OLEH
KUPANG
2017
SOAL
1. Bagaimana situasi sistem pangan dan gizi di daerah lahan kering (Pulau Sumba) ?
2. Telaah untuk situasi perubahan masalah gizi dan faktor penyebabnya !
3. Analisis SWOT untuk daerah lahan kering (Pulau Sumba) !
JAWABAN
1. Pulau Sumba adalah sebuah pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur, dengan luas
wilayahnya 10.710 km2, dengan titik tertingginya Gunung Wanggameri (1.225 m).
Pulau Sumba terdiri dari empat kabupaten diantaranya Kabupaten Sumba Barat,
Kabupaten Sumba Barat Daya, Kabupaten Sumba Tengah, Kabupaten Sumba
Timur. Kota terbesarnya adalah Waingapu, ibukota Kabupaten Sumba Timur.
Kota tersebut juga terdapat bandar udara dan pelabuhan laut yang menghubungkan
Pulau Sumba dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia seperti Pulau Sumbawa,
Pulau Flores, dan Pulau Timor. Bulan agustus adalah bulan terpanas sepanjang
tahun. Suhu terendah dalam setahun terjadi pada bulan februari. Curah hujan
terendah terjadi pada bulan mei, dengan rata-rata 67 mm, dan curah hujan paling
besar terjadi pada bulan desember, dengan rata-rata 158 mm.
Ketersediaan Pangan
Pulau Sumba merupakan daerah semi-arid dengan curah hujan rendah. Sebagian
penduduknya menggantungkan penghidupan kepada pertanian lahan kering
terutama jagung dan padi ladang. Sementara jaminan pasokan air untuk produksi
pangan hanya mengandalkan pada curah hujan musiman. Masa kekeringan yang
terlalu panjang maupun berlebihnya curah hujan, kadang menyebabkan gagal
panen atau menurunkan hasil panen rata-rata. Hampir setiap tahun masalah rawan
pangan terjadi di Sumba, terutama Sumba Timur sedikitnya 20 desa pada tahun
2015 lalu. Komunitas petani kecil di daerah pedesaa khususnya perempuan dan
anak-anak adalah kelompok yang paling rentan terhadap kelaparan akibat rawan
pangan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan organisasi
masyarakat sipil untuk mengantisipasi kondisi ini dengan cara pemberian uang
tunai dan raskin ke sejumlah pemukiman untuk membantu masyarakat maupun
upaya penyuluhan teknis budidaya dan pemberdayaan pangan. Namun berbagai
upaya tersebut baru sebatas penanganan yang bersifat sementara saja. Masih
diperlukan upaya yang lebih mendasar dari masyarakat itu sendiri untuk mengatasi
kondisi dan situasi rawan pangan dengan cara mengenal dan menghidupkan
kembali praktik-praktik pertanian masa lalu mengenai ketahanan pangan,
misalnya sistem pengolahan lahan pertanian dan peternakan, perlindungan benih,
maupun perlindungan sumber air. Masyarakat sumba masih memegang kuat
kepercayaan lokal dalam bentuk budaya dan religi yang disebut Marapu, dimana
Marapu mengatur hubungan antar manusia dengan alam, manusia dengan sesama
manusia, manusia dengan penciptanya. Dalam konteks sistem pangan, hal yang
perlu diperhatikan yakni lahan, pemilihan dan manajemen pertaniasn, manajemen
ternak, dan permanenan.
Distribusi Pangan
Produksi beras yang cukup banyak, seharusnya memiliki ketahanan pangan
tetapi mengalami kelaparan yang disebabkan karena kurang memiliki
ketersediaan bahan pangan beras. Setelah panen masyarakat lebih banyak
menjual hasil panen untuk memenuhi kebutuhan lain dan membayar hutang.
Permasalahan distribusi bahan pangan yang dihadapi adalah prasarana
distribusi darat dan antar pulau, kelembagaan dan keamanan jalur distribusi,
serta bervariasinya kapasitas produksi antar wilayah dan antar musim.
Distribusi pangan yang dimaksud adalah distribusi pangan yang berasal dari
pemerintah seperti beras murah (Beras Miskin) dan beras bantuan khusus pada
saat terjadi kelaparan yang sering terlambat.
Konsumsi Pangan
Konsumsi sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor kebiasaan makan,
masyarakat sumba belum merasa kenyang apabila belum mengkonsumsi nasi,
sekalipun mereka telah mengkonsumsi makanan pokok lain seperti umbi-
umbian. Rendahnya tingkat pendidikan di Sumba juga mempengaruhi pola
konsumsi pangan karena berkaitan dengan pola pikir masyarakat yang rendah
terkait pengolahan dan pemanfaatan pangan.
Utilisasi pangan
Utilisasi pangan di pulau Sumba salah satunya dipengaruhi oleh penyakit
diare, dengan jumlah kasus diare terbesar terjadi di Kabupaten Sumba Tengah
dengan jumlah kasus sebanyak 550 kasus (Profil Kesehatan Kabupaten/Kota
2015)
2. Rendahnya perubahan status gizi kearah yang lebih baik di Pulau Sumba
dipengaruhi oleh beberapa faktor :
1) Rendahnya jumlah petugas pelayanan gizi di Pulau Sumba.
2) Minimnya pengetahuan masyarakat di Pulau Sumba tentang pangan dan
gizi serta pentingnya pemanfaatan layanan kesehatan.
3) Dominasi masyarakat yang besar di kelas menengah ke bawah
mempengaruhi rendahnya pemanfaatan layanan kesehatan karena
masalah biaya.
4) Tingginya penyakit infeksi seperti diare di Kabupaten Sumba Timur
dengan gejala mual dan muntah serta turunnya nafsu makan yang dapat
mengakibatkan rendahnya status gizi.
5) Ketidakmampuan masyarakat dalam memanfaatkan hasil pertanian
berimbas pada tidak terpenuhinya kebutuhan zat gizi yang sebenarnya
dapat di peroleh dari hasil pertanian di Sumba.
3. Analisis SWOT di Daerah Sumba