Anda di halaman 1dari 10

AISYAH: JURNAL ILMU KESEHATAN 2 (1) 2017, 1 – 10

Available online at http://ejournal.stikesaisyah.ac.id/index.php/eja

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DAN STATUS SOSIAL EKONOMI


DENGAN KEJADIAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN
Berta Afriani
Program Studi DIII Keperawatan STIKES Al-Ma’arif Baturaja
Jln.Dr Mohammad Hatta No 687 B Baturaja
Email: bertaafriani@yahoo.co.id

ABSTRAK

Skabies saat ini telah menjadi penyakit yang menyerang manusia dengan semua tingkat sosial. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara personal hygiene dan status sosial ekonomi dengan kejadian
Skabies pada santri di Pondok Pesantren. Metode penelitian yang digunakan survei analitik dengan
menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini yaitu seluruh santri jenjang Diniyah Awaliyah
dan Diniyah Wusto yang berjumlah
rjumlah 51 responden. Analisa Univariat dan analisa Bivariat digunakan dalam
penelitian ini. Hasil penelitian menunjukan ada hubungan yang signifikan antara praktik mandi dengan
kejadian Skabies dengan nilai p value 0,006 (< 0,05). Praktik menjaga kebersihan
kebersihan tangan dan kuku dengan
kejadian Skabies diperoleh nilai p value 0,010 (< 0,05). Praktik menjaga kebersihan pakaian dan handuk
dengan kejadian Skabies diperoleh nilai p value 0,012 (< 0,05). Praktik tukar menukar handuk dan pakaian
dengan kejadian Skabiess diperoleh nilai p value 0,004 (< 0,05). Praktik menjaga kebersihan tempat tidur
dengan kejadian Skabies diperoleh nilai p value 0,039 (< 0,05). Dan hubungan Status sosial ekonomi dengan
kejadian Skabies diperoleh nilai p value 0,021 (< 0,05). Hasil penelitian
penelitian menunjukkan hubungan yang
bermakna antara personal hygiene dan status sosial ekonomi dengan kejadian Skabies pada santri di Pondok
Pesantren Al-Falah
Falah IV Kecamatan Banding Agung Kabupaten OKU Selatan.

Kata kunci: Skabies, Ekonomi.


abies, Personal Hygiene, Sosial Ek

RELATIONSHIP BETWEEN PERSONAL HYGIENE AND SOCIOECONOMIC STATUS


WITH SCABIES EVENTS IN ISLAMIC BOARDING SCHOOL

ABSTRACT

Scabies has now become a disease that attacks people with all social levels. This study aims to determine the
relationship between personal hygiene and socioeconomic status with the incidence of Skabies at santri in
Pondok Pesantren. The research method used analytical survey using cross sectional approach. The population
of this research is all the students of Diniyah Awaliya
Awaliyahh and Diniyah Wusto level which is 51 respondents.
Univariate analysis and Bivariate analysis were used in this study. The results showed there was a significant
relationship between the practice of bath with the incidence of Scabies with a value of p value
value 0.006 (<0.05).
Practice to keep hand and nail hygiene with incident Scabies obtained p value 0,010 (<0,05). Practice to keep
clean clothes and towel with incident Scabies obtained p value 0,012 (<0,05). The practice of exchange of towels
and clothes with the occurrence of Scabies obtained p value 0,004 (<0,05). The practice of maintaining the
cleanliness of the bed with the incident Scabies obtained p value of 0.039 (<0.05). And the relation of
socioeconomic status with the occurrence of Scabies obtained p value 0,021 (<0,05). The results showed a
meaningful relationship between personal hygiene and socioeconomic status with the incidence of Skabies at
students in Pondok Pesantren Al-Falah
Falah IV District of Banding Agung of OKU Selatan Regency.

Keyword: Scabies, Personal Hygiene, Socioeconomic Status

How to Cite: Afriani, Berta. (2017). Hubungan Personal Hygiene dan Status Sosial Ekonomi Dengan Kejadian
Pesantren. Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan. 2 (1), 1 – 10.
Skabies Di Pondok Pesantren
Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan 2 (1) 2017, – 2
Berta Afriani

PENDAHULUAN mengabaikan kebersihan diri, tempat


tinggal dan lingkungan sekitarnya,
Kesehatan merupakan hal yang sangat meskipun orang-orang itu mengetahui
penting bagi kehidupan manusia. Kesehatan bersih itu sehat. Penyakit skabies
dapat dikemukakan dengan dua pengertian jumlahnya cukup banyak jika tidak di
sehat, terutama dalam arti sempit dan arti tanggulangi secara dini maka dapat menular
luas. Secara sempit sehat diartikan bebas keanggota keluarga yang lain. (Soedarto,
dari penyakit, cacat dan kelemahan. 1999: 137). Penularan skabies ini terjadi
Sedangkan secara luas, sehat berarti sehat karena faktor lingkungan dan perilaku yang
secara fisik, mental maupun sosial. tidak bersih diantaranya yaitu kebiasaan
Sedangkan menurut World Health individu menggunakan pakaian secara
Organitation (WHO) 1947, sehat adalah bergantian, menggunakan handukdan
keadaan sejahtera sempurna fisik, mental peralatan mandi secara bergantian serta
dan sosial, yang tidak terbatas pada bebas kebiasaan tidur berhimpitan dalam satu
dari penyakit atau kelemahan saja. tempat (Djuanda, 2007).
Kulit adalah organ tubuh yang terletak Saat ini badan dunia menganggap penyakit
paling luar dan membatasinya dari skabies sebagai pengganggu dan perusak
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang kesehatan yang tidak dapat dianggap lagi
dewasa 1.5 m2 dengan berat kira-kira 15% hanya sekedar penyakitnya orang miskin
berat bedan. Kulit merupakan yang karena penyakit skabies masa kini telah
ensensial dan vital serta merupakan merebak menjadi penyakit kosmopolit yang
cerminan kesehatan dan kehidupan. Kulit menyerang semua tingkat sosial. (Agoes,
juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, 2009).
bervariasi pada keadaan umur, iklim, seks,
ras, dan bergantung juga pada lokasi tubuh Diperkirakan lebih dari 300 juta orang
(Djuanda, dkk, 2008). diseluruh dunia terkena skabies. Prevalensi
cenderumg lebih tinggi di daerah perkotaan
Kulit manusia tidak bebas hama (steril). terutama di daerah yang padat penduduk.
Kulit steril hanya didapatkan pada waktu Skabies mengenai semua kelas sosial
yang sangat singkat setelah lahir. Bahwa ekonomi, perempuan dan anak-anak
kulit manusia tidak steril mudah dimengerti mengalami prevalensi lebih tinggi. Pada
oleh karena permukaan kulit mengandung musim dingin prevalensi juga cenderung
banyak bahan makanan (nutrisi) untuk lebih meningkat dibandingkan musim panas
pertumbuhan organisme, antara lain lemak, (Stone et al, 2008). Di Brazil Amerika
bahan-bahan yang mengandung nitrogen, Selatan prevalensi skabies mencapai 18 %
mineral, dan lain-lain yang merupakan hasil (Strina et al, 2013), dikota Benin Afrika
tambahan proses keratinisasi atau yang Selatan 28,33 % (Salifou et al, 2013), di
merupakan hasil apendiks kulit. Mengenai kota Enugu Nigeria 13,55 % (Emodiet al,
hubungannya dengan manusia, bakteri 2013), di pulau Pinang Malaysia 31 %
dapat bertindak sebagai: parasit yang dapat (Zayyid et al, 2013).
menimbulkan penyakit, atau sebagai
komensal yang merupakan flora normal Di Indonesia prevalensi penyakit skabies
(Djuanda, dkk, 2008). mencapai 5,60-12,95 % dan menduduki
urutan ketiga dari 12 penyakit kulit (Depkes
Skabies merupakan salah satu dari sekian RI, 2008). Penularan terjadi akibat kontak
contoh penyakit kulit menular, distribusi langsung dengan kulit pasien atau tidak
data epidemiologi, penyakit ini tersebar langsung dengan benda yang
keseluruh dunia terutama di daerah yang terkontaminasi tungau. Skabies dapat
padat penduduknya dan rendah tingkat mewabah pada daerah padat penduduk
kebersihannya. Banyak orang yang seperti daerah kumuh, penjara, panti

Copyright © 2017, Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan


ISSN 2502-4825 (print), ISSN 2502-9495 (online)
Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan 2 (1) 2017, – 3
Berta Afriani

asuhan, panti jompo, pondok pesantren, dan METODE


sekolah asrama (Stene et al, 2008).
Terdapat banyak faktor yang menunjang Jenis penelitian adalah ini adalah bersifat
perkembangan penyakit skabies antara lain survei analitik dengan menggunakan
turunnya imunitas tubuh akibat HIV, sosial pendekatan cross sectional dimana
ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, pengukuran variabel independen dan
hubungan seksual yang sifatnya variabel dependen dari objek yang
promiskuitas (Murtiastutik, 2009). dilakukan bersamaan (Notoatmodjo, 2005).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Ogan Populasi penelitian ini adalah seluruh santri
Komering Ulu Selatan (OKUS), bahwa mukim jenjang Diniyah Awaliyah dan
prevalensi penyakit infeksi kulit termasuk Diniyah Wustho di pondok pesantren Al-
skabies pada tahun 2013 yaitu 1021 kasus, Falah IV Kecamatan Banding Agung
dan pada tahun 2014 mencapai 1120 kasus, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan
sedangkan tahun 2015 yaitu sebanyak 1165 yang berjumlah 51 responden. Pengambilan
kasus, dan skabies menduduki urutan ketiga sampel pada penelitian ini menggunakan
dari 10 penyakit kulit yang paling sering teknik total sampling yang mana seluruh
dilaporkan (Dinkes OKU Selatan). populasi menjadi sampel yaitu sebanyak 51
responden. Penelitian ini dilaksanakan pada
Dari hasil wawancara dengan petugas bulan Mei – Juni 2016. Data yng digunakan
kesehatan UPTD Puskesmas Banding adalah data primer yaitu data yang
Agung diperoleh data bahwa telah terjadi diperoleh melalui wawancara langsung dan
kejadian luar biasa (KLB) penyakit skabies observasi dengan responden dengan
di pondok pesantren al-falah IV pada bulan menggunakan panduan keusioner dan data
januari 2016 Sebanyak 28 kasus dan pada yang diambil dari Dinas Kesehatan
bulan februari 6 kasus sedangkan pada Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan,
bulan maret terjadi peningkatan dibanding UPTD Puskesmas Banding Agung dan
bulan februari yaitu sebanyak 10 kasus Pondok Pesantren Al-Falah IV Kecamatan
penyakit kulit infeksi skabies. Banding Agung.
Penyakit skabies sering sekali ditemukan
pada pondok pesantren karena anak
pesantren gemar sekali bertukar/pinjam- HASIL DAN PEMBAHASAN
meminjam pakaian, handuk, sarung bahkan
bantal, guling dan kasurnya kepada Analisa yang dilakukan terhadap tiap
sesamanya, sehingga disinilah kunci variabel dari hasil penelitian. Pada
akrabnya penyakit ini dengan dunia umumnya dalam analisa ini hanya
pesantren (Handri, 2008). menghasilkan distribusi dan persentase
variabel independen (personal hygiene dan
Berdasarkan data dari latar belakang diatas status sosial) dan variabel dependen
maka peneliti tertarik untuk mengetahui (kejadian skabies).
Hubungan Personal Hygiene dan status
sosial ekonomi dengan Kejadian Skabies di
Pondok Pesantren Al-Falah IV Kecamatan
Banding Agung Kabupaten Ogan Komering
Ulu Selatan.

Copyright © 2017, Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan


ISSN 2502-4825 (print), ISSN 2502-9495 (online)
Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan 2 (1) 2017, – 4
Berta Afriani

Tabel 1
Distribusi Frekuensi Personal Hygiene dan Status Sosial Ekonomi dengan Kejadian Skabies

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)


Kejadian Skabies
- Penderita 19 37,3
- Bukan Penderita 31 62,7
Praktik Mandi
- Buruk 21 41,2
- Baik 30 58,8
Praktik Menjaga Kebersihan Tangan
Dan Kuku
- Buruk 27 52,9
- Baik 24 47,1
Praktik menjaga kebersihan pakaian
dan handuk
- Buruk 22 43,1
- Baik 29 56,9
Praktik Tukar Menukar Pakaian Dan
Handuk
- Ya 18 35,3
- Tidak 33 64,7
Praktik menjaga kebersihan tempat
tidur
- Buruk 24 47,2
- Baik 27 52,9
Status sosial ekonomi
- Rendah 18 35,3
- Tinggi 33 64,7

Berdasarkan tabel 1. didapatkan bahwa dari melakukan tukar menukar pakaian dan
51 responden penderita skabies yaitu handuk yaitu sebesar 64,7 %. diketahui
sebesar 37,3 %, lebih kecil dibandingkan bahwa responden yang praktik menjaga
dengan responden bukan penderita skabies kebersihan tempat tidur yang buruk yaitu
sebesar 62,7 %. dari 51 responden praktik sebesar 47,1 % lebih kecil dibandingkan
mandi yang buruk yaitu sebesar 41,2 % praktik menjaga kebersihan tempat tidur
lebih kecil di bandingkan responden yang yang baik sebesar 52,9 %. dari 51
praktik mandinya baik yaitu sebesar 58,8 responden diketahui bahwa status sosial
%. dari 51 responden yang praktik menjaga ekonomi yang rendah yaitu sebanyak 35,3
kebersihan tangan dan kuku yang buruk % lebih kecil dibandingkan status sosial
yaitu sebesar 52,9 % lebih besar ekonomi yang tinggi yaitu sebesar 64,7 %.
dibandingkan dengan praktik menjaga Analisa yang dilakukan untuk melihat
kebersihan tangan dan kuku yang baik yaitu hubungan antara variabel independen
47,1 %. dari 51 responden di dapatkan 43,1 (tingkat pengetahuan dan personal hygiene)
% responden yang praktik menjaga
dan variabel dependen (pengetahuan pada
kebersihan pakaian dan handuk yang buruk anak balita), menggunakan uji statistik chi –
lebih kecil dibandingkan dengan responden square dan sistem komputerisasi dengan
yang praktik menjaga kebersihan pakaian batas kemaknaan α = 0, 05 dan derajat
dan handuk yang baik adalah sebesar 56,9 kepercayaan 95 %. Dikatakan adanya
%. responden yang sering melakukan tukar hubungan bermakna bila p value ≤ 0,05 dan
menukar pakaian sesama teman yang apabila p value > 0,05 maka kedua variabel
sebanyak 35,3 % dari 51 responden lebih tersebut dikatakan tidak ada hubungan
kecil dibandingkan reponden yang tidak bermakna.

Copyright © 2017, Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan


ISSN 2502-4825 (print), ISSN 2502-9495 (online)
Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan 2 (1) 2017, – 5
Berta Afriani

Tabel 2
Hubungan Personal Hygiene Dan Status Sosial Ekonomi dengan Kejadian Skabies Di Pondok Pesantren
Kejadian Skabies
Karakteristik Penderita Bukan Penderita  % p value
N % N %
Praktik mandi
- Buruk 13 61,9 8 38,1 21 1001 0,006
- Baik 6 20,0 24 80,0 30 00

Praktik Menjaga
Kebersihan Tangan
Dan Kuku 0,010
- Buruk 15 55,6 12 44,4 27 100
- Baik 4 16,7 20 83,3 24 100
Praktik menjaga
kebersihan pakaian
dan handuk 0,012
- Buruk 13 59,1 9 40,9 22 100
- Baik 6 20,7 23 79,3 29 100
Praktik Tukar
Menukar Pakaian
Dan Handuk 0,004
- Ya 12 66,7 6 33,3 18 100
- Tidak 7 21,2 26 78,8 33 100
Praktik menjaga
kebersihan tempat
tidur 0,039
- Buruk 13 54,2 11 45,8 24 100
- Baik 6 22,2 21 77,8 27 100
Status sosial
ekonomi
- Rendah 11 61,1 7 38,9 18 100 0,021
- Tinggi 8 24,2 25 75,8 33 100

Hubungan Praktik Mandi Responden 20 santri (71,4%) diantaranya menderita


dengan Kejadian Skabies skabies. Sedangkan dari 38 santri yang
Berdasarkan hasil penelitian, analisa memiliki praktik mandi yang baik 10 santri
univariat menunjukan bahwa responden (26,3%) diantaranya menderita skabies.
yang memiliki praktik mandi buruk sebesar Analisis bivariat hubungan antara praktik
41,2%, sedangkan responden yang praktik mandi dengan kejadian skabies didapat nilai
p sebesar 0,001 (p < 0,05) maka secara
mandi baik sebesar 58,8%. Analisa bivariat
hubungan praktik mandi dengan kejadian statistik terdapat hubungan yang signifikan
penyakit skabies di dapat p value 0,006 antara praktik mandi dengan kejadian
(<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada skabies. Mandi dua kali dalam sehari adalah
hubungan yang signifikan antara praktik salah satu upaya menjaga kebersihan tubuh
mandi dengan kejadian skabies. serta memberikan rasa nyaman pada diri,
menjaga kebersihan tubuh adalah hal yang
Penelitian ini sejalan dengan penelitian sangat penting dalam menjaga kesehatan
yang dilakukan oleh Yuzzi Afraniza (2011) karna kulit yang kotor akan memudahkan
di Pesantren Kyai Gading desa Candisari bakteri-bakteri berkembang sehingga dapat
Kabupaten Demak, bahwa dari 28 santri mempengaruhi derajat kesehatan terutama
yang memiliki praktik mandi yang buruk, penyakit kulit (Maryunani, 2013).

Copyright © 2017, Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan


ISSN 2502-4825 (print), ISSN 2502-9495 (online)
Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan 2 (1) 2017, – 6
Berta Afriani

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa (2011) dengan hasil ada hubungan yang
santri yang menderita skabies sebesar bermakna antara praktik cuci tangan dan
37,3% hal ini disebabkan karena praktik kuku dengan kejadian skabies di Pesantren
mandi santri yang buruk yaitu suka Kyai Gading Kabupaten Demak dengan p
memakai sabun secara bergantian. Dan value 0,005. Bagi responden yang kurang
dapat pula di sebabkan oleh faktor variabel menjaga kebersihan tangan dan kuku di
yang lain (Praktik menjaga kebersihan sarankan agar santri selalu rajin
tangan dan kuku, praktik menjaga membersihkan tangan dan memotong kuku
kebersihan pakaian dan handuk, praktik seminggu sekali atau sesuai yang
tukar menukar pakaian dan handuk, dan dibutuhkan agar tidak mempercepat
praktik menjaga kebersihan tempat tidur). penularan tungau skabies.
Bagi responden yang terbiasa memakai
Hubungan Praktik Menjaga Kebersihan
secara bergantian diharapkan sebaiknya
Pakaian Dan Handuk Dengan Kejadian
para santri Pondok Pesantren agar tidak
Skabies
saling memakai sabun mandi teman untuk
mencegah terjadi penularan penyakit kulit Berdasarkan analisa univariat menunjukan
skabies dan penyakit kulit lainnya. bahwa 59,1% responden yang buruk dalam
praktik menjaga kebersihan pakaian dan
Hubungan Praktik Menjaga Kebersihan handuk serta 40,9% responden yang baik
Tangan Dan Kuku Dengan Kejadian dalam praktik menjaga kebersihan pakian
Skabies dan handuk.
Berdasarkan hasil penelitian kejadian Dari hasil penelitian mengenai hubungan
skabies hubungan praktik menjaga praktik menjaga kebersihan pakaian dan
kebersihan tangan dan kuku di Pondok handuk dengan kerjadian penyakit kulit
Pesantren menunjukan p value 0,010. Maka skabies di peroleh p value 0,012. Maka
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara praktik menjaga yang signifikan antara praktik menjaga
kebersihan tangan dan kuku dengan kebersihan pakaian dan handuk dengan
kejadian skabies. kejadian penyakit kulit skabies. Menjaga
kebersihan pakaian adalah salah bentuk
Dalam penelitian ini terdapat responden
upaya mencegah perkembangbiakan
yang praktik menjaga kebersihan tangan
kuman-kuman, serta memberi rasa nyaman
dan kuku yang baik terkena skabies yaitu
pada diri, serta mencegah terserangnya
16,7%, hal ini dapat disebabkan oleh faktor
penyakit-penyakit kulit Maryunani (2013).
variabel yang lain (Praktik mandi, praktik
menjaga kebersihan pakaian dan handuk, Menjaga kebersihan pakaian dengan baik,
praktik tukar menukar pakaian dan handuk, dapat menurunkan risiko santri untuk
serta praktik menjaga kebersihan tempat terkena skabies. Hal ini sesuai dengan teori
yang menyebutkan bahwa pakaian berperan
tidur).
dalam transmisi tungau skabies melalui
Penelitian ini sejalan dengan teori Adhi kontak tak langsung sehingga
(2008) bahwa tingkat kebersihan tangan mempengaruhi kejadian skabies.
dan kuku yang buruk adalah salah satu
faktor penularan skabies ke daerah tubuh Penelitian ini sejalan dengan penelitian
lainya, karena kebiasaan responden yang yang dilakukan oleh Afriniza (2011)
menggaruk daerah kulit yang terkena hubungan antara praktik menjaga
kebersihan pakaian dengan kejadian skabies
skabies.
didapat nilai-p sebesar 0,000 (p < 0,05)
Hasil penelitian ini sejalan dengan maka secarastatistik ada hubungan yang
penelitian yang dilakukan oleh Afriniza signifikan antara praktik kebersihan

Copyright © 2017, Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan


ISSN 2502-4825 (print), ISSN 2502-9495 (online)
Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan 2 (1) 2017, – 7
Berta Afriani

menjaga pakaian dengan kejadian skabies. Hasil penelitian ini sejalan dengan
Sehingga dapat disimpulkan bahwa santri penelitian Muslih (2012) bahwa kebiasaan
yang tidak menjaga kebersihan pakaiannya ganti pakaian dengan hasil analisa p value
dengan baik mempunyai risiko untuk 0.005 artinya ada hubungan yang signifikan
menderita skabies dibanding dengan santri antara Praktik tukar menukar pakaian dan
yang menjaga kebersihan pakaiannya handuk dengan kejadian skabies pada santri
dengan baik. Maka sangat disarankan agar di Pondok Pesantren Cipasung Kabupaten
santri selalu tetap menjaga kebersihan Tasikmalaya.
pakaiannya terutama santri yang terkena
skabies. Hubungan Menjaga Kebersihan Tempat
Tidur Dengan Kejadian Skabies
Hubungan Tukar Menukar Pakian Dan Berdasarkan analisa univariat menunjukan
Handuk Dengan Kejadian Skabies bahwa 47,1% responden yang memiliki
Hasil analisa univariat menunjukan bahwa praktik menjaga kebersihan tempat tidur
35,3% responden yang melakukan praktik yang baik dan 52,9% responden memiliki
tukar menukar pakaian dan handuk dan praktik menjaga kebersihan tempat tidur
64,7% responden yang tidak melakukan yang buruk. Hasil bivariat menunjukan p
praktik tukar menukar pakaian dan handuk. value 0,039. Maka dapat disimpulkan
Hasil bivariat menunjukkan adanya bahwa ada hubungan yang signifikan antara
hubungan antar praktik tukar menukar praktik menjaga kebersihan tempat tidur
pakaian dan handuk diperoleh p value dengan kejadian penyakit kulit skabies di
0,004. Maka dapat disimpulkan bahwa ada Pondok Pesantren. Hal ini sesuai dengan
hubungan yang signifikan antara praktik teori yang menyebutkan bahwa transmisi
tukar menukar pakaian dan handuk dengan tungau biasanya terjadi melalui kontak
kejadian penyakit kulit skabies. langsung misalnya tidur bersama dengan
penderita skabies, atau juga bisa melalui
Dalam penlitian ini diketahui bahwa 66,7% kontak tak langsung melalui sprei, sarung
responden yang melakukan praktik tukar bantal dll.
menukar yang penderita skabies dan 33,3%
responden yang melakukan tukar menukar Hasil Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Agsa Sajida, 2012 di Kelurahan
namun bukan penderita skabies hal ini
denai Kecamatan Medan Denai. Secara
desebabkan jika praktik tukar menukar
statistik dapat dibuktikan pada uji chi
pakaian akan mempengaruhi kejadian
square dengan nilai p=0,025 (p<0,05)
skabies apabila tukar menukar pakaian
menunjukkan kebersihan tempat tidur dan
terjadi antara penderita skabies dengan
yang tidak menderita skabies, sehingga sprei mempunyai hubungan signifikan
pakaian dapat menjadi media transmisi dengan keluhan penyakit kulit pada
tungau sarcoptes scabiei untuk berpindah respoden.
tempat. Apabila tukar menukar pakaian Dari hasil Penelitian responden yang buruk
dilakukan oleh sesama santri yang tidak dalam menjaga kebersihan tempat tidur
menderita skabies danmemiliki praktik terkena skabies yaitu sebesar 54,2% hal ini
menjaga kebersihan pakaian yang baik disebabkan karena responden sering tidur di
tentu penularan skabies tidak terjadi. tempat tidur teman dan sering tidur
Hal ini sesuai dengan teori Ananto, 2006. bersama-sama. Dan responden yang baik
Menyebutkan bahwa handuk yang dipakai dalam menjaga kebersihan tempat tidur
terkena skabies hal ini dapat disebabkan
oleh santri secara bergantian dapat menjadi
media transmisi tungau sarcoptes scabiei oleh faktor variabel yang lain (praktik
untuk berpindah tempat dan menyebabkan mandi, praktik menjaga kebersihan tangan
terjadinya penularan secara tak langsung. dan kuku, Praktik menjaga kebersihan

Copyright © 2017, Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan


ISSN 2502-4825 (print), ISSN 2502-9495 (online)
Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan 2 (1) 2017, – 8
Berta Afriani

pakaian dan handuk, praktik tukar menukar judul “Faktor Risiko yang Berhubungan
pakaian dan handuk). Dengan Kejadian Skabies”. Dengan hasil
Penelitian ini sesuai dengan teori yang statistik menunjukan ada hubungan antara
menyebutkan bahwa transmisi tungau Status Ekonomi Dengan Kejadian Skabies
biasanya terjadi melalui kontak langsung yaitu p value = 0,042.
misalnya tidur bersama dengan penderita KESIMPULAN DAN SARAN
skabies, atau juga bisa melalui kontak tak Berdasarkan hasil penelitian yang telah
langsung melalui sprei, sarung bantal dll. dilakukan, maka peneliti dapat menarik
Maka dari itu di sarankan agar santri tidak kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang
sering melakukan atau tidur ditempat tidur signifikan antara kejadian Skabies dengan
teman dan rajinlah dalam membersihkan praktik mandi yang buruk, praktik menjaga
tempat tidur, karena bersih adalah sebagian
kebersihan tangan dan kuku, praktik
dari iman. menjaga kebersihan pakaian dan handuk,
praktik tukar menukar pakaian dan handuk,
Hubungan Status Sosial Ekonomi
dan praktik menjaga kebersihan tempat
Dengan Kejadian Skabies
tidur.
Dari hasil analisa univariat menunjukan
bahwa responden yang berstatus ekonomi Kejadian Skabies pada responden dengan
rendah yaitu 35,3% lebih kecil status Sosial Ekonomi rendah dikarenakan
dibandingkan dengan responden yang kurang terpenuhinya sarana prasarana
berstatus sosial ekonomi tinggi yaitu Personal Hygiene, sehingga terpaksa
sebesar 64,7%. meminjam atau meminta kepada sesama
teman santrinya, disinilah kunci penularan
Berdasarkan hasil analisa bivariat mengenai skabies pada santri Pondok Pesantren.
kejadian skabies dengan status sosial
ekonomi di peroleh p value 0,021. Maka Saran yang dapat diberikan berdasarkan
dapat di simpulkan bahwa ada hubungan hasil penelitian adalah perlunya
yang signifikan antara status sosial ekonomi dilaksanakan penyuluhan kesehatan tentang
dengan kejadian skabies. skabies untuk meningkatkan kesadaran
santri dalam menjaga kebersihan diri agar
Dalam penelitian ini diketahui bahwa terhindar dari skabies dan penyakit kulit
61,1% responden yang berstatus sosial lain serta menciptakan rasa nyaman pada
ekonomi rendah terkena skabies, hal ini di diri.
sebabkan oleh kurang terpenuhinya
kebutuhan sarana dan prasana persoanal Kerjasama dengan puskemas setempat dan
hygiene sehingga terpaksa santri memakai pembentukan UKS (Unit Kesehatan
atau meminjam kepada sesama temannya Sekolah) perlu dilaksanakan untuk
maka disinilah kunci terjadinya penularan meningkatkan derajat kesehatan para santri.
Selain itu dibutuhkan peran serta guru atau
tungau scabie/skabies. Dan 24,2%
responden yang berstatus sosial tinggi yang ustadz dalam memberikan informasi yang
terkena skabies, hal ini disebabkan oleh berkaitan dengan kebersihan diri agar dapat
mewujudkan perilaku hidup bersih dan
kurangnya kesadaran responden terhadap
personal hygiene. Hal ini sejalan dengan sehat pada santri.
teori Adhi (2008) yang mengatakan bahwa
salah satu faktor yang menunjang terjadinya
penyakit skabies adalah salah satunya sosial
ekonomi yang rendah.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Wulandari (2011) dengan

Copyright © 2017, Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan


ISSN 2502-4825 (print), ISSN 2502-9495 (online)
Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan 2 (1) 2017, – 9
Berta Afriani

DAFTAR PUSTAKA Friedman, M. (1998). Keperawatan


Keluarga. (Edisi 3). Jakarta : EGC.
Afraniza, Y. (2011). Hubungan antara Hario dkk. (2005). Panduan Peningkatan
Praktik Kebersihan Diri dan Angka Kesehatan Santri. Jakarta:
Kejadian Skabies di Pesantren Kyai Kutabuloh Manunggal.
Gading Kabupaten Demak. Fakultas
Kedokteran UNDIP. S1 Skripsi. Harahap. M. (2009). Ilmu Penyakit Kulit.
Jakarta : Hipokrates
Arif, Mansjoer, dkk. (2000). Kapita Selekta
Kedokteran, Edisi 3. Jakarta: FKUI. Handri. (2008). Scabies, Penyakit Kulit
Khas Pada Warga Pesantren
Agoes, R. (2009). Skabies; Konsep .http://drhandri.wordpress.com/2008
Pencegahan dan Pengobatan Pada /04/24/scabies-penyakit-kulit-
Komunitas di Indonesia. Bandung: khaspada-warga-pesantren/. Diakses
Majalah Kedokteran Bandung. 15 April 2016.
Alimul, A. A. (2009). Kebutuhan Dasar
Murtiastutik, D. (2009). Buku Ajar Infeksi
Manusia. (1st ed). Jakarta: Salemba Menular Seksual. Yogyakarta:
Medika. Erlangga.
. (2006). Pengantar Kebutuhan Maryunani A. (2013). Perilaku Hidup
Dasar Munusia: Aplikasi Konsep
Bersih dan Sehat. Jakarta: CV.
dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Trans Info Media
Salemba Medika
Mubarak, W.I. (2008). Buku ajar kebutuhan
Ananto, P. (2006). UKS. Usaha Kesehatan dasar manusia: Teori dan aplikasi
Sekolah dan Madrasah Ibtidaiyah. dalam praktik. Jakarta: Media
Bandung: Yrama widya. Aesculapius.
Depkes RI. (1998). Pedomanan Perilaku
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi
Hygiene. Depkes RI, jakarta Penelitian Kesehatan. Jakarta:
(saduran Drs. H Suklan, SKM, Rineka cipta.
SMC)
(2005). Promosi kesehatan teori
Diagram group. (1999). Tubuh sehat dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta
pedoman pemeliharaan. Alih
bahasa Susi Purwoko. Jakarta: Nawawi. (2006). Sejarah dan
Arcan Perkembangan Pesantren. Ibda’.
Vol. 4. No. 1. Januari - Juni 2006.
Djuanda. A. (2008). Ilmu Penyakit Kulit Halaman: 4-19.
dan Kelamin. Edisi Kelima, Cetakan
Ketiga. Jakarta : FKUI Qomar. M. (2007). Pesantren. Yogyakarta:
Erlangga
Depkes RI (1998). Pedomanan Perilaku
Hygiene. Depkes RI, jakarta Saroso, (2007). Cuci tangan. Dalam skripsi
(saduran Drs. H Suklan, SKM, Mujtahidah intan nuqsah 2010.
SMC) Gambaran Perilaku Personal
Hygiene Santri Pondok Pesantren
Emodi, I.J. et al., (2013). Skin diseases Jihadul Ukhro Turi Kecamatan
among children attending the out Tempurun Kabupaten Karawang
patient clinic of the University of Tahun 2010.
Nigeria teaching hospital, Enug.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/ar Salifou, S. et al., (2013). Prevalence and
ticles/PMC3052811/, zoonotic aspects of small ruminant
mange in the lateritic and

Copyright © 2017, Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan


ISSN 2502-4825 (print), ISSN 2502-9495 (online)
Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan 2 (1) 2017, – 10
Berta Afriani

waterlogged zones, southern Benin.


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme
d/23856728, diakses tanggal 5
Agustus 2013 pukul 07.35 am.
Stone, S.P., Jonathan N.G., Rocky E.B.,
(2008). Dermatology in General
Medicine. (7th ed). New York:
McGraw-Hill, pp. 2030-31.
Strina, A. et al., (2013). Validation of
epidemiological tools for eczema
diagnosis in Brazilian children: the
ISAAC's and UK Working Party's
criteria.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme
d/21062476
Tarwoto & Wartonah. (2004). Kebutuhan
Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Zayyid, M.M. et al (2013). Prevalence of
scabies and head lice among
children in a welfare home in Pulau
Pinang, Malaysia.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme
d/21399584/,

Copyright © 2017, Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan


ISSN 2502-4825 (print), ISSN 2502-9495 (online)

Anda mungkin juga menyukai