Anda di halaman 1dari 11

JKMK

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT KHATULISTIWA


http://openjurnal.unmuhpnk.ac.id/index.php?journal=jkmk&page=index
ANALISIS SURVEILANS EPIDEMIOLOGI KASUS DEMAM BERDARAH
DENGUE (DBD) DI PUSKESMAS SE-KOTA PONTIANAK TAHUN 2016
Iskandar Arfan1 , Muhammad Taufik2
Program Studi Kesehatan Masyarakat: Universitas Muhammadiyah Pontianak 1,2
Jl. Jenderal Ahmad Yani No.111 : Pontianak
Email : gandhasunaryoputra90@gmail.com / 081391716314

Info Artikel Abstrak

Sejarah Artikel: Surveilans epidemiologi merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam mendukung pengendalian
Diterima 17 November dan penanggulangan penyakit menular, tidak terkecuali pada kegiatan pengendalian dan penanggulangan
2017 penyakit DBD. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Pontianak pada tahun 2014-2015 angka kesakitan
Disetujui 02 Desember penyakit DBD menunjukkan trend flukluatif berdasarkan angka incidence rate, dimana pada tahun 2014
2017 IR sebesar 57,07 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2015 IR sebesar 61,1 per 100.000 penduduk.
Di Publikasi 31 Agustus Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan pengamatan evaluasi gambaran pelaksanaan surveilans
2017 epidemiologi DBD dari aspek input, proses, output dan atribut surveilans di Puskesmas se-Kota
Pontianank. Metode penelitian ini menggunakan metode observasional deskriptif, subyek penelitian adalah
Keywords: petugas surveilans Dinas Kesehatan Kota dan petugas surveilans Puskesmas se-kota pontianak dengan
Surveilans, DBD jumlah sampel yaitu sebanyak 24 sampel. Hasil penelitian menunjukkan dari aspek input, proses dan output
sebagian besar belum lengkap. Diharapkan dinas terkait untuk menyelenggarakan berbagai pelatihan
khusus bagi petugas surveilans DBD di puskesmas agar pada proses pelaksanaan kegiatan surveilans DBD
dapat berjalan lancar serta adanya evaluasi yang berkesinambungan kepada petugas surveilans puskesmas

ANALYSIS OF EPIDEMIOLOGY SURVEILLANCE CASE OF DENGUE


BLOOD FEVER (DHF) OF PUSKESMAS SE-KOTA PONTIANAK 2016
Abstract

Epidemiological surveillance is an important program in supporting control and prevention of


infectious diseases, including DHF disease. Data from Health Department of Pontianak in 2014-
2015 indicates that the morbidity rate of dengue fever fluctuated significantly from 57,07 per
100.000 population in 2014 to 61.1 per 100.000 population in 2015. This study aimed at observing
the evaluation of the implementation of DHF epidemiological surveillance from input, process,
output and attribute aspects at all health centers in Pontianak City. Using descriptive
observational method, the subjects of this study were 24 surveillance officers in Pontianak City.
The result of research shows that from input aspect, process and output mostly not yet complete.
It is expected that the related offices to organize special training for DHF surveillance officers at
the Community Health Center (Puskesmas) so that the DHF surveillance process can run smoothly
and there is a continuous evaluation to the officers of Puskesmas surveillance


Alamat korespondensi: ISSN 2581-2858
Universitas Muhammadiyah Pontianak
Email: iskandar_arfan@yahoo.com
Iskandar Arfan & Muhammad Taufik. Analisis Epidemiologi Kasus DBD

PENDAHULUAN data tersangka DBD untuk melakukan


penyelidikan epidemiologi (PE), pengolahan dan
Surveilans epidemiologi merupakan
penyajian data penderita DBD untuk pemantauan
pemantauan secara terus menerus terhadap faktor-
KLB berdasarkan laporan mingguan (W2 DBD),
faktor yang menentukan kejadian dan distribusi
laporan bulanan kasus/kematian dan program
penyakit dan keadaan kesehatan yang lain.
pemberantasan (K-DBD), data dasar perorangan
Kegiatan ini dipandang penting bagi tindakan
penderita suspek DD, DBD,SSD (DP-DBD),
pengendalian dan pencegahan yang berhasil
penentuan stratifikasi (endemisitas)
guna1.
desa/kelurahan, distribusi kasus DBD per
Surveilans epidemiologi dilaksanakan dengan RW/dusun, penentuan musim penularan, dan
dua cara yaitu pasif dan aktif. Surveilans pasif kecenderungan DBD 6.
merupakan pengumpulan keterangan tentang
Berdasarkan hasil observasi data di beberapa
kejadian penyakit dalam masyarakat yang
Puskesmas menunjukkan ada kelemahan pada
dilakukan oleh unit surveilans mulai dari tingkat
sistem input yakni sebagian dari tenaga surveilans
puskesmas sampai ke tingkat nasional. Sementara
kurang terlatih, hal itu dikarenakan petugas
aktif merupakan pengumpulan data terhadap satu
surveilans bukan dari bidang tenaga epidemiologi,
atau lebih penyakit tertentu, dilakukan secara
dari 5 puskesmas tersebut belum pernah mengikuti
teratur oleh petugas kesehatan yang telah
pelatihan terkait pelatihan surveilans. Kemudian
ditugaskan untuk hal tersebut 2.
dapat dilihat dari sarana yang masih kurang
Di Indonesia, jumlah kasus DBD pada tahun memadai untuk ketersediaan formulir surveilans
2014 sebesar 37,11 per 100.000 penduduk, dengan DBD serta perangkat lunak untuk kemudahan
angka kematian DBD yang terus meningkat 3 dalam mengolah kasus DB.
tahun terakhir yakni dengan angka CFR sebesar
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti
0,90 pada tahun 2014 dari 34 provinsi 3.
tertarik untuk melakukan penelitian tentang.
Berdasarkan data kasus DBD di Provinsi Analisis surveilans epidemiologi kasus DBD di
Kalimantan Barat, dimana pada tahun 2013 puskesmas se-Kota Pontianak.
dengan jumlah kasus sebanyak 775 kasus dan
METODE
mengalami kematian sebanyak 13 kasus dengan
angka IR (17,20) dan CFR (1,68), dimana pada Penelitian di lakukan di 23 puskesmas se kota
tahun 2014 mengalami peningkatan drastis yaitu pontianak, jenis penelitian merupakan penelitian
sebanyak 5049 kasus DBD dengan angka evaluasi (evaluation reseach) dengan rancangan
kematian sebanyak 68 kasus berdasarkan angka IR penelitian deskriptif observasional, sasaran
(111.000) dan angka CFR (1,35). Pada tahun 2015 penelitian pada 23 petugas surveilans di 23
terjadi kasus DBD sebanyak 736 kasus dan puskesmas se kota pontianak dan 1 tenaga
mengalami kematian sebanyak 9 kasus dengan surveilans dinas kesehatan kota, Instrument
angka IR (16,18) dan angka CFR (1,22) 4. pengumpulan data pada penelitian ini dengan
menggunakan kuesioner dengan teknik
Salah satu cara efektif yang bisa dilakukan
pengambilan data dengan wawancara dan
untuk menekan angka kesakitan dan kematian
observasi (cheklist) untuk menggali jawaban
akibat DBD yakni dengan melaksanakan
responden mengenai kegiatan surveilans yang
surveilans epidemiologi. Hal ini tertuang dalam
dilakukannya. Teknik analisa data dalam
peraturan perundang-undangan terkait dengan
penelitian ini yaitu menggunakan distribusi
program pengendalian DBD untuk upaya
frekuensi dari hasil observasi (gambaran
pemberantasan penyakit DBD salah satunya
pelaksanaan surveilans DBD) dan wawancara
dengan penemuan dan pengamatan situasi
kepada petugas. analisis hasil observasi dan
penyakit DBD secara teratur sehingga kejadian
wawancara di bandingkan dengan pedoman,
luar biasa diketahui sedini mungkin dan dapat
peraturan dan literatur pelaksanaan surveilans
menentukan desa rawan penyakit DBD 5.
epidemiologi DBD.
Surveilans epidemiologi DBD dipuskesmas
meliputi kegiatan pengumpulan dan pencatatan

265
JKMK., Jurnal Kesehatan Masyarakat Khatulistiwa Vol.4, No.3, Agustus 2017

HASIL Tabel. 3 Komponen Input Peralatan Kantor


Peralatan Ada Tidak
No
Kantor Jumlah % Jumlah %
Perangkat Keras
1 Komputer 23 100 0 0
2 Mesin Ketik 10 43,5 13 56,5
3 Printer 23 100 0 0
4 Kalkulator 23 100 0 0
5 Telepon 22 95,7 1 4,3
6 Faksimili 23 100 0 0
7 Internet 22 95,7 1 4,3
Perangkat Lunak
8 Microsoft 23 100 0 0
Office
9 SPSS 0 0 23 100
10 Aplikasi 0 0 23 100
Gambar. 1 Komponen input tenaga kesehatan Peta
Sumber: Data Primer, 2017
Tabel. 1 Komponen Input Sarana dan
Prasarana Tabel. 4 Komponen Input Formulir Surveilans
Sarana Ada Tidak Formulir Ada Tidak
(peralatan No surveilans Jumlah % Jumlah %
No Juml Juml DBD
pemeriksaan % %
ah ah 1 Formulir pasien 0 0 23 100
kasus DBD)
1 Manset anak 11 47,8 12 52,2 DBD
2 Mikroskop 21 91,3 2 8,7 2 Formulir KLB 23 100 0 0
Hemometer (W1)
3 21 91,3 2 8,7 3 Formulir 23 100 0 0
Sahli
4 Pipet HB 21 91,3 2 8,7 mingguan (W2)
Pipet 4 Formulir DP- 0 0 23 100
5 21 91,3 2 8,7 DBD (bulanan)
Eritrosit
Pipet 5 Formulir K- 0 0 23 100
6 21 91,3 2 8,7 DBD (bulanan)
Leukosit
Kamar 6 Formulir (P 23 100 0 0
7 Hitung 21 91,3 2 8,7 WS) PJBI
Trombosit 7 Formulir PE 23 100 0 0
Hemositome 8 Formulir 15 65,2 8 34,8
8 21 91,3 2 8,7 Penanggulangan
t
Sumber: Data Primer, 2017 Sumber: Data Primer, 2017

Tabel. 2 Komponen Input Alat Transportasi Tabel. 5 Komponen Input Buku Pedoman dan
Penunjang Petunjuk Teknis
Alat Ada Tidak Buku Pedoman Ada Tidak
Transportasi Jumlah % Jumlah % No dan Petunjuk Jumlah % Jumlah %
Teknis
Roda 2 23 100 0 0
Roda 4 17 73,9 6 26,1 1 Buku Program
Pengendalian 22 95,7 1 4,3
Sumber: Data Primer, 2017
DBD
2 Buku Tata
22 95,7 1 4,3
Laksana DBD
3 Petunjuk Teknis
21 91,3 2 8,7
Jumantik
4 Pedoman Praktis
4 17,4 19 82,6
Surveilans
Sumber: Data Primer, 2017

266
Iskandar Arfan & Muhammad Taufik. Analisis Epidemiologi Kasus DBD

Tabel. 6 Komponen Proses Pengumpulan Data Tabel. 8 Komponen Proses Pengolahan dan
Ada Tidak
Penyajian Data
Pengumpulan
No Juml % Juml % Pengumpulan dan Ada Tidak
dan Pencatatan
ah ah Pencatatan Jumlah % Jumlah %
1 Penderita DD, DBD Mingguan Analisis 9 39,1 14 60,9
23 100 0 0
DBD, dan DSS Interpretasi 5 21,7 18 78,3
2 Sumber dari RS DBD Bulanan Analisis 4 34,8 15 65,2
10 43,5 13 56,5
(Form KDRS) Interpretasi 3 17,4 19 82,6
3 Sumber dari Stratifikasi Analisis 3 13,0 20 87,0
23 23 0 0
Dinkes Kota Desa/Kelurahan Interpretasi 4 17,4 20 87,0
4 Sumber dari
Distribusi DBD Analisis 2 8,7 19 82,6
puskesmas rawat 0 0 23 100
RW/Dusun Interpretasi 2 8,7 21 91,3
inap
Musim Analisis 2 8,7 21 91,3
5 Sumber dari
14 14 9 39,1 Penularan DBD Interpretasi 2 8,7 21 91,3
puskesmas lain
6 Sumber dari Kecenderungan Analisis 2 8,7 21 91,3
9 9 14 60,9 DBD Interpretasi 1 4,3 22 95,7
yankes lainnya
7 PE tambahan 23 23 0 0 Sumber: Data Primer, 2017
8 Bukti harian atau
23 23 0 0
register Tabel. 9 Komponen Proses Diseminasi dan
9 Data demografi 23 23 0 0 Umpan Balik
Sumber: Data Primer, 2017
Diseminasi dan Ya Tidak
No
Tabel. 7 Komponen Proses Pengolahan dan Umpan Balik Jumlah % Jumlah %
1 Diseminas
Penyajian Data Menggunakan 23 100 0 0
Pengumpulan Ada Tidak W1
No 2 Diseminas
dan Pencatatan Jumlah % Jumlah %
1 Tabel Situasi Menggunakan 23 100 0 0
14 60,9 9 39,1 W2
DBD Mingguan
2 Grafik Situasi 3 Diseminas
10 43,5 13 56,5 Kepada Pihak 23 100 0 0
DBD Mingguan
3 Tabel DBD Stakeholder
13 56,5 10 26,1 4 Umpan Balik
Bulanan 23 100 0 0
4 Grafik Situasi dari Dinkes Kota
8 34,8 15 65,2 Sumber: Data Primer, 2017
DBD Bulanan
5 Tabel Stratifikasi
11 47,8 12 52,2
Desa Kelurahan Tabel. 10 Komponen Output
6 Stratifikasi
Kelurahan 5 21,7 18 78,3 Diseminasi dan Ya Tidak
No
Dengan Peta Umpan Balik Jumlah % Jumlah %
7 Tabel Distribusi 1 Data Kasus
17 73,9 6 26,1 23 100 0 0
DBD RW/Dusun Perorangan
8 Grafik Musim 2 Data Kasus
3 13,0 20 87 23 100 0 0
Penularan DBD Mongguan
9 Tabel Penderita 3 Data Kasus
0 0 23 100
DBD/SSD per 12 52,2 11 47,8 bulanan K-DBD
Tahun 4 Grafik Distribusi
13 56,5 10 43,5
10 Grafik Garis Kaus
4 17,4 19 82,6 5 Peta Stratifikasi
Trend DBD 5 21,7 18 78,3
Sumber: Data Primer, 2017 Endemisitas
6 Data ABJ 23 100 0 0
7 Data
18 78,3 5 21,7
Endemisitas
Sumber: Data Primer, 2017

267
JKMK., Jurnal Kesehatan Masyarakat Khatulistiwa Vol.4, No.3, Agustus 2017

PEMBAHASAN eritrosit, pipet leukosit, kamar hitung trombosit


dan hemositomet sudah digunakan dengan satu
1. Komponen Input
alat pemeriksaan yaitu Sysmex, alat tersebut
a. Tenaga mencakup peralatan pemeriksaan yang
Berdasarkan hasil penelitian diketahui digunakan untuk pemeriksaan kasus
bahwa jumlah tenaga surveilans belum sesuai DBD.Berdasarkan hasil wawancara dengan
dengan pedoman yang ada, hal itu dikarenakan petugas surveilans.
tenaga pelaksana surveilans DBD sebagian Menurut panduan praktis surveilans
besar bukan S1 epidemiologi ataupun tenaga epidemiologi penyakit dari Direktorat Jendral
fungsional epid selain itu ada tambahan beban Pemberantasan Penyakit Menular Departemen
kerja lain akan semakin memberatkan petugas Kesehatan Republik Indonesia tahun 2003,
dalam pelaksaan surveilans kasus DBD. bahwa ketersediaan peralatan pemeriksaan
Petugas yang memenuhi syarat pelaksanaan laboratorium kasus DBD meliputi tersedianya
surveilans epidemiologi hanya 8 Puskesmas manset anak, mikroskop, hemometer sahli,
dari 23 puskesmas yang ada (34,8%). Menurut pipet HB, pipet eritrosit, pipet leukosit, kamar
PERMENKES No.45 tahun 2014 tentang hitung trombosit dan hemositomet 7. Hal ini
pedoman penyelenggaraan surveilans disimpulkan bahwa ketersediaan peralatan
epidemiologi kesehatan, bahwa tenaga pemeriksaan kasus DBD di Puskesmas
surveilans epidemiologi di tingkat puskesmas dikatakan sudah sesuai dengan panduan praktis
yaitu terdiri dari 1 tenaga epidemiologi ahli surveilans. Setiap puskesmas menyediakan alat
atau epidemiologi terampil 10. pemeriksaan kasus DBD bahkan alat tersebut
Penyelenggaraan surveilans epidemiologi digunakan dengan alat yang lebih baik dari
dalam Ditjen PP&PL KEMENKES RI tahun sebelumnya
2011 bahwa petugas surveilans seharusnya Sedangkan Alat transportasi yang dimiliki
tidak memiliki beban kerja lain selain menjadi puskesmas untuk mendukung surveilans aktif
petugas surveilans, dengan adanya beban kerja DBD sebagian besar 95,7% kendaraan roda 2
lebih banyak hal tersebut akan berpengaruh (dua) atau sepeda motor, dan roda 4 atau mobil
terhadap kinerja 8. sebesar 73,9%, namun dikarenakan wilayah
Oleh karena itu, perlu ditingkatkan cakupan yang dimiliki setiap Puskesmas masih
kemampuan sumber daya manusia melalui bisa terjangkau oleh petugas surveilans seluruh
pendidikan, pelatihan maupun seminar. petugas lebih memilih menggunakan sarana
Dengan adanya pelatihan tersebut ditujukan transportasi kendaraan roda 2 (dua)
agar tenaga kesehatan khususnya tenaga Menurut pedoman praktis surveilans (Ditjen
surveilans DBD dapat memahami bagaimana PPM & PL DEPKES RI tahun 2003),
sistem surveilans kasus DBD, memahami ketersediaan sarana alat transportasi untuk
penatalaksanaan kasus DBD serta melakukan kegiatan pelaksanaan surveilans yaitu meliputi
penyelidikan epidemiologi dan tersedianya kendaraan roda 2 (dua) dan
penanggulangan fokus dan KLB DBD. kendaraan roda 4 (empat) 7. Hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa Ketersediaan sarana alat
b. Sarana transportasi yang tersedia di Puskesmas
Berdasarkan hasil observasi data dan dikatakan sudah sesuai dengan panduan praktis
wawancara yang dilakukan oleh peneliti surveilans.
dengan petugas surveilans di Puskesmas se Sedangkan alat untuk pengolah dan
Kota Pontianak, Untuk peralatan pemeriksaan penyajian data di seluruh puskesmas (100%)
dalam mengidentifikasi kasus DBD sebesar telah didukung perangkat keras khususnya
(91,3%) puskesmas sudah memiliki peralatan komputer dan untuk perangat lunak seluruh
pemeriksaan laboratorium tersendiri bahkan puskesmas (100%) telah menggunakan
alat yang dimiliki sudah cukup baik dari perangkat lunak microsoft office untuk
sebelumnya. Peralatan pemeriksaan kasus pengolahan dan penyajian datanya namun
DBD seperti hemometer sahli, pipet Hb, pipet belum menggunakan perangkat lain khususnya

268
Iskandar Arfan & Muhammad Taufik. Analisis Epidemiologi Kasus DBD

program pemetaan sehingga tidak dapat juga biasanya menggunakan buku catatan
melakukan pengolahan dan penyajian data tersendiri dan buku tersebut petugas
stratifikasi peta kelurahan endemis surveilans puskesmas sendiri yang bikin”.
Berdasarkan hasil wawancara yang (Responden 2)
dilakukan oleh peneliti dengan petugas Menurut Ditjen PP & PL KEMENKES RI
surveilans dinas Kesehatan kota Pontianak tahun 2011, formulir surveilans DBD terdiri
“untuk perangkat lunak kita hanya dari formulir pasien DBD, formulir W1 yang
menggunakan perangkat microsoft office, digunakan apabila terjadi KLB DBD, formulir
sedangkan seperti SPSS dan aplikasi lain W2 digunakan untuk data DBD mingguan
belum kita gunakan hanya saja pada yang berisi jumlah penderita DBD dan SSD
pelaksanaan surveilans semua laporan setiap minggu, formulir DP-DBD digunakan
menggunakan ewars baik itu dari puskesmas untuk laporan data perorangan penderita DD,
pun biasanya menggunakan SIK.” (Responden DBD, SSD yang disampaikan tiap bulan,
2) formulir K-DBD berisi jumlah
Menurut pedoman surveilans tersedianya penderita/kematian DD, DBD dan SSD
sarana perangkat lunak (microsoft office, termasuk beberapa kegiatan pokok
SPSS, perangkat lainnya) memberikan pemberantasan setiap bulan, formulir PE,
kemudahan dalam kegiatan surveilans 4. formulir PWS (PJB1), dan formulir
Berdasarkan keterangan diatas peneliti penanggulangan. Ketersediaan formulir
menyimpulkan bahwa dari segi input surveilans DBD merupakan instrumen penting
khususnya sarana untuk mendukung kegiatan dalam pelaporan DBD 10.
surveilans seluruh puskesmas sudah baik dari Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa dari
alat pemeriksaan, alat transportasi, sedangkan sisi input terkait formulir surveilans masih
peralatan kantor khusus nya perangkat lunak belum lengkap yakni seluruh puskesmas
untuk pemetaan guna mendukung pengolahan (100%) tidak memiliki formulir DP-DBD dan
dan penyajian data stratifikasi peta endemisitas K-DBD, petugas hanya menggunakan laporan
DBD. bulanan dalam bentuk STP dan langsung
dilaporkan melalui ewars.
c. Formulir surveilans DBD
d. Buku Pedoman
Formulir surveilans DBD merupakan
instrumen penting dalam pelaporan kasus Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan
DBD. Berdasarkan hasil observasi dan oleh peneliti diketahui bahwa sebesar 100%
wawancara yang dilakukan peneliti di petugas memiliki buku pedoman dan petunjuk
Puskesmas se Kota Pontianak, formulir yang teknis seperti buku program pengendalian
tidak tersedia yaitu pada formulir DP-DBD DBD, buku tatalaksana DBD, dan buku
(bulanan) sebanyak 23 puskesmas 100%, petunjuk teknis jumantik, sedangkan
Formulir K-DBD (bulanan) sebanyak 23 ketersediaan buku pedoman praktis surveilans
puskesmas 100% dan formulir yang dimiliki masing-masing Puskesmas Kota
penanggulangan sebanyak 8 puskesmas Pontianak sebesar 17,4%.
34,8%. Buku pedoman dan petunjuk teknis adalah
Berdasarkan hasil wawancara dengan pedoman yang digunakan oleh tenaga
petugas surveilans Dinas Kesehatan Kota surveilans dalam melaksanakan kegiatan
Pontianak, mengatakan bahwa surveilans dan penanggulangan penyakit DBD
“bentuk formulir yang ada yaitu berbentuk di lapangan. Menurut pedoman surveilans,
formulir KLB W1, formulir mingguan W2, buku pedoman dan petunjuk teknis meliputi
formulir bulanan berbentuk STP, formulir PE tersedianya buku pedoman pengendalian DBD,
dan formulir PJB”, sedangkan bentuk formulir buku tatalaksana DBD, buku petunjuk teknis
seperti DP-DBD maupun K-DBD baik itu dari jumantik dan buku pedoman praktis surveilans
8
Dinas Kesehatan Kota dan Provinsi memang .
bentuk form tersebut tidak ada, puskesmas Hal tersebut disimpulkan bahwa buku

269
JKMK., Jurnal Kesehatan Masyarakat Khatulistiwa Vol.4, No.3, Agustus 2017

pedoman dan petunjuk teknis bagi tenaga Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa
Surveilans sudah sesuai dengan pedoman, pada kegiatan pengumpulan dan pencatatan
karena dengan tersedianya buku pedoman dan data surveilans kasus DBD di Puskesmas
petunjuk teknis surveilans DBD akan sebagian besar sudah sesuai dengan pedoman
mempermudah tenaga surveilans DBD dalam surveilans. Puskesmas melakukan
melakukan surveilans DBD dan tindakan pengumpulan dan pencatatan secara aktif dan
penanggulangan DBD dilapangan. pasif, dan mencatat data kasus DBD ke dalam
buku catatan harian dan juga mengumpulkan
2. Komponen Proses
data wilayah seperti data demografi.
a. Pengumpulan dan Pencatatan
b. Pengolahan dan Penyajian Data
Berdasarkan hasil observasi data dan
Berdasarkan hasil observasi data yang
wawancara yang dilakukan oleh peneliti bahwa
dilakukan oleh peneliti di 23 Puskesmas Kota
sebagian besar petugas surveilans di
Pontianak, diketahui bahwa data yang telah
Puskesmas Kota Pontianak pengumpulan data
dikumpulkan di olah dan disajikan masih
kasus DBD dilakukan secara aktif petugas
terbatas pada penyajian grafik dan peta, bahkan
surveilans mendapatkan laporan kasus dari
sebagian petugas juga masih melakukan
Dinas Kesehatan, rumah sakit, Puskesmas
pengolahan secara manual, hal tersebut
lainnya, dan laporan dari masyarakat, apabila
dikarenakan keterbatasan pengetahuan petugas
ada tindak lanjut atau informasi petugas
dalam mengaplikasikan data seperti grafik,
langsung turun kelapangan untuk melakukan
banyak petugas yang belum sepenuhnya
PE DBD. Pencatatan data kasus DBD dicatat
mengetahui cara penyajian data tersebut,
kedalam buku catatan harian sebanyak 23
seperti tidak menyajikan grafik musim
puskesmas 100% dan data demografi sebanyak
penularan dan grafik garis trend DBD.
23 puskesmas 100%.
Berdasarkan hasil wawancara yang
Berdasarkan hasil wawancara dengan
dilakukan peneliti dengan petugas surveilans
petugas surveilans di Dinas Kesehatan Kota
Dinas Kesehatan Kota Pontianak mengatakan
Pontianak, mengatakan bahwa sistem
bahwa data perlu diolah secara mandiri dan
pengumpulan data di tingkat puskesmas yaitu
disajikan selain menggunakan ewars yakni bisa
dengan form W2 dan STP dengan bulanan dan
dengan grafik maupun dengan peta.
catatan mandiri.
“diharapkan dalam mengolah data tidak
“Untuk mengumpulkan data dapat dengan
hanya mengharapkan ewars melainkan juga di
menggunakan catatan form W2 (mingguan)
olah secara mandiri oleh tenaga Puskesmas
untuk mencatat dan memantau DBD mingguan
dengan grafik dan peta sehingga mudah dalam
dan bulanan menggunakan STP serta
mengamati kasus wilayahnya masing-masing,
pemanfaatan ewars ditambah buku catatan
biasanya data kasus hanya di olah
mandiri khususnya penyakit DBD”.
menggunakan program ewars”. “selain
(Responden 2)
program ewars sebaiknya disajikan dapat
Menurut pedoman surveilans
berbentuk grafik dan kalau ada map kasus
(PERMENKES No.45 tahun 2014), bahwa
lebih bagus, di masing-masing puskesmas”.
proses pengumpulan dan pencatatan kasus
(Responden 2)
DBD yaitu data dilakukan dengan cara aktif
Menurut Pedoman surveilans
dan pasif, sumber data antara lain yaitu dari
(PERMENKES Nomor 45 tahun 2014), bahwa
individu, fasilitas pelayanan kesehatan unit
hasil pengolahan dapat berbentuk tabel, grafik,
statistik, demografi dan sebagainya 10.
dan peta menurut variabel golongan umur,
Hal ini sejalan dengan penelitian frans
jenis kelamin, tempat dan waktu atau
(2010), diketahui bahwa petugas surveilans
berdasarkan faktor resiko tertentu. Setiap
lebih aktif dalam mengumpulkan data kasus
variabel tersebut disajikan dalam bentuk
DBD dan menginformasikan data tersebut,
ukuran epidemiologi yang tepat (rate, rasio dan
aktif melaksanakan PE dan pelaksanaan
proporsi) 10.
fogging fokus bila diperlukan 12.

270
Iskandar Arfan & Muhammad Taufik. Analisis Epidemiologi Kasus DBD

Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian menganalisis dengan melihat apakah ada
Desi (2016), mengatakan bahwa dalam peningkatan atau tidak, atau melihat
mengolah data kasus penyakit merekapnya kecenderungan kemudian di simpulkan atau di
masih diolah kedalam bentuk tabel, interpretasikan untuk melihat frekuensi, trend
kenyataannya hal tersebut belum dimanfaatkan dan penyebaran kasus DBD”. (Responden 2)
dalam menunjang pelaksanaan surveilans Menurut pedoman surveilans
epidemiologi. Hal ini dikarenakan kurangnya (PERMENKES Nomor 45 tahun 2014),
pelatihan terhadap tenaga surveilans DBD, Dilakukan analisis dan interpretasi data dapat
kegiatan pengolahan data surveilans akan membantu untuk pemantauan mingguan,
terlaksana dengan baik jika didukung oleh laporan bulanan, penentuan desa/kelurahan
sarana dan prasarana yang sesuai dengan rawan DBD, mengetahui distribusi kasus DBD
kebutuhan yang semakin hari semakin per RW/Dusun, menentukan musim penularan
meningkat 6. dan mengetahui kecenderungan penyakit.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan Analisis data DBD dilakukan dengan tujuan
bahwa proses pengolahan pada masing-masing untuk memprediksi trend DBD yang terjadi di
puskesmas sudah dilakukan berdasarkan masyarakat agar dengan mudah dilakukan
orang, tempat dan waktu namun ada sebagian upaya pencegahan serta penanggulangan DBD
10
puskesmas yang melakukan pengolahan data .
secara manual serta penyajian data dalam Hal ini juga sejalan dengan penelitian Desi
bentuk tabel, grafik dan peta sebagian besar (2016), untuk analisis data biasanya digunakan
puskesmas belum melaksanakan. hanya pada saat evaluasi program, hal ini
dikarenakan kurang tersedianya pelatihan
c. Analisis dan Interpretasi Data
untuk petugas dalam menganalisis data serta
Berdasarkan hasil observasi data yang keterbatasan tenaga 6.
dilakukan peneliti dengan petugas surveilans di Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa
Puskesmas Kota Pontianak, diketahui bahwa kesesuaian tataran ideal analisis dan
petugas surveilans yang melakukan analisis interpretasi data berdasarkan pedoman
data sebagian besar hanya (39,1%) dan surveilans dengan kenyataan dilapangan yaitu
interpretasi data sebesar (21,7%), hal tersebut di 23 Puskesmas Kota Pontianak dikatakan
dikarenakan petugas masih terbatas karena belum sesuai. Petugas surveilans Puskesmas
waktu maupun kemampuan dalam masih banyak yang tidak melakukan analisis
menganalisis dan menginterpretasi data kasus dan interpretasi data, hal tersebut dikarenakan
DBD, terkait juga petugas tidak pernah keterbatasan pengetahuan dan kemampuan
mendapatkan pelatihan surveilans sehingga petugas dalam menganalisis dan
pengetahuan petugas dalam memahami cara menginterpretasi data.
menganalisis dan menginterpretasi masih
d. Diseminasi dan Umpan Balik
rendah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Berdasarkan hasil observasi data yang
petugas surveilans Dinas Kesehatan Kota dilakukan di Puskesmas Kota Pontianak bahwa
Pontianak, mengatakan bahwa seharusnya data petugas surveilans dalam menyebarluaskan
kasus DBD di analisis dengan melihat informasi sudah sesuai dan memanfaatkan
kecenderungan dan di interpretasikan untuk teknologi yang tersedia seperti internet dan
melihat frekuensi, trend dan penyebaran kasus. sms. Informasi disebarluaskan kepada Dinas
“…data DBD dilaporkan dalam bentuk Kesehatan Kota, Kelurahan, Lintas Sektoral
laporan, ada yang bulanan ada dalam bentuk dalam bentuk pertemuan dengan instansi
mingguan. Untuk data DBD harus dipastikan terkait seperti diadakannya rapat dan melalui
kebenaran kasus DBD dan deskripsikan apel pagi senin untuk disampaikan kepada
menurut waktu, tempat dan orang, kemudian di petugas puskesmas.
analisis disimpulkan untuk melihat frekuensi, Berdasarkan hasil wawancara dengan
trend dan penyebaran kasus DBD. Cara petugas Dinas Kesehatan Kota Pontianak

271
JKMK., Jurnal Kesehatan Masyarakat Khatulistiwa Vol.4, No.3, Agustus 2017

bahwa seharusnya desiminasi dan panduan praktis surveilans epidemiologi


penyebarluasan informasi data kasus DBD penyakit dari (Ditjen PPM dan PL tahun 2003),
dilakukan secara rutin kepada instansi lebih yaitu hasil dari proses manajemen data seperti
tinggi, isntansi lain yang mebutuhkan dan tersedianya data kasus perorangan, data kasus
isntansi dibawahnya untuk umpan balik. dan kematian mingguan, data kasus dan
“kegiatan penyebarluasan informasi dan kematian bulanan, tersedia grafik dan peta
umpan balik dilakukan oleh 3 hal yaitu distribusi kasus, tersedia data hasil kegiatan
pertama dilaporkan pada instansi yang lebih PJB dan tersedianya data endemisitas dan
tinggi atau instansi lainnya yang distribusi kasuss DBD per Desa/Kelurahan
membutuhkan,kedua untuk instansi tersebut maupun per RW/Dusun 7.
guna dilakukan kebijakan selanjutnya, ketiga Berdasarkan uraian diatas, dapat
untuk instansi dibawahnya sebagai umpan disimpulkan bahwa hasil output data surveilans
balik. Biasanya kami tegur melalui telefon jika kasus DBD masih belum banyak tercapai
ada puskesmas yang tidak lengkap dan tidak dikarenakan masih belum tersedia data seperti
tepat waktu pelaporannya”. (Responden 2) data kasus bulanan K-DBD, grafik, dan peta
Menurut pedoman surveilans (Ditjen PPM stratifikasi endemisitas.
& PL tahun 2003), proses diseminasi yang baik
KESIMPULAN
harus dapat memberikan informasi yang
mudah dimengerti dan dimanfaatkan dalam Kegiatan Surveilans dari sisi input antara
menentukan arah kebijakan kegiatan, upaya lain tenaga surveilans belum sesuai dengan
pengendalian serta evaluasi program yang pedoman surveilans sebanyak 15 puskesmas
dilakukan 7. Hal ini sejalan dengan penelitian (65,2%) karena kompetensi tenaga surveilans
Frans (2010), mengatakan bahwa diseminasi belum terpenuhi, terkait juga tenaga tidak
dalam bentuk laporan kepada atasan, kepada pernah mengikuti pelatihan surveilans.
lintas sektoral serta masyarakat. Dengan Sedangkan sarana sudah sesuai namun belum
diseminasi informasi masing-masing pihak lengkap khususnya perangkat lunak karena
dapat mengetahui dan sadar akan kondisi DBD sebesar 100% petugas tidak memiliki
diwilayahnya, sehingga dapat membantu perangkat lunak seperti SPSS dan program
mengurangi kemungkinan penyebaran DBD 12. untuk pemetaan untuk membuat peta
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa stratifikasi. Untuk ketersediaan formulir
kesesuaian antara tataran ideal proses dikatakan telah sesuai namun ada beberapa
diseminasi dan umpan balik berdasarkan formulir yang belum lengkap sesuai pedoman
pedoman surveilans dengan kenyataan seperti tidak tersedia formulir pelaporan
dilapangan hasil wawancara petugas surveilans surveilans DBD pada form DP-DBD bulanan
di 23 Puskesmas dan petugas surveilans Dinas dan K-DBD bulanan. Sedangkan ketersediaan
Kesehatan Kota Pontianak dikatakan telah buku pedoman dan petunjuk teknis dapat
sesuai, baik itu dari cara diseminasi dikatakan telah sesuai namun masih ada
(penyebarluasan informasi maupun umpan kekurangan terutama tersedianya buku
balik). pedoman praktis surveilans sebesar 82,6%.
Dari sisi proses untuk pengumpulan dan
3. Komponen Output
pencatatan data surveilans kasus DBD
Berdasarkan hasil observasi data dan dikatakan sudah lengkap dan sesuai dengan
wawancara dengan petugas surveilans di 23 pedoman surveilans. Pengolahan dan
Puskesmas Kota Pontianak, diketahui bahwa penyajian data surveilans kasus DBD
tidak tersedia data kasus bulanan K-DBD dikatakan sudah sesuai dengan pedoman,
sebesar 100%, grafik distribusi kasus sebesar namun ada beberapa item yang masih belum
43,5%, peta stratifikasi endemisitas sebesar disajikan seperti grafik musim penularan dan
78,3%. grafik garis trend DBD serta penyajian peta
Analisis yang dilakukan terhadap variabel masih disajikan secara manual oleh petugas
output pelaksanaan surveilans DBD menurut surveilans. Analisis dan interpretasi data

272
Iskandar Arfan & Muhammad Taufik. Analisis Epidemiologi Kasus DBD

surveilans kasus DBD dikatakan belum sesuai 4. Dinkes Provinsi Kal-Bar, 2015, Profil Dinas
dikarenakan petugas masih terbatas karena Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat
waktu dan kemampuan dalam menganalisis 2015.Pontianak
dan menginterpretasi data kasus DBD. 5. Kemenkes, RI, 2011, Modul Pengendalian
Penyebarluasan informasi dan umpan balik Demam Berdarah Dengue, Jakarta.Direktorat
dapat dikatakan telah lengkap dan sesuai Jendral Pemberantasan Penyakit Menular Dan
dengan pedoman surveilans. Hasil output data Penyehatan Lingkungan.
surveilans kasus DBD dikatakan belum 6. Desi Arwanti,dkk, 2016. Pelaksanaan
lengkap sebagai indikator kinerja pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Di Puskesmas Se-
surveilans kasus DBD Kota
Diharapkan untuk menyelenggarakan Kendari.http://ojs.uho.ac.id/index.php/JIMKE
berbagai pelatihan khusus bagi petugas SMAS/article/view/1206 (diakses 3 Oktober
surveilans DBD agar pada proses pelaksanaan 2016)
kegiatan surveilans DBD dapat berjalan lancar, 7. Depkes RI, 2003, Panduan Praktis Surveilans
petugas juga mendapat perubahan ke arah yang Epidemiologi Penyakit, Jakarta.Direktorat
lebih baik lagi serta meningkatkan Jendral Pemberantasan Penyakit Menular Dan
pengetahuan dan kemampuan petugas.Selain Penyehatan Lingkungan.
diadakannya pelatihan khusus surveilans 8. Ditjen PP&PL, 2011, Modul Pengendalian
diharapkan juga untuk merekrut tenaga Demam Berdarah Dengue, Jakarta.Direktorat
surveilans lebih dikedepankan pada tingkat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular Dan
pendidikan yang sesuai dengan pedoman yaitu Penyehatan Lingkungan.
tenaga yang memegang surveilans adalah 9. Masrochah,s. 2006. Sistem Informasi
tenaga epidemiologi atau tenaga kesehatan lain Surveilans Epidemiologi Sebagai Pendukung
yang mempunyai jabatan fungsional Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa
epidemiologi. Kepada puskesmas diharapkan (KLB) Penyakit Di Dinas Kesehatan Kota
melakukan evaluasi untuk mengkoordinasi Semarang. PhD Thesis. Program Pasca Sarjana
dengan petugas surveilans maupun lintas Universitas Diponegoro
sektoral yang berkesinambungan sehingga http://eprints.undip.ac.id/18184/ (diakses pada
setiap permasalahan yang ada dilapangan dapat 3 Agustus 2016)
diketahui secara dini dan dilakukan upaya 10. Permenkes RI No.45, 2014, Penyelenggaraan
pemecahan masalahnya. Diharapkan juga agar Surveilans Epidemiologi. Kesehatan Peraturan
petugas surveilans tidak diberi beban kerja Menteri Kesehatan Republik Indonesia
yang banyak selain menjadi petugas 11. Zumaroh, 2015. Evaluasi Pelaksanaan
surveilans, Meningkatkan pengetahuan dan Surveilans Kasus Demam Berdarah Dengue di
kemampuan dengan mengikuti berbagai Puskesmas Putat Jaya Berdasarkan Atribut
pelatihan-pelatihan, Meningkatkan ketelitian Surveilans. Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol
dalam menjalankan tugas sebagai petugas 3,
surveilans serya Perlu menyajikan informasi No 1 e_journal.unair.ac.id/index.php/JBE/arti
distribusi kasus DBD baik itu dalam bentuk cle/download/1317/1076 (diakses pada 3
tabel grafik dan peta Agustus 2016)
12. Frans Yosep Sitepu, Dkk, 2010. Evaluasi Dan
DAFTAR PUSTAKA
Implemmentasi Sistem sureilans Demam
1. Malik Saepudin, 2003. Prinsip-prinsip Berdarah Dengue (DBD) Di Kota Singkawang.
Epidemiologi. STAIN Pontianak Pres: Aufa BALABA Vol.8, No 01.http://download.portal
Grafis garuda.org/article.php?article=87675&val=48
2. Nur Nasry Noor, 2004, Pengantar Epidemiolo 97 (diakses pada 6 Agustus 2016)
gi Penyakit Menular. Jakarta: PT Rineka Cipta
3. Kemenkes RI, 2015, Data dan Informasi
Tahun 2015 (Profil Kesehatan Indonesia),
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

273
JKMK., Jurnal Kesehatan Masyarakat Khatulistiwa Vol.4, No.3, Agustus 2017

274

Anda mungkin juga menyukai