktor individu : alergi terhadap obat, bahan kimia dan lain-lain
o Infeksi : tuberkulosis milier, hepatitis dan sebagainya
o Idiopatik merupakan penyebab yang paling sering5
3.1.5 Patofisiologi
Ada 3 hal yang menjadi patofisiologi pada anemia aplastik:
1. Kerusakan pada sel induk pluripoten
Gangguan pada sel induk pluripoten merupakan penyebab utama terjadinya
anemia aplastik. Sel induk pluripoten yang mengalami gangguan, gagal
membentuk atau berkembang menjadi sel darah yang baru. Umumnya hal ini
disebabkan kurangnya jumlah atau menurunnya fungsi sel induk pluripoten.
Penanganan yang tepat untuk individu anemia aplastik yang disebabkan oleh
gangguan pada sel induk adalah transplantasi sumsum tulang.
2. Kerusakan pada microenvironment
Gangguan pada mikrovaskuler, faktor humoral (misal eritropoetin) atau
bahanpenghambat pertumbuhan sel mengakibatkan gagalnya jaringan
sumsum tulangberkembang. Gangguan pada microenvironment
menyebabkan hilangnya kemampuansel tersebut menjadi sel-sel darah.
Selain itu, pada beberapa penderita anemia aplastikditemukan hambatan
pertumbuhan sel. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanyalimfosit T yang
menghambat pertumbuhan sel-sel sumsum tulang.
3. Proses autoimun
Adanya reaksi autoimunitas pada anemia aplastik dibuktikan oleh
percobaanin vitro yang memperlihatkan bahwa limfosit dapat menghambat
pembentukan kolonihemopoetik alogenik dan autologous. Setelah itu,
diketahui bahwa limfosit Tsitotoksik memerantarai destruksi sel-sel asal
hemopoetik pada kelainan ini. Sel-sel Tefektor tampak lebih jelas di sumsum
tulang dibandingkan dengan darah tepi pasienanemia aplastik. Sel-sel
tersebut menghasilkan IFN-γ dan TNF-α yang merupakaninhibitor langsung
hemopoesis dan meningkatkan ekspresi Fas pada sel-sel CD34+.Klon sel-sel
T immortal yang positif CD4 dan CD8 dari pasien anemia aplastik
jugamensekresi sitokin Th1 yang bersifat toksik langsung ke sel CD34
positif autologous.4
3.1.7 Diagnosis
(a) (b)
Gambar 3.3 (a) BMA normal (b) BMA anemia aplastik, tampak hiposelular dan dipenuhi sel
lemak
3.1.8 Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan anemia aplastik adalah terapi primer dan
terapisuportif. Terapi primer dapat berupa transplantasi sumsum tulang terutama
padapasien yang berusia muda (<40 th). Transplantasi sumsum tulang ini memiliki
angkakesembuhan yang tinggi yaitu sekitar 70% dengan efek jangka panjang yang
baikyaitu 67%. Jika transplantasi tidak dapat dilakukan karena adanya reaksi
penolakanmaka dapat diberikan terapi imunosupresif dengan antilimfosit globulin
(ALG) dansiklosporin dengan angka keberhasilan jangka panjang 36,6%. Terapi
suportif adalahpemberian transfusi seperti PRC, TC, maupun granulosit sesuai
dengan kebutuhan penderita.
Penatalaksanaan pada anemia aplastik adalah sebagai berikut:
1. Prednison
Prednison diberikan dengan dosis 2-5 mg/kgBB/hari peroral. Pengobatan
biasanyaberlangsung berbulan-bulan, bahkan sampai dapat bertahun-tahun.
Bila telahterdapat remisi, dosis obat diberikan separuhnya dan jumlah sel
darah diawasisetiap minggu. Bila kemudian terjadi relaps, dosis obat harus
diberikan penuhkembali. Remisi biasanya terjadi beberapa bulan setelah
pengobatan (denganoksimetolon 2-3 bulan), mula-mula terlihat perbaikan
pada sistem eritropoetik,kemudian sistem granulopoetik dan terakhir sistem
trombopoetik. Kadang-kadangremisi terlihat pada sistem granulopoetik
terlebih dahulu, disusul oleh sistemeritropoetik dan trombopoetik.
Pemeriksaan BMA sebulan sekali merupakanindikator terbaik untuk
menilai keadaan remisi ini. Bila remisi parsial telahtercapai bahaya
perdarahan yang fatal masih ada, sehingga anak sebaiknyadipulangkan dari
rumah sakit setelah jumlah trombosit mencapai 50.000-100.000/mm3.
2. Transfusi darah
Hendaknya harus diketahui bahwa tidak ada manfaatnya mempertahankan
kadarhemoglobin yang tinggi, karena dengan transfusi darah yang
terlampau sering,akan timbul depresi terhadap sumsum tulang atau dapat
menyebabkan timbulnyareaksi hemolitik (reaksi transfusi), sehingga dalam
hal ini transfusi darah gagalkarena eritropoesit, leukosit dan trombosit akan
dihancurkan sebagai akibattimbulnya antibodi terhadap sel darah tersebut.
Dengan demikian transfusi darahhanya diberikan bila diperlukan.
Transfusi granulosit konsentrat diberikan pada sepsis berat kuman gram
negatif dengan netropenia berat yang tidak memberikan respon adekuat
terhadap antibiotik. PRC diberikan jika Hb <7 g/dL dengan target 9-10
g/dL dikarenakan ditakutkan ada penekanan eritropoiesis internal. Begitu
pula pada TC, diberikan pada trombosit <20k. Pemberian berulang dapat
menyebabkan efektivitas trombosit karena timbul antibodi antitrombosit.
3. Pengobatan terhadap infeksi sekunder
Untuk menghindarkan anak dari infeksi, sebaiknya anak diisolasi dalam
ruanganyang suci hama. Pemberian obat antibiotik hendaknya dipilih yang
tidakmenyebabkan depresi sumsum tulang. Kloramfenikol tidak boleh
diberikan.
Penanganan yang terbaik adalah dilakukan transplantasisumsum tulang
karena umur penderita masih muda dengan efek jangka panjang yangbaik, akan tetapi
hal ini tidak memungkinkan dilakukan karena kurangnya sarana danprasarana yang
ada. Pilihan terapi yang lain yaitu terapi imunosupresif. Terapiimunosupresif yang
memungkinkan untuk dilaksanakan adalah dengan pemberiankortikosteroid yang
dalam hal ini adalah prednison. Program terapi dengan prednisonini hanya dapat kita
lakukan apabila didapatkan kepastian diagnosa dari BMA. Terapiimunosupresif
dilakukan pada anak ini dengan alasan agar terjadi perbaikan padasumsum tulangnya.
Pemeriksaan ulang sumsum tulang dilakukan 1 bulan setelahterapi dilakukan utuk
mengetahui respon sumsum tulang terhadap obat. Selain itu,pemeriksaan ini juga
dapat menentukan prognosis dari penyakit anak.Terapi suportifyang diberikan adalah
transfusi sesuai kebutuhan, akan tetapi hal ini tidak akanbermanfaat bila tidak
dilakukan terapi primer. Pada pasien ini diberikan terapisuportif berupa transfusi
darah karena keadaan umum penderita baik dan dilanjutkandengan program
pemberian imunosupresif.1,7
3.1.9 Prognosis
Prognosis penyakit ini sukar diramalkan namun padaumumnya buruk,
karena seperti telah dikemukakanbaik etiologi maupun patofisiologinya sampai
sekarangbelum jelas. Sekitar dua pertiga pasien meninggalsekitar 6 bulan setelah
diagnosis ditegakkan, kurangdari 10-20 % sembuh tanpa transplantasi sumsumtulang
dan sepertiga pasien meninggal akibatperdarahan dan infeksi yang tidak teratasi.
Penyebabkematian pada umumnya adalah sepsis akibat infeksiPseudomonas dan
Stafilokokus. Oleh karena itu,menentukan prognosis pasien anemia aplastik penting
karena akan menentukan terapi yang sesuai.5
Beberapa hal yang dapat dijadikan pedoman dalammenentukan prognosis
pasien anemia aplastik adalahusia pasien, gambaran sumsum tulang hiposeluler
atauaseluler, gambaran darah tepi, dan ada tidaknya infeksisekunder. Prognosis
pasien anemia aplastik disebutburuk jika ditemukan pada usia muda,
gambaransumsum tulang aseluler dengan pengurangan proporsikomponen mieloid
dari sumsum tulang lebih dari 30%limfosit, gambaran darah tepi dengan
jumlahretikulosit<1%, leukosit<500/uL, dan trombosit <20.000/uL, disertai infeksi
sekunder. Di antara halhaldi atas yang paling baik dijadikan sebagai pegangandalam
menentukan prognosis adalah gambaransumsum tulang.5
3.2.3 Etiologi9
penyakit DM dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
a. Pola Makan
Pola makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya DM. Hal ini disebabkan
jumlah atau kadar insulin oleh sel β pankreas mempunyai kapasitas
maksimum untuk disekresikan.
b. Obesitas
Orang yang gemuk dengan berat badan melebihi 90 kg mempunyai
kecenderungan lebih besar untuk terserang DM dibandingkan dengan orang
yang tidak gemuk.
c. Faktor genetik
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM dari orang tua. Biasanya,
seseorang yang menderita DM mempunyai anggota keluarga yang terkena
juga.
d. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Bahan kimiawi tertentu dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang
pankreas. Peradangan pada pankreas dapat menyebabkan pankreas tidak
berfungsi secara optimal dalam mensekresikan hormon yang diperlukan untuk
metabolisme dalam tubuh, termasuk hormon insulin.
e. Penyakit dan infeksi pada pankreas
Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi pankreas
sehingga menimbulkan radang pankreas. Hal itu menyebabkan sel β pada
pankreas tidak bekerja secara optimal dalam mensekresi insulin.
3.2.4 Patogenesis9,10
Pada DMT 1 kelainan terletak pada sel beta yang bisa idiopatik atau
imunologik. DMT 1, biasanya terdiagnosa sejak usia kanak-kanak.Pankreas tidak
mampu mensintesis dan mensekresi insulin dalam kuantitas dan atau kualitas yang
cukup, bahkan kadang-kadang tidak ada sekresi insulin sama sekali. Jadi pada kasus
ini terdapat kekurangan insulin secara absolut. Pada DMT 1 biasanya reseptor insulin
di jaringan perifer kuantitas dan kualitasnya cukup atau normal ( jumlah reseptor
insulin DMT 1 antara 30.000-35.000 ) jumlah reseptor insulin pada orang normal ±
35.000. sedang pada DM dengan obesitas ± 20.000 reseptor insulin.
DMT 2 adalah DM tidak tergantung insulin. DM tipe 2 ini Biasanya terjadi
di usia dewasa. Pada tipe ini, pada awalnya kelainan terletak pada resistensi insulin
pada otot dan liver serta kegagalan selbeta pankreas. Belakangan diketahui bahwa
kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada yang diperkirakan
sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti:jaringan lemak
(meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha pancreas
(hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi
insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan
toleransi glukosa pada DM tipe-2. Delapan organ penting dalam gangguan toleransi
glukosa ini (ominous octet) adalah berikut:
Kadar glukosa darah yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses filtrasi
yang melebihi transpor maksimum. Keadaan ini mengakibatkan glukosa dalam darah
masuk ke dalam urin (glukosuria) sehingga terjadi diuresis osmotik yang ditandai
dengan pengeluaran urin yang berlebihan (poliuria). Banyaknya cairan yang keluar
menimbulkan sensasi rasa haus (polidipsia). Glukosa yang hilang melalui urin dan
resistensi insulin menyebabkan kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi energi
sehingga menimbulkan rasa lapar yang meningkat (polifagia) sebagai kompensasi
terhadap kebutuhan energi. Penderita akan merasa mudah lelah dan mengantuk jika
tidak ada kompensasi terhadap kebutuhan energi tersebut.
2.3.5 Gejala9
DMT1 menunjukkan gejala mendadak berupa polidipsi, poliuria, berat badan
menurun drastis, terjadi pada anak di bawah umur 20 tahun, dan cenderung mengidap
KAD dengan gejala pernafasan kussmaul dengan laboratorium hiperglikemia ≥ 200
mg/dl, ketonemia, ketonuria, atau keduanya. Pencetus DMT1 dapat berupa infeksi
dengan gejala panas badan, leukosit darah 12.000 atau lebih, CRP meningkat lebih
dari 50 dan C-peptide yang kurang. Penderita DMT1 merupakan insulin dependent.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan
(> 10% dalam kurun waktu 3 bulan) yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
2.3.6 Diagnosis9
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.
Kriteria diagnosis DM menurut Perkeni (2015) adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak
ada asupan kalori minimal 8 jam.
b. Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 mg.
c. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan klasik.
d. Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5 % dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program
(NGSP).
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM
digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa
terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT). Perbedaan antara
prediabetes dan diabetes adalah bagaimana tinggi kadar gula darah. Pradiabetes
adalah ketika kadar gula darah (glukosa) lebih tinggi dari normal tetapi tidak cukup
tinggi untuk didiagnosis sebagai diabetes.
Tabel 3.2 Kada GDS dan GDP sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM
2.3.7 Tatalaksana9,10
Tatalaksana DMT2 dapat berupa:
Pelaksanaan Pola hidup sehat GULOH SISAR
G Pantang gula bagi DM
U Batasi asam urat (jerohan, alkohol, sarden, burung dara, unggas, kacang,
kaldu, kerang, emping, tape
L Batasi lemak (telur, keju, kepiting, udang, kerang, cumi, susu, santen)
O Target lingkar pinggang untuk pasien obesitas (perempuan < 80 cm dan
laki-laki <90 cm)
H Pasien hipertensi batasi garam, ikan asin
S Batasi sigaret
I Hindari inaktivitas, rutinkanlah latihan fisik
S Usahakan tidur 6-7 jam/hari untuk menghindarkan stress
A Stop alkohol
R Regular check up untuk usia >40 tahun, setiap 3, 6, 12 bulan
Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Penentuan gizi penderita dilaksanakan dengan menghitung Percentage of
Relative Body Weight (RBW) atau BBR (Berat Badan Relatif) dengan rumus:
Penentuan status gizi selain dengan menghitung BBR dapat juga dihitung
dengan rumus Indek Massa Tubuh (IMT).
Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT menurut Himpunan Studi Obesitas
Indonesia (HISOBI) 15 Mei 2004 & PERKENI-2006 adalah :
Dalam praktek, pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari untuk Diabetisi
yang bekerja biasa adalah:
Kurus : Berat Badan X 40 – 60 kalori
Normal: Berat Badan X 30 kalori sehari
Gemuk: Berat Badan X 20 kalori sehari
Obesitas: Berat Badan X 10 – 15 kalori sehari
Pada dasarnya, pembagian kalori diet diabetes adalah 6x/hari yaitu 3 kali
makanan utama dan 3 kali makanan kecil dengan interval 3 jam. Pembagian
kalori 3 makanan utama yaitu 20% kalori makanan utama pagi, 25% kalori
makanan utama siang, dan 25% kalori makanan utama malam, serta 10%
kalori untuk masing-masing makanan kecil.
Latihan Fisik
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara secara
teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total
150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.
Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan
jasmani. Apabila kadar glukosa darah 250 mg/dL dianjurkan untuk menunda
latihan jasmani.Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa
latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50- 70%
denyut jantung maksimal) seperti: jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan
berenang.
Obat Oral Anti Diabetes
Farmakoterapi antidiabetik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu
jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat.
a. Golongan Sulfonilurea
Golongan Sulfonilurea (Pemacu sekresi insulin/insulin secretagogue) Obat
golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan berat
badan.Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi
hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal). Sulfonilurea merupakan obat
hipoglikemik oral yang paling dahulu ditemukan.Sampai beberapa tahun yang lalu,
dapat dikatakan hampir semua obat hipoglikemik oral merupakan golongan
sulfonilurea.Obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea merupakan obat pilihan
untuk penderita diabetes dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta
tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya.Senyawa-senyawa
sulfonilureasebaiknya tidak diberikan pada penderita gangguan hati, ginjal dan tiroid.
Obat-obat kelompok ini bekerja merangsang sekresi insulin di
kelenjarpankreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel β Langerhans
pankreasmasih dapat berproduksi. Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi
setelahpemberian senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan
sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Sifat perangsangan ini berbeda dengan
perangsangan oleh glukosa, karena ternyata pada saat glukosa (atau kondisi
hiperglikemia) gagal merangsang sekresi insulin, senyawa-senyawa obat ini masih
mampu meningkatkan sekresi insulin.Oleh sebab itu, obat-obatgolongan sulfonilurea
sangat bermanfaat untuk penderita diabetes yang kelenjar pankreasnya masih mampu
memproduksi insulin, tetapi karena sesuatu hal terhambat sekresinya.Pada penderita
dengan kerusakan sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas, pemberian obat-obat
hipoglikemik oral golongan sulfonilurea tidak bermanfaat.Pada dosis tinggi,
sulfonilurea menghambat degradasi insulin oleh hati.
Absorpsi senyawa-senyawa sulfonilurea melalui usus cukup baik,sehingga
dapat diberikan per oral. Setelah diabsorpsi, obat ini tersebar keseluruh cairan
ekstrasel, di dalam plasma sebagian terikat pada protein plasmaterutama albumin (70-
90%).
Efek Samping obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea umumnyaringan
dan frekuensinya rendah, antara lain gangguan saluran cerna dan gangguan susunan
syaraf pusat. Gangguan saluran cerna berupa mual, diare, sakit perut, hipersekresi
asam lambung dan sakit kepala.Gangguan susunansaraf pusat berupa vertigo,
bingung, ataksia dan lain sebagainya.Gejala hematologik termasuk leukopenia,
trombositopenia, agranulosistosis dan anemia aplastik dapat terjadi walau jarang
sekali.Klorpropamida dapat meningkatkan ADH (Antidiuretik
Hormon).Hipoglikemia dapat terjadi apabila dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat,
juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal atau pada lansia.Hipogikemia sering
diakibatkan oleh obat-obat hipoglikemik oral dengan masa kerja panjang.
Interaksi Obat: banyak obat yang dapat berinteraksi dengan obat-obat
sulfonilurea, sehingga risiko terjadinya hipoglikemia harus diwaspadai. Obat atau
senyawa yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia sewaktu pemberian obat-obat
hipoglikemik sulfonilurea antara lain: alkohol, insulin, fenformin, sulfonamida,
salisilat dosis besar, fenilbutazon, oksifenbutazon, probenezida, dikumarol,
kloramfenikol, penghambat MAO (Mono Amin Oksigenase), guanetidin, steroida
anabolik, fenfluramin, dan klofibrat.
Peringatan dan Kontraindikasi:
• Penggunaan obat-obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea harus hati-
hati pada pasien usia lanjut, wanita hamil, pasien dengan gangguan fungsi
hati, dan atau gangguan fungsi ginjal. Klorpropamida dan glibenklamid tidak
disarankan untuk pasien usia lanjut dan pasien insufisiensi ginjal.Untuk
pasien dengan gangguan fungsi ginjal masih dapat digunakan glikuidon,
gliklazida, atau tolbutamida yang kerjanya singkat.
• Wanita hamil dan menyusui, porfiria, dan ketoasidosis merupakan kontra
indikasi bagi sulfonilurea.
• Tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada penderita diabetes
yuvenil,penderita yang kebutuhan insulinnya tidak stabil, dan
diabetesmelitus berat.
• Obat-obat golongan sulfonilurea cenderung meningkatkan berat badan.
Obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea generasi pertama yang
dipasarkan sebelum 1984 dan sekarang sudah hampir tidak dipergunakan lagi antara
lain asetoheksamida, klorpropamida, tolazamida dan tolbutamida. Yang saat ini
beredar adalah obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea generasi kedua yang
dipasarkan setelah 1984, antara lain gliburida (glibenklamida), glipizida, glikazida,
glimepirida, dan glikuidon. Senyawa-senyawa ini umumnya tidak terlalu berbeda
efektivitasnya, namun berbeda dalam farmakokinetikanya, yang harus
dipertimbangkan dengan cermat dalam pemilihan obat yang cocok untuk masing-
masing pasien dikaitkan dengan kondisi kesehatan dan terapi lain yang tengah
dijalani pasien.
b. Golongan Biguanida (Peningkatan Sensitivitas terhadap insulin)
Golongan ini yang tersedia adalah metformin, metformin menurunkan
glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat selular dan
menurunkan produksi gula hati. Metformin juga menekan nafsu makan hingga berat
badan tidak meningkat, sehingga layak diberikan pada penderita yang overweight.
Metformin mempunyai efek utamamengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.Metformin
merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2. Dosis Metformin
diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR 30- 60 ml/menit/1,73
m2). Metformin tidak boleh diberikan pada beberapa keadaan seprti: GFR<30
mL/menit/1,73 m2, adanya gangguan hati berat, serta pasien-pasien dengan
kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, PPOK,gagal
jantung [NYHA FC III-IV]). Efek samping yang mungkin berupa gangguan saluran
pencernaan seperti halnya gejala dispepsia.
c. Golongan Tiazolidindion
Golongan obat baru ini memiliki kegiatan farmakologis yang luas dan
berupa penurunan kadar glukosa dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan
bagi insulin dari otot, jaringan lemak dan hati, sebagai efeknya penyerapan glukosa
ke dalam jaringan lemak dan otot meningkat. Tiazolidindion diharapkan dapat lebih
tepat bekerja pada sasaran kelainan yaitu resistensi insulin tanpa menyebabkan
hipoglikemia dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel β pankreas. Contoh:
Pioglitazone, Troglitazon.
Tiazolidindion merupakan agonis dariPeroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di sel
otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan
ambilan glukosa di jaringan perifer.Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan tubuh
sehingga dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV
karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal hati,
dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secaraberkala. Obat yang masuk dalam
golongan ini adalah Pioglitazone.
d. Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase di saluran pencernaan
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase alfa
di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan hiperglikemia postprandrial. Obat
ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak
berpengaruh pada kadar insulin. Contoh: Acarbose.
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada keadaan: GFR≤30ml/min/1,73
m2, gangguan faal hati yang berat, irritable bowel syndrome. Efek samping yang
mungkin terjadi berupa bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga sering
menimbulkan flatus.Guna mengurangi efek samping pada awalnya diberikan dengan
dosis kecil.Contoh obat golongan ini adalah Acarbose.
e. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV
sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam
bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan
sekresi glucagon bergantung kadar glukosa darah (glucose dependent). Contoh obat
golongan ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin.
f. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2)
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral jenis
baruyang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal dengan
caramenghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2.
Obat yang termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin, Empagliflozin,
Dapagliflozin, Ipragliflozin. Dapagliflozin baru saja mendapat approvable letter dari
Badan POM RI pada bulan Mei 2015.
Tabel 3.3 Obat Oral Anti Diabetes
Untuk gejala, diagnosis, dan terapi steroid induksi DM sama halnya dengan
DMT2. Saat ini, tidak ada pedoman konsensus untuk manajemen optimal
hiperglikemia sekunder untuk steroid, meskipun berbagai pendapat telah
dipublikasikan oleh organisasi internasional. Tidak ada bukti untuk mengkonfirmasi
obat hipoglikemik dan rejimen pengobatan yang lebih efektif dalam mencapai kontrol
glikemik yang memadai dan menurunkan tingkat komplikasi pada pasien dengan
hiperglikemia yang diinduksi oleh steroid.12
DAFTAR PUSTAKA