Anda di halaman 1dari 2

MEKANISME KERJA GOLONGAN-GOLONGAN OBAT ANTI JAMUR

GOLONGAN AZOLE
Golongan imidazol dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan jumlah
nitrogen pada cincin azol. Kelompok imidazol (ketokonazol, mikonazol, dan klotrimazol)
terdiri dari dua nitrogen dan kelompok triazol (itrakonazol, flukonazol, varikonazol, dan
posakonazol) mengandung tiga nitrogen. (Zhao & Calderone, 2002).
Pada umumnya golongan azol bekerja menghambat biosintesis ergosterol yang
merupakan sterol utama untuk mempertahankan integritas membran sel jamur. Bekerja
dengan cara menginhibisi enzim sitokrom P 450, C-14-α-demethylase yang bertanggung
jawab merubah lanosterol menjadi ergosterol, hal ini mengakibatkan dinding sel jamur
menjadi permeabel dan terjadi penghancuran jamur. (Gupta, 2002; Ashley et.al, 2006)

GOLONGAN ALLYLAMINE DAN BENZYLAMINE


Golongan ini merupakan anti jamur yang berspektrum luas. Efektif terhadap
dermatofit yang bersifat fungisidal dan fungistatik untuk Candida albicans, tetapi bersifat
fungisidal terhadap Candida parapsilosis. Terbinafin juga efektif terhadap Aspergillosis
sp., Blastomyces dermatitidis, Histoplasma capsulatum, Sporothrix schenxkii dan
beberapa dermatiaceous moulds (Bellantoni & Konnikov, 2008). Obat-obat pada golongan
ini antara lain terbinafine, butenafine, naftifine (Lakshmipathy et.al, 2010)
Mekanisme kerja dari obat golongan allylamine dan benzylamine adalah dengan
menghambat sintesis ergosterol, dengan cara menghambat squalene epoxidase, suatu
enzim yang bekerja untuk menghasilkan sterol yang diperlukan dalam menjaga keutuhan
dari membran sel jamur (drugbank.ca/drugs/db01091)

GOLONGAN POLIEN
Golongan polien tersusun dari ikatan polien, yaitu ganda yang terkonjugasi dan
struktur cincin makrolid. Kerja obat antijamur golongan polien adalah menghambat
sintesis ergosterol dimana obat ini mengikat secara langsung ergosterol dan channel ion
di membran sel jamur, hal ini menyebabkan gangguan permeabilitas berupa kehilangan
ion kalium dan menyebabkan kematian sel. Contoh-contoh obat golongan polien antara
lain amfoterisin dan nystatin (ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK8263/)

GOLONGAN ANTIJAMUR LAIN


1. 5-Fluorocytosine (5-FC) merupakan antimetabolit yang bekerja dengan cara
menghambat sintesis RNA dan DNA dengan cara menterminasi secara dini rantai RNA
dan menginterupsi sintesis DNA, dimana 5-FC masuk ke dalam inti sel jamur melalui
sitosin permease. Di dalam sel jamur 5 FC diubah menjadi 5-fluorouridin trifosfat
yang menyebabkan pemutusan rantai RNA. Trifosfat ini juga akan berubah menjadi
5-fluoro deoksiuridin monofosfat yang akan menghambat timidilat sintetase yang
dibutuhjan untuk sintesis DNA (Gubbins & Anaissie, 2009)
2. Griseofulvin
Griseofulvin mempunyai aktifitas spektrum yang terbatas hanya untuk spesies
Epidermophyton flocossum, Microsporum sp., dan Trichophyton sp., yang merupakan
penyebab infeksi jamur pada kulit, rambut kuku. Mekanisme kerja dari griseofulvin
adalah sebagai fungistatik, dengan cara menghancurkan struktur benang mitotik sel
jamur, selanjutnya akan menghambat pembelahan sel. Griseofulvin akan terkumpul
di kulit, rambut, kuku, jaringan lemak dan otot skelet, sehingga akan membuat
suasana lingkungan yang tidak mendukung sel jamur untuk melakukan pembelahan,
sehingga griseofulvin cocok untuk diberikan pada infeksi dermatofita superficial
(aocd.org/?page=Griseofulvin)
3. Ekinocandin
Golongan ekinokandin menghambat pembentukan dinding sel jamur dengan cara
menghambat β1,3 glukan yang merupakan salah satu unsur utama dari dinding sel
jamur. Sehingga apabila β glukan tidak terbentuk, integritas struktural dan morfologi
sel jamur akan mengalami lisis. (Gubbins & Anaissie, 2009)
4. Asam Undesilenat
Asam undesilenat bersifat fungistatik, dapat juga bersifat fungisidal apabila terpapar
lama dengan konsentrasi yang tinggi pada agen jamur. Salep asam undesilenat
mengandung 5% asam undesilenat dan 20% zinc undesilenat. Zinc bersifat astringent
yang menekan inflamasi. (Farmakologi UI, 2011)
5. Salep Whitefield
Preparat salep yang mengandung 6% asam benzoate dan 3% asam salisilat.
Kombinasi ini dikenal dengan salep Whitefield. Asam benzoat bekerja sebagai
fungistatik, dan asam salisilat sebagai keratolitik sehingga menyebabkan deskuamasi
keratin yang mengandung jamur. Bennet JE, 2006)

DAFTAR PUSTAKA

Ashley ES et.al. Pharmacology of systemic antifungal agents. Clinical Infectious Disease D


2006;43 (Suppl 1):28-39.

Bellantoni MS, Konnikov N. Oral antifungal agents. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BS, Paller AS, Leffel DJ. eds. Fitzpatricks’s Dermatology in General Medicine. 7th
ed. New York: Mc Graw-Hill.2008.p 2211-2217

Bennet JE. Antimicrobial Agents: Antifungal Agents. In: Brunton LL, Lazo JS, Parker KL. Goodman &
Gilman's: The Pharmacological Basis Of Therapeutics. 11th Ed. New York: Mc Graw-Hill. 2006

Gubbins PO, Anaissie EJ. Antifungal therapy. In: Anaissie EJ, McGinn MR, Pfaller. Clinical
Mycology. 2nd Ed. China: Elsevier. 2009. p161-196

Gupta AK. Systemic antifungal agents. In: Wolverton ES, editor. Comprehensive
dermatology drug therapy. Indianapolis, Indiana: W.B. Saunders Company;2002. Pp75-99.
Laksmipathy DT, Kannabiran K. Review on dermatomycosis: pathogenesis and treatment. Journal
of Natural Science. 2010; 7; 726 – 31.

Zhao X, Calderone RA. Antifungals currently used in the treatment of invasive fungal
disease. In: Calderone RA, Cihlar RL. Eds. Fungal pathogenesis principles and clinical
applications. USA; Mycology Vol 14. 2002; p 559-574

Anda mungkin juga menyukai