Laporan
Laporan
BAB I
A. Medis
1. Pengertian
Nasopharynx Carcinoma (NPC) adalah kanker yang berasal dari
sel epitel nasofaring di rongga belakang hidung dan belakang langit-
langit rongga mulut. Kanker ini merupakan tumor ganas daerah kepala
dan leher yang terbanyak di temukan di Indonesia. Hampir 60% tumor
ganas dan leher merupakan kanker nasofaring, kemudian diikuti tumor
ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor
ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah.
(Iskandar, 2000)
5. Klasifikasi
a. Menurut Histopatologi :
1) Well differentiated epidermoid carcinoma.
a) Keratinizing
b) Non Keratinizing.
2) Undiffeentiated epidermoid carcinoma = anaplastic carcinoma
a) Transitional
b) Lymphoepithelioma.
3) Adenocystic carcinoma
b. Menurut bentuk dan cara tumbuh
1) Ulseratif
2) Eksofilik : Tumbuh keluar seperti polip.
3) Endofilik : Tumbuh di bawah mukosa, agar sedikit lebih tinggi
dari jaringan sekitar (creeping tumor)
c. Klasifikasi Histopatologi menurut WHO (1982)
1) Tipe WHO 1
Karsinoma sel skuamosa (KSS) Deferensiasi baik sampai
sedang. Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan).
2) Tipe WHO 2
Karsinoma non keratinisasi (KNK). Paling banyak
pariasinya. Menyerupai karsinoma transisional
3) Tipe WHO 3
Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD). Seperti antara lain
limfoepitelioma, Karsinoma anaplastik, “Clear Cell
Carsinoma”, varian sel spindel. Lebih radiosensitif, prognosis
lebih baik.
d. Klasifikasi TNM
1) Menurut UICC pembagian TNM adalah sebagai berikut :
a) T1 = Tumor terbatas pada satu sisi nasofaring
b) T2 = Tumor terdapat lebih dari satu bagian nasofaring.
c) T3 = Tumor menyebar ke rongga hidung atau orofaring.
d) T4 = Tumor menyebar ke endokranium atau mengenai
syaraf otak.
e) N1 = Metastasis ke kelenjar getah bening pada sisi yang
sama, mobil, soliter dan berukuran kurang/sama dengan 3
cm.
6
Stadium T N M
Stadium I 1 0 0
Stadium II 2 0 0
3 0 0
Stadium III
1-3 1 0
4 0 0
Stadium IV semua 2-3 0
semua semua 1
e. Lokasi :
1) Fossa Rosenmulleri.
2) Sekitar tuba Eustachius.
3) Dinding belakang nasofaring.
4) Atap nasofaring.
(Dunna, 1995)
7
6. Patofisiologi
Tx. radiasi Gejala Gejala mata diplopia Gejala Gejala saraf Gejala
hidung pendengaran tumor lain
Mata kabur tinitus
Post
Hidung pilek
radioterapi Hilang Nyeri Susah
tersumbat Pembesaran
pendengaran kepala menelan
k. limfe
Menekan bone epistaksis
narrow
Perub persepsi sensori
Penekanan jar. Sy
Mual-muntah o/ sel-sel kanker
Sist haemopoetik Nutrisi kurang dr
tergg kebutuhan
Kekeringan
Perub membran mukosa Nyeri
mukosa
trombositope
ni Iritasi mukosa Konstipasi/diare
gastrointestinal
Resti perdarahan
Gg konsep diri: HDR (Albert, 2008)
Kekeringan kelenjar rambut alopesia
8
7. Pemeriksaan Diagnosis
a. Untuk mencapai diagnosis dini harus melaksanakan hal berikut
:Tindakan kewaspadaan, perhatikan keluhan utama pasien.
Pasien dengan epiktasis aspirasi balik, hidung tersumbat
menetap, tuli unilateral, limfadenopati leher tak nyeri, sefalgia,
rudapaksa saraf kranial dengan kausa yang tak jelas, dan keluhan
lain harus diperiksa teliti rongga nasofaringya dengan
nasofaringoskop indirek atau elektrik.
b. Pemeriksaan kelenjar limfe leher.
Perhatikan pemeriksaan kelenjar limfe rantai vena jugularis
interna, rantai nervus aksesorius dan arteri vena transvesalis koli
apakah terdapat pembesaran.
c. Pemeriksaan saraf kranial
Terhadap saraf kranial tidak hanya memerlukan
pemeriksaan cermat sesuai prosedur rutin satu persatu , tapi pada
kecurigaan paralisis otot mata, kelompok otot kunyah dan lidah
kadang perlu diperiksa berulang kali, barulah ditemukan hasil yang
positif
d. Pemeriksaan serologi virus EB
Dewasa ini, parameter rutin yang diperiksa untuk penapisan
kanker nasofaring adalah VCA-IgA, EA-IgA, EBV-DNAseAb.
Hasil positif pada kanker nasofaring berkaitan dengan kadar dan
perubahan antibodi tersebut. Bagi yang termasuk salah satu
kondisi berikut ini dapat dianggap memilki resiko tinggi kanker
nasofaring :
1) Titer antibodi VCA-IgA >= 1:80
2) Dari pemeriksaan VCA-IgA, EA-IgA dan EBV-DNAseAb,
dua diantara tiga indikator tersebut positif.
3) Dua dari tiha dari indikator pemeriksaan diatas, salah satu
menunjukkan titer yang tinggi kontinyu atau terus
meningkat.
e. Diagnosis pencitraan.
1) Pemeriksaan CT : makna klinis aplikasinya adalah
membantu diagnosis, memastikan luas lesi, penetapan
stadium secara adekuat, secara tepat menetapkan zona target
terapi, merancang medan radiasi, memonitor kondisi remisi
tumor pasca terapi dan pemeriksaa tingkat lanjut.
2) Pemeriksaan MRI : MRI memiliki resolusi yang baik
terhadap jaringan lunak, dapat serentak membuat potongan
melintang, sagital, koronal, sehingga lebih baik dari pada CT.
MRI selai dengan jelas memperlihatkan lapisan struktur
nasofaring dan luas lesi, juga dapat secara lebih dini
menunjukkan infiltrasi ke tulang. Dalam membedakan antara
fibrosis pasca radioterapi dan rekurensi tumor , MRI juga
lebih bermanfaat .
3) Pencitraan tulang seluruh tubuh : berguna untuk diagnosis
kanker nasofaring dengan metastasis ke tulang, lebih sensitif
dibandingkan rongtsen biasa atau CT, umumnya lebih dini 4-
6 bulan dibandingkan rongsen. Setelah dilakukan bone-scan,
lesi umumnya tampak sebagai akumulasi radioaktivitas,
sebagian kecil tampak sebagai area defek radioaktivitas.
Bone-scan sangat sensitif untuk metastasis tulang, namun
tidak spesifik . maka dalam menilai lesi tunggal akumulasi
radioaktivitas , harus memperhatikan riwayat penyakit,
menyingkirkan rudapaksa operasi, fruktur, deformitas
degeneratif tulang, pengaruh radio terapi, kemoterapi, dll.
4) PET ( Positron Emission Tomography ) : disebut juga
pencitraan biokimia molukelar metabolik in vivo.
Menggunakan pencitraan biologismetabolisme glukosa dari
zat kontras 18-FDG dan pencitraan anatomis dari CT yang
dipadukan hingga mendapat gambar PET-CT . itu
10
(FKUI,1994)
8. Penatalaksanaan
a. Radioterapi
Hal yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien
baik, hygiene mulut, bila ada infeksi mulut diperbaiki dulu.
Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher
( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau
timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah
hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan
serologik), pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon,
kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.
b. Kemoterapi
Kemoterapi meliputi kemoterapi neodjuvan, kemoterapi
adjuvan dan kemoradioterapi konkomitan. Formula kemoterapi
yang sering dipakai adalah : PF (DDP + 5FU), kaboplatin +5FU,
paklitaksel +DDP, paklitasel +DDP +5FU dan DDP gemsitabin ,
dll.
1) DDP : 80-100 mg/m2 IV drip hari pertama (mulai
sehari sebelum kemoterapi , lakukan hidrasi 3 hari)
11
f. Rehabilitas Psikis
Pasien kanker nasofaring harus diberi pengertian bahwa
penyakitnya berpeluang untuk disembuhkan, uapayakan agar
pasien secepatnya pulih dari situasi emosi depresi.
g. Rehabilitas Fisik
Setelah menjalani radioterapi, kemoterpi dan terapi lain,
pasien biasanya merasakan kekuatan fisiknya menurun, mudah
letih, daya ingat menurun. Harus memperhatikan suplementasi
nutrisi , berolahraga fisik ringan terutama yang statis, agar tubuh
dan ketahanan meningkat secara bertahap.
h. Pembedahan
Dalam kondisi ini dapat dipertimbangkan tindakan operasi :
1) Rasidif lokal nasofaring pasca radioterapi , lesi relatif
terlokalisasi.
12
(Chen, 2008)
13
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas/ biodata klien
1) Nama
2) Tempat tanggal lahir
3) Umur
4) Jenis Kelamin
5) Agama
6) Warga Negara
7) Bahasa yang digunakan
b. Penanggung Jawab
1) Nama
2) Alamat
3) Hubungan dengan klien
c. Keluhan Utama
Leher terasa nyeri, semakin lama semakin membesar, susah
menelan, badan merasa lemas, serta BB turun drastis dalam waktu
singkat.
d. Riwayat Kesehatan Sekarang
e. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
g. Keadaan Lingkungan
h. Pemeriksaan Persistem
1) B1 (breathing) : RR meningkat, sesak nafas, produksi
sekret meningkat
2) B2 (blood) : normal
3) B3 (brain) : Pusing, nyeri, gangguan sensori
4) B4 (bladder) : Normal
5) B5 (bowel) : Disfgia, Nafsu makan turun, BB
turun
6) B6 (bone) : Normal
2. Diagnosa
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).
14
3. Intervensi
3. Memungkinkan pasien
3. Dorong untuk berpartisipasi secara
penggunaan aktif dan meningkatkan
ketrampilan rasa control
manajemen nyeri
(teknik relaksasi,
visualisasi,
bimbingan
imajinasi) musik,
sentuhan terapeutik.
4. Kontrol nyeri
16
4. Dengan penjelasdan
4. Jelasakan yang ada dan ikut secra
prosedur yang langsung dalam tindakan
dilakukan, yang dilakukan, pasien
manfaatnya bagi akan lebih kooperatif dan
pasien dan libatkan cemasnya berkurang.
pasien didalamnya.
5. Gambar-gambar dapat
membantu mengingat
5. gambar-gambar penjelasan yang telah
dalam memberikan diberikan.
penjelasan (jika
ada /
memungkinkan).
5 Harga diri Rendah Setelah dilakukan askep 1. Kaji tingkat 1. Untuk menentukan tingkat
berhubungan dengan selama 3×24 jam klien kecemasan yang kecemasan yang dialami
perubahan perkembangan menerima keadaan dirinya, dialami oleh pasien. pasien sehingga perawat
penyakit, pengobatan Komunikasi terbuka dengan bisa memberikan
penyakit. kriteria hasil : intervensi yang cepat dan
1) Menjaga postur yang tepat.
terbuka
2) Menjaga kontak mata 2. Beri 2. Dapat meringankan beban
3) Menghormati orang kesempatan pada pikiran pasien.
lain pasien untuk
20
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Medis
1. Pengertian
a. Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
b. Gangguan telinga yang paling sering adalah infeksi eksterna dan
media. Sering terjadi pada anak-anak dan juga pada orang dewasa
(Soepardi, 1998).
c. Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau
seluruh periosteum telinga tengah
(Kapita selekta kedokteran, 1999).
d. OMA (Otitis Media Akut) adalah peradangan akut atau seluruh
pericilium telinga tengah
(Mansjoer, 2001)
2. Anatomi fisiologi
24
3. Klasifikasi
a. Stadium hiperemis (Presupurasi)
Seluruh membran timpani tampak hiperemis dan edema karma
pembuluh darah yang melebar. Sekret yang terbentuk bersifat eksudat
serosa, sukar terlihat.
b. Stadium Supurasi
Membran timpani menonjol ke telinga luar karena edema pada
mukosa telinga tengah. Hancurnya sel epitel superficial. Terbentuknya
eksudat purulen di kavium timpani.
c. Stadium Peforasi
Ruptur membran timpani. Nanah keluar mengalir dari telinga tengah
ke telinga luar. Pasien mulai tenang, suhu badan turun dan dapat tidur
nyenyak.
d. Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal
kembali. Jika peforasi menetap dengan sekret yang keluar terus-
menerus / hilang timbul lebih dari tiga minggu terjadilah OMSK.
(Wong, 2005)
4. Etiologi
Penyebabnya adalah bakteri piogenik seperti streptococcus haemolyticus,
staphylococcus aureus, pneumococcus , haemophylus influenza,
scherecia coli, streptococcus anhaemolyticus, proteus vulgaris,
pseudomonas aerugenosa.
(Mansjoer, 2001)
5. Patofisiologi
26
Sumber :
Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan, Edisi III,
FKUI,1997.
c. Pada anak kecil dan bayi dapat mual, muntah, diare, dan demam
sampai 39,50°C, gelisah, susah tidur diare, kejang, memegang
telinga yang sakit.
d. Gendang telinga mengalami peradangan yang menonjol.
e. Keluar cairan yang awalnya mengandung darah lalu berubah
menjadi cairan jernih dan akhirnya berupa nanah (jika gendang
telinga robek)
f. Membran timpani merah, sering menonjol tanpa tonjolan tulang
yang dapat dilihat,
g. Keluhan nyeri telinga (otalgia), atau rewel dan menarik-narik
telinga pada anak yang belum dapat bicara
h. Anoreksia (umum)
i. Limfadenopati servikal anterior
(Soepardi, 1998)
7. Pemeriksaan penunjang
a. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar
b. Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane
timpani
c. Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis
(Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).
d. Otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk
melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan udara kecil). Untuk
menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara.
(Herawati, 2000)
8. Penatalaksanaan
OMA umurnya adalah penyakit yang sembuh dengan sendirinya dalam 3
hari tanpa antibiotic (80% OMA). Jika gejala tidak membaik dalam 48-
72 jam atau terjadi perburukan gejala, antibiotic diberikan. American
Academic of Pediatrics (AAP) mengkategorikan OMA yang dapat
diobservasi harus segera di terapi dengan antibiotic sebagai berikut :
gejala ringan.
2 tahun Antibiotik jika gejala berat, Observasi
observasi jika gejala ringan.
Gejala ringan : nyeri telinga ringan dan demam < 39 oC dalam 24jam
terakhir.
Gejala berat : nyeri telinga sedang – berat / demam 39oC.
Diobati dengan antibiotik per-oral, yaitu dengan :
a. Amoxilin, atau penisilin dosis tinggi untuk penderita dewasa.
b. Phenilephrine (dalam obat flu) dapat membuka tuba eustachius.
c. Jika nyeri menetap atau hebat, demam, muntah, atau diare, dan tau
jika gendang telinga menonjol. Dilakukan miringotomi.
b. Stadium Presupurasi
Diberikan antibiotik, (golongan penisilin / eritromisin) tetes hidung,
analgesik.Miringotomi jika, membran timpani sudah terlihat hiperemis
difus.
Pada anak diberikan ampisilin 4 x 40 mg/ kg BB/ hari, amoxilin
4x40mg/kgBB/hari, atau eritromisin 4 x 40 mg/kg BB/hari.
c. Stadium peforasi
Obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari dan antibiotik adekuat
sampai 3 minggu.
d. Stadium Supurasi
Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi
bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan
terjadi ruptus.
e. Stadium Resolusi
29
(Albert, 2008)
B. Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat
1) Identitas Pasien
2) Riwayat adanya kelainan nyeri
3) Riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang
4) Riwayat alergi.
5) OMA berkurang.
b. Pengkajian Fisik
1) Nyeri telinga
2) Perasaan penuh dan penurunan pendengaran
3) Suhu Meningkat
4) Malaise
5) Nausea Vomiting
6) Vertigo
7) Ortore
8) Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium
c. Pengkajian Psikososial
1) Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
2) Aktifitas terbatas
3) Takut menghadapi tindakan pembedahan.
d. pemeriksaan Diagnostik
1) Tes Audiometri : AC menurun
2) X ray : terhadap kondisi patologi
e. Pemeriksaan pendengaran
1) Tes suara bisikan
2) Tes garputala
30
2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi pada jaringan telinga tengah
b. Perubahan sensori-persepsi; Auditoris berhubungan gangguan
penghantar bunyi pada organ.
c. Ancietas berhubungan dengan prosedur pembedahan;
Miringopalsty/mastoidektomi.
(Doenges, 2000)
31
3. Intervensi
1. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Ajarkan klien untuk 1. Metode pengalihan
dengan inflamasi pada keperawatan selama 1x24 jam mengalihkan suasana suasana dengan
jaringan telinga tengah nyeri dapat hilang dengan melakukan metode melakukan relaksasi bisa
relaksasi saat nyeri yang mengurangi nyeri yang
teramat sangat muncul, diderita klien
relaksasi seperti menarik
napas panjang
2. Kompres dingin
bertujuan mengurangi
2. Kompres dingin di sekitar nyeri karena rasa nyeri
area telinga teralihkan oleh rasa
dingin di sekitar area
telinga
3. Ancietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Mengatakan hal sejujurnya 1. Harapan-harapan yang
dengan prosedur keperawatan selama 3x24 kepada klien ketika tidak realistik tidak dapat
pembedahan ; jamrasa cemas klien akan mendiskusikan mengenai mengurangi kecemasan,
Miringopalsty/mastoid berkurang / hilang kemungkinan kemajuan justru malah menimbulkan
ektomi dari fungsi ketidakkepercayaan klien
pendengarannya untuk terhadap perawat.
mempertahankan harapan Menunjukkan kepada klien
klien dalam berkomunikasi bahwa dia dapat
berkomunikasi dengan
efektif tanpa menggunakan
alat khusus sehingga dapat
mengurangi rasa cemasnya
BAB III
PENGELOLAAN KASUS
Jam : 10.00
A. Identitas
1. Pasien
b. Umur : 54 Tahun
e. Status : Menikah
f. Suku : Jawa
g. Agama : Islam
h. Pendidikan : SD
i. Pekerjaan : Tani
k. No. RM : 01976xxx
l. Ruang : C/3E
35
35
m. Diagnosis kerja/medis :
2. Keluarga / Penanggungjawab
b. Umur : 65 Tahun
c. Hubungan : Suami
d. Pendidikan : SD
e. Pekerjaan : Tani
1. Kesehatan Pasien :
a. Keluhan utama saat dikaji : Nyeri didarerah leher dan tengkuk, skala
nyeri 6, nyeri seperti ditusuk, nyeri berjalan terus.
2. Kesehatan Keluarga :
37
Genogram :
X X X X
54
th
keterangan gambar:
X
: Perempuan meninggal : perempuan
X
: Laki-laki meninggal : laki-laki
: serumah
: ikatan pernikahan
: hungungan keturunan
: menderita penyakit
Hipertensi
1. Pola Nutrisi-Metabolik
a. Sebelum sakit :
b. Selama sakit
39
2. Pola Eliminasi
a. Sebelum sakit
1) Buang air besar (BAB)
a) Frekuensi : Dua hari satu kali
b) Waktu : Tidak tentu
c) Warna : Kuning
d) Konsistensi : Lunak
e) Posisi waktu BAB duduk/jongkok : Jongkok
f) Penghantar untuk BAB: Tidak ada penghantar saat BAB
g) Pemakaian: Pasien tidak menggunakan obat khusus
h) Keluhan lain : Tidak ada keluhan
2) Buang air kecil (BAK)
a) Frekuensi (dalam sehari) : Tujuh kali
b) Jumlah (cc/24 jam) : 1400cc
c) Warna : Kuning
d) Bau : Khas urin
e) Keluhan : Tidak ada keluhan.
b. Selama sakit
40
a. Sebelum sakit
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian/berdandan
Eliminasi
Mobilisasi di tempat tidur
Pindah
Ambulasi
Naik tangga
Memasak
Belanja
Merapikan rumah
Ket. 0 = Mandiri
1 = Dibantu sebagian
2 = Perlu bantuan orang lain
3 = Perlu bantuan orang lain dan alat
4 = Tergantung total
2) Kebutuhan tidur
a) Jumlah tidur dalam sehari : 10 jam
b) Tidur siang (berapa kali) : Satu kali (14.00-16.00)
c) Tidur malam (berapa kali) : Satu kali (21.00-05.00)
d) Apakah tidur malam yang diutamakan atau tidur siang yang
diutamakan : Tidur malam diutamakan
e) Kebiasaan pengantar tidur : Menonton TV
42
3) Kebutuhan istirahat
a) Kapan : Siang hari
b) Berapa lama : Satu jam
c) Kegiatan untuk mengisi waktu luang : Bersantai diteras atau
tiduran
d) Apakah menyediakan waktu untuk istirahat pada waktu
siang hari : Tidak, pasien tidak menyediakan waktu khusus
untuk beristirahat.
e) Dalam suasana yang bagaimana klien dapat istirahat dan
mengisi waktu luang: Pekerjaan rumah sudah selesai,
sehabis dari sawah.
b. Selama sakit
1) Keadaan aktifitas
Kemampuan Perawatan
0 1 2 3 4
Diri
Makan/minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Mobilitas di TT
Berpindah
43
Ambulasi/ROM
Ket. 0 = Mandiri
1 = Alat bantu
2 = Dibantu orang lain
3 = Dibantu orang lain dan alat
4 = Tergantung total
2) Kebutuhan Tidur
b. Jumlah tidur dalam sehari
i. Tidur siang : Empat jam
ii. Tidur malam : 12 jam (18.00-05.00)
c. Penghantar untuk tidur : Tidak ada penghantar saat pasien
tidur
3) Kebutuhan Istirahat
a) Apakah klien mengungkapkan perasaan jenuh, bosan atau
capai/lelah, kurang istirahat, dsb : Tidak, pasien
mengatakan, “ saya sudah terbiasa”
b) Apakah klien merasa terganggu dengan suasana lingkungan
yang baru : Tidak, pasien mengatakan, “biar cepat sembuh,
maka saya disini”
c) Apakah ada alat-alat medik yang dipakai klien/klien lain
yang mengganggu klien untuk istirahat: Iya, pasien
mengatakan, “tidak bisa bergerak bebas”
44
a. Kebersihan kulit
1) Kapan kebiasaan mandi : Pagi dan sore hari, Dua kali sehari.
Menggunakan sabun
b. Kebersihan rambut
c. Kebersihan telinga
d. Kebersihan mata
e. Kebersihan mulut
1) Berapa kali menggosok gigi tiap hari : Dua kali sehari (setiap
mandi)
45
f. Kebersihan kuku
b. NAPZA: Tidak
c. Alkohol: Tidak
d. Intelektual
8. Pola Reproduksi-Seksualitas
9. Pola Kognitif-Persepsi/Sensori
a. Sebelum sakit
a. Sebelum sakit
1) Agama: Islam
b. Selama sakit
D. Pengkajian Fisik
4. Tanda-tanda vital
6. Keadaan Umum:
Klien tampak sakit : Sedang
Alasan : Pasien tampak lemah dan mata pasien tidak seimbang.
7. Pemeriksaan Fisik:
a. Kepala
Kepala bulat lonjong, kulit kepala kotor, tidak terdapat luka,
berketombe, pertumbuhan rambut lebat, wajah simetris. Pasien
mengalami pusing da kepala terasa seperti ditusuk tusuk dengan
jarum, sekala nyeri 6. Pasien sering memegangi daerah kepala.
b. Mata
Mata bersih, konjungtiva anemis, skelra putih, mata pasien tidak bisa
bergerak kesegala arah, mata kanan dan kiri tidak simetris. Pupil
isokor. Tekanan intar okular mata kiri dan kanan seimbang.
c. Telinga
1) Fungsi pendengaran: Fungsi pendengaran telinga kiri menurun,
pasien tidak mampu mendengar apabila telinga kanan ditutup
51
1) Inspeksi
2) Palpasi
3) Perkusi
4) Auskultasi
n. Ekstermitas
1) Atas
a) Infus dipasang di tangan kiri infuse RL 500 ml tetes infuse
20 tetes/menit
b) Tidak ada kelainan jari (Syndactili, polidactili)
c) Tonus otot : Tangan kanan 5, tangan kiri 5
d) Kesimetrisan: bentuk & gerak: Bentuk simetris dapat
bergerak bebas.
2) Bawah
a) Adanya oedema: Pasien tidak mengalami odema
b) Kekuatan otot: Kaki kanan 5 kaki kiri 5
54
E. Rencana Pulang
F. Diagostik Test
1. Radiologi
a. Ro Thorax
2. Laboratorium
20 januari 2012
3. THT
Rinitis (+), menyokong kecurigaan malignasi nasopharinx, ekspansif,
resortif, infiltrasi kedalam sinun stenoid, dan intra cranial.
G. Program Therapi
1. Diet
Standart Acuan BBI IMT
2. kebutuhan cairan:
Setiap 1 Kkal tubuh membutuhkan 1 cc air untuk membantu
metabolisme, maka kebutuhan cairan pasien dalam 1 hari dapat
diperkirakan dari jumlah kebutuhan kalori pasien.
Kebutuhan kalori pasien 2660 Kkal x 1cc = 2660 cc/hari
4. Obat
Non-Parenteral Parenteral
H. Analisa Obat
Implikasi
No Nama obat Indikasi Kontraindikasi Efek samping
kep.
1 Amlodipine Amlodipine digunakan Amlodipine tidak boleh Secara umum amlodipine Dosis 1x1
untuk pengobatan diberikan pada pasien dapat ditoleransi dengan baik, 5 mg/hari.
hipertensi, angina stabil yang hipersensitif dengan derajat efek samping Diberikan
kronik, angina vasospastik terhadap amlodipine dan yang timbul bervariasi dari secara oral.
(angina prinzmetal atau golongan dihidropiridin ringan sampai sedang. Efek
variant angina). lainnya. samping yang sering timbul
Amlodipine dapat dalam uji klinik antara lain :
diberikan sebagai terapi edema, sakit kepala.
tunggal ataupun Secara umum : fatigue, nyeri,
dikombinasikan dengan peningkatan atau penurunan
obat antihipertensi dan berat badan.Pada keadaan
antiangina lain. hamil dan menyusui : belum
ada penelitian pemakaian
amlodipine pada wanita hamil,
sehingga penggunaannya
selama kehamilan hanya bila
keuntungannya lebih besar
dibandingkan risikonya pada
ibu dan janin. Belum diketahui
apakah amlodipine
diekskresikan ke dalam air
susu ibu. Karena keamanan
amlodipine pada bayi baru
lahir belum jelas benar, maka
59
I. Analisis Data
J. Diagnosa Keperawatan
K. Rencana Keperawatan
Ruangan : C/3E
Waktu : 10.00
2. Mual berhubungan dengan setelah dilakuakn 1 pantau gejala subyektif 1 memantau perkembangan pada
rasa makanan atau tindakan mual dari pasien. pasien serta mengevaluasi hasil dari
minuman yang tidak enak keperawatan selama pengobatan.
dilidah ditandai dengan: 1x24 jam diharapkan
mual-mual yang
71
Ds: pasien mengatakan dialami pasien 2 pindahkan segera 2 bau-bauan tertentu dapat
mual-mual. menurun. Dengan benda-benda yang meningkatkan mual yang dialami
Do: kriteria hasil: menimbulkan bau oleh pasien.
a. kulit pucat 1. Pasien 3 ajarkan pasien menelan 3 menekan refleks muntah
b. Nadi 84x/menit melaporkan
secara sadar dan atau
c. Gerakan menelan bebas mual.
2. Tidak terdapat nafas dalam
mata cekung 4 Berikan terapi cairan 4 mencegah terjadinya kekurangan
3. Membran RL 500 ml cairan.
mukosa lembab
3 Defisist perawatan diri: Setelah dilakuakn 1. kaji kemampuan 1 memastikan tingkat kemampuan
toileting berhubungan tindakan berjalan sendiri dan aman pasien dalam beraktivitas
denganhambatak keperawatan selam 2 2. letakkan urinal 2 Memudahkan jangkauan pasien
kemampuan berpindah x 24 jam ataupun pispot dalam dengan alat-alat toileting
ditanda dengan: diharapakan pasien
jangkauaan pasien.
Ds: pasien mengatakan mampu melakukan
3. Ajarkan pasien dan 3 Mempermudah keluarga dalam
tidak bisa bergerak bebas toileting secra
keluarga untuk teknik emmbantu toileting pasien
Do: mandiri dengan
pemindahan dan
a. Terpasang infus kriteria hasil:
ambulasi.
ditangan kiri 1. Mampu
4. Bantu pasien dalam 4 Membantu memandirikan
b. Toileting dibantu orang untuk pergi
toileting seperlunya, pasien.
dan keluar
bantu pasien
dari toilet
melakukannya
2. Mampu
sendiri.
membersihka
n diri setelah
toileting
72
4 Perubahan persepsi sensori Setelah dilakukan 1. observasi pasien akan 1. melakuakan pengenalan realitas
pendengaran berhubungan tindakan gangguan orientasi pada pasien agar tidak terjadi
dengan Perubahan keperawatasn selama gangguan orientasi
penerimaan sesori. 3x 24 jam 2 tanggapi bel panggilan 2 tindakan tersebut dapat
Ditandai dengan: diharapkan pasien
keruang pasien segera mengurangi ketakutan pasien.
DS : pasien mengatakan mampu
telinga kiri tidak dapat menyesuaikan diri mungkin . bila
mendengar apabila telinga dengan perubahan memungkinkan tugaskan
kanan ditutup pendengaran anggota staf yang sama
DO : ditandai dengan: untuk merawat pasien
a. Membrane tympani 1. pasien dapat secara konsisiten.
telinga kiri tidak mempertahankan
terlihat. orientasi waktu 3 berikan edukasi kepada 3 mengindarai bahaya ataupun
b. Reflex cahaya telinga orang dan tempat. pasien mengenai cara cidera
kiri (-) 2. pasien dapat koping alternatif
c. Ketika diajak berbicara mengungkapkan terhadap penurunan
sulit memahami perasaan nyaman
dan aman. pendengaran.
Pasien 4 Rujuk pasien ke 4 membantu pasien beradaptasi
mengkompresikan
sumber komunitas yang dengan kehilangan.
penurunan
pendengaran dengan sesuai
menggunakan
isyarat, gerak tubuh,
membaca bibir,
memakai alat bantu
dengar ataupun yang
lain.
73
L. Catatan Perkembangan
Ruangan : C/3e
Do:
Infus lancar
CM: 600
CK: 400
BC: +200
3 Dx 3 20/01/12 I
10.00 Memberitahunak keluarga dan
pasien mengenai letak dai urinal
serta pispot.
E:
Ds: pasien mengatakan saya tidak
pipis bisa kalo tidak di WC
Do:
Pasien BAK 2 kali dibantu keluarga
pasien
4 Dx 4 20/01/12 I
11.00 Mengkolaborasikan dengan dokter
pemeriksaan THT
Rinitis (+) menyokong kecurigaan
malignasi nasopharing.
E:
Ds: pasien mengatakan mau
diambil benjolan dileher.
Do:
Rinitis (+) menyokong kecurigaan
malignasi nasopharing.
5 Dx1 21/01/12 S:pasien mengatakan sakitnya
sudah berkurang
O:
Pasien tertidur, pasien tenang tidak
mengeluh sakit
TD: 140/100 mmHg
S: 37°C
N: 80x/menit
RR: 22x/menit
A: nyeri belum teratasi
P: lanjutkan intervensi 1-3
I
07.00 Mengobservasi keadaan umum
pasien
Ku sedang, kesadaran
komposmentis
08.00 Memberikan injeksi ketorolac 2 cc
09.30 Mengajarkan teknik nafas dalam
21.00 Mengobservasi keadaada umum
pasien
75
13.30 E:
S: Pasien mengatakan sejak tadi
pagi baru minum 2 gelas=400cc
O:bibir kering, dan pucat
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi 1-3
11 Dx3 24/01/12 S: pasien mengatakan belum ke
belakang semenjak tadi malam
O : pasien lemah dan lesu.
A: toileting belum teratasi
P: lanjutkan intervensi 1-4
I
08.30 Mengajari mobilisasi dan
prerpindahan pasien dengan tangan
yang terpasang infus terletak lebih
rendah dari pada infus.
08.30 Mengobservasi kemampuan pasien
dalam melakuakan toileting
13.00 Melepas infus pasien.
13.30 Mengobservasi kemampuan pasie
dalam toileting
S: pasien mentakan mampu ke WC
sendiri.
O:
a. pasien mampu melakukan
toileting sendiri.
b. Pasien mampu berjalan dengan
aman.
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi 1-4
12 Dx 4 24/01/12 S: pasien mengatakan masih di RS
O:
Pasien menyadari orientasi.
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi 1-4
I
09.00 Mengkaji gangguan orientasi
09.10 Mendekatkan diri apabila berbicara
dengan pasien kesebelah kanan
pasien.
E
S: pasien mengatakan telinga
sebelah kiri tidak mendengar.
O:
Pasien mengulang-ulang
pembicaraan agar jelas.
79
BAB IV
PEMBEHASAN
A. Teori Medis
tetapi keganasan yang terjadi pada kasus kelolaan, hamper sama dengan teori
yang ada, terjadinya Otitis Media pada penderita kegansaan pada nasofaring
diakibatkan karena desakan dari pertumbuhan jaringan pada naso faring yang
terjadi pada kasus kelolaan semua tanda dan gejala yang terdapat pada teori
timbul.
biopsy guna menegakakn diagnose pada kegansaan akan tetapi hasil yang
keluar cukup lama sehingga pasien harus bolak-balik untuk memastikan hasil
yang ditegakakan WHO pasein termasuk dalam Karsinoma WHO tipe III,
sehingga perlu dilakuakn terapi lanjut dan pasien dirujuk ke rumah sakit lain
80
81
dikarenakan biaya yang terlampau jauh untuk pasien. Sehingga pasien dan
B. Keperawatan
1. Pengkajian
nyeri didaerah leher serta terdapat masa yang konsisten pada daerah
bola mata pasien (juling), kedua hal ini terjadi karena desakan pada
2. Diagnosa keperawatan.
dengan teroi yang ada terjadi perbedaan hal ini dikarenakan kondisi
seperti ditusuk.
Do:
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemahaman akan landasan teori yang matang membuat praktik
lapangan yang dilakukan dan pengelolaan kasus yang ada dapat berjalan
dengan baik sebagai penegakan diagnose yang diterapkan pada pasien. Pada
pasien dengan NPC perlu pengkajian yang terus dikembangakan agar
mengetahui permasalah yang seberanya terjadi pada pasien. Penegakan
diagnose keperawatan antara landasan teori dan pengelolaan kasus sama,
karena keluhan pasien yang sama. Pengkajian yang komperhensif perlu
dilakukan agar tidak salah dalam pengambilan diagnose serta untuk
membantu masalah pasien dalam menigkatkan derajad kesehatannya.
B. Saran
Berdasarkan hasil prektik klinik laboratorium keperawatan, maka ada
beberapa saran yang sekiranya dapat digunakan meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan bagi pasien:
1. Bagi pasien
Tanda serta gejala seperti terjadinya gangguan pada telinga ataupun
terjadinya mimisan tidak dapat dianggap sebgai hal yang tidak
mebahayakan bagi pasien terlebihlagi diperkuat dengan adanya benjolan
pada daerah leher maka perlu dicurigai bahwa itu suatu tanda yang
membehayakan. Maka perlu segera dibawa ke tim medis ubtuk
dipastikan apakah benjolan serta tanda den gejalan yang terjadi tesebut
bukan suatu keganasan.
2. Bagi perawat
Pendampingan pada pasien dengan kanker seperti ini perlu dilakuakn
karena pasien menganggap bahwa ini merupakan penyakit yang tidak bisa
disembuhkan dan merupakan penyakit yang berujung kematian ataupun
85
86