Bab I Pendahuluan: 1.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan: 1.1 Latar Belakang
PENDAHULUAN
1
World Health Organization (WHO) dalam Global Status of Non-
communicable Diseases tahun 2010 mengkategorikan PPOK ke dalam empat
besar penyakit tidak menular yang memiliki angka kematian yang tinggi setelah
penyakit kardiovaskular, keganasan dan diabetes. GOLD Report 2014
menjelaskan bahwa biaya untuk kesehatan yang diakibatkan PPOK adalah 56%
dari total biaya yang harus dibayar untuk penyakit respirasi. Biaya yang paling
tinggi adalah diakibatkan kejadian eksaserbasi dari penyakit ini. Kematian
menjadi beban sosial yang paling buruk yang diakibatkan oleh PPOK, namun
diperlukan parameter yang bersifat konsisten untuk mengukur beban sosial.
Parameter yang dapat digunakan adalah Disability-Adjusted Life Year (DALY),
yaitu hasil dari penjumlahan antara Years of Life Lost (YLL) dan Years Lived with
Disability (YLD). Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, diperkirakan pada
tahun 2030, PPOK akan menempati peringkat ketujuh, dimana sebelumnya pada
tahun 1990 penyakit ini menempati urutan kedua belas.
Di negara dengan prevalensi TB paru yang tinggi, terdapat sejumlah besar
penderita yang sembuh setelah pengobatan TB. Pada sebagian penderita, secara
klinik timbul gejala sesak terutama pada aktivitas, radiologik menunjukkan
gambaran bekas TB (fibrotik, kalsifikasi) yang minimal, dan uji faal paru
menunjukkan gambaran obstruksi jalan napas yang tidak reversibel. Kelompok
penderita tersebut dimasukkan dalam kategori penyakit Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis (SOPT). Fasiliti Pelayanan kesehatan di Indonesia yang bertumpu di
Puskesmas sampai di rumah sakit pusat rujukan masih jauh dari fasilitas
pelayanan untuk penyakit PPOK. Disamping itu kompetensi sumber daya
manusianya, peralatan standar untuk mendiagnosis PPOK seperti sprirometri
hanya terdapat di rumah sakit besar saja, sering kali jauh dari jangkauan
Puskesmas. Pencatatan Departemen Kesehatan tidak mencantumkan PPOK
sebagai penyakit yang dicatat. Karena itu perlu sebuah Pedoman Penatalaksanaan
PPOK untuk segera disosialisasikan baik untuk kalangan medis maupun
masyarakat luas dalam upaya pencegahan, diagnosis dini, penatalaksanaan yang
rasional dan rehabilitasi.
2
1.2 Tujuan
Bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca umumnya dan
penulis khususnya mengenai TB Paru dan PPOK mulai dari definisi sampai
penatalaksanaan.
1.3 Manfaat
a. Bagi Penulis
Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan dalam mempelajari,
mengidentifikasi dan mengembangkan teori yang telah disampaikan
mengenai TB Paru dan PPOK.
b. Bagi Institut Pendidikan
Dapat dijadikan sumber referensi atau bahan perbandingan bagi kegiatan
yang adakaitannya dengan pelayanan kesehatanm khususnya yang
berkaitan dengan kasus TB Paru dan PPOK.
3
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
2.1.3 Klasifikasi
4
external assurance (EQA). Sebaiknya satu kali pemeriksaan dahak tersebut
berasal dari dahak pagi hari. Pada Negara yang belum memiliki labor
dengan EQA, maka TB paru BTA (+) adalah :
1. Kasus baru: pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan Obat
Anti-tuberkulosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari 1
bulan.
2. Kasus kambuh (Relaps): pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan
negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif/perburukan dan
terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan:
5
TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang
berkompeten menangani tuberkulosis.
3. Kasus putus obat (default atau drop out): pasien yang telah menjalani
pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau
lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
4. Kasus gagal: pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) atau akhir pengobatan.
5. Kasus kronik: pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah
pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang
baik.
6. Kasus bekas TB :
Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau
foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan
OAT adekuat akan lebih mendukung.
Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologi
2.1.4 Patogenesis
a. Tuberkulosis Primer
Penularan TB paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan
keluar menjadi doplet nuclei dalam udara sekitar kita. Bila partikel infeksi ini
terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan
paru . partikel dapat masuk kedalam alveoli bila ukuran partikel <5
mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru
oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh
makrofag keluar dar percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia
dengan sekretnya.
6
Bila kuman menetap dijaringan paru, berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya.
Kuman yang bersarang dijaringan paru ini akan berbentuk sarang
tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau
sarang (fokus) ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan
paru. Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini
selanjutnya dapat menjadi:
7
usia muda menjadi TB usia tua. Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya
dan imunitas pasien.
1. Batuk. Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian
berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
2. Batuk darah. Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi,
mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan
darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak
terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah
tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
3. Sesak napas. Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru
sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothorax, anemia dan lain-lain.
4. Nyeri dada. Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang
ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
8
beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk,
panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai
gejala pneumonia.
Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan
struktur paru. Kelainan paru pada umumnya mengenai daerah lobus superior
terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior.
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan antara lain :
Suara nafas bronkial, amrofik, suara nafas melemah, ronki basah, tanda-
tanda penarikan paru, mediastinum dan diafragma.
Pada perkusi ditemukan redup atau pekak.
Pada Pleuritis TB, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknnya
cairan dirongga pleura. Pada perkusi ditemukan redua atau pekak, pada
auskultasi suara nafas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang
terdapat cairan.
Pada limfadenitis TB, terlihat pembesaran kelenjer getah bening, tersering
di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang
didaerah ketiak.
Pembesaran kelenjer tersebut dapat menjadi cold abscess.
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks
(puncak) paru. Bila dicurigai adanya infiltrate yang agak luas, maka didapatkan
perkusi yang redup dan pada auskultasi didapatkan juga suara nafas tambahan
berupa ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrate ini diliputi oleh
penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesicular lemah. Bila terdapat kavitas
yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani, dan
auskultasi memberikan suara amporik.
9
Pada tuberculosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering
ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot intercostals. Bagian paru yang sakit jadi
menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi
lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotic amat luas yakni lebih dari setengah jumlah
jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan
selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti
terjadinya kor pulmonal dan gagal jantung kanan. Disini akan didapatkan tanda-
tanda kor polmunal dengan gagal jantung kanan seperti takipneu, takikardi,
sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop, mur-mur Graham Steel, bunyi P2
mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, asites dan
edema. Bila tuberculosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru
yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernafasan. Perkusi memberikan suara
pekak. Auskultasi memberikan suara nafas yang lemah sampai tidak terdengar
sama sekali.
10
Pemeriksaan Mikroskopis
Mikroskopis biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopis fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin
Menurut rekomendasi WHO, interpretasi pemeriksaan mikroskopis
dibaca dengan skala Internasional Union Against Tuberculosis and
Lung Disease (IUDTLD). Skala IUDTLD :
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut
negatif.
Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah
kuman yang ditemukan.
Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut +
(1+)
Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ (2+)
Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang disebutkan +++
(3+)
11
ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau
apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali. Pada
malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan
hasil negatif.
b. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialan foto thoraks PA. Pemeriksaan lain atas
indikasi yaitu foto lateral, top-lordotic, oblik atau CT Scan. Pada pemeriksaan
foto thoraks, TB dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk
(multiform). Tiga macam proyeksi pemotretan pada foto toraks pasien
dicurigai TB:
1. Proyeksi Postero-Anterior (PA)
Pada posisi PA, pengambilan foto dilakukan pada saat pasien
dalam posisi berdiri, tahan nafas pada akhir inspirasi dalam. Bila
terlihat suatu kelainan pada proyeksi PA, perlu ditambah proyeksi
lateral.
2. Proyeksi Lateral
Pada proyeksi lateral, posisi berdiri dengan tangan disilangkan
di belakang kepala. Pengambilan foto dilakukan pada saat pasien
tahan napas dan akhir inspirasi dalam.
3. Proyeksi Top Lordotik
Dibuat bila foto PA menunjukkan kemungkinan adanya kelainan
pada daerah apeks kedua paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya
dibuat setelah foto rutin diperiksa dan bila terdapat kesulitan dalam
menginterpretasikan suatu lesi di apeks. Pengambilan foto dilakukan
pada posisi berdiri dengan arah sinar menyudut 35-45 derajat arah
caudocranial, agar gambaran apeks paru tidak berhimpitan dengan
klavikula.
Gambaran radiologi yang dicurigai TB aktif adalah :
12
Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh opak berawan atau
nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Fibrotik
Kalsifikasi
Schwarte atau penebalan pleura
c. Pemeriksaan BACTEC
Merupakan pemeriksaan teknik yang lebih terbaru yang dapat
mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat. Metode yang
digunakan adalah metode radiometrik. M. Tuberkulosis metabolisme asam
lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth
indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif
pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan
melakukan uji kepekaan.
13
teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Hasil pemeriksaan PCR dapat
membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut
dikerjakan dengan cara benar dan sesuai dengan standar internasional.
Pada tuberkulosis pasca primer, penyebaran kuman terjadi secara
bronkogen, sehingga penggunaan sampel darah untuk uji PCR tidak
disarankan. Sebaliknya bila sampel yang diperiksa merupakan dahak dari
penderita yang dicurigai menderita tuberkulosis paru, masih ada beberapa
faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum menggunakan PCR sebagai
sarana diagnosis tuberkulosis paru.
e. Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi dilakukan dengan beberapa metode seperti:
o Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh
manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomanan yang ditempel
dengan alat yang berbentuk sisir plastik.
14
o Uji peroksidase anti peroksidase
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi
serologi yang terjadi.
o Uji serologi yang baru/ IgG TB Uji ini adalah salah satu pemeriksaan
serologi dengan cara mendeteksi antibodi IgG dengan antigen spesifik
untuk mikobakterium tuberkulosis.
2.1.8 Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan fase
lanjutan. Pada umumnya lama pengobatan adalah 6-8 bulan.
15
Tabel 1. Obat Anti Tuberkulosis
Rifampisin
INH
Pirazinamid
Etambutol
Streptomisin
Kategori pertama :
o 2RHZE/4RH atau 2RHZE/4R3H3
16
Tabel 2. Dosis panduan OAT KDT kategori 1 : 2RHZE / 4R3H3
Kategori Kedua
o 2(RHZE)S/RHZE/5(RH)E atau 2(RHZE)S/RHZE/5(RH)3E3
Diberikan untuk :
Pasien kambuh
Pasien gagal pada pengobatan dengan panduan OAT kategori 1
sebelumnya
Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat
17
Tabel 4. Efek Samping OAT
18
Beberapa rekomendasi pemebrian nutrisi pada penderita TB adalah :
Pemberiaan makanan dalam prosi kecil diberikan 6 kali perhari lebih
diindikasikan menggantikan porsi biasa tiga kali perhari.
Bahan-bahan makanan rumah tangga seperti gula, minyak nabati,
mentega, kacang, telur dan bubuk susu kering nonlemak dan lain-lain
dapat menambah kalori dan protein tanpa menambah besar ukuran
makanan.
Minimal 500-750 ml per hari susu atau yogurt yang dikonsumsi
untuk mencukupi asupan vitamin D dan kalsium secara adekuat.
Minimal 5-6 pordi buah dan sayuran dikonsumsi setiap hari.
Sumber terbaik vitamin B6 adalah jamur,terigu, liver sereal, plolng,
kentang, pisang dan tepung haver.
Alkohol harus dihindari karena hanya mengandung kalori tinggi,
tidak memiliki vitamin juga dapat memperberat fungsi hepar.
Menajga asupan cairan adekuat (minum minimal 6-8 gelas/hari)
Prinsipnya pada pasien TB tidak ada pantangan.
19
TB di luar paru yang mengancam jiwa :
- TB paru milier
- Meningitis TB
Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikan sesuai dengan keadaan
klinis dan indikasi rawat
Terapi Pembedahan
lndikasi operasi :
1. Indikasi Mutlak
a. Penderita batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif
b. Penderita dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat
diatasi secara konservatif
2. Indikasi Relative
a. Penderita dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Sisa kaviti yang menetap.
Bronkoskopi
Punksi pleura
Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
20
2.1.10 Evaluasi Pengobatan
Bila ada fasiliti biakan dilakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan.
Sebelum pengobatan
Setelah 2 bulan pengobatan
Pada akhir pengobatan
21
2.2 PPOK
2.2.1 Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat
dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracung atau berbahaya, disertai efek ekstra paru
yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit. Karakteristik hambatan aliran
udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara obstruksi saluran napas kecil
(obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema) yang bervariasi pada
setiap individu.
PPOK seringkali timbul pada usia pertengahan akibat merokok dalam waktu
yang lama. PPOK sendiri juga mempunyai efek sistemik yang bermakna sebagai
petanda sudah terdapat kondisi komorbid lainnya.
Dampak PPOK pada setiap individu tergantung derajat keluhan (khususnya
sesak dan penurunan kapasitas latihan), efek sistemik dan gejala komorbid
lainnya. Hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh derajat keterbatasan aliran
udara.
Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena:
- Emfisema merupakan diagnosis patologik
- Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis
Selain itu keduanya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran udara dalam
saluran napas.
.
2.2.2 Faktor Resiko
22
hanya satu yang berkembang menjadi PPOK, karena perbedaan dalam
predisposisi genetik untuk penyakit ini, atau dalam beberapa lama mereka hidup.
Stasus sosial ekonomi dapat dihubungkan dengan berat badan lahir anak yang
dapat berdampak pada pertumbuhan dan pengembangan paru. Beberapa hal yang
berkaitan dengan resiko timbulnya PPOK saat ini.
1. Asap Rokok
Kebiasaan merokok adalah satu-satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainya. Asap rokok
mempunyai prevalens yang tinggi sebagai penyebab gejala respirasi dan
gangguan fungsi paru. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa terdapat
rerata penurunan VEP1. Angka kematian pada perokok pada perokok
mempunyai nilai yang bermakna dibandingkan bukan perokok. Resiko
PPOK pada perokok tergantung dari dosis rokok yang di hisap, usia mulai
merokok, jumlah batang rokok pertahun dan lamanya merokok (indeks
Brinkman). Perokok pasif dapat memberikan konstribusi terjadinya gejala
respirasi dan PPOK, karena terjadi peningkatan jumlah inhalasi partikel dan
gas. Merokok selama kehamilan dapat beresiko terhadap janin,
mempengaruhi tumbuh kembang paru di uterus dan dapat menurunkan
sistem imun awal.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu di perhatikan :
a) Riwayat Perokok
- Perokok Aktif
- Perokok Pasif
- Bekas Perokok
b) Derajat berat merokok dengan indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian
jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama
merokok dalam tahun:
- Ringan : 0-199
- Sedang : 200-599
- Berat : >600
23
2. Polusi Udara
Berbagai macam partikel dan gas yang terdapat di udara sekitar, dapat
menjadi penyebab terjadinya polusi udara. Ukuran dan macam partikel akan
memberikan efek yang berbeda terhadap timbulnya dan beratnya
PPOK.Agar lebih mudah mengidentifikasi partikel penyebab, polusi udara
terbagimenjadi :
a) Polusi dalam ruangan
- Asap rokok
- Asap kompor
b) Polusi di luar ruangan
- Gas buang kendaraan bermotor
- Debu jalanan
c) Polusi di tempat kerja
- Bahan kimia
- Zat iritasi
- Gas beracun
24
perokok di Asia dan Afrika. Polusi di dalam ruangan diperkirakan akan
membunuh 2 juta perempuan dan anak-anak setiap tahunnya (GOLD, 2010)
3. Stres Oksidatif
Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan
endogen timbul dari sel fagosit dan tipe sel lainya, sedangkan oksidan
eksogen dari polutan dan asap rokok. Oksidan intraseluler (endogen) seperti
derivate electron mitokondria transpor termasuk dalam mekanisme seluler
signaling pathway. Sel paru dilindungi oleh oxidative chalange yang
berkembang secara sistem enzimatik atau non enzimatik. Ketika
keseimbangan antara oksidan dan antioksidan berubah bentuk, misalnya
ekses oksidan dan atau deplesi antioksidan akan menimbulkan stress
oksidatif. Stress oksidatif tidak hanya menimbulkan efek kerusakan pada
paru tetapi juga menimbulkan aktifitas molekuler sebagai awal inflamasi
paru. Jadi, ketidakseimbangan antara oksidan dan anti oksidan memegang
peranan penting pada PPOK.
25
berat pada anak sebagai penyebab dasar timbulnya hiperesponsif jalan nafas
yang merupakan faktor resiko pada PPOK. Pengaruh berat badan lahir
rendah akan meningkatkan infeksi viral yang juga merupakan faktor resiko
PPOK. Kebiasaan merokok berhubunngan dengan kejadian emfisema.
Riwayat infeksi tuberculosis berhubungan dengan obstruksi jalan nafas pada
usia lebih dari 40 tahun.
5. Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi sebagai faktor resiko terjadinya PPOK belum dapat di
jelaskan dengan pasti. Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan,
pemukiman yang padat, nutrisi yang jelek dan faktor lain yang berhubungan
dengan status sosial ekonomi kemungkinan dapat menjeaskan hal ini.
Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat menurunkan kekuatan dan
ketahanan otot respirasi, karena penurunan masa otot dan kekuatan serabut
otot.
6. Tumbuh Kembang Paru
Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses selama kehamilan,
kelahiran dan pajanan waktu kecil. Kecepatan maksimal penurunan fungsi
paru seseorang adalah resiko untuk terjadinya PPOK. Studi menyatakan
bahwa berat lahir mempengaruhi nilai VEP1 pada masa anak.
7. Asma
Asma kemungkinan sebagai faktor resiko terjadinya PPOK walaupun
belum dapat disimpulkan. Pada laporan the Tucson epidemiological styudy
didapatkan bahwa orang dengan asma 12 kali lebih tinggi resiko terkena
PPOK daripada bukan asma meskipun telah berhenti merokok. Penelitian
lain 20% dari asma akan berkembang menjadi PPOK dengan ditemukanya
obstruksi jalan nafas irreversible.
8. Gen
PPOK adalah penyakit poligenik dan contoh klasik dari interaksi gen-
lingkungan. Faktor resiko genetic yang paling sering terjadi adalah
kekurangan alfa-1 antitripsin sebagai inhibitor dari protease serin. Sifat
resesif ini jarang, paling sering dijumpai pada individu yang berasal dari
eropa utara. Di temukan pada usia muda dengan kelainan emfisema
26
panlobular dengan penurunan fungsi paru yang terjadi baik pada perokok
atau bukan perokok dengan kekurangan alfa-antitrypsin yang berat.
2.2.3 Klasifikasi
Derajat III : Gejala sesak lebih berat, penurunan VEP1/KVP < 70%
PPOK Berat aktivitas, rasa lelah dan serangan 30% ≤ VEP1< 50%
eksaserbasi semakin sering dan prediksi
berdampak pada kualitas hidup pasien.
27
2.2.4 Gejala Klinis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan
hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan
kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru. Gejala klinis yang biasa ditemukan
pada penderita PPOK adalah sebagai berikut:
a) Sesak napas
Sesak napas bersifat progresif (bertambah berat seiring berjalannya
waktu), bertambah berat dengan aktivitas, persisten (menetap sepanjang
hari), pasien mengeluh berupa perlu usaha untuk bernapas.
b) Batuk kronik
Batuk kronik hilang timbul dan mungkin tidak berdahak.
c) Batuk kronik berdahak
Setiap batuk kronik berdahak dapat mengindikasikan PPOK.
Pertimbangkan PPOK dan lakukan uji spirometri jika salah satu indikator
ini ada pada individu di atas usia 40 tahun. Indikator ini bukan merupakan
diagnosis pasti, tetapi keberadaan beberapa indikator kunci meningkatkan
kemungkinan diagnosis PPOK. Spirometri diperlukan untuk memastikan
diagnosis PPOK.
2.2.5 Diagnosis
Anamnesa - Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa
gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat
badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang,
lingkungan asap rokok dan polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
Pemeriksaan Inspeksi
Fisik - Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal
28
sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena
jugularis di leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil,
letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah.
Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa
atau pada ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Pemeriksaan 1. Faal paru
penunjang Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP ( % )
- Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1%
(VEP1/KVP) < 75 %.
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai
untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan
penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin
dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai
sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi
dan sore, tidak lebih dari 20%
29
Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada
gunakan APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8
hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai
VEP1/APE, perubahan VEP1/APE < 20% dan < 200 ml dari
nilai awal.
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.
2. Laboratorium darah
Hemoglobin (Hb), Leukosit, Trombosit.
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan
penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum)
Pada bronkitis kronik :
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
30
2.2.6 Diagnosis Banding
Diagnosis Gejala
PPOK - Onset pada usia pertengahan.
- Gejala progresif lambat.
- Lamanya riwayat merokok.
- Sesak saat aktivitas.
- Sebagian besar hambatan aliran udara.
- Ireversibel
Asma - Onset awal sering pada anak.
- Gejala bervariasi dari hari ke hari.
- Gejala pada malam / menjelang pagi.
- Disertai atopi, rhinitis, atau eksim.
- Riwayat keluarga dengan asma.
- Sebagian besar keterbatasan aliran udara.
- Reversible
Gagal jantung - Auskultasi terdengar ronki halus di bagian basal.
kongestif - Foto thorak tampak jantung membesar, edema paru.
- Uji faal paru menunjukkan restriksi bukan obstruksi.
2.2.7 Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan umum PPOK
Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
- Mencegah progresifitas penyakit
- Meningkatkan toleransi latihan
- Meningkatkan status kesehatan
- Mencegah dan menangani komplikasi
31
- Mencegah dan menangani eksaserbasi
- Menurunkan kematian
32
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil.Inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan
mencegah kecepatan perburukan fungsi paru.
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut
secara berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun
bagi keluarganya.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah :
1. Pengetahuan dasar tentang PPOK
2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5. Penyesuaian aktiviti
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan
ditentukan skala prioritas bahan edukasi sebagai berikut :
2. Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu
diagnosis PPOK ditegakkan.
3. Pengunaan obat - obatan
- Macam obat dan jenisnya
- Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )
- Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu
atau kalau perlu saja )
- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
Penggunaan oksigen
- Kapan oksigen harus digunakan
- Berapa dosisnya
- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
33
Tanda eksaserbasi :
- Batuk bertambah
- Sesak bertambah
- Sputum bertambah
- Sputum berubah warna
Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas
2. Berhenti Merokok
Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif
dalam mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan memperlambat
progresifitas penyakit.
3. Obat-obatan
Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat
penyakit.Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebulizer tidak
dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan
pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang
(longacting).
34
Macam - macam bronkodilator :
a. Golongan Antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi mucus (maksimal 4 kali
perhari).
b. Golongan agonis beta - 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan
jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi.
Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang
berefek panjang.Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka
panjang.Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi berat.
c. Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang
berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana
dan mudah digunakan.
d. Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan
jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet
biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk
suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin
darah.
Anti Inflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau
injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih
golongan metilprednisolon atau prednison.Bentuk inhalasi sebagai terapi
jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu
35
terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal
250 mg.
Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat eksaserbasi.
Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup,
digunakan N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi
yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan
sputum yang kental. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik,
tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
Antitusif
Diberikan dengan hati-hati
4. Rehabilitasi
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualiti hidup pasien PPOK.Pasien yang dimasukkan ke dalam
program rehabilitasi adalah mereka yang telahmendapatkan pengobatan
optimal yang disertai :
- Simptom pernapasan berat
- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
- Kualiti hidup yang menurun
Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu
tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan
psikolog. Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis,
psikososial dan latihan pernapasan.
36
5. Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan.Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler
dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.
Indikasi :
- PaO2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
- PaO2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal,
perubahan Ppullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan,
sleep apnea, penyakit paru lain
6. Ventilasi Mekanis
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan
gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien
PPOK derajat berat dengan napas kronik.Ventilasi mekanik dapat digunakan
dirumah sakit di ruang ICU atau di rumah.Ventilasi mekanik dapat dilakukan
dengan cara :
- ventilasi mekanik dengan intubasi
- ventilasi mekanik tanpa intubasi
7. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena
bertambahnya kebutuhan energy akibat kerja muskulus respirasi yang
meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi
hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK
karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan
analisis gas darah.
37
Tanda eksaserbasi :
- Sesak bertambah
- Batuk bertambah
- Produksi sputum meningkat
- Perubahan warna sputum (menjadi purulent)
38
Antibiotik diberikan pada :
- Pasien PPOK eksaserbasi dengan semua gejala cardinal (sesak napas
yg bertambah, meningkatnya jumlah sputum, dan bertambahnya
purulensi sputum).
- Pasien PPOK eksaserbasi dengan dua dari gejala kardinal, apabila
salah satunya adalah bertambahnya purulensi sputum.
- Pasien PPOK eksaserbasi berat yang membutuhkan ventilasi mekanis.
c) Terapi Pembedahan
Bertujuan untuk :
- Memperbaiki fungsi paru
- Memperbaiki mekanik paru
- Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi
- Memperbaiki kualiti hidup
Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :
1. Bulektomi
2. Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgey
(LVRS)
3. Transplantasi paru
39
BAB III
LAPORAN KASUS
Umur : 63 tahun
No. RM : 173036
3.2 Anamnesa
- Keluhan Utama
Sesak nafas meningkat sejak 1 hari SMRS.
40
o Keringat malam ada sejak 2 minggu SMRS.
o Nafsu makan menurun 15 hari SMRS, BB terasa berkurang 4 kg
dari BB 62 kg menjadi 58 kg.
o Nyeri dada tidak ada.
o BAB dan BAK normal.
41
3.3 Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Fisik Umum
- Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran : CMC
- Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 104 x/menit
- Nafas : 26 x/menit
- Suhu : 36,8°C
- BB : 58 Kg
- TB : 172 cm
c. Paru
- Inspeksi :
- Statis : Dinding dada simetris kiri dan kanan
- Dinamis : Pergerakan dinding dada kiri sama dengan dinding
dada kanan
- Palpasi : Fremitus taktil sama kiri dan kanan
- Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
- Auskultasi : Rhonki (+/+) diapeks paru kiri dan kanan,
wheezing (-/-), ekspirasi memanjang (+/+)
d. Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis teraba 2 jari medial LMCS RIC 5
- Perkusi : Dalam batas normal
- Auskultasi : Irama reguler, murmur (-), gallop (-)
42
e. Abdomen
Inspeksi : Perut tidak membuncit, asites (-), sikatrik (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Tympani
Auskultasi: Bising usus (+) normal
f. Ekstremitas
- Akral hangat (+/+)
- Edema (-/-), sianosis (-/-)
3.7 Penatalaksanaan
a. Farmakoterapi :
- O2 kanul nasal 3 liter/menit
- Drip aminophilin 14,5 cc dalam RL 500 cc 12 jam/kolf
- Nebulisasi ipratropium bromide + salbutamol 3 x1
- Amoksisilin tab 3 x 500 mg
- Ambroxol tab 3 x 30 mg
43
- Curcuma tab 2 x 200 mg
- Paracetamol tab 3 x 500 mg
b. Non Farmakologi :
- Istirahat
- Kurangi aktivitas dan berbicara
44
FOLLOW UP
Selasa, 7 Agustus 2018
Anamnesis
Sesak nafas : Masih ada, belum berkurang
Demam : Ada
Batuk/batuk berdarah : Batuk berdahak berwarna putih kekuningan, sulit
dikeluarkan, berdarah (-)
Nyeri dada : Tidak ada
Nafsu makan : Menurun
Pemeriksaan Fisis
- KU : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : CMC
- TD/nadi : 120/80 mmHg, 101x/menit
- Nafas : 24 x/menit
Paru
- Inspeksi :
- Statis : Dinding dada simetris kiri dan kanan
- Dinamis : Pergerakan dinding dada kiri sama dengan dinding
dada kanan
- Palpasi : Fremitus taktil sama kiri dan kanan
- Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
- Auskultasi : Rhonki (+/+) diapeks paru kiri dan kanan,
wheezing (-/-), ekspirasi memanjang (+/+)
Kesan
Susp. TB paru kasus baru + Susp. PPOK eksaserbasi akut STQ
Terapi
Farmakoterapi :
- O2 kanul nasal 3 liter/menit
45
- Drip aminophilin 14,5 cc dalam RL 500 cc 12 jam/kolf
- Nebulisasi ipratropium bromide + salbutamol 3 x1
- Amoksisilin tab 3 x 500 mg
- Ambroxol tab 3 x 30 mg
- Curcuma tab 2 x 200 mg
- Paracetamol 3x500 mg
Anjuran
- Istirahat
- Kurangi aktivitas dan berbicara
46
FOLLOW UP
Rabu, 8 Agustus 2018
Anamnesis
Sesak nafas : Sudah berkurang
Demam : Ada
Batuk/batuk berdarah : Batuk berdahak berwarna putih, sulit
dikeluarkan, berdarah (-)
Nyeri dada : Tidak ada
Nafsu makan : Menurun
Pemeriksaan Fisis
- KU : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : CMC
- TD/nadi : 110/70 mmHg, 89x/menit
- Nafas : 22 x/menit
Paru
- Inspeksi :
- Statis : Dinding dada simetris kiri dan kanan
- Dinamis : Pergerakan dinding dada kiri sama dengan dinding
dada kanan
- Palpasi : Fremitus taktil sama kiri dan kanan
- Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
- Auskultasi : Rhonki (+/+) diapeks paru kiri dan kanan,
wheezing (-/-), ekspirasi memanjang (-/-)
Terapi
Farmakoterapi :
- O2 kanul nasal 2 liter/menit
- IVFD RL 12 jam/kolf
- Aminophiline tab 2 x 200mg
- Nebulisasi ipratropium bromide + salbutamol 3 x1
47
- Amoksisilin tab 3 x 500 mg
- Ambroxol tab 3 x 30 mg
- Curcuma tab 2 x 200 mg
- Paracetamol tab 3 x 500 mg
- Rifampisin tab 1 x 580 mg
- Isoniazid tab 1 x 290 mg
- Pirazinamid tab 1 x 1450 mg
- Etambutol tab 1 x 1160 mg
Kesan
TB paru kasus baru + Susp. PPOK eksaserbasi akut dalam perbaikan
Anjuran
- Istirahat
- Kurangi aktivitas dan berbicara
48
FOLLOW UP
Kamis, 9 Agustus 2018
Anamnesis
Sesak nafas : tidak ada
Demam : Ada
Batuk/batuk berdarah : Batuk berdahak berwarna putih, sulit dikeluarkan,
berdarah (-)
Nyeri dada : Tidak ada
Nafsu makan : Menurun
Pemeriksaan Fisis
- KU : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : CMC
- TD/nadi : 120/70 mmHg, 78x/menit
- Nafas : 20 x/menit
Paru
- Inspeksi :
- Statis : Dinding dada simetris kiri dan kanan
- Dinamis : Pergerakan dinding dada kiri sama dengan dinding
dada kanan
- Palpasi : Fremitus taktil sama kiri dan kanan
- Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
- Auskultasi : Rhonki (+/+) diapeks paru kiri dan kanan,
wheezing (-/-), ekspirasi memanjang (-/-)
Terapi
Farmakoterapi :
- O2 kanul nasal 2 liter/menit
- IVFD RL 12 jam/kolf
- Aminophiline tab 2 x 200mg
- Nebulisasi ipratropium bromide + salbutamol 3 x1
49
- Amoksisilin tab 3 x 500 mg
- Ambroxol tab 3 x 30 mg
- Curcuma tab 2 x 200 mg
- Paracetamol tab 3x500 mg
- Rifampisin tab 1 x 580 mg
- Isoniazid tab 1 x 290 mg
- Pirazinamid tab 1 x 1450 mg
- Etambutol tab 1 x 1160 mg
Kesan
TB paru kasus baru + Susp. PPOK eksaserbasi akut dalam perbaikan
Anjuran
- Istirahat
- Kurangi aktivitas dan berbicara
50
BAB IV
ANALISA KASUS
51
paru kiri dan kanan, wheezing (-/-), ekspirasi memanjang (+/+). Ekstremitas:
akral hangat, edema (-), sianosis (-). Pemeriksaan Laboratorium, darah rutin
haemoglobin :12,1 g/dL, hematokrit: 36,6%, leukosit: 21.680/uL, trombosit:
443.000/uL.
Farmakoterapi yang diberikan adalah : O2 kanul nasal 2 liter/menit, drip
aminophilin 14,5 cc dalam RL 500 cc 12 jam/kolf, nebulisasi ipratropium bromide
+ salbutamol 3 x1, metil prednisolon tab 2 x 4 mg, amoksisilin tab 3 x 500 mg,
ambroxol tab 3 x 30 mg, curcuma tab 2 x 200 mg dan paracetamol 3x500 mg.
Pada pasien dianjurkan untuk dilakukan rontgen toraks PA, pemeriksaan
BTA sputum.
52
DAFTAR PUSTAKA
53