Anda di halaman 1dari 86

1

BAB I

LANDASAN TEORI NASOPHARYNX CARCINOMA (NPC)

A. Medis
1. Pengertian
Nasopharynx Carcinoma (NPC) adalah kanker yang berasal dari
sel epitel nasofaring di rongga belakang hidung dan belakang langit-
langit rongga mulut. Kanker ini merupakan tumor ganas daerah kepala
dan leher yang terbanyak di temukan di Indonesia. Hampir 60% tumor
ganas dan leher merupakan kanker nasofaring, kemudian diikuti tumor
ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor
ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah.
(Iskandar, 2000)

2. Anatomi dan fisiologi


Nasofaring letaknya tertinggi di antara bagian-bagian lain dari
faring, tepatnya di sebelah do sal dari cavum nasi dan dihubungkan
dengan cavum nasi oleh koane. Nasofaring tidak bergerak, berfungsi
dalam proses pernafasan dan ikut menentukan kualitas suara yang
dihasilkan oleh laring. Nasofaring merupakan rongga yang mempunyai
batas-batas sebagai berikut :
a. Atas : Basis kranii.
b. Bawah : Palatum mole
c. Belakang : Vertebra servikalis
d. Depan : Koane
e. Lateral: Ostium tubae Eustachii, torus tubarius, fossa
rosenmuler (resesus faringeus). Pada atap dan dinding belakang
Nasofaring terdapat adenoid atau tonsila faringika
(Herwati, 2000)
3. Etiologi
NPC terjadinya mungkin karena multifaktorial, proses
karsinogenesisnya mungkin1 mencakup banyak tahap. Faktor yang
mungkin terkait dengan timbulnya kanker nasofaring adalah:
a. Kerentanan Genetik
2

NPC tidak termasuk tumor genetik, akan tetapi kerentanan


terhadap NPC pada kelompok masyarakat tertentu relatif menonjol
dan memiliki fenomena agregasi familial. Analisis korelasi
menunjukkan gan HLA (Human luekocyte antigen) dan gen
pengode enzim sitokrom p4502E ( CYP2E1) kemungkinan adalah
gen kerentanan terhadap NPC, mereka berkaitan dengan timbulnya
sebagian besar NPC . Penelitian menunjukkan bahwa kromosom
pasien NPC menunjukkan ketidakstabilan, sehingga lebih rentan
terhadap serangan berbagai faktor berbahaya dari lingkungan dan
timbul penyakit.
b. Virus EB
Metode imunologi membuktikan virus EB membawa
antigen yang spesifik seperti antigen kapsid virus (VCA), antigen
membran (MA), antigen dini (EA), antigen nuklir (EBNA) , dll.
Virus EB memiliki kaitan erat dengan NPC , alasannya adalah :
1) Dalam serum pasien NPC ditemukan antibodi terkait virus EB
(termasuk VCA-IgA, EA-IgA, EBNA, dll) , dengan frekuensi
positif maupun rata-rata titer geometriknya jelas lebih tinggi
dibandingkan orang normal dan penderita jenis kanker lain,
dan titernya berkaitan positif dengan beban tumor Selain itu
titer antibodi dapat menurun secara bertahap sesuai pulihnya
kondisi pasien dan kembali meningkat bila penyakitnya
rekuren atau memburuk.
2) Dalam sel NPC dapat dideteksi zat petanda virus EB seperti
DNA virus dan EBNA.
3) Epitel nasofaring di luar tubuh bila diinfeksi dengan galur sel
mengandung virus EB, ditemukan epitel yang terinfeksi
tersebut tumbuh lebih cepat , gambaran pembelahan inti juga
banyak.
4) Dilaporkan virus EB di bawah pengaruh zat karsinogen
tertentu dapat menimbulkan karsinoma tak berdiferensiasi pada
jaringan mukosa nasofaring fetus manusia.
c. Faktor Lingkungan
3

Faktor lingkungan juga berperan penting. Penelitian akhir-akhir ini


menemukan zat berikut berkaitan dengan timbulnya NPC:
1) Hidrokarbon aromatik, pada keluarga di area insiden tinggi
kanker nasofaring , kandungan 3,4- benzpiren dalam tiap gram
debu asap mencapai 16,83 ug, jelas lebih tinggi dari keluarga
di area insiden rendah.
2) Unsur renik : nikel sulfat dapat memacu efek karsinognesis
pada proses timbulnya kanker nasofaring.
3) Golongan nitrosamin : banyak terdapat pada pengawet ikan
asin. Terkait dengan kebiasaan makan ikan asin waktu kecil, di
dalam air seninya terdeteksi nitrosamin volatil yang berefek
mutagenik.
(Hariwiyanto, 2009)

4. Tanda dan Gejala


Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada kanker nasofaring
adalah :
a. Epiktasis: sekitar 70% pasien mengalami gejala ini, diantaranya
23,2 % pasien datang berobat dengan gejala awal ini . Sewaktu
menghisap dengan kuat sekret dari rongga hidung atau nasofaring ,
bagian dorsal palatum mole bergesekan dengan permukaan tumor ,
sehingga pembuluh darah di permukaan tumor robek dan
menimbulkan epiktasis. Yang ringan timbul epiktasis, yang berat
dapat timbul hemoragi nasal masif.
b. Hidung tersumbat : sering hanya sebelah dan secara progesif
bertambah hebat. Ini disebabkan tumor menyumbat lubang hidung
posterior.
c. Tinitus dan pendengaran menurun: penyebabnya adalah tumor di
resesus faringeus dan di dinding lateral nasofaring menginfiltrasi ,
menekan tuba eustaki, menyebabkan tekana negatif di dalam
kavum timpani , hingga terjadi otitis media transudatif . bagi pasien
dengan gejala ringan, tindakan dilatasi tuba eustaki dapat
meredakan sementara. Menurunnya kemmpuan pendengaran
4

karena hambatan konduksi, umumnya disertai rasa penuh di dalam


telinga.
d. Sefalgia: kekhasannya adalah nyeri yang kontinyu di regio
temporo parietal atau oksipital satu sisi. Ini sering disebabkan
desakan tumor, infiltrasi saraf kranial atau os basis kranial, juga
mungkin karena infeksi lokal atau iriasi pembuluh darah yang
menyebabkan sefalgia reflektif.
e. Rudapaksa saraf kranial: kanker nasofaring meninfiltrasi dan
ekspansi direk ke superior , dapat mendestruksi silang basis kranial,
atau melalui saluran atau celah alami kranial masuk ke area
petrosfenoid dari fosa media intrakanial (temasuk foramen sfenotik,
apeks petrosis os temporal, foramen ovale, dan area sinus
spongiosus) membuat saraf kranial III, IV, V dn VI rudapaksa,
manifestasinya berupa ptosis wajah bagian atas, paralisis otot mata
(temasuk paralisis saraf abduksi tersendiri), neuralgia trigeminal
atau nyeri area temporal akibat iritasi meningen (sindrom fisura
sfenoidal), bila terdapat juga rudapaksa saraf kranial II, disebut
sindrom apeks orbital atau petrosfenoid.

f. Pembesaran kelenjar limfe leher: lokasi tipikal metastasisnya


adalah kelenjar limfe kelompok profunda superior koli, tapi karena
kelompok kelenjar limfe tersebut permukaannya tertutup otot
sternokleidomastoid, dan benjolan tidak nyeri, maka pada mulanya
sulit diketahui. Ada sebagian pasien yang metastasis kelenjar
limfenya perama kali muncul di regio untaian Nervi Aksesorius di
segitiga koli posterior.
g. Gejala metastasis jauh: lokasi meatstasis paling sering ke tulang,
paru, hati. Metastasi tulang tersering ke pelvis, vertebra, iga dan
keempat ekstremitas. Manifestasi metastasis tulang adalah nyeri
kontinyu dan nyeri tekan setempat, lokasi tetap dan tidak berubah-
ubah dan secara bertahap bertambah hebat. Pada fase ini tidak
selalu terdapat perubahan pada foto sinar X, bone-scan seluruh
tubuh dapat membantu diagnosis. Metastasis hati, paru dapat sangat
5

tersembunyi, kadang ditemukan ketika dilakukan tindak lanjut rutin


dengan rongsen thorax , pemeriksaan hati dengan CT atau USG.
(Chen, 2008)

5. Klasifikasi
a. Menurut Histopatologi :
1) Well differentiated epidermoid carcinoma.
a) Keratinizing
b) Non Keratinizing.
2) Undiffeentiated epidermoid carcinoma = anaplastic carcinoma
a) Transitional
b) Lymphoepithelioma.
3) Adenocystic carcinoma
b. Menurut bentuk dan cara tumbuh
1) Ulseratif
2) Eksofilik : Tumbuh keluar seperti polip.
3) Endofilik : Tumbuh di bawah mukosa, agar sedikit lebih tinggi
dari jaringan sekitar (creeping tumor)
c. Klasifikasi Histopatologi menurut WHO (1982)
1) Tipe WHO 1
Karsinoma sel skuamosa (KSS) Deferensiasi baik sampai
sedang. Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan).
2) Tipe WHO 2
Karsinoma non keratinisasi (KNK). Paling banyak
pariasinya. Menyerupai karsinoma transisional
3) Tipe WHO 3
Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD). Seperti antara lain
limfoepitelioma, Karsinoma anaplastik, “Clear Cell
Carsinoma”, varian sel spindel. Lebih radiosensitif, prognosis
lebih baik.
d. Klasifikasi TNM
1) Menurut UICC pembagian TNM adalah sebagai berikut :
a) T1 = Tumor terbatas pada satu sisi nasofaring
b) T2 = Tumor terdapat lebih dari satu bagian nasofaring.
c) T3 = Tumor menyebar ke rongga hidung atau orofaring.
d) T4 = Tumor menyebar ke endokranium atau mengenai
syaraf otak.
e) N1 = Metastasis ke kelenjar getah bening pada sisi yang
sama, mobil, soliter dan berukuran kurang/sama dengan 3
cm.
6

f) N2 = Metastasis pada satu kelenjar pada sisi yang sama


dengan ukuran lebih dari 3 cm tetapi kurang dari 6 cm,
atau multipel dengan ukuran besar kurang dari 6 cm, atau
bilateral/kontralateral dengan ukuran terbesar kurang dari
6 cm.
g) N3 = Metastasis ke kelenjar getah bening ukuran lebih
besar dari 6 cm.
h) M0 = Tidak ada metastasis jauh.
i) M1 = Didapatkan metastasis jauh.
2) Penentuan Stadium

Stadium T N M
Stadium I 1 0 0
Stadium II 2 0 0
3 0 0
Stadium III
1-3 1 0
4 0 0
Stadium IV semua 2-3 0
semua semua 1

e. Lokasi :
1) Fossa Rosenmulleri.
2) Sekitar tuba Eustachius.
3) Dinding belakang nasofaring.
4) Atap nasofaring.
(Dunna, 1995)
7

6. Patofisiologi

- geografis -pekerjaan - gaya hidup


Virus Eistein Barr
- jenis kelamin - sosek - genetik
Pertumbuhan sel abnormal

Kerusakan gg.integritas kulit Karsinoma nasofaring


jaringan

Tx. radiasi Gejala Gejala mata diplopia Gejala Gejala saraf Gejala
hidung pendengaran tumor lain
Mata kabur tinitus
Post
Hidung pilek
radioterapi Hilang Nyeri Susah
tersumbat Pembesaran
pendengaran kepala menelan
k. limfe
Menekan bone epistaksis
narrow
Perub persepsi sensori
Penekanan jar. Sy
Mual-muntah o/ sel-sel kanker
Sist haemopoetik Nutrisi kurang dr
tergg kebutuhan
Kekeringan
Perub membran mukosa Nyeri
mukosa
trombositope
ni Iritasi mukosa Konstipasi/diare
gastrointestinal
Resti perdarahan
Gg konsep diri: HDR (Albert, 2008)
Kekeringan kelenjar rambut alopesia
8

7. Pemeriksaan Diagnosis
a. Untuk mencapai diagnosis dini harus melaksanakan hal berikut
:Tindakan kewaspadaan, perhatikan keluhan utama pasien.
Pasien dengan epiktasis aspirasi balik, hidung tersumbat
menetap, tuli unilateral, limfadenopati leher tak nyeri, sefalgia,
rudapaksa saraf kranial dengan kausa yang tak jelas, dan keluhan
lain harus diperiksa teliti rongga nasofaringya dengan
nasofaringoskop indirek atau elektrik.
b. Pemeriksaan kelenjar limfe leher.
Perhatikan pemeriksaan kelenjar limfe rantai vena jugularis
interna, rantai nervus aksesorius dan arteri vena transvesalis koli
apakah terdapat pembesaran.
c. Pemeriksaan saraf kranial
Terhadap saraf kranial tidak hanya memerlukan
pemeriksaan cermat sesuai prosedur rutin satu persatu , tapi pada
kecurigaan paralisis otot mata, kelompok otot kunyah dan lidah
kadang perlu diperiksa berulang kali, barulah ditemukan hasil yang
positif
d. Pemeriksaan serologi virus EB
Dewasa ini, parameter rutin yang diperiksa untuk penapisan
kanker nasofaring adalah VCA-IgA, EA-IgA, EBV-DNAseAb.
Hasil positif pada kanker nasofaring berkaitan dengan kadar dan
perubahan antibodi tersebut. Bagi yang termasuk salah satu
kondisi berikut ini dapat dianggap memilki resiko tinggi kanker
nasofaring :
1) Titer antibodi VCA-IgA >= 1:80
2) Dari pemeriksaan VCA-IgA, EA-IgA dan EBV-DNAseAb,
dua diantara tiga indikator tersebut positif.
3) Dua dari tiha dari indikator pemeriksaan diatas, salah satu
menunjukkan titer yang tinggi kontinyu atau terus
meningkat.

Bagi pasien yang memenuhi patokan tersebut , harus diperiksa


teliti dengan nasofaringoskop elektrik , bila perlu dilakukan biopsi.
Yang perlu ditekankan adalah perubahan serologi virus Eb dapat
9

menunjukkan reaksi positif 4 – 46 bulan sebelum diagnosis kanker


nasofaring ditegakkan.

e. Diagnosis pencitraan.
1) Pemeriksaan CT : makna klinis aplikasinya adalah
membantu diagnosis, memastikan luas lesi, penetapan
stadium secara adekuat, secara tepat menetapkan zona target
terapi, merancang medan radiasi, memonitor kondisi remisi
tumor pasca terapi dan pemeriksaa tingkat lanjut.
2) Pemeriksaan MRI : MRI memiliki resolusi yang baik
terhadap jaringan lunak, dapat serentak membuat potongan
melintang, sagital, koronal, sehingga lebih baik dari pada CT.
MRI selai dengan jelas memperlihatkan lapisan struktur
nasofaring dan luas lesi, juga dapat secara lebih dini
menunjukkan infiltrasi ke tulang. Dalam membedakan antara
fibrosis pasca radioterapi dan rekurensi tumor , MRI juga
lebih bermanfaat .
3) Pencitraan tulang seluruh tubuh : berguna untuk diagnosis
kanker nasofaring dengan metastasis ke tulang, lebih sensitif
dibandingkan rongtsen biasa atau CT, umumnya lebih dini 4-
6 bulan dibandingkan rongsen. Setelah dilakukan bone-scan,
lesi umumnya tampak sebagai akumulasi radioaktivitas,
sebagian kecil tampak sebagai area defek radioaktivitas.
Bone-scan sangat sensitif untuk metastasis tulang, namun
tidak spesifik . maka dalam menilai lesi tunggal akumulasi
radioaktivitas , harus memperhatikan riwayat penyakit,
menyingkirkan rudapaksa operasi, fruktur, deformitas
degeneratif tulang, pengaruh radio terapi, kemoterapi, dll.
4) PET ( Positron Emission Tomography ) : disebut juga
pencitraan biokimia molukelar metabolik in vivo.
Menggunakan pencitraan biologismetabolisme glukosa dari
zat kontras 18-FDG dan pencitraan anatomis dari CT yang
dipadukan hingga mendapat gambar PET-CT . itu
10

memberikan informasi gambaran biologis bagi dokter klinisi,


membantu penentuan area target biologis kanker nasofaring ,
meningkatka akurasi radioterapi, sehingga efektifitas
meningkat dan rudapaksa radiasi terhadap jaringan normal
berkurang.
f. Diagnosis histologi
Pada pasien kanker nasofaringn sedapat mungkin diperoleh
jaringan dari lesi primer nasofaring untuk pemeriksaan patologik.
Sebelum terapi dimulai harus diperoleh diagnosis histologi yang
jelas. Hanya jika lesi primer tidak dapat memeberikan diagnosis
patologik pasti barulah dipertimbangkan biopsi kelenjar limfe
leher.

(FKUI,1994)

8. Penatalaksanaan
a. Radioterapi
Hal yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien
baik, hygiene mulut, bila ada infeksi mulut diperbaiki dulu.
Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher
( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau
timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah
hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan
serologik), pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon,
kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.

b. Kemoterapi
Kemoterapi meliputi kemoterapi neodjuvan, kemoterapi
adjuvan dan kemoradioterapi konkomitan. Formula kemoterapi
yang sering dipakai adalah : PF (DDP + 5FU), kaboplatin +5FU,
paklitaksel +DDP, paklitasel +DDP +5FU dan DDP gemsitabin ,
dll.
1) DDP : 80-100 mg/m2 IV drip hari pertama (mulai
sehari sebelum kemoterapi , lakukan hidrasi 3 hari)
11

2) 5FU : 800-1000 mg/m2/d IV drip , hari ke 1-5 lakukan


infus kontinyu intravena.
3) Ulangi setiap 21 hari atau:
4) Karboplatin : 300mg/m2 atau AUC = 6 IV drip, hari pertama.
5) 5FU : 800-1000/m2/d IV drip , hari ke 1-5 infus
intravena kontinyu. Ulangi setiap 21 hari.
c. Terapi Biologis
Dewasa ini masih dalam taraf penelitian laboraturium dan
uji klinis.
d. Terapi Herbal TCM
Dikombinasi dengan radioterapi dan kemoterapi,
mengurangi reaksi radiokemoterapi , fuzhengguben (menunjang,
memantapkan ketahanan tubuh) , kasus stadium lanjut tertentu
yang tidak dapat diradioterapi atau kemoterapi masih dapat
dipertimbangkan hanya diterapi sindromnya dengan TCM. Efek
herba TCM dalam membasmi langsung sel kanker dewasa ini
masih dalam penelitian lebih lanjut.
e. Terapi Rehabiltatif
Pasien kanker secara faal dan psikis menderita gangguan
fungsi dengan derajat bervariasi. Oleh karena itu diupayakan
secara maksimal meningkatkan dan memperbaiki kualitas
hidupnya.

f. Rehabilitas Psikis
Pasien kanker nasofaring harus diberi pengertian bahwa
penyakitnya berpeluang untuk disembuhkan, uapayakan agar
pasien secepatnya pulih dari situasi emosi depresi.
g. Rehabilitas Fisik
Setelah menjalani radioterapi, kemoterpi dan terapi lain,
pasien biasanya merasakan kekuatan fisiknya menurun, mudah
letih, daya ingat menurun. Harus memperhatikan suplementasi
nutrisi , berolahraga fisik ringan terutama yang statis, agar tubuh
dan ketahanan meningkat secara bertahap.
h. Pembedahan
Dalam kondisi ini dapat dipertimbangkan tindakan operasi :
1) Rasidif lokal nasofaring pasca radioterapi , lesi relatif
terlokalisasi.
12

2) 3 bulan pasca radioterapi kurtif terdapat rasidif lesi primer


nasofaring
3) Pasca radioterapi kuratif terdapat residif atau rekurensi
kelenjar limfe leher.
4) Kanker nasofaring dengan diferensiasi agak tinggi seperti
karsinoma skuamosa grade I, II, adenokarsinoma.

(Chen, 2008)
13

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas/ biodata klien
1) Nama
2) Tempat tanggal lahir
3) Umur
4) Jenis Kelamin
5) Agama
6) Warga Negara
7) Bahasa yang digunakan
b. Penanggung Jawab
1) Nama
2) Alamat
3) Hubungan dengan klien
c. Keluhan Utama
Leher terasa nyeri, semakin lama semakin membesar, susah
menelan, badan merasa lemas, serta BB turun drastis dalam waktu
singkat.
d. Riwayat Kesehatan Sekarang
e. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
g. Keadaan Lingkungan

h. Pemeriksaan Persistem
1) B1 (breathing) : RR meningkat, sesak nafas, produksi
sekret meningkat
2) B2 (blood) : normal
3) B3 (brain) : Pusing, nyeri, gangguan sensori
4) B4 (bladder) : Normal
5) B5 (bowel) : Disfgia, Nafsu makan turun, BB
turun
6) B6 (bone) : Normal

2. Diagnosa
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).
14

b. Gangguan sensori persepsi (pendengaran) berubungan dengan


gangguan status organ sekunder metastase tumor
c. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
d. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
e. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan
penyakit, pengobatan penyakit.
15

3. Intervensi

No Diagnose Tujuan dan Kriteris Hasil Intrvensi Rasional


1 Nyeri (akut) berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan 1. Informasi memberikan
dengan agen injuri fisik keperawatna selama 1x 24 riwayat nyeri data dasar untuk
(pembedahan). jan diharapkan Rasa nyeri misalnya lokasi, mengevaluasi
teratasi atau terkontro, frekuensi, durasi kebutuhan/keefektivan
dengan criteria hasil intervensi
1) Mendemonstrasikan
penggunaan ketrampilan
relaksasi nyeri 2. Berikan 2. Meningkatkan
2) Melaporkan tindakan relaksasi dan membantu
penghilangan nyeri kenyamanan dasar memfokuskan kembali
maksimal/kontrol (reposisi, gosok perhatian
dengan pengaruh punggung) dan
minimal pada AKS aktivitas hiburan.

3. Memungkinkan pasien
3. Dorong untuk berpartisipasi secara
penggunaan aktif dan meningkatkan
ketrampilan rasa control
manajemen nyeri
(teknik relaksasi,
visualisasi,
bimbingan
imajinasi) musik,
sentuhan terapeutik.
4. Kontrol nyeri
16

4. Evaluasi maksimum dengan


penghilangan nyeri pengaruh minimum pada
atau control AKS

5. Berikan 5. Nyeri adalah


analgesik sesuai komplikasi sering dari
indikasi misalnya kanker, meskipun respon
Morfin, metadon individual berbeda. Saat
atau campuran perubahan penyakit atau
narkotik pengobatan terjadi,
penilaian dosis dan
pemberian akan diperlukan
2 Gangguan sensori persepsi Setelah dilakuakan tindakan 1. Tentukan ketajaman 1. Mengetahui perubahan dari
(pendengaran) berubungan keperawatan selama 3x 24 pendengaran, hal-hal yang merupakan
dengan gangguan status jam diharapkan pasien apakah satu atau dua kebiasaan pasien.
organ sekunder metastase mampu beradaptasi telinga terlibat.
tumor terhadap perubahan sensori
pesepsi, dengan criteria 2. Orientasikan pasien 2. Lingkungan yang nyaman
hasil: terhadap dapat membantu
mengenal gangguan dan lingkungan. meningkatkan proses
berkompensasi terhadap penyembuhan.
perubahan.
3. Observasi tanda- 3. Mengetahui faktor
tanda dan gejala penyebab gangguan
disorientasi. persepsi sensori yang lain
dialami dan dirasakan
pasien.
17

3 Gangguan pemenuhan Setelah dilakuakn tindakan 1. Kaji status 1. Untuk mengetahui


nutrisi kurang dari nutrisi dan tentang keadaan dan
keperawatan Selma 3x 24
kebutuhan tubuh kebiasaan kebutuhan nutrisi
berhubungan dengan intake jam diharapkan kebutuhan makan. pasien sehingga dapat
makanan yang kurang. diberikan tindakan dan
nutrisi pasien dapat
pengaturan diet yang
terpenuhi dengan kriteria adekuat.
hasil :
2. Anjurkan pasien 2. Kepatuhan terhadap
1) Berat badan dan tinggi
untuk mematuhi diet dapat mencegah
badan ideal diet yang telah komplikasi terjadinya
2) Pasien mematuhi diprogramkan. hipoglikemia/hiperglik
emia.
dietnya.
3) Kadar gula darah dalam
3. Timbang berat 3. Mengetahui
batas normal. badan setiap perkembangan berat
4) Tidak ada tanda-tanda seminggu badan pasien (berat
sekali. badan merupakan salah
hiperglikemia/hipoglike
satu indikasi untuk
mia. menentukan diet).

4. Identifikasi 4. Mengetahui apakah


perubahan pola pasien telah
makan. melaksanakan program
18

diet yang ditetapkan.

4 Kurangnya pengetahuan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat 1. Untuk memberikan


tentang proses penyakit, keperawatan selama 3x24 pengetahuan informasi pada
diet, perawatan dan jam diharapkan Pasien pasien/keluarga pasien/keluarga, perawat
pengobatan berhubungan memperoleh informasi yang tentang penyakit perlu mengetahui sejauh
dengan kurangnya jelas dan benar tentang DM dan Ca. mana informasi atau
informasi. penyakitnya. Dengan Nasofaring pengetahuan yang diketahui
kriteria hasil : pasien/keluarga.
1) Pasien mengetahui
tentang proses penyakit, 2. Kaji latar 2. Agar perawat dapat
diet, perawatan dan belakang pendidikan memberikan penjelasan
pengobatannya dan pasien. dengan menggunakan kata-
dapat menjelaskan kata dan kalimat yang dapat
kembali bila ditanya. dimengerti pasien sesuai
2) Pasien dapat melakukan tingkat pendidikan pasien.
perawatan diri sendiri
berdasarkan 3. Agar informasi dapat
pengetahuan yang 3. Jelaskan tentang diterima dengan mudah dan
diperoleh. proses penyakit, tepat sehingga tidak
diet, perawatan dan menimbulkan
pengobatan pada kesalahpahaman.
pasien dengan
bahasa dan kata-kata
yang mudah
dimengerti.
19

4. Dengan penjelasdan
4. Jelasakan yang ada dan ikut secra
prosedur yang langsung dalam tindakan
dilakukan, yang dilakukan, pasien
manfaatnya bagi akan lebih kooperatif dan
pasien dan libatkan cemasnya berkurang.
pasien didalamnya.
5. Gambar-gambar dapat
membantu mengingat
5. gambar-gambar penjelasan yang telah
dalam memberikan diberikan.
penjelasan (jika
ada /
memungkinkan).

5 Harga diri Rendah Setelah dilakukan askep 1. Kaji tingkat 1. Untuk menentukan tingkat
berhubungan dengan selama 3×24 jam klien kecemasan yang kecemasan yang dialami
perubahan perkembangan menerima keadaan dirinya, dialami oleh pasien. pasien sehingga perawat
penyakit, pengobatan Komunikasi terbuka dengan bisa memberikan
penyakit. kriteria hasil : intervensi yang cepat dan
1) Menjaga postur yang tepat.
terbuka
2) Menjaga kontak mata 2. Beri 2. Dapat meringankan beban
3) Menghormati orang kesempatan pada pikiran pasien.
lain pasien untuk
20

4) Secara seimbang dapat mengungkapkan


berpartisipasi dan rasa cemasnya.
mendengarkan dalam 3. Agar terbina rasa saling
kelompok 3. Gunakan percaya antar perawat-
5) Menerima kritik yang komunikasi pasien sehingga pasien
konstruktif terapeutik. kooperatif dalam tindakan
6) Menggambarkan keperawatan.
keberhasilan dalam
kelompok social 4. Informasi yang akurat
4. informasi yang tentang penyakitnya dan
akurat tentang keikutsertaan pasien
proses penyakit dan dalam melakukan
anjurkan pasien tindakan dapat
untuk ikut serta mengurangi beban pikiran
dalam tindakan pasien.
keperawatan.

5. Sikap positif dari


5. Berikan timkesehatan akan
keyakinan pada membantu menurunkan
pasien bahwa kecemasan yang dirasakan
perawat, dokter, dan pasien.
tim kesehatan lain
selalu berusaha
memberikan
pertolongan yang
terbaik dan
seoptimal mungkin. 6. Pasien akan merasa lebih
21

tenang bila ada anggota


6. Berikan keluarga yang menunggu.
kesempatan pada
keluarga untuk
mendampingi pasien
secara bergantian.
7. Lingkung yang tenang dan
nyaman dapat membantu
mengurangi rasa cemas
7. Ciptakan
lingkungan yang
tenang dan nyaman.
22
23

BAB II

LANDASAN TEORI

OTITIS MEDIA AKUT (OMA)

A. Medis
1. Pengertian
a. Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
b. Gangguan telinga yang paling sering adalah infeksi eksterna dan
media. Sering terjadi pada anak-anak dan juga pada orang dewasa
(Soepardi, 1998).
c. Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau
seluruh periosteum telinga tengah
(Kapita selekta kedokteran, 1999).
d. OMA (Otitis Media Akut) adalah peradangan akut atau seluruh
pericilium telinga tengah
(Mansjoer, 2001)
2. Anatomi fisiologi
24

Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di


sebelah lateral dan kapsul otik23
di sebelah medial celah telinga tengah
terletak di antara kedua Membrana timpani terletak pada akhiran kanalis
aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga, Membran ini sekitar 1
cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan
translulen.Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan
rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba
eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di
bagian mastoid tulang temporal.

Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus


stapes. Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan
ligamen, yang membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela
oval dan dinding medial telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah
dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di
mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke
getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan
dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk
cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah mengalami
robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke
telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.

Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm,


menghubngkan telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup,
namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan
manuver Valsalva atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai
drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah
dengan tekanan atmosfer.
(Mansjoer, 2001)
25

3. Klasifikasi
a. Stadium hiperemis (Presupurasi)
Seluruh membran timpani tampak hiperemis dan edema karma
pembuluh darah yang melebar. Sekret yang terbentuk bersifat eksudat
serosa, sukar terlihat.
b. Stadium Supurasi
Membran timpani menonjol ke telinga luar karena edema pada
mukosa telinga tengah. Hancurnya sel epitel superficial. Terbentuknya
eksudat purulen di kavium timpani.
c. Stadium Peforasi
Ruptur membran timpani. Nanah keluar mengalir dari telinga tengah
ke telinga luar. Pasien mulai tenang, suhu badan turun dan dapat tidur
nyenyak.
d. Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal
kembali. Jika peforasi menetap dengan sekret yang keluar terus-
menerus / hilang timbul lebih dari tiga minggu terjadilah OMSK.
(Wong, 2005)

4. Etiologi
Penyebabnya adalah bakteri piogenik seperti streptococcus haemolyticus,
staphylococcus aureus, pneumococcus , haemophylus influenza,
scherecia coli, streptococcus anhaemolyticus, proteus vulgaris,
pseudomonas aerugenosa.
(Mansjoer, 2001)

5. Patofisiologi
26

Sumber :
Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan, Edisi III,
FKUI,1997.

6. Tanda dan gejala


Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien :
a. Biasanya gejala awal berupa sakit telinga tengah yang berat dan
menetap
b. Biasa tergantung gangguan pendengaran yang bersifat sementara.
27

c. Pada anak kecil dan bayi dapat mual, muntah, diare, dan demam
sampai 39,50°C, gelisah, susah tidur diare, kejang, memegang
telinga yang sakit.
d. Gendang telinga mengalami peradangan yang menonjol.
e. Keluar cairan yang awalnya mengandung darah lalu berubah
menjadi cairan jernih dan akhirnya berupa nanah (jika gendang
telinga robek)
f. Membran timpani merah, sering menonjol tanpa tonjolan tulang
yang dapat dilihat,
g. Keluhan nyeri telinga (otalgia), atau rewel dan menarik-narik
telinga pada anak yang belum dapat bicara
h. Anoreksia (umum)
i. Limfadenopati servikal anterior
(Soepardi, 1998)
7. Pemeriksaan penunjang
a. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar
b. Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane
timpani
c. Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis
(Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).
d. Otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk
melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan udara kecil). Untuk
menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara.
(Herawati, 2000)

8. Penatalaksanaan
OMA umurnya adalah penyakit yang sembuh dengan sendirinya dalam 3
hari tanpa antibiotic (80% OMA). Jika gejala tidak membaik dalam 48-
72 jam atau terjadi perburukan gejala, antibiotic diberikan. American
Academic of Pediatrics (AAP) mengkategorikan OMA yang dapat
diobservasi harus segera di terapi dengan antibiotic sebagai berikut :

Usia Diagnosis Pasti Diagnosis Meragukan


< 6 Bulan Antibiotik Antibiotik
6 bulan – 2 Antibiotik Antibiotik jika gejala
tahun berat, observasi jika
28

gejala ringan.
2 tahun Antibiotik jika gejala berat, Observasi
observasi jika gejala ringan.
Gejala ringan : nyeri telinga ringan dan demam < 39 oC dalam 24jam
terakhir.
Gejala berat : nyeri telinga sedang – berat / demam 39oC.
Diobati dengan antibiotik per-oral, yaitu dengan :
a. Amoxilin, atau penisilin dosis tinggi untuk penderita dewasa.
b. Phenilephrine (dalam obat flu) dapat membuka tuba eustachius.
c. Jika nyeri menetap atau hebat, demam, muntah, atau diare, dan tau
jika gendang telinga menonjol. Dilakukan miringotomi.

Terapi bergantung stadium penyakit.


a. Stadium Oklusi
Untuk membuka kembai tuba eustachius, agar tekanan di telinga
tengah hilang.Obat tetes telinga HCl efedrin 0,5% (anak < 12 tahun)
atau HCl efedrin 1% dalam fisiologis (anak > 12 tahun dan
dewasa).Antibiotik jika penyebabnya kuman.

b. Stadium Presupurasi
Diberikan antibiotik, (golongan penisilin / eritromisin) tetes hidung,
analgesik.Miringotomi jika, membran timpani sudah terlihat hiperemis
difus.
Pada anak diberikan ampisilin 4 x 40 mg/ kg BB/ hari, amoxilin
4x40mg/kgBB/hari, atau eritromisin 4 x 40 mg/kg BB/hari.
c. Stadium peforasi
Obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari dan antibiotik adekuat
sampai 3 minggu.
d. Stadium Supurasi
Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi
bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan
terjadi ruptus.
e. Stadium Resolusi
29

Bila tidak terjadi perbaikan/ pemulihan/ kesembuhan berikan


antibiotik dilanjutkan sampai 3 minggu.
(Dunna, 1995)
9. Komplikasi
a. Infeksi pada tulang sekitar telinga tengah (mastoiditis atau
petrositis).
b. Labirinitis (infeksi pada kanalis semisirkuler).
c. Tuli
d. Peradangan pada selaput otak (meningitis).
e. Abses otak.
Tanda-tanda terjadi komplikasi :
a. Sakit kepala
b. Tuli yang terjadi secara mendadak
c. Vertigo (perasaan berputar)
d. Demam dan menggigil

(Albert, 2008)
B. Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat
1) Identitas Pasien
2) Riwayat adanya kelainan nyeri
3) Riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang
4) Riwayat alergi.
5) OMA berkurang.
b. Pengkajian Fisik
1) Nyeri telinga
2) Perasaan penuh dan penurunan pendengaran
3) Suhu Meningkat
4) Malaise
5) Nausea Vomiting
6) Vertigo
7) Ortore
8) Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium
c. Pengkajian Psikososial
1) Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
2) Aktifitas terbatas
3) Takut menghadapi tindakan pembedahan.
d. pemeriksaan Diagnostik
1) Tes Audiometri : AC menurun
2) X ray : terhadap kondisi patologi
e. Pemeriksaan pendengaran
1) Tes suara bisikan
2) Tes garputala
30

2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi pada jaringan telinga tengah
b. Perubahan sensori-persepsi; Auditoris berhubungan gangguan
penghantar bunyi pada organ.
c. Ancietas berhubungan dengan prosedur pembedahan;
Miringopalsty/mastoidektomi.
(Doenges, 2000)
31

3. Intervensi

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Ajarkan klien untuk 1. Metode pengalihan
dengan inflamasi pada keperawatan selama 1x24 jam mengalihkan suasana suasana dengan
jaringan telinga tengah nyeri dapat hilang dengan melakukan metode melakukan relaksasi bisa
relaksasi saat nyeri yang mengurangi nyeri yang
teramat sangat muncul, diderita klien
relaksasi seperti menarik
napas panjang
2. Kompres dingin
bertujuan mengurangi
2. Kompres dingin di sekitar nyeri karena rasa nyeri
area telinga teralihkan oleh rasa
dingin di sekitar area
telinga

3. Atur posisi klien 3. Posisi yang sesuai akan


membuat klien merasa
nyaman

4. kolaborasi, beri 4. Analgesik merupakan


aspirin/analgesik sesuai pereda nyeri yang efektif
instruksi, beri sedatif pada pasien untuk
sesuai indikasi mengurangi sensasi nyeri
dari dalam
32

2. Perubahan sensori- Setelah dilakukan tindakan 1. Ajarkan klien 1. Keefektifan alat


persepsi ; Auditoris keperawatan selama 3x24 jam menggunakan dan pendengaran tergantung
berhubungan gangguan Klien akan mengalami merawat alat pendengaran pada tipe gangguan /
penghantar bunyi pada peningkatan persepsi / sensoris secara tepat ketulian, pemakaian serta
organ. pendengaran sampai pada perawatannya yang tepat
tingkat fungsional 2. Instruksikan klien untuk
menggunakan teknik- 2. Apabila penyebab pokok
teknik yang aman ketulian tidak progresif,
sehingga dapat mencegah maka pendengaran yang
terjadinya ketulian lebih tersisa sensitif terhadap
jauh trauma dan infeksi
sehingga harus dilindungi
3. Observasi tanda-tanda
awal kehilangan 3. Diagnosa dini terhadap
pendengaran yang lanjut keadaan telinga atau
terhadap masalah-masalah
pendengaran rusak secara
permanen

4. Instruksikan klien untuk 4. Penghentian terapi


menghabiskan seluruh antibiotika sebelum
dosis antibiotik ( baik itu waktunya dapat
antibiotik sistemik menyebabkan organisme
maupun lokal sisa berkembang biak
sehingga infeksi akan
berlanjut
33

3. Ancietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Mengatakan hal sejujurnya 1. Harapan-harapan yang
dengan prosedur keperawatan selama 3x24 kepada klien ketika tidak realistik tidak dapat
pembedahan ; jamrasa cemas klien akan mendiskusikan mengenai mengurangi kecemasan,
Miringopalsty/mastoid berkurang / hilang kemungkinan kemajuan justru malah menimbulkan
ektomi dari fungsi ketidakkepercayaan klien
pendengarannya untuk terhadap perawat.
mempertahankan harapan Menunjukkan kepada klien
klien dalam berkomunikasi bahwa dia dapat
berkomunikasi dengan
efektif tanpa menggunakan
alat khusus sehingga dapat
mengurangi rasa cemasnya

2. Berikan informasi tentang 2. Dukungan dari beberapa


kelompok yang juga orang yang memiliki
pernah mengalami pengalaman yang sama
gangguan seperti yang akan sangat membantu
dialami klien untuk klien
memberikan dukungan
kepada klien

3. Berikan informasi 3. Agar klien menyadari


mengenai sumber-sumber sumber-sumber apa saja
dan alat-alat yang tersedia yang ada di sekitarnya
yang dapat membantu yang dapat mendukung dia
klien untuk berkomunikasi
34

BAB III

PENGELOLAAN KASUS

NASOPHARYNX CARCINOMA DENGAN RIWAYAT OTITIS MEDIA

Mahasiswa/NIM : Desta Windy Pamungkas/ 0902014

Tanggal : 20 Januari 2012

Jam : 10.00

A. Identitas

1. Pasien

a. Nama (initial) : Ny. S

b. Umur : 54 Tahun

c. Jenis kelamin : Perempuan

d. Alamat : Gunung kidul

e. Status : Menikah

f. Suku : Jawa

g. Agama : Islam

h. Pendidikan : SD

i. Pekerjaan : Tani

j. Tgl. masuk RS : 20 Januari 2012

k. No. RM : 01976xxx

l. Ruang : C/3E

35
35

m. Diagnosis kerja/medis :

1) (20/01/12) Nasopharinx Carsinoma: NPC

2) (20/01/12) Otitis Media Akut: OMA

2. Keluarga / Penanggungjawab

a. Nama (initial) : Tn. K

b. Umur : 65 Tahun

c. Hubungan : Suami

d. Pendidikan : SD

e. Pekerjaan : Tani

f. Alamat : Gunung Kidul

B. Riwayat Kesehatan Pasien

1. Kesehatan Pasien :

a. Keluhan utama saat dikaji : Nyeri didarerah leher dan tengkuk, skala
nyeri 6, nyeri seperti ditusuk, nyeri berjalan terus.

b. Keluhan tambahan saat dikaji : mual-mual dan pusing

c. Alasan utama masuk Rumah Sakit :

Terdapat benjolan dileher sebelah kiri pasein mengalami nyeri pada


tengkuk dan leher, dan mual-mual.

d. Riwayat penyakit sekarang:

Satu bulan yang lalu pasien mengalami gangguan pada daerah


telinga kiri; bunyi bergemuruh, kemudian pasien melakukan
pemeriksaan dan dilakukan ear lavage (penyedotan kotoran telinga)
36

pasien menjalani ear lavage sebanyak lima kali di dokter praktik


THT, sejak saat itu telinga pasien sering keluar air disertai dengan
darah. Dua minggu yang lalu pasien bersama anaknya pergi ke
jakarta dan melakukan pemeriksaan di salah satu rumah sakit
dijakarta, pasien diajurkan untuk tidak melakukan penyedotan
ataupun pembersihan pada telinga sebelah kiri, setelah itu pada
tanggal 18 januari 2012 pasien mengalami mual dan muntah
sebanyak tiga kali serta tidak nafsu makan terkadang pasien
mengalami mimisan, dokter menemukan adanya benjolan, dan
dokter menyarankan untuk segera dilakukan tindakan, pasien dibawa
kesumah sakit bethesda pada hari jumat 20 januari 2012 diterima di
IGD, dilakuakn pemeriksaan ECG, Ro Thorax, pemeriksaan PDL,
GDS, SGOT, SGPT, Ureum, Creatinin, dan diberikan terapi cairan
infus RL 500 cc, serta diberikan obat as. Transenamat dan as.
Tranex, dianjurkan untuk rawat ini dengan jenis rawat THT, pasien
diterima di Ruang C tanggal 20 januari 2012 Pukul 10.00.dilakukan
pengkajian pasien mengeluhakan neyri dileher dan ditengkuk, serta
mual-mual. TD: 140/100 mmHg S: 37,2°C, N: 84x/menit, 22x/menit.

e. Riwayat penyakit yang lalu :


1) Nama penyakit/waktu : Otitis Media Akut, 1 bulan yang lalu
2) Upaya pengobatan : Periksa Kedokter Praktik THT
3) Hasil: Pasien mengalami perdarahan, telinga kiri tidak dapat
mendengar.
f. Alergi: Tidak ada riwayat alergi pada pasien baik makanan maupun
obat-obatan.

2. Kesehatan Keluarga :
37

Genogram :

X X X X

54
th

Pasien hanya mampu mengingat 1 generasi diatasnya

keterangan gambar:
X
: Perempuan meninggal : perempuan

X
: Laki-laki meninggal : laki-laki

: serumah

: ikatan pernikahan

: Pasien dengan Umur 54th

: hungungan keturunan

: menderita penyakit
Hipertensi

C. Pola Fungsi Kesehatan


38

1. Pola Nutrisi-Metabolik

a. Sebelum sakit :

1) Frekuensi makan (dalam 24 jam): Tiga hingga empat kali sehari

2) Jenis makanan/diet: Nasi biasa dan lauk pauk

3) Porsi yang dihabiskan: Satu porsi

4) Makanan yang disukai: Tidak ada makanan yang menjadi


makanan yang paling disukai, semua jenis makanan pasien mau.

5) Makanan yang tidak disukai: Tidak ada makanan yang tidak


pasien sukai, semua jenis makanan pasien suka.

6) Makanan pantang: Pasien membatasi pengkonsumsian garam


dan daging merah (kambing)

7) Makanan tambahan/vitamin: Pasien tidak mengonsumsi


suplemen tambahan.

8) Kebiasaan makan: Dirumah

9) Nafsu makan: Baik

Alasan: Pasien mampu menghabiskan satu porsi makanan dan


rata-rata makan tiga hingga empat dalam satu hari tidak ada
makanan yang tidak pasien suka.

10) Banyaknya minum: Empat gelas (800 cc/24 jam)

11) Jenis minuman: Teh

12) Minuman yang tidak disukai: Pasien tidak suka minuman


bersoda.

13) Minuman pantang: Pasien menghindarai pengkonsumsian kopi


karena membuat pasien pusing.

14) Perubahan BB 6 bulan terakhir: Tetap: 60 kg

b. Selama sakit
39

1) Jenis makanan: Bubur Biasa

2) Frekuensi makan: Tiga kali sehari

3) Porsi makan yang dihabiskan: Setengah porsi

4) Banyaknya minum dalam sehari : Empat gelas = 800 cc

5) Jenis minuman : Air putih

6) Keluhan : Mual, muntah satu kali, perut terasa penuh.

7) Alat bantu untuk memasukan zat makanan: Terpasang infus RL


500 ml 20 tetes/menit ditangan kiri

2. Pola Eliminasi
a. Sebelum sakit
1) Buang air besar (BAB)
a) Frekuensi : Dua hari satu kali
b) Waktu : Tidak tentu
c) Warna : Kuning
d) Konsistensi : Lunak
e) Posisi waktu BAB duduk/jongkok : Jongkok
f) Penghantar untuk BAB: Tidak ada penghantar saat BAB
g) Pemakaian: Pasien tidak menggunakan obat khusus
h) Keluhan lain : Tidak ada keluhan
2) Buang air kecil (BAK)
a) Frekuensi (dalam sehari) : Tujuh kali
b) Jumlah (cc/24 jam) : 1400cc
c) Warna : Kuning
d) Bau : Khas urin
e) Keluhan : Tidak ada keluhan.

b. Selama sakit
40

1) Buang Air Besar (BAB)


a) Frekuensi : Dari awal masuk pasien baru satu kali BAB
b) Waktu : Tidak tentu.
c) Warna : Kuning
d) Konsistensi : Lunak
e) Keluhan : Tidak ada keluhan
2) Buang Air Kecil (BAK)
a) Frekuensi (dalam sehari) : Sepuluh kali
b) Jumlah (cc/24 jam) : 2000 cc
c) Warna : Kuning
d) Bau : Khas urin
e) Keluhan : Tidak ada keluhan

3. Pola Aktifitas Istirahat-Tidur

a. Sebelum sakit

1) Keadaan aktifitas sehari-hari

a) Lingkungan rumah/tempat kerja: Luas, tidak ada


tangga/escalator. Pasien bekerja disawah.

b) Alat bantu untuk memenuhi aktifitas setiap hari: Pasien


tidak menggunakan alat bantu untuk beraktivitas
41

c) Apakah aktivitas sehari-hari: Dapat dilakukan secara


mandiri

Aktivitas 0 1 2 3 4

Mandi

Berpakaian/berdandan

Eliminasi

Mobilisasi di tempat tidur

Pindah

Ambulasi

Naik tangga

Memasak

Belanja

Merapikan rumah

Ket. 0 = Mandiri
1 = Dibantu sebagian
2 = Perlu bantuan orang lain
3 = Perlu bantuan orang lain dan alat
4 = Tergantung total

2) Kebutuhan tidur
a) Jumlah tidur dalam sehari : 10 jam
b) Tidur siang (berapa kali) : Satu kali (14.00-16.00)
c) Tidur malam (berapa kali) : Satu kali (21.00-05.00)
d) Apakah tidur malam yang diutamakan atau tidur siang yang
diutamakan : Tidur malam diutamakan
e) Kebiasaan pengantar tidur : Menonton TV
42

f) Apakah klien selalu tidur dengan teman atau seorang diri :


Pasien tidur bersama suami
g) Perangkat/alat yang selalu digunakan untuk tidur : Selimut,
bantal dan kasur.
h) Keluhan dalam hal tidur : Tidak ada keluahan.

3) Kebutuhan istirahat
a) Kapan : Siang hari
b) Berapa lama : Satu jam
c) Kegiatan untuk mengisi waktu luang : Bersantai diteras atau
tiduran
d) Apakah menyediakan waktu untuk istirahat pada waktu
siang hari : Tidak, pasien tidak menyediakan waktu khusus
untuk beristirahat.
e) Dalam suasana yang bagaimana klien dapat istirahat dan
mengisi waktu luang: Pekerjaan rumah sudah selesai,
sehabis dari sawah.
b. Selama sakit
1) Keadaan aktifitas
Kemampuan Perawatan
0 1 2 3 4
Diri
Makan/minum 

Mandi 

Toileting 

Berpakaian 

Mobilitas di TT 

Berpindah 
43

Ambulasi/ROM 

Ket. 0 = Mandiri
1 = Alat bantu
2 = Dibantu orang lain
3 = Dibantu orang lain dan alat
4 = Tergantung total

2) Kebutuhan Tidur
b. Jumlah tidur dalam sehari
i. Tidur siang : Empat jam
ii. Tidur malam : 12 jam (18.00-05.00)
c. Penghantar untuk tidur : Tidak ada penghantar saat pasien
tidur

d. Keluhan tidur : Tidak ada keluhan

3) Kebutuhan Istirahat
a) Apakah klien mengungkapkan perasaan jenuh, bosan atau
capai/lelah, kurang istirahat, dsb : Tidak, pasien
mengatakan, “ saya sudah terbiasa”
b) Apakah klien merasa terganggu dengan suasana lingkungan
yang baru : Tidak, pasien mengatakan, “biar cepat sembuh,
maka saya disini”
c) Apakah ada alat-alat medik yang dipakai klien/klien lain
yang mengganggu klien untuk istirahat: Iya, pasien
mengatakan, “tidak bisa bergerak bebas”
44

4. Pola Kebersihan Diri (sebelum sakit)

a. Kebersihan kulit

1) Kapan kebiasaan mandi : Pagi dan sore hari, Dua kali sehari.
Menggunakan sabun

2) Keluhan: Tidak ada keluhan.

b. Kebersihan rambut

1) Pasien mencuci rambut apabila terasa getal dikepala.

2) Keluahan: Tidak ada keluhan

c. Kebersihan telinga

1) Kapan merawat/membersihkan telinga : Telinga kanan


dibersihkan menggunakan cotonbad setiap terasa geli ataupun
gatal, akan tetapi telinga sebelah kiri tidak pernah dibersihkan.
Pasien mengatakan sakit.

2) Keluhan: Telinga sebelah kiri tidak adapat mendengar apabila


pasien menutup telinga sebelah kanan maka pasien tidak dapat
mendengarkan suara.

d. Kebersihan mata

1) Kebiasaan membersihkan mata : Mata dibersihkan saat terasa


gatal, atau kelilipan saja.

2) Keluhan: Pandangan mata kabur.

e. Kebersihan mulut

1) Berapa kali menggosok gigi tiap hari : Dua kali sehari (setiap
mandi)
45

2) Apakah menggunakan pasta gigi : Setiap kali menggosok gigi


pasien menggunakan pasta gigi

3) Keluhan: tidak ada keluahan.

f. Kebersihan kuku

1) Kapan memotong kuku: Setiap kuku panjang, akan tetepi


terkadang pasien lupa.

2) Apakah anda biasa menggunakan cat kuku : Tidak, pasien tidak


menggunkan cat kuku

3) Keluhan: Tidak ada keluhan.

7. Pola Pemeliharaan Kesehatan

a. Penggunaan tembakau: Tidak

b. NAPZA: Tidak

c. Alkohol: Tidak

d. Intelektual

1) Pengetahuan tentang penyakit yang diderita : Pasien


mengatakan : “leher saya disuruh memeriksakan biar tau apa
benjolannya itu tumor ganas atau buka.”

2) Pengertian tentang perawatan, pencegahan penyakit yang


diderita : Pasien mengatakan, “belum tahu”

8. Pola Reproduksi-Seksualitas

a. Gangguan hubungan seksual : Pasien jarang melakukan hubungan


seks aktif.
46

b. Perkembangan karakteristik seks sekunder : Berkembang dengan


baik, pasien mengalami pertumbuhan payudara dan pinggul yang
membesar

c. Masalah menstruasi/hormonal : Pasien telah mengalami mensopose


sejak umur 52 th

d. Pap smear terakhir : Pasien belum pernah menjalani pap smear

e. Pemeriksaan payudara (SADARI): Pasien belum pernah


melakuakan.

9. Pola Kognitif-Persepsi/Sensori

a. Keadaan mental: Sadar

b. Berbicara: Jelas, mampu berkomunikasi dengan baik

c. Bahasa yang dikuasai : Jawa

d. Kemampuan membaca: Pandangan pasien kabur, pasien sulit untuk


membaca.

e. Kemampuan berkomunikasi: Perlu dilakukan pengulangan saat


berbicara dalam kalimat panjang.

f. Kemampuan memahami informasi: Perlu pengulangan agar pasien


paham maksud dari penyampai.

g. Tingkat ansietas (dengan alasannya) : Ringan, pasien mengatakan,


“saya dirawat disini biar cepat sembuh, diapa-apain saja saya mau
asal sembuh.”
47

h. Ketrampilan berinteraksi: Kurang memadai, perlunya pengulangan


saat dilakuakn komunikasi.

i. Pendengaran : Pasien tidak menggunakan alat bantu dengar

j. Penglihatan: Pasien tidak menggunakan alat bantu penglihatan

k. Vertigo : Tidak ada yang mengalami vertigo

l. Tak nyaman/nyeri : ada didaerah leher skala nyeri 6 rasanye seperti


ditusik, nyeri tidak berhenti.

m. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi nyeri : mengolesi dengan


minyak gosok.

10. Pola Konsep Diri

a. Identitas diri: Pasien mengatakan,”saya ini kan sudah tua ya sudah


waktunya sakit”

b. Ideal diri: Pasien mengatakan, “saya pengen kembali kesawah”

c. Harga diri: Pasien mengatakan, “saya senang, waktu sakit suami


saya selalu ada.”

d. Gambaran diri: Pasien mengatakan“ mata saya sudah ditengah


belum”

e. Peran diri: Pasien mengatakn “saya harusnya saya masih mampu


mengurus sawah, tapi sekarang diberikan ke orang lain

11. Pola Koping

a. Pengambilan keputusan : dibantu orang lain, siapa: Suami


48

b. Hal-hal yang dilakukan jika mempunyai masalah: Cari pertolongan

12. Pola Peran-Berhubungan

a. Sebelum sakit

1) Status pekerjaan: Bekerja

2) Jenis pekerjaan: Tani

3) Apakah klien berkecimpung dalam kelompok masyarakat


(sebutkan): PKK

4) Sistem pendukung: Ada, suami dan keluarga

Dukungan keluarga selama masuk rumah sakit: Menunggu


pasien secara bergantian.

5) Kesulitan dalam keluarga

a) Hubungan dengan orang tua: Orang tua pasien telah


meninggal
b) Hubungan dengan anak saudara: Baik, pasien dan keluarga
sering bertemu.
c) Hubungan perkawinan: Baik, belum pernah marah hingga
berlebihan.
b. Selama sakit

1) Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga: Baik, keluarga


pasien bergantian menunggu pasien.

2) Bagaimana hubungan dengan masyarakat: Baik, banyak tetangga


pasien dan kenalan datang menjenguk pasien.
49

3) Bagaimana hubungan dengan pasien lain, anggota kesehatan


lain: Pasien sering tidur, maka pasien jarang berkomunikasi
dengan pasien lain.

13. Pola Nilai dan Keyakinan

a. Sebelum sakit

1) Agama: Islam

2) Larangan agama : Ada, dilarang mengkonsumsi daging babi dan


anjing.

3) Kegiatan keagamaan: Pasiem jarang beribadah.

b. Selama sakit

1) Kegiatan keagamaan yang ingin dilakukan selama di Rumah Sakit:


Tidak ada

2) Membutuhkan bantuan (sebutkan) : Tidak

3) Membutuhkan kunjungan rohaniawan : Tidak

D. Pengkajian Fisik

1. Pengukuran TB: 157 cm.

2. Pengukuran BB: 58 kg.

3. Pengukuran Vital Sign:


50

4. Tanda-tanda vital

a. Tekanan darah: 140/100 mmHg, diukur di tangan kanan, di


bradialis, posisi pasien supinasi

b. Nadi: 84 x/mnt, nadi regular, diukur di arteri radialis dextra, kualitas


nadi lemah.

c. Suhu: 370C diukur di axcilla sinestra

d. Respirasi: 20x/mnt, nafas regular, tipe pernapasan pernafasan dada.

5. Tingkat Kesadaran (kuantitatif & kualitatif) : Kesadaran composmentis


GCS: 15 E: 4, V: 5, M: 6

6. Keadaan Umum:
Klien tampak sakit : Sedang
Alasan : Pasien tampak lemah dan mata pasien tidak seimbang.

7. Pemeriksaan Fisik:
a. Kepala
Kepala bulat lonjong, kulit kepala kotor, tidak terdapat luka,
berketombe, pertumbuhan rambut lebat, wajah simetris. Pasien
mengalami pusing da kepala terasa seperti ditusuk tusuk dengan
jarum, sekala nyeri 6. Pasien sering memegangi daerah kepala.
b. Mata
Mata bersih, konjungtiva anemis, skelra putih, mata pasien tidak bisa
bergerak kesegala arah, mata kanan dan kiri tidak simetris. Pupil
isokor. Tekanan intar okular mata kiri dan kanan seimbang.
c. Telinga
1) Fungsi pendengaran: Fungsi pendengaran telinga kiri menurun,
pasien tidak mampu mendengar apabila telinga kanan ditutup
51

2) Bentuknya: Telinga simetris


3) Periksa lubang telinga dan membrana tympani: Membran
thympani sebelah kiri tidak terlihat reflek cahaya telinga kanan
(+) telinga kiri (-)
4) Mastoid (nyeri, dll) Pasien tidak mengalami nyeri
5) Apakah keluar cairan : Tidak, telinga pasien tidak mengeluarkan
cairan
6) Kebersihan : Telinga agak kotor
d. Hidung
1) Posisi septum: Terletak ditengah
2) Sekret hidung: Tidak terdapat sekret, akan tetapi pasien kadang
mimisan
3) Nyeri sinus, polip: Nyeri disinus stenoid
4) Fungsi pembauan: Berfungsi baik.
5) Penggunaan aksesoris (tindik): Pasien tidak menggunakan
aksesoris tambahan.

e. Mulut dan tenggorokan


1) Kemampuan berbicara: Baik, pasien mampu berbicara dengan
baik.
2) Keadaan bibir: Bibir kering membran mukosa kering.
3) Warna lidah: Merah, tidak kotor
4) Keadaan palatum: Palatum utuh tidak terjadi perlukaan.
5) Uvula : Uvula terletak ditengah
6) Gigi gerigi, letak gigi, kondisi gigi : Gigi renggang
7) Orofarin: Kadang pasien batuk bercampur darah
8) Tonsil: T0, T1, T2, T3, T4: Tonsil T1
9) Penggunaan aksesoris (tindik): Pasien tidak menggunakan
aksesoris tambahan.
f. Leher
52

Leher tidak simetris, gerak terbatas. Getah bening pasien tidak


teraba. Tidak terjadi deviasi pada trakea. Terjadi pembengkakan di
pangkal leher massa konsisten yang keras
g. Tengkuk: pasien mengatakan sakit apabila dagu didekatkan ke
leher.
h. Dada

1) Inspeksi

Dada simetris, perbandingan dada 2:1, tanda tanda seksual


sekunder berkembang dengan baik, pergerakan dada seimbang,
menggunakan pernafasan dada

2) Palpasi

Pergerakan dada pasien simetris, getaran suara kiri dan kanan


pasien seimbang. Tidak terdapat sakit pada dada ataupun sesak.
Pernafsan teratur.

3) Perkusi

Seluruh lapang paru berbunyi timpani.

4) Auskultasi

Suara vaskuler berada siseluruh lapang paru, tidak terdapat


bunyi tambahan, BJ I dan BJ II: tidak terdapat bunyi tambahan.

i. Payudara: pasien mengatakan tida terjadi apa-apa, serta tidak


terdapat benjolan.
j. Punggung
Tidak terjadi kelainan di daerah punggung, aukultasi dada belakang
tidak terdapat bunyi tambahan.
k. Abdomen
1) Inspeksi
53

Warna kulit coklat, kontur lemah, bentuk perut simetris, tidak


terdapat luka pada daerah perut
2) Auskultasi
Bunyi bising usus 12x/menit, intensitas panjang, tidak terdapat
bunyi tambahan di artei abdominalis.
3) Perkusi
Timpani seluruh lapang perut
4) Palpasi
Organ-organ dalam tidak teraba, pasien tidak mengalami nyeri
tekan, kontur otot lemah. Tidak teraba masa pada daerah perut.
l. Anus dan Rektum
Pasien mengatakan tidak ada benjolan.
m. Genetalia
1) Pada wanita: Pasien mengatakan tidak terjadi pembesaran pada
area genetalia, tidak terdapat luka.

n. Ekstermitas
1) Atas
a) Infus dipasang di tangan kiri infuse RL 500 ml tetes infuse
20 tetes/menit
b) Tidak ada kelainan jari (Syndactili, polidactili)
c) Tonus otot : Tangan kanan 5, tangan kiri 5
d) Kesimetrisan: bentuk & gerak: Bentuk simetris dapat
bergerak bebas.
2) Bawah
a) Adanya oedema: Pasien tidak mengalami odema
b) Kekuatan otot: Kaki kanan 5 kaki kiri 5
54

c) Bentuk kaki (X, O) : Berbentuk kaki lurus


d) Telapak kaki: Pasien tidak mengalami footdroop
e) Pasien tidak mengalami kaki gajah.
o. Refleks
1) Refleks fisiologis:
Biseps (+) triseps(+) lutut(+)
2) Refleks patologis:
Babinski (-)

E. Rencana Pulang

1. Di tempat tinggalnya, pasien tinggal dengan : Keluarga

2. Keinginan tinggal setelah pulang : Di rumah sendiri

3. Pelayanan kesehatan yang digunakan sebelumnya: lainnya (sebutkan) :


Dokter praktek

4. Kendaraaan yang digunakan saat pulang : Mobil

5. Antisipasi terhadap keuangan setelah pulang : biaya pengobatan


ditanggung oleh jamkesmas

6. Antisipasi masalah perawatan diri : belum diketahui pasien

7. Bantuan yang diperlukansetelah pulang : pasien belum Tahu

F. Diagostik Test

1. Radiologi

a. Ro Thorax

Apikal tenang, corak bronkovaskuler kasar, dengan air broncogram


minimal, dalam batas normal.
55

2. Laboratorium
20 januari 2012

Nama Pemeriksaan Hasil Harga Normal


Hb 14,7 Gr/ dl 12-16 Gr/dl
Hct 41, 2/ Vol% 37-43 Vol%
Leukosit 9,9 ribu/mm³ 4-10 ribu/mm³
Trombosit 343 ribu/mcl 200-400 ribu/mcl
Golongan darah A -
Ureum 20,8 mg/dl 10-50 mg/dl
Creatinin 0,9 mg/dl 0,5-0,9 mg/dl
SGOT 23,6 U/L s/d 31 U/L
SGPT 10,6 U/L s/d 32 U/L

3. THT
Rinitis (+), menyokong kecurigaan malignasi nasopharinx, ekspansif,
resortif, infiltrasi kedalam sinun stenoid, dan intra cranial.

4. Biopsy (21 Januari 2012)


a. Makrosk
Biopsy nasofaring jaringan pecah belah kurang lebih 500 cc putih
kecoklatan semua cetak
b. Mikrosk
Sediaan menunjukan jaringan tumor epitalia soli, selular infiltrative,
pada jaringan ikatsekitar, sel tumor polimorfi, inti hiperkromatis,
sebagian inti berbentuk “spidel” mitosis adanya.
c. Kesimpulan:
Karsinoma tidak teridentifikasi WHO tipe III
56

G. Program Therapi
1. Diet
Standart Acuan BBI IMT

Obesitas >120% Dari BBI >30


Rumus BBI:
Overweight 110-120 % Dari 25-30
BB (Kg) / TB
BBI
(cm) – 100 x
100% Normal 80-109 % Dari 20-25
BBI

Underweight <80 % Dari BBI <20

Berat Badan Ideal pasien:


58 Kg/ 157 Cm – 100 x 100 % = 102%
Berat badan pasien berdasarkan penghitungan diatas dalam batas
normal.

Kebutuhan Kalori pasien:


BB> 20 Kg = 1500 Kkal + 20 Kkal/KgBB/hari
1500 + 20 x 58= 2660 Kkal/hari
Dari kebutuhan kalori diatas dibagi dalam 3x penyajian makanan, maka
dalam 1x makan pasien harus mengkonsusmsi makanan sekitar 887
Kkal

2. kebutuhan cairan:
Setiap 1 Kkal tubuh membutuhkan 1 cc air untuk membantu
metabolisme, maka kebutuhan cairan pasien dalam 1 hari dapat
diperkirakan dari jumlah kebutuhan kalori pasien.
Kebutuhan kalori pasien 2660 Kkal x 1cc = 2660 cc/hari

3. Infuse : RL 500 ml dipaseng di tangan kiri 20 tetes /menit.

4. Obat
Non-Parenteral Parenteral

1. As. Transenamat (tranexcamic 1. Kalmetazone (kalmetazone


57

acid 500 mg, oral 3x1) 5mg/1 cc, percep 3x2cc)


2. Disudrin (pseudoefedrin 30 2. Primperan (Metoclopramide
mg, oral 3x1) HCL 110mg/2ml, percep 1
3. Amplodipin (oral 1x1) ampl)
4. ISDN (Amlodipine 5 mg, oral 3. Ketorolac (Ketorolac 30 mg,
3x1) percep 3x1)
5. Citicolin (Clindamicin 500 4. Ranitidin (Ranitidine 25
mg, oral 2x2) mg/mL, percep 2x1)
58

H. Analisa Obat
Implikasi
No Nama obat Indikasi Kontraindikasi Efek samping
kep.
1 Amlodipine Amlodipine digunakan Amlodipine tidak boleh Secara umum amlodipine Dosis 1x1
untuk pengobatan diberikan pada pasien dapat ditoleransi dengan baik, 5 mg/hari.
hipertensi, angina stabil yang hipersensitif dengan derajat efek samping Diberikan
kronik, angina vasospastik terhadap amlodipine dan yang timbul bervariasi dari secara oral.
(angina prinzmetal atau golongan dihidropiridin ringan sampai sedang. Efek
variant angina). lainnya. samping yang sering timbul
Amlodipine dapat dalam uji klinik antara lain :
diberikan sebagai terapi edema, sakit kepala.
tunggal ataupun Secara umum : fatigue, nyeri,
dikombinasikan dengan peningkatan atau penurunan
obat antihipertensi dan berat badan.Pada keadaan
antiangina lain. hamil dan menyusui : belum
ada penelitian pemakaian
amlodipine pada wanita hamil,
sehingga penggunaannya
selama kehamilan hanya bila
keuntungannya lebih besar
dibandingkan risikonya pada
ibu dan janin. Belum diketahui
apakah amlodipine
diekskresikan ke dalam air
susu ibu. Karena keamanan
amlodipine pada bayi baru
lahir belum jelas benar, maka
59

sebaiknya amlodipine tidak


diberikan pada ibu menyusui.
2 As. a. Untuk fibrinolisis lokal a. Penderita subarachnoid a. Gangguan-gangguan Peroral
Traneksamat seperti : epistaksis, hemorrhage dan gastrointestinal : mual, 3x1observasi
prostatektomi, konisasi penderita dengan muntah-muntah, anorexia, tanda tangda
serviks. riwayat eksantema dan sakit kepala
gangguan GI
b. Edema angioneurotik tromboembolik. dapat timbul pada
herediter. b. Penderita dengan pemberian secara oral.
c. Perdarahan abnormal kelainan pada Gejala-gejala ini
sesudah operasi. penglihatan warna. menghilang dengan
d. Perdarahan sesudah c. Penderita yang pengurangan dosis atau
operasi gigi pada hipersensitif terhadap penghentian
penderita hemofilia. Asam Traneksamat. pengobatannya.
b. Dengan injeksi intravena
yang cepat dapat
menyebabkan pusing dan
hipotensi. Untuk
menghindari hal tersebut
maka pemberian dapat
dilakukan
dengan kecepatan tidak
lebih dari 1 ml/menit.
3 Disudrin Menghilangkan selesma Hipersensitif terhadap Mengantuk, gangguan Diberikan
dan alergi bersin-bersin komponen obat ini. pencernaan, sakit kepala, peroral 3x1
Peka terhadap obat insomnia, eksitasi susunan pantau
simpatomimetik lain, saraf pusat, gemetar,
gangguan
hipertensi berat, takhikardia, aritmia, mulut
bersamaan dengan kering, jantung berdebar-debar, pencernaan
60

terapi yang penyumbatan saluran kemih pasien.


menggunakan obat-obat
penghambat mono amin
oksidase (MAOI)
4 ISDN Pencegahan dan Hipersensitivitas terhadap Kardiovaskuler: Hipotensi, Pororal 4x1,
pengobatan angina isosorbid dinitrat atau hipotensi postural, pallor, observasi
pektoris; untuk gagal komponen lain dalam kolaps kardiovaskuler, tanda-tanda
jantung kongestif; untuk formulasi; hipersensitif takikardi, syok, kemerahan,
hipotensi.
mengurangi rasa nyeri, terhadap nitrat organik; edema perifer. SSP: sakit
disfagia dan spasme pada penggunaan bersama kepala (paling sering), pusing
esofagus dengan reflak penghambat (karena perubahan tekanan
gastroesofagus phosphodiesterase-5 darah), tidak bisa tidur.
(PDE-5) (sildenafil, Gastrointestinal: Mual,
tadalafil, or vardenafil); muntah, diare.
glaukoma angle- Genitourinari: inkontinensia
closure( peningkatan urin.
tekanan intraocular); Hematologi:
trauma kepala atau Methemoglobinemia (jarang,
perdarahan serebral bila overdosis).
(peningkatan tekanan Neuromuskuler & skelet:
intrakranial); anemia berat Lemah/letih. Mata: Pandangan
kabur.
Insiden hipotensi dan efek
yang tidak diharapkan akan
meningkat bila digunakan
bersama sildenafil (Viagra®).
Efek samping lain(1-10%
paisne) : bengkak, CHF,
61

hipertensi, takikardi, aritmia,


hypotensi, miocardial infark,
demam, infeksi,sepsis,
perubahan berat badan, asma,
sindrom seperti flu,
hipergikemi, hipoglikemi,
pneumonia, depresi
pernafasan.
5 Citicolin Untuk meningkatkan zat Stimulasi parasimpatetik, 2x2 peroral
kimia oatak yang disebut hipotensi pantau TTV
phosphatidylcholine. Zat pasien
kimia ini penting untuk
fungsi otak. Citicoline
juga bisa mengurangi
kerusakan jaringan otak
ketika otak terluka.
6 kalmetazon digunakan terutama dalam Seperti persiapan Kelemahan otot, osteoporosis, 3x2cc percep,
pengobatan inflamasi dan glukokortikoid lain ulkus peptikum, gangguan observasi KU
kondisi alergi dan KALMETHASONE® penyembuhan luka, pasien.
penyakit lain yang tidak boleh digunakan peningkatan keringat, sakit
responsif terhadap pada pasien dengan herpes kepala,
glucocorticoid. simpleks okular. Tidak menstruasi tidak teratur,
boleh digunakan sendiri menghambat pertumbuhan
tanpa bersamaan pada anak-anak, penurunan
pemberian terapi kausal toleransi karbohidrat.
yang tepat pada pasien
dengan piogenik atau
infeksi jamur.
62

7 Primperan Gangguan lambung-usus, Keadaan dimana jika Reaksi ekstrapiramidal, 1 ampl,


mabuk perjalanan, mual di terjadi perangsangan pusing, rasa lelah, mengantuk, percep.
pagi hari, mual dan saluran pencernaan bisa sakit kepala, depresi,
muntah karena obat, membahayakan, seperti keresahan/kegelisahan,
anoreksia (kehilangan penyumbatan usus, gangguan saluran pencernaan,
nafsu makan), kembung, feokromositoma, epilepsi. hipertensi.
ulkus peptikum, stenosis
pilorik (bersifat ringan),
dispepsia, nyeri pada ulu
hati, gastroduodenitis,
dispepsia sesudah
gastrektomi, endoskopi,
dan intubasi.
8 Ketorolac Nyeri : Nyeri akut, Tidak diindikasikan Sistem Syaraf (23% dari 1x1 ampl
penanganan nyeri setelah untuk: pemberian IV) : Sakit kepala, percep
operasi. Pasien dengan pusing, cemas, depresi, sulit
Indikasi untuk sediaan hipersensitivitas urtikaria, berkonsentrasi, nervous,
mata : Inflamasi angioudema, kejang , tremor bermimpi,
konjungtivitis alergi bronkospasme, rinitis halusinasi, insomnia vertigo,
musiman yang parah psikosis.
Pasien yg alergi terhadap Gastro Intestin : (12-13% )
golongan salisilat Mual, diare, konstipasi, sakit
Penderita polip, asma, lambung, perasaan kenyang,
hipotensi, penanganan muntah, kembung, luka
kondisi nyeri yang minor lambung, tidak ada nafsu
atau kronik makan, sampai pendarahan
Pasien dengan penyakit lambung & saluran
tukak lambung aktif pembuangan
63

Pasien yg sedang Kulit : (2-4% dari pemberian


menggunakan obat gol. IV) Sakit di daerah tmp.
AINS Penyuntikan (IM), kemerahan,
Pasien anak di bawah usia hematoma gatal, berkeringat,
2 tahun Reaksi sensitifitas : Syok
Pasien hamil trimester ke- anafilaksis Ginjal, elektrolit &
3 Pasien menyusui (atau efek genitourinari : Kerusakan
hentikan menyusui) fungsi ginjal pada pemberian
jangka panjang (2-3%)
Efek pada hati : Kenaikan
konsentrasi SGOT & SGPT
dalam serum Efek ke Jantung
& saluran darah : (4% dari
pemberian IV) hipertensi,
hipotensi, pembengkakan.
Efek pada darah :
meningkatkan risiko
pendarahan, trombositopenia,
Efek pada mata & telinga :
Gangguan penglihatan &
pendengaran Sindrom Stevens-
Johnson
9 Ranitidin 1. Terapi jangka pendek Hipersensitivitas terhadap Terbatas dan tidak berbahaya: 3x1 percep
dan pemeliharaan untuk ranitidin atau bahan-bahan aritmia, vaskulitis, pusing,
tukak lambung, tukak lain dalam formulasi halusinasi, sakit kepala,
duodenum, tukak ringan confusion, mengantuk, vertigo,
aktif eritema multiforme,
2. Terapi jangka pendek kemerahan, pankreatitis,
64

dan pemeliharaan untuk anemia haemolitic acquired,


refluks gastroesofagus dan agranulositosis, anemia
esofagitis erosif. aplastik, granulositopenia,
3. Terapi jangka pendek leukopenia, trombositopenia,
dan pemeliharaan kondisi pansitopenia, gagal hati,
hipersekresi patologis. anafilaksis, reaksi
4. Sebagai bagian regimen hipersensitivitas
multiterapi eradikasi H.
pylori untuk mengurangi
risiko kekambuhan tukak.
5. Meringankan heartburn,
acid indigestion, dan
lambung asam.
65

I. Analisis Data

No. Data Masalah Penyebab


1. DS : pasien mengatakan Nyeri akut Agen injury biologis
nyeri pada leher Skala
nyeri 6, nyeri seperti
ditusuk, nyeri tidak
berhenti.
DO :
a. Wajah menyeringai
b. Nadi 84x/menit
c. TD: 140/100
d. Masa konsisten
daerah leher
2 Ds: pasien mengatakan Mual rasa makanan atau
mual-mual. minuman yang tidak
Do: enak dilidah
a. Kulit pucat
b. Nadi 84x/menit
c. Gerakan menelan
3 Ds: pasien mengatakan Defisist perawatan hambatan
tidak bisa bergerak diri: toileting kemampuan
bebas berpindah
Do:
a. Terpasang infus
ditangan kiri
b. Toileting dibantu
orang
c. Tidak mampu
berjalan sendiri

4 DS : pasien mengatakan Perubahan sensori Perubahan


telinga kiri tidak dapat presepsi: penerimaan sesori
mendengar apabila pendengaran
telinga kanan ditutup
DO :
a. Membrane tympani
tidak terlihat
b. Reflex cahaya
telinga kiri (-)
c. Ketika diajak
berbicara sulit
memahami
66

5 Ds: pasien mengatakan Gangguan citra penyakit


pandangan saya kabur, tubuh
apakah mata saya sudah
ditengah?
Do:
a. Mata tidak simetris
b. Terdapat benjolan
pada leher
c. Pasien cenderung
menundukkan
kepala
d. Pasien tidak mau
menatap lawan
bicara

6 Ds: pasien mengatakan Kurang Kurangnya informasi


belum tahu cara pengetahuan
penanganan penyakit
yang diderita.
Do:
pasien selalu
mengulasmengenai
topik yang sama
mengenai penyakit
67

J. Diagnosa Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan


1 Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri biologis ditandai
dengan:
Ds: pasien mengatakan sakit Leher dengan skala nyeri 6
Do:
a. Wajah menyeringai
b. Nadi 84x/menit
c. TD: 140/100
d. Masa konsisten daerah leher
2 Mual berhubungan dengan rasa makanan atau minuman yang tidak
enak dilidah ditandai dengan:
Ds: pasien mengatakan mual-mual.
Do:
a. Kulit pucat
b. Nadi 84x/menit
c. Gerakan menelan
3 Defisist perawatan diri: toileting berhubungan dengan hambatan
kemampuan berpindah ditanda dengan:
Ds: pasien mengatakan tidak bisa bergerak bebas
Do:
a. Terpasang infus ditangan kiri
b. Toileting dibantu orang
c. Tidak mampu berjalan sendiri
4 Perubahan persepsi sensori pendengaran berhubungan dengan
Perubahan penerimaan sesori. Ditandai dengan:
DS : pasien mengatakan telinga kiri tidak dapat mendengar apabila
telinga kanan ditutup
DO :
a. Membrane tympani telinga kiri tidak terlihat.
b. Ketika diajak berbicara sulit memahami
c. Reflex cahaya telinga kiri (-)
5 Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit ditandai
dengan
Ds: pasien mengatakan pandangan saya kabur, apakah mata saya
sudah ditengah?
Do:
a. Mata tidak simetris
b. Terdapat benjolan pada leher
c. Pasien cenderung menundukkan kepala
d. Pasien tidak mau menatap lawan bicara
68

6 Kurang pengetahuan berhubungan dengan Kurangnya informasi


ditandai dengan:
Ds: pasien mengatakan belum tahu cara penanganan penyakit yang
diderita.
Do:
pasien selalu mengulasmengenai topik yang sama mengenai
penyakit
Tanggal : 20 Januari 2012 TT : ...........................................
69

K. Rencana Keperawatan

Nama Pasien : Ny. S

Ruangan : C/3E

Waktu : 10.00

Nama Mahasiswa : Desta Windy Pamungkas

Diagnosa Tindakan Keperawatan


No. Keperawatan & Data Rasional
Penunjung Tujuan & Kriteria Tindakan
1 Tgl / Jam: Tgl / Jam: Tgl / Jam: Tgl / Jam:
20 Januari 2012/ 10.00 20 Januari 2012/ 20 Januari 2012/ 10.00 20 Januari 2012/ 10.00
Nyeri Akut berhubungan 10.00 1. Lakuakn pengkajian 1. Membantu dalam menentukan
dengan agen injuri Setelah dilakukan nyeri yang kefektifan terapai yang
biologis ditandai dengan: tindakan komperhensif diberikan serta memantau
Ds: pasien mengatakan keperawatan selama meliputi lokasi, perkembangan nyeri yang
sakit Leher dengan skala 2x24 jam nyeri karakteristik, awitan, dialami oelh pasien
nyeri 6 pasien dapat durasi, frekuensi,
Do: berkurang ditandai kwalitas, intensitas,
a. Wajah menyeringai dengan: atau keparahannyeri
b. Nadi 84x/menit 1. Tingkat dan faktor presipitasi.
c. TD: 140/100 mmHg kenyamanan (4)
70

d. Masa konsisten di 2. Perilaku 2. Kendalikan faktor 2 lingkungan yang nyaman dan


daerah leher mengendalikan lingkungan yang bersis memberikan rasa nyaman
nyeri (4) dapat mempengaruhi bagi pasien sehingga nyeri yang
3. Nyeri: efek respon pasien
pasien alami dapat berkurang
merusak: (5) terhadap
4. Tingkat nyeri (5) ketidaknyamanan.

3. Berikan informasi 3 memberikan penjelasan pada


engenai nyeri, seperti pasien serta cara antisipasinya
penyebab nyeri, sehingga pasien mampu
seberapa lama akan
melakukannya secara mandiri
berlangsung dan
antisipasi dalam menangani nyeri yang
ketidaknyamanan dari dialami oleh pasien.
prosedur.

4. Kolaborasikan 4 agen dalam obat tersebut


dengan tim memungkin dakan dalam
kesehatan membantu penurunan nyeri yang
pemberian analgetic.
dialami oleh pasien.

2. Mual berhubungan dengan setelah dilakuakn 1 pantau gejala subyektif 1 memantau perkembangan pada
rasa makanan atau tindakan mual dari pasien. pasien serta mengevaluasi hasil dari
minuman yang tidak enak keperawatan selama pengobatan.
dilidah ditandai dengan: 1x24 jam diharapkan
mual-mual yang
71

Ds: pasien mengatakan dialami pasien 2 pindahkan segera 2 bau-bauan tertentu dapat
mual-mual. menurun. Dengan benda-benda yang meningkatkan mual yang dialami
Do: kriteria hasil: menimbulkan bau oleh pasien.
a. kulit pucat 1. Pasien 3 ajarkan pasien menelan 3 menekan refleks muntah
b. Nadi 84x/menit melaporkan
secara sadar dan atau
c. Gerakan menelan bebas mual.
2. Tidak terdapat nafas dalam
mata cekung 4 Berikan terapi cairan 4 mencegah terjadinya kekurangan
3. Membran RL 500 ml cairan.
mukosa lembab
3 Defisist perawatan diri: Setelah dilakuakn 1. kaji kemampuan 1 memastikan tingkat kemampuan
toileting berhubungan tindakan berjalan sendiri dan aman pasien dalam beraktivitas
denganhambatak keperawatan selam 2 2. letakkan urinal 2 Memudahkan jangkauan pasien
kemampuan berpindah x 24 jam ataupun pispot dalam dengan alat-alat toileting
ditanda dengan: diharapakan pasien
jangkauaan pasien.
Ds: pasien mengatakan mampu melakukan
3. Ajarkan pasien dan 3 Mempermudah keluarga dalam
tidak bisa bergerak bebas toileting secra
keluarga untuk teknik emmbantu toileting pasien
Do: mandiri dengan
pemindahan dan
a. Terpasang infus kriteria hasil:
ambulasi.
ditangan kiri 1. Mampu
4. Bantu pasien dalam 4 Membantu memandirikan
b. Toileting dibantu orang untuk pergi
toileting seperlunya, pasien.
dan keluar
bantu pasien
dari toilet
melakukannya
2. Mampu
sendiri.
membersihka
n diri setelah
toileting
72

4 Perubahan persepsi sensori Setelah dilakukan 1. observasi pasien akan 1. melakuakan pengenalan realitas
pendengaran berhubungan tindakan gangguan orientasi pada pasien agar tidak terjadi
dengan Perubahan keperawatasn selama gangguan orientasi
penerimaan sesori. 3x 24 jam 2 tanggapi bel panggilan 2 tindakan tersebut dapat
Ditandai dengan: diharapkan pasien
keruang pasien segera mengurangi ketakutan pasien.
DS : pasien mengatakan mampu
telinga kiri tidak dapat menyesuaikan diri mungkin . bila
mendengar apabila telinga dengan perubahan memungkinkan tugaskan
kanan ditutup pendengaran anggota staf yang sama
DO : ditandai dengan: untuk merawat pasien
a. Membrane tympani 1. pasien dapat secara konsisiten.
telinga kiri tidak mempertahankan
terlihat. orientasi waktu 3 berikan edukasi kepada 3 mengindarai bahaya ataupun
b. Reflex cahaya telinga orang dan tempat. pasien mengenai cara cidera
kiri (-) 2. pasien dapat koping alternatif
c. Ketika diajak berbicara mengungkapkan terhadap penurunan
sulit memahami perasaan nyaman
dan aman. pendengaran.
Pasien 4 Rujuk pasien ke 4 membantu pasien beradaptasi
mengkompresikan
sumber komunitas yang dengan kehilangan.
penurunan
pendengaran dengan sesuai
menggunakan
isyarat, gerak tubuh,
membaca bibir,
memakai alat bantu
dengar ataupun yang
lain.
73

L. Catatan Perkembangan

Nama Pasien : Ny. S

Ruangan : C/3e

Diagnosis Medis : Nasopharinx carsinoma

No. DK / Tgl / Tanda


No. Perkembangan (SOAPIE)
MK Jam Tangan
1 Dx 1 20/01/12 I
12.00 Mengukur
TD: 140/100 mmHg
S: 37°C
N: 80x/menit
RR: 22x/menit
13.30 Memberikan injecsi ketorolac 2 cc
E
Ds:pasien mengatakan sakitnya
sudah berkurang
Do:
Pasien tertidur, pasien tenang tidak
mengeluh sakit
TD: 140/100 mmHg
S: 37°C
N: 8ox/menit
RR: 22x/menit
2 Dx2 20/01/12 I
10.10 Mengobservasi infus pasien.
Infus lancar
13.30 Memotivasi pasien untuk minum
minimal 4 gelas untuk siang hari
13.45 Mengitung balance cairan
CM: 600
CK: 400
BC: +200
E
Ds: pasien mengatakan mual
berkurang
74

Do:
Infus lancar
CM: 600
CK: 400
BC: +200
3 Dx 3 20/01/12 I
10.00 Memberitahunak keluarga dan
pasien mengenai letak dai urinal
serta pispot.
E:
Ds: pasien mengatakan saya tidak
pipis bisa kalo tidak di WC
Do:
Pasien BAK 2 kali dibantu keluarga
pasien
4 Dx 4 20/01/12 I
11.00 Mengkolaborasikan dengan dokter
pemeriksaan THT
Rinitis (+) menyokong kecurigaan
malignasi nasopharing.
E:
Ds: pasien mengatakan mau
diambil benjolan dileher.
Do:
Rinitis (+) menyokong kecurigaan
malignasi nasopharing.
5 Dx1 21/01/12 S:pasien mengatakan sakitnya
sudah berkurang
O:
Pasien tertidur, pasien tenang tidak
mengeluh sakit
TD: 140/100 mmHg
S: 37°C
N: 80x/menit
RR: 22x/menit
A: nyeri belum teratasi
P: lanjutkan intervensi 1-3
I
07.00 Mengobservasi keadaan umum
pasien
Ku sedang, kesadaran
komposmentis
08.00 Memberikan injeksi ketorolac 2 cc
09.30 Mengajarkan teknik nafas dalam
21.00 Mengobservasi keadaada umum
pasien
75

24.00 Menyuntik ketorolac 2 cc


05.00 Merapikan kamar pasien
05.30 Mengukur vital sign
RR: 22x/menit
N: 80 x/menit
S: 37°C
TD: 110/70mmHg
E
Ds: pasien mengatakan sakit pada
daerah bekas operasi
Do:
Pasien tempak menyeringai
menahan sakit.
RR: 22x/menit
N: 80 x/menit
S: 37°C
TD: 110/70mmHg
A: nyeri belum teratasi
P: lanjutkan intervensi 1-4
6 Dx2 21/01/12 S: pasein mengatakan mual
berkurang
O:
Infus lancar
CM: 600
CK: 400
BC: +200
A: mual teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi 1-3
I
07.00 Mengobservasi infus pasien
Infus lancar
08.00 Memberikan injecsi ranitidin
percep 2 cc
09.00 Menganti infus
21.00 Mengobservasi infus pasien
23.00 Mengganti infus pasien
06.30 E
S: pasien mengatakan belum
minum pagi ini
O:
Pasien tampak lemah dan pucat
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi 1-3
76

7 Dx3 21/12/12 S: pasien mengatakan saya tidak


pipis bisa kalau tidak di WC
O:
Pasien BAK 2 kali dibantu keluarga
pasien
A: kebutuhan toileting pasien
belum terpenuhi
P: lanjutkan intervensi 1-4
I
07.30 Mengingatkan pasien untuk tidak
makan, karena puasa.
08.00 Memberikan obat ranitidin
21.00 Mengobservasi keadaan pasien
Pasien tertidur.
06.30 Membersihkan kamar pasien
S: pasien mengatakan belum ke
belakang semenjak tadi malam
O: pasien lemah dan lesu
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi 1-4
8 Dx4 21/01/12 S: pasien mengatakan mau diambil
benjolan dileher.
O:
Rinitis (+) menyokong kecurigaan
malignasi nasopharing.
A: maslah belum teratasi.
P: lanjutkan intervensi 1-4
I
08.00 Mempersiapkan pasien majalani
biposi
21.00 Mengobservasi keadaan pasien
Pasein terdisur, dan lemas.
06.00 Mengorientasikan pasien terhadap
waktu, tempat dan orang.
E:
S: pasien mengatakan saya dirumah
sakit, sekarang sudah agi sama mas
perawat.
O:
Pasien menyadari orientasi.
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi 1-4
77

9 Dx1 24/01/12 S: pasien mengatakan sakit pada


daerah bekas operasi
O:
RR: 22x/menit
N: 80 x/menit
S: 37°C
TD: 110/70mmHg
Pasien tempak menyeringai
menahan sakit
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi 1-3
I
07.00 Mengobservasi keadaan pasien.
Pasien keadaadan umum sedang
kesadaran komposmentis
07.30 Mengukur vital sign
S: 36°C
N:80 x/menit
RR: 24x/menit
08.00 Memberikan injeksi keterolac 2cc
E:
S: pasien mengataksan sekarang
sudah enak
O: pasien tampak tenang, ekspresi
muka releks
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi 1-4
10 Dx2 24/01/12 S: pasien mengatakan belum
minum pagi ini
O:
Pasien tampak lemah dan pucat
A: kebutuhan cairan pasien belum
terpenuhi
P: lanjutkan intervensi 1-3
I
07.00 Memotivasi pasien untuk minum
dan makan
08.30 Membersihkan kamar pasien
menghindari bau-bauan
08.00 Membrikan injeksi ranitidin
09.00 Memberikan diet pagi
12.00 Mengobservasi pasien mengenai
pola minum dan makan pasein
Mengganti infus pasien.
78

13.30 E:
S: Pasien mengatakan sejak tadi
pagi baru minum 2 gelas=400cc
O:bibir kering, dan pucat
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi 1-3
11 Dx3 24/01/12 S: pasien mengatakan belum ke
belakang semenjak tadi malam
O : pasien lemah dan lesu.
A: toileting belum teratasi
P: lanjutkan intervensi 1-4
I
08.30 Mengajari mobilisasi dan
prerpindahan pasien dengan tangan
yang terpasang infus terletak lebih
rendah dari pada infus.
08.30 Mengobservasi kemampuan pasien
dalam melakuakan toileting
13.00 Melepas infus pasien.
13.30 Mengobservasi kemampuan pasie
dalam toileting
S: pasien mentakan mampu ke WC
sendiri.
O:
a. pasien mampu melakukan
toileting sendiri.
b. Pasien mampu berjalan dengan
aman.
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi 1-4
12 Dx 4 24/01/12 S: pasien mengatakan masih di RS
O:
Pasien menyadari orientasi.
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi 1-4
I
09.00 Mengkaji gangguan orientasi
09.10 Mendekatkan diri apabila berbicara
dengan pasien kesebelah kanan
pasien.
E
S: pasien mengatakan telinga
sebelah kiri tidak mendengar.
O:
Pasien mengulang-ulang
pembicaraan agar jelas.
79

A: masalah belum teratasi


P:lanjutkan interensi 1-4
80

BAB IV

PEMBEHASAN

A. Teori Medis

Kecurigaan terhadap terjadinya keganasan perlu dilakuakn secara

komperhensif, tanda serta gejala yang ditimbulkan terkadang berbeda, akan

tetapi keganasan yang terjadi pada kasus kelolaan, hamper sama dengan teori

yang ada, terjadinya Otitis Media pada penderita kegansaan pada nasofaring

diakibatkan karena desakan dari pertumbuhan jaringan pada naso faring yang

berakibat pada penekanan terhadap ostium tuba eustachii yang

mengakibatkan tersumbatnya tuba eustachii yang menyebabkan terjadinya

perbedaan tekanan yang dapat menimbulkan Otitis media. Pembesaran yang

terjadi pada kasus kelolaan semua tanda dan gejala yang terdapat pada teori

timbul.

Pemeriksaan diagnostic yang digunakan pada kasus kelolaan menggunakan

biopsy guna menegakakn diagnose pada kegansaan akan tetapi hasil yang

keluar cukup lama sehingga pasien harus bolak-balik untuk memastikan hasil

dari biopsy jaringan yang dilakuakan. Klasifikasi dari hasil biopsy

berdasarkan klasifikasi dari WHO. Pengklasifikasian pada kasus kelolaan

karena ditemukannya sel spidel pada pasien sehingga berdasarkan klasifikasi

yang ditegakakan WHO pasein termasuk dalam Karsinoma WHO tipe III,

sehingga perlu dilakuakn terapi lanjut dan pasien dirujuk ke rumah sakit lain

untuk menjalani terapi.

80
81

Pasien akan dilakuakan penyinaran terlebih dahulu pada penanganannya,

untuk meminimalkan biaya dari pasien. Keterbatasan dalam penanganan

dikarenakan biaya yang terlampau jauh untuk pasien. Sehingga pasien dan

keluarga memutuskan untuk melakukan penyinaran terlebih darulu.

B. Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian yang dilakukan pada pasien ini awalnya diduga pasien

mengalami otitis media sampai akhirnya pasien mengeluhkan terjadinya

nyeri didaerah leher serta terdapat masa yang konsisten pada daerah

leher. Kecurigaan terhadap keganasan dikarenakan pasien mengalami

epistaksis yang terjadi tanpa sebab serta ketidakseimbangan pada bagian

bola mata pasien (juling), kedua hal ini terjadi karena desakan pada

bagian dorsal palatum mole bergesekan dengan permukaan tumor

sehingga pembuluh darah dipermuakaan tumor robek. Sedangkan pada

ketidakseimbangan mata dikarenakan dasakan pada basis cranial yang

akan berakibat pada redupaksa pada saraf cranial III (okulomotorius)

yang memngakibatkan ketidakseimbangan dari bola mata.

Pemeriksaan Telinga Hidung dan Tenggorokan (THT) pada kasusu

kelolaan menunjukan rhinitis (+) dan mendukung kecurigaan terhadap

keganasan nasofaring dan akhirnya dilakuakn biopsy untuk memastikan

keganasan yang terjadi pada pasien.


82

2. Diagnosa keperawatan.

Pengambilan diagnose keperawatan yang terdapat pada kasus kelolaan

dengan teroi yang ada terjadi perbedaan hal ini dikarenakan kondisi

pasien yang mengalami perdarahan, dari hal tersebut makan dilakuakn

pemrioritasan masalah keperawatan sebagai berikut:

a. Nyeri akut berhubungan dengan peoses penyakit diatandai dengan:

Ds: Pasien mengatakan nyeri pada bagian leher, skala 6. Nyeri

seperti ditusuk.

Do:

1) Wajah menyeringai, memegangi perut terus.


2) TD: 140/100 mmHg
3) Nadi: 84 x/menit
Nyeri diambil sebagai perioritas pertama karena bila tidak
segera diatasi akan menyebabkan skala nyeri terus meningkat dan
kondisi pasien akan berakibat buruk dan bisa berakibat syok
(Barbara Engram, 1996). Penanganan nyeri harus segera ditangani
maka penulis dalam pemerioritasan, memprioritaskannya sebagai
diagnose pertama dan tujuan criteria hasilpun pun penulis
mencantumkan 2x24 jam diharapkan nyeri yang diamami pasien
menurun.
b. Mual berhubungan dengan rasa makanan atau minuman yang tidak
enak dilidah ditandai dengan:
Ds:
Pasien mengatakan mual-mual
Do:
1) Kulit pucat
2) Nadi 84x/menit
3) Gerakan menelan
83

Alasan mual sebagai diagnose ke-2 dikarenakan kondisi pasien


yang mengalami perdarahan pada hidung (epistaksis) serta
terkadang batuk terdapat darah. Maka, penulis melihat dari hal
teresbut dapat berakibat pada peningkatan perdarahan apabila
pasien terjadi muntah. Makan dengan segera perlu dilakuakan
penanganan agar perdarahan yang hebat tidak terjadi.
c. Defisit perawatan diri: toileting berhubungan dengan hambatan
kemapuan berpindah ditandai dengan
Ds: pasien mengatakan tidak bisa bergerak bebas
Do:
1) Terpasang infuse ditangan kiri
2) Toileting dibantu oleh orang lain
3) Tidak mampu berjalan sendiri
Pemerioritasan masalah ini sebagai masalah keperawatan ke tiga
dikarenakan pasien mengalami gangguan ketika menjalani toileting
serta pasien sering mengurangi minum agar tidak ke kamar mandi.
Sehingga perlu dilakukan pendekatan yang tepat agar masalah
toleting ini tidak akan mengganggu permasalahan lain pada pasien.
d. Perubahan sensori presepsi: pendengaran berhubungan dengan
perubahan penerimaan sensori ditandai dengan:
Ds:
Pasien mengatakan telinga kiri tidak dapat mendengar apabila
telinga kanan ditutup.
Do:
1) Membrane timpani tidak terlihat
2) Reflex cahaya telinga kiri (-)
3) Ketika diajak berbicara sulit memahami.
Penyessuaian terhapat terjadinya gangguan ini perlu dilakukan,
karena yang dari semula pasien mampu mendengar dengan baik dan
sekarang hanya menggunkan satu pendengaran (terganggu) makan
perlunya dilakukan intervensi ini guna pasien menyesuaikan dengan
84

kondisi yang dialaminya. Sehingga pasien ketika sembuhpun dapat


beraktivitas seperti biasa.
3. Nursing Care Plan/NCP
Planning yang dilakuakn pada pasien diambil dari NOC dan NIC yang
dapat terlihat pencapaian serta penanganan yang tepat. Panduan ke2 buku
tersebut membantu perawat dalam melakuakn intervensi keperawatan
dan mudah pencapaian yang digunakan. Dan jelas dalam batasan
intervensi yang memuat ONEC dari buku tersebut maka dapat dilihat
jelas batasan-batasanna.
4. Evaluasi
Evaluasi proses keperawatan digunakan teksik SOAPIE yang dapat
melihat jelas perkembangan pasien dari hari ke hari. Metode ini cukup
efektif dalam hal pengevaluasian intervensi yang dietrapakan pada pasien.
Factor pendukung yaitu kerjasama yang baikantara penulis, pasien,
dokter dan perawat ruangan serta tersedianya alat-alat medis dan obat-
obatan untuk pasien. Penulis tidak menemukan hambatan yang berarti
dalam melakukan evaluasi keperawatan.
85

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemahaman akan landasan teori yang matang membuat praktik
lapangan yang dilakukan dan pengelolaan kasus yang ada dapat berjalan
dengan baik sebagai penegakan diagnose yang diterapkan pada pasien. Pada
pasien dengan NPC perlu pengkajian yang terus dikembangakan agar
mengetahui permasalah yang seberanya terjadi pada pasien. Penegakan
diagnose keperawatan antara landasan teori dan pengelolaan kasus sama,
karena keluhan pasien yang sama. Pengkajian yang komperhensif perlu
dilakukan agar tidak salah dalam pengambilan diagnose serta untuk
membantu masalah pasien dalam menigkatkan derajad kesehatannya.

B. Saran
Berdasarkan hasil prektik klinik laboratorium keperawatan, maka ada
beberapa saran yang sekiranya dapat digunakan meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan bagi pasien:
1. Bagi pasien
Tanda serta gejala seperti terjadinya gangguan pada telinga ataupun
terjadinya mimisan tidak dapat dianggap sebgai hal yang tidak
mebahayakan bagi pasien terlebihlagi diperkuat dengan adanya benjolan
pada daerah leher maka perlu dicurigai bahwa itu suatu tanda yang
membehayakan. Maka perlu segera dibawa ke tim medis ubtuk
dipastikan apakah benjolan serta tanda den gejalan yang terjadi tesebut
bukan suatu keganasan.
2. Bagi perawat
Pendampingan pada pasien dengan kanker seperti ini perlu dilakuakn
karena pasien menganggap bahwa ini merupakan penyakit yang tidak bisa
disembuhkan dan merupakan penyakit yang berujung kematian ataupun

85
86

biaya yang mahal, maka perlu dilakukan pendapingan serta penjelasan


yang tepatagar pasien tidak menganggap bahwa pasien tidak akan
berujung pada kematian serta pendampingan mengenai biaya yang akan
digunkan perlu dilakukan, agar pasien tidak merasa takut mengenai biaya
yang akan dikeluarkan.
3. Bagi mahasiswa
Pemahaman akan kasus yang kian berkembang perlu dilakuakn karena
semakin lama semakin berkembang pulla jenis penyakit serta
penangananya. Maka pemahaman akan landasan terori yang ada perlu
dilakuakn secar terus menerus agar ketika melakuakn asuhan
keperawatan dapat berjalan dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai