Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KASUS PELANGGARAN HAM YANG PERNAH

TERJADI DI INDONESIA

“ PENARIKAN MAJALAH LENTERA MERAH”


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa Atas Berkat
dan rahmatnya kami bisa menyelesaikan tugas Makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan tahun ajaran 2017/2018. Adapun topik yang dibahas didalam
makalah ini adalah mengenai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Makalah ini akan memperdalam pengetahuan kita tentang Hak Asasi Manusia.
Kasus pelanggaran HAM di Indonesia memang masih banyak yang belum
terselesaikan sehingga diharapkan perkembangan dunia HAM di Indonesia dapat
terwujud ke arah yang lebih baik.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sape’i sebagai guru mata
pelajaran pendidikan kewarganegaraan yang telah memberikan tugas untuk
membuat makalah ini, tak lupa juga kepada semua pihak yang telah berkontribusi
untuk tersajinya makalah ini.
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, hal itu
dikarenakan keterbatasan yang ada. Sehingga kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari para pembaca.
Kiranya makalah ini memberikan banyak manfaat bagi kehidupan kita
semua. Sehingga permasalahan penegakan Hukum dan Hak Asasi dapat
terselesaikan. Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.

Purwakarta, 03 Agustus 2018


BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang dimiliki manusia sejak ia lahir
yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun.Hak Asasi
merupakan sebuah bentuk anugerah yang diturunkan oleh Tuhan sebagai suatu karunia
yang paling mendasar dalam hidup manusia yang paling berharga. Hak Asasi dilandasi
dengan sebuah kebebasan setiap individu dalam menentukan jalan hidupnya, tentunya Hak
asasi juga tidak lepas dari kontrol bentuk norma-norma yang ada. Hak-hak ini berisi tentang
kesamaan atau keselarasan tanpa membeda-bedakan suku, golongan, keturunanan, jabatan,
agama dan lain sebagainya antara setiap manusia yang hakikatnya adalah sama-sama
makhluk ciptaan Tuhan.
Terkait tentang hakikat hak asasi manusia, maka sangat penting sebagai makhluk
ciptaan Tuhan harus saling menjaga dan menghormati hak asasi masing-masing individu.
Namun pada kenyataannya, kita melihat perkembangan HAM di Negara ini masih banyak
bentuk pelanggaran HAM yang sering kita temui.

2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang akan dibahas sebagai berikut:
a. Apa pengertian dan ruang lingkup Hak Asasi Manusia ?
b. Apa hubungan Hak Asasi Manusia dalam Pancasila ?
c. Jelaskan salah satu kasus yang terkait dengan Hak Asasi Manusia

3. Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan sebagai berikut :
a. Memenuhi Tugas mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
b. Untuk mengetahui pengertian Hak Asasi Manusia, serta mengetahui kasus/pelanggaran
yang terkait dengan Hak Asasi Manusia.
BAB II
ISI

1. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)


Ada berbagai versi definisi mengenai HAM. Setiap definisi menekankan pada
segi-segi tertentu dari HAM. Berikut beberapa definisi tersebut. Adapun beberapa
definisi Hak Asasi Manusia (HAM) adalah sebagai berikut:
a. UU No. 39 Tahun 1999
Menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999, HAM adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa.
Hak itu merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
b. Oemar Seno Aji
HAM adalah hak yang melekat pada martabat manusia sebagai insan ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa yang sifatnya tidak boleh dilanggar oleh siapapun, dan
yang seolah-olah merupakan suatu holy area.
c. Kuncoro
HAM adalah hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya dan tidak dapat
dipisahkan dari hakekatnya.
d. G.J.Wollhof
HAM adalah sejumlah hak yang berakat pada tabi’at setiap pribadi manusia, dan
tidak dapat dicabut oleh siapapun.
e. Miriam Budiardjo
Miriam Budiardjo membatasi pengertian hak-hak asasi manusia sebagai hak
yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan
kelahiran atau kehadirannya di dalam masyarakat.
2. Macam-Macam HAM
Secara garis besar hak-hak asasi manusia dapat digolongkan menjadi enam
macam sebagai berikut:
a. Hak-hak ekonomi (property right) hak untuk memiliki sesuatu, membeli atau
menjual serta memanfaatkannya.
b. Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan
pemerintahan atau (Right of legal Equality).
c. Hak-hak asasi politik (Political right) yaitu hak untuk ikut serta dalam
pemerintahan.
d. Hak-hak asasi sosial dan budaya(social and culture right)misalnya hak untuk
memilih pendidikan.
e. Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan
perlindungan(procedura rights)peratuaran dalam hal penangkapan.
3. Perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia
Pemahaman HAM di Indonesia sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang hidup
di masyarakat dan acuan bertindak pada dasarnya berlangsung sudah cukup lama.
Secara garis besar Prof. Bagir Manan pada bukunya Perkembangan Pemikiran dan
Pengaturan HAM di Indonesia ( 2001 ), membagi perkembangan HAM pemikiran
HAM di Indonesia dalam dua periode yaitu periode sebelum Kemerdekaan ( 1908-
1945 ), periode setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang ).
a. Periode Sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 )
1) Boedi Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo
telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan
pendapat melalui petisi – petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial
maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk
pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan
mengeluarkan pendapat.
2) Perhimpunan Indonesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan
nasib sendiri.
3) Sarekat Islam, menekankan pada usaha – usaha unutk memperoleh
penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi rasial.
4) Partai Komunis Indonesia, sebagai partai yang berlandaskan paham
Marxisme lebih condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan menyentuh
isu – isu yang berkenan dengan alat produksi.
5) Indische Partij, pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk
mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan
hak kemerdekaan.
6) Partai Nasional Indonesia, mengedepankan pada hak untuk memperoleh
kemerdekaan.
7) Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia, menekankan pada hak politik
yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib
sendiri, hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta
hak untuk turut dalam penyelenggaraan Negara.
8) Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan
dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan
Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan
pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan
masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak
berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan
tulisan dan lisan.
b. Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang )
1) Periode 1945 – 1950
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk
merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang
didirikan serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat
terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara
formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum
dasar Negara ( konstitusi ) yaitu, UUD 45. komitmen terhadap HAM pada
periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah
tanggal 1 November 1945. Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan
kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera dalam
Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.
2) Periode 1950 – 1959
Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan
sebutan periode Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini
menapatkan momentum yang sangat membanggakan, karena suasana
kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal atau demokrasi
parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Seperti
dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi HAM pada
periode ini mengalami “ pasang” dan menikmati “ bulan madu “ kebebasan.
Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama,
semakin banyak tumbuh partai – partai politik dengan beragam ideologinya
masing – masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul –
betul menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain
dari demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan
demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi
dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil
rakyat dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif.
Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang
kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang
kebebasan.
3) Periode 1959 – 1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem
demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem
demokrasi Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi terpimpin ) kekuasan
berpusat pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi
terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran
supratruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam
kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu
hak sipil dan dan hak politik.
4) Periode 1966 – 1998
Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada
semangat untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah
diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM
dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang
perlunya pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan
Pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968
diadakan seminar Nasional Hukum II yang merekomendasikan perlunya
hak uji materil ( judical review ) untuk dilakukan guna melindungi HAM.
Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966
MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan
dituangkan dalam piagam tentang Hak – hak Asasi Manusia dan Hak – hak
serta Kewajiban Warganegara. Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-
an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM mengalami kemunduran,
karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan ditegakkan. Pemerintah
pada periode ini bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dari produk
hukum yang umumnya restriktif terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah
tercermin dalam ungkapan bahwa HAM adalah produk pemikiran barat
yang tidak sesuai dengan nilai –nilai luhur budaya bangsa yang tercermin
dalam Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal
HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih
dahulu dibandingkan dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap
defensif pemerintah ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM
seringkali digunakan oleh Negara – Negara Barat untuk memojokkan
Negara yang sedang berkembang seperti Inonesia. Meskipun dari pihak
pemerintah mengalami kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran HAM
nampaknya terus ada pada periode ini terutama dikalangan masyarakat yang
dimotori oleh LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) dan masyarakat
akademisi yang concern terhaap penegakan HAM. Upaya yang dilakukan
oleh masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional
terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seprti kasus Tanjung Priok,
kasus Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan
sebagainya.
Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an
nampak memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran
strategi pemerintah dari represif dan defensif menjadi ke strategi akomodatif
terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah satu sikap
akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah
dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM )
berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993. Lembaga
ini bertugas untuk memantau dan menyeliiki pelaksanaan HAM, serta
memberi pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal
pelaksanaan HAM.
5) Periode 1998 – sekarang
Pergantian rezim pemerintahan pada tahan 1998 memberikan dampak
yang sangat besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia.
Pada saat ini mulai dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan
pemerintah orde baru yang beralwanan dengan pemjuan dan perlindungan
HAM. Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang – undangan
yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan
ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari pengkajian
tersebut menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional
khususnya yang terkait dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan
instrumen Internasional dalam bidang HAM. Strategi penegakan HAM
pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap status penentuan
dan tahap penataan aturan secara konsisten. pada tahap penentuan telah
ditetapkan beberapa penentuan perundang – undangan tentang HAM seperti
amandemen konstitusi Negara ( Undang – undang Dasar 1945 ), ketetapan
MPR ( TAP MPR ), Undang – undang (UU), peraturan pemerintah dan
ketentuan perundang – undangam lainnya.
4. Pengertian Pancasila
Secara arti kata pancasila mengandung arti, panca yang berarti “lima” dan
sila yang berarti “dasar”. Dengan demikian pancasila artinya lima dasar..
Hak Asasi Manusia (HAM) Dalam Pancasila Hak-hak asasi manusia dalam
Pancasila dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945 dan terperinci di dalam batang
tubuh UUD 1945 yang merupakan hukum dasar konstitusional dan fundamental
tentang dasar filsafat negara Republik Indonesia serat pedoman hidup bangsa
Indonesia, terdapat pula ajaran pokok warga negara Indonesia. Yang pertama ialah
perumusan ayat ke 1 pembukaan UUD tentang hak kemerdekaan yang dimiliki oleh
segala bangsa didunia. Oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan
karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Kebulatan lima dasar dalam Pancasila, mengemukakan Pancasila seperti
dikemukakan Notonegoro dalam Pidato Dies Universitas Airlangga pada 10
Nopember 1955 secara filsafat kenegaraan, dan istilah “Pancasila” oleh Dr.
Sumantri Harjoprakoso dalam “Indonesisch mensbeeld als basis ener
psychotherapie” (Leiden, Juni 1956) yang juga digunakan dalam bidang kebatinan
yang menyebut lima tabiat manusia guna mencapai pendirian hidup sempurna,
yaitu: 1. Rela, 2. Narimo (Jawa), 3. Temen (Jujur), 4. Sabar, dan 5. Budi luhur.
Lima tabiat ini agar dapat melaksanakan sandaran hidup yang dinamakannya “Tri
Sila” yakni: a. eling (beriman), b. percaya dan c. mituhu (setia). “Pancasila” juga
dikemukakan Prof. Dr. Priyono, Menteri PP dan KK pada Seminar Ilmu dan
Kebudayaan di Yogyakarta (29 Juni 1956) sebagai “Panca Sila” Bahasa Indonesia.
5. Pancasila sebagai sumber nilai
Dalam Pancasila terkandung tiga Nilai sebagai berikut :
1) Nilai Dasar
adalah asas-asas yang berasal dari nilai budaya bangsa Indonesia yang bersifat
abstrak dan umum, relatif tidak berubah namun maknanya selalu dapat
disesuaikan dengan perkembangan zaman. Artinya nilai dasar itu bisa terus
menerus ditafsirkan ulang baik makna maupun implikasinya. Melalui
penafsiran ulang itulah akan didapat nilai baru yang lebih operasional sesuai
dengan tantangan zaman. Adapun nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila
adalah Ketuhanan, kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan.
2) Nilai Instrumental
Nilai berlaku untuk kurun waktu dan kondisi tertentu, lebih bersifat kontekstual
(menyesuaikan dengan perkembangan zaman), wujudnya berupa
kebijakan/peraturan, strategi, program, organisasi, sistem, rencana. Seperti
UUD 1945, Tap MPR, UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, UU No. 2 Tahun
1999 tentang partai politik, UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, dll.
3) Nilai Praksis
Adalah nilai yang dilaksanakan dalam kenyataan hidup sehari-hari yang
menandakan apakah nilai dasar atau instrumental masih hidup di tengah
masyarakat, berbangsa dan bernegara. Contoh nilai praksis seperti saling
menghormati, toleransi, kerja sama, kerukunan, bergotong royong, menghargai,
dan lain-lain. Nilai ini sifatnya dinamis, penerapan nilai-nilai dalam kenyataan
sehari-hari baik oleh lembaga kenegaraan/organisasi dan warga negara
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila:
a. Nilai Ketuhanan, mengandung arti pengakuan dan keyakinan terhadap Tuhan\
YME sebagai pencipta alam semesta.
b. Nilai Kemanusiaan, mengandung arti kesadaran akan sikap/perilaku sesuai
dengan nilai moral dan penghormatan HAM.
c. Nilai Persatuan, mengandung arti kesadaran untuk membina persatuan dengan
semangat Bhinneka Tunggal Ika.
d. Nilai Kerakyatan, mengandung arti mengembangkan musyawarah mufakat
dan nilai-nilai demokrasi.
e. Nilai Keadilan, mengandung arti kesadaran bersama mewujudkan
keadilan bagi diri dan sesama manusia.

6. Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran HAM


a. Masih belum adanya kesepahaman pada tataran konsep hak asasi manusia
antara paham yang memandang HAM bersifat universal (universalisme) dan
paham yang memandang setiap bangsa memiliki paham HAM tersendiri
berbeda dengan bangsa yang lain terutama dalam pelaksanaannya
(partikularisme);
b. Adanya pandangan HAM bersifat individulistik yang akan mengancam
kepentingan umum (dikhotomi antara individualisme dan kolektivisme);
c. Kurang berfungsinva lembaga - lembaga penegak hukum (polisi, jaksa dan
pengadilan)
d. Pemahaman belum merata tentang HAM baik dikalangan sipil maupun militer.
BAB III
PEMBAHASAN
7. Kasus Penarikan Majalah Lentera Merah
1) Majalah Lentera Merah
Lentera merah merupakan majalah yang dibuat oleh redaksi pers mahasiswa
fakultas ilmu sosial dan ilmu komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana edisi
ke 3 tahun 2015 yang diterbitkan pada 9 Oktober 2015. dalam rangka memperingati
50 tahun tragedi 1965. Majalah tersebut di produksi 500 Eksemplar, dijual dengan
harga Rp.15.000 dan disebarkan di kampus UKSW, masyarakat salatiga,
pemerintahan salatiga serta organisasi-organisasi di Solo, semarang, dan
yogyakarta. Majalah tersebut mendapat respons negatif dari wali kota, kepolisian
dan tentara hal tersebut akhirnya membuat pimpinan lembaga pers mahasiswa di
introgasi oleh polisi, kemudian diminta menghentikan distribusi majalah tersebut.

2) Tokoh Tokoh Yang Terlibat


Pimpinan Redaksi Bima Satria Putra, Bendahara (Septi Dwi Astuti), Lembaga
PERS Mahasiswa, Rektor UKSW (Universitas Kristen Satya Wacana), Pemimpin
Umum (Arista Ayunanda), Ketua Presidium Forum Alumni Aktivis Perhuimpunan
Pers Mahasiswa Indonesia (FAA PPMI) Agung Sedayui, Ketua Aliansi Jurnalis
Independen Indionesia (Aji Indonesia) Suwarjo, Lembaga Bantuan Hukum Pers
(LBH Pers) Asep Komarudin, Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan
Korban Tibndak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar, Social Blogger Damar Juniarto,
Perupa Dolarosa Sinaga, Peneliti IPT 65 Ayu Wahyuningroem, Koordinator Serikat
Pengajar Hak asasi Manusia (SEPAHAM) Indonesia Dr R Herlambang P
Wiratraman, Kepala Pusham Unimed Majda EL Muhtaj, Ketua aliansi Jurnalis
Independen Jakarta ( Aji Jakarta) Ahnmad Nurhayim, Sekretaris Jendral
Perhimpunan Pers Mahasiswa Indoonesia Makasar ( FAA PPMI Makasar) m Sirul
Haq, Ketua Dewan pengurus Yayasan pulih Miryam Nainggolan, Senior Program
Officer For Human , Sekretaris Eksekusif Syarikat Indonesia, Ahm,ad Murtajib,
Direktur Program Indonesia dan regional Asioa Justice and Rights (AJAR) Galuh
Wandita, Program Manajer Indonesia AJAR Dodi Yuniar, Pegiat HAM dan
Demokrasi, Zico Mulia, Direktur Eksekusif Indonesia untuk Kemanusiaan Anik
Wasari, Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi
Djafar, Peneliti Senior Lembaga Studi Pers dan Pembangunan ignatius Haryanto,
Manajer Program yayasan TIFA R Kristiawan, Konfederasi Pergerakan Rakyat
Indonesia Jakarta Rio Ayudhia Putra.

3) Latar Belakang
Permasalahan muncul karena di dalam majalah tersebut memuat informasi
mengenai korban pelanggaran HAM dalam peristiwa 1965 di kota Salatiga dan juga
terkait dampak peristiwa gerakan 30 September 1965 bagi kota Salatiga pada 1965
pembunuhan masal terjadi diberbagai daerah di indonesia yang dipicu oleh
peristiwa G30SPKI, yakni tragedi berdarah pada 30 September malam dimana tujuh
perwira tinggi militer indonesia serta beberapa orang lainnya dibunuh,
Para jurnalis juga melakukan penelusuran terhadap wali kota sela tiga Bakri
Wahab yang di duga anggota PKI. Mereka juga mengupas peristiwa pembantaian
simpatisan dan terduga PKI di Salatiga dan sekitarnya .

Sementara itu, polisi beralasan, penarikan itu dilakukan karena sampul


majalahnya bergambar palu arit yang dilarang & menimbulkan persepsi bahwa kota
salatiga adalah kota PKI.

4) Kelanjutan Kasus
Akhirnya untuk mempertimbangkan keamanan anggota redaksi lentera dan
untuk menjaga situasi kota Salatiga tetap kondusif, majalah tersebut ditarik
secepatnya kemudian di kumpulkan ke polres untuk di bakar.

Anggota lentera pun menyatakan permintaan maaf kepada seluruh masyarakat


umum dan pimpinan UKSW yang telah resah dengan terbitnya majalah tersebut,
redaksi lentera tidak pernah bermaksud dan memiliki niatan untuk menyerang
golongan dan kelompok masyarakat tertentu, juga karena redaksi lentera telah
menerapkan asas-asas jurnalisme presisi dengan melakukan riset dan penelusuran
kepustakaan yang mendalam, observasi lapangan dan perivikasi narasumber untuk
menghasilkan reportase yang baik dan benar. Adapun tujuan lentera merah
menerbitkan majalah tersebut untuk mendukung bukti-bukti bahwa simpatisan PKI
di Salatiga tidak terlibat, juga sebagai bentuk dokumentasi sejarah atas peristiwa
berdarah yang terjadi pada 1965 karena untuk area Salatiga dan sekitarnya
informasi peristiwa pembantaian pada 1965 masih sedikit. Bahkan Aji Semarang
maupun LBH Pers memiliki penilaian bahwa majalah Lentera telah memenuhi
kaidah-kaidah jurnalistik, presisi dalam pemilihan narasumber, dan verifikasi data
dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini tentu dapat dijadikan dasar sanggahan atas
keraguan pihak-pihak tertentu yang merasa diragukan. AJI Semarang dan LBH Pers
juga mengecam tindakan penarikan dan pelarangan terbit majalah oleh Polres
Salatiga serta mendesak untuk dilakukannya penyelesaian kasus tersebut dengan
segera. Kedua lembaga tersebut menganggap apabila kasus penarikan dan
pelarangan masih berlanjut, maka sama saja pihak kepolisian melanggar Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) Pasal 19, “Setiap orang berhak atas
kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk
kebebasan menganut pendapat tanpa mendapat gangguan, dan untuk mencari,
menerima, dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat dengan cara
apapun dan dengan tidak memandang batas-batas.”

5) Pelanggaran HAM
Pelarangan peredaran majalah lentera melanggar HAM mahasiswa UKSW
selatiga untuk berekspresi dan menyampaikan informasi hal itu juga melanggar
HAM warga masyarakat untuk memperoleh informasi dan karya jurnalistik
lembaga pers mahasiswa lentera , hal ini disebutkan oleh sejumlah masyarakat sipil
dan individu serta 24 lembaga masyarakat sipil antara lain Forum Alumni Aktifis
Pers Mahasiswa Indonesia (FAA-PPMI), Aliansih Jurnalis Independen (AJI),
Lembaga bantuan Hukum Pers , Kontras , dan Syarikat Indonesia.

Paska reformasi, pers mendapatkan perlindungan hukum atas kebebasan


jurnalistiknya dalam UU No 40 Tahun 1999, kebebasan pers termasuk pelarangan
bentuk pembredelan, penyensoran ataupun pelarangan penayangan (diberlakukan
bagi pers nasional, pers mahasiswa ?), juga beberapa aturan seperti :

Pada pasal 28F, UUD 1945, dinyatakan bahwa:


“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
BAB IV
PENUTUP
6) Kesimpulan

Terkait dengan masalah HAM di negeri ini, memang masih banyak yang masih
bergantung kasusnya ada yang berlanjut dan tidak,ada yang telah selesai maupun
masih tahap proses sampai dengan waktu ini, adapun untuk kesimpulan terkait
kasus yang telah kami bahas yaitu sebagai berikut :

Seluruh anggota berharap agar kebebasan berekspresi dalam iklim demokrasi


yang positif di indonesia tetap di jungjung tinggi. Berdasarkan kasus yang telah
dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan demi keamanan dan kenyamanan
bersama kasus tersebut telah selesai dengan cara menarik kembali majalah majalah
lentera merah yang telah beredar, juga mengacu pada aturan Deklarasi Universal
HAM (DUHAM) PBB pasal 29 ayat 2 pada deklarasi yang sama, berbunyi,
“dalam menjalankan hak-hak dan kebebasan-kebebasannya, setiap orang harus
tunduk hanya pada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang
dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan
terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain dan untuk memenuhi
persyaratan aspek moralitas, ketertiban dan kesejahteraan umum dalam suatu
masyarakat yang demokratis.
Pasal “kebebasan berpendapat dan berekspresi” pada DUHAM PBB tersebut
kemudian ‘diperkuat’ pada Resolusi Majelis Umum PBB tanggal 16 Desember
1966, melalui pasal 19 di dalam Kovenan (Kesepakatan) Internasional
tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. Pasal 19 pada kesepakatan tersebut tertulis
sebagai berikut:
“(1). Setiap orang berhak untuk berpendapat tanpa campur tangan (pihak lain).
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan berekspresi; hak ini termasuk kebebasan
untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan ide/gagasan apapun,
terlepas dari pembatasan-pembatasan, baik secara lisan, tulisan, cetakan,
dalam bentuk karya seni atau melalui media lain sesuai dengan pilihannya.
(3).Pelaksanaan hak-hak yang diicantumkan dalam ayat 2 pasal ini turut
membawa kewajiban dan tanggung jawab khusus. Oleh karenanya dapat
dikenai pembatasan tertentu, tetapi hal (pembatasan) ini hanya dapat
dilakukan sesuai dengan hukum dan sepanjang diperlukan untuk:
a) Menghormati hak atau reputasi (nama baik) orang lain
b) Melindungi keamanan nasional, ketertiban umum, kesehatan ataupun
moral umum/publik.”

Indonesia meratifikasi kesepakatan ini pada 23 Februari 2006.


7) Saran

Menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,


kedepannya kami akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang
makalah di atas dengan sumber–sumber yang lebih banyak yang
tentunya dapat di pertanggung jawabkan.
Kritik dan saran dari para pembaca tentunya akan sangat kami
harapkan guna membangun makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.

Anda mungkin juga menyukai