Anda di halaman 1dari 12

BAIT AL-HIKMAH DALAM KHAZANAH INTELEKTUAL

BAIT AL-HIKMAH DALAM KHAZANAH INTELEKTUAL

I. PENDAHULUAN
Perkembangan peradaban Islam khususnya bidang keilmuan mencapai masa
keemasan di zaman Bani Abbasiyah dibanding masa sebelumnya, itu disebabkan
berdirinya Bait Al-Hikmah atau wisma kebijaksanaan yang motifnya untuk
menggalakkan dan mengkoordinir kegiatan pencarian dan penerjemahan karya-karya
klasik dari warisan intelektual Yunani, Persia Mesir dan lain-lain.
Dari berdirinya Bait Al-Hikmah tersebut melahirkan intelektual-intelektual yang
termasyhur di berbagai bidang. Dan itu mendorong Daulah Bani Abbasiyah membangun
di sektor lain, contohnya sektor ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.

II. PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Bait Al-Hikmah
Kesejahteraan sosial, ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta
kesusasteraan mengalami perkembangan pada Bani Abbasiyah, mencapai puncaknya
di zaman Khalifah Harun Ar-Rasyid (736-809 M) dan putranya Al-Ma’mun (813-833 M).
Kedua penguasa tersebut menekankan pada pengembangan dan pembinaan
peradaban dan kebudayaan Islam, ketimbang peluasan wilayah seperti di masa Bani
Umayyah. Inilah pokok perbedaan antara Bani Abbasiyah dan Bani Umayyah.
Khalifah Harun Ar-Rasyid memanfaatkan kekayaannya untuk keperluan sosial seperti
rumah sakit, lembaga pendidikan dan lembaga farmasi pun didirikan. Disamping itu,
sarana kesejahteraan umum diperhatikan, pemandian-pemandian umum juga dibangun,
begitu juga jalan-jalan umum.
Khalifah Al-Ma’mun, pengganti Al-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta
kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan.
Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia mempersiapkan penerjemah dari golongan
Kristen dan penganut agama lain yang ahlinya. Salah satu bukti zaman keemasan Bani
Abbasiyah salah satunya adalah Bait Al-Hikmah.
Pendirian lembaga Bait Al-Hikmah atau wisma kebijaksanaan dilakukan oleh khalifah Al-
Makmun. Dalam lembaga pendidikan tersebut merupakan wujud keinginan mengulang
(meniru) lembaga “hebat” yang didirikan oleh orang-orang Kristen Neotorians, yakni
Gondeshapur yang salah satu tokohnya Gorgius Gabriel. Dan itu menjadikan Baghdad
mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Lembaga pendidikan terdiri atas dua tempat, pertama: Maktab dan Masjid yaitu lembaga
pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar bacaan, hitungan dan tulisan.
Kedua: tingkat pendalaman, para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar
daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang yang ahli pada bidangnya
masing-masing.
Gerakan terjemahan yang berlangsung pada tiga fase. Pertama, pada masa khalifah Al-
Manshur hingga Harun Al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah
karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq. Fase kedua, berlangsung mulai masa
khalifah Al-Ma’mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah
buku filsafat dan kedokteran. Fase ketiga, berlangsung setelah tahun 300 H, terutama
setelah adanya pembuatan kertas, bidang ilmu yang diterjemahkan semakin luas.
Darul hikmah ini muncul pada waktu bercampurnya bermacam-macam bangsa dan
peradaban pada masa kerajaan Abbasiyah dan pada masa bangkitnya gerakan intellect
yang hebat yang telah mendorong orang-orang Islam pada waktu itu untuk memperoleh
ilmu-ilmu pengetahuan zaman kuno. Menurut pendapat yang lebih kuat lahirnya
lembaga-lembaga ini ada pada masa Al-Rasyid. Tujuan utama dari pada pendirian
lembaga-lembaga itu ialah untuk mengumpulkan dan menyalin ilmu-ilmu pengetahuan
asing, terutama ilmu pengetahuan orang Griek dan falsafah mereka ke dalam bahasa
Arab untuk dipelajari. Pada waktu itulah telah diterjemahkan kitab-kitab berbahasa asing
ke dalam bahasa Arab, dan tlah menghasilkan ulama-ulama yang terkenal, diantaranya
Khuwarrazmi sebagai ahli ilmu falak yang terkenal dan Abu Ja’far Muhammad sebagai
ahli bidang ilmu ukur dan manthiq.
Kemudian Kerajaan Fatimiyah di Mesir meniru pula kerajaan Abbasiyah, maka mereka
ini pun mendirikan Darul Ilmi, seperti lembaga Bagdad abad ke IV. Di sana dipelajari
ilmu falah, ilmu-ilmu orang Yunani, disamping mempelajari ilmu-ilmu Islam. Menurut
keterangan dari Al-Maqrizi bahwa Darul Hikmah di Mesir pada tahun 395 H dan disitulah
berkumpul para fuqaha’, dan kesitu pulalah di bawa kitab dari istana-istana untuk dibaca
dan dipelajari oleh orang-orang yang berkeinginan untuk memperoleh ilmu
pengetahuannya. Disitulah berkumpul ahli nahwu, ahli bahasa dan dokter-dokter dengan
mendapat pelayan dari pelayan-pelayan yang bekerja di situ. Dalam Darul Hikmah ini
lah terdapat kitab-kitab yang disuruh angkat oleh Al-Hakim Biamrillah dari istananya
dalam jumlah sangat besar yang berisi selain yang tersebut di atas, ilmu sastra dan
tulisan-tulisan tangan yang belum pernah dipunyai oleh raja-raja lain. Semua lapisan
orang diperbolehkan masuk ke dalam gedung ini untuk membaca buku-buku yang ada
di sana. Bahkan orang-orang yang ingin menyalin dan menulis telah disediakan kertas,
pena dan tinta.
Lembaga ini merupakan perpustakaan-perpustakaan yang dipelihara oleh sebagian
besar para ulama yang mempunyai keahlian dalam berbagai ilmu pengetahuan yang
mengajar serta memberi penjelasan-penjelasan kepada orang-orang yang mengunjungi
perpustakaan tersebut.
Lembaga ini adalah mirip dengan universitas dewasa ini, dalam pengertian di sana
belajar segolongan pelajar dari bermacam-macam ilmu pengetahuan secara mendalam
dan pikiran yang bebas. Adanya hubungan yang erat di antara perpustakaan dengan
lembaga ini merupakan faktor yang besar untuk mencapai tujuan ini.
Lembaga pendidikan ini didirikan berkat adanya usaha dan bantuan dari orang-orang
yang memegang pimpinan dan pemerintahan, dan jumlahnya pun sangat kecil dan
usianya pun pendek, jika dibandingkan dengan lembaga-lembaga pendidikan Islam
yang lain, dan juga ia tidak begitu meluas ke negeri-negeri Islam yang lain. Ia terbatas
dalam berbagai negeri saja, seperti Persia, Iraq dan Mesir saja.

B. Aktivitas dan Peran Baitul Hikmah dalam ilmu Pengetahuan


Sejak semula, motif berdirinya lembaga ini adalah untuk menggalakkan dan
mengkoordinir kegiatan pencarian dan penerjemahan karya-karya klasik Yunani, Persia,
Mesir dan lain-lain ke dalam bahasa Arab, khususnya umat Islam, dengan disertai
transfer ilmu-ilmu kuno. Dengan berdirinya lembaga ini kegiatan penstranferan ilmu
pengetahuan lebih intensif. Yaitu dengan cara Khalifah mengirimkan sastrawan,
sejarawan dan ilmuwan-ilmuwan terbaiknya untuk ekspedisi di kawasan-kawasan kuno.
Menurut Dr. Oumar Faroukh, faktor yang mendorong umat Islam melakukan kegiatan in
adalah:
1. Suasana keinginan antara Arab dengan yang lainnya
2. Keinginan untuk menguasai ilmu yang belum dimiliki
3. Legititmasi dan dorongan ayat-ayat al-Qur'an untuk menguasai ilmu pengetahuan.
4. Bahwa kemajuan ilmu pengetahuan merupakan suatu konsekuensi dari peningkatan
kemakmuran dan kemajuan ekonomi.
Pesatnya perkembangan lembaga Baitul Hikmah mendorong lembaga ini memperluas
peranannya, bukan hanya sebagai lembaga penerjemahan saja, tetapi juga meliputi hal-
ha sebagai berikut:
1. Sebagai pusat dokumentasi dan pelayanan informasi keilmuan bagi masyarakat,
melalui banyaknya perpustakaan umum di kota.
2. Sebagai pusat dan forum pengembangan keilmuan
3. Sebagai pusat kegiatan perencanaan dan koordinasi pelaksanaan pendidikan
C. Pengaruh Baitul Hikmah dalam ilmu Pengetahuan
Setelah meluasnya peran lembaga tersebut, lembaga ini juga membawa dampak positif
secara makro bagi masyarakat luas diantaranya:
1. Ditemukannya jakur “benang merah” yang menjelaskan rentangan sejarah
perkembangan peradaban umat manusia sejak kurun waktu yang sangat tua, dan
diperoleh kembali kekayaan warisan peradaban kuno yang bernilai tinggi dari Yunani,
India, Persia dan lainnya.
2. Semakin tumbuh suburnya kondisi sosial yang favourable bagi perkembangan ilmu
pengetahuan
3. Terjadinya integrasi sosial yang kian intensif dan berkurangnya sikap primordialisme.

III. KESIMPULAN
Khalifah Al-Ma’mun, pengganti Al-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta
kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan.
Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia mempersiapkan penerjemah dari golongan
Kristen dan penganut agama lain yang ahlinya. Salah satu bukti zaman keemasan Bani
Abbasiyah salah satunya adalah Bait Al-Hikmah.
Darul hikmah ini muncul pada waktu bercampurnya bermacam-macam bangsa dan
peradaban pada masa kerajaan Abbasiyah dan pada masa bangkitnya gerakan intellect
yang hebat yang telah mendorong orang-orang Islam pada waktu itu untuk memperoleh
ilmu-ilmu pengetahuan zaman kuno. Menurut pendapat yang lebih kuat lahirnya
lembaga-lembaga ini ada pada masa Al-Rasyid. Tujuan utama dari pada pendirian
lembaga-lembaga itu ialah untuk mengumpulkan dan menyalin ilmu-ilmu pengetahuan
asing, terutama ilmu pengetahuan orang Griek dan falsafah mereka ke dalam bahasa
Arab untuk dipelajari.

IV. PENUTUP
Demikianlah uraian makalah dari saya, kurang lebihnya pemakalah mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Apabila ada kata-kata yang salah mohon dimaklumi. Kritik dan saran
yang konstruktif, sangat pemakalah harapkan. Semoga makalah ini berguna bagi
pemakalah yang lain. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajawali Pres, 1997.
Fahmi, Asma Hasan, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang,
1979), Cet. I.
Solikin, M., Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Rasail, 2005.
Alumni Tremas'07 di 12.33

Haflah wong Alasdowo

Senin, 30 Desember 2013


MAKALAH KEMAJUAN PERADABAN ISLAM DAN FUNGSI BAIT AL-HIKMAH DIMASA
AL-MAKMUN

PENDAHULUAN
Pada masa dinasti Bani Abbasiyah terkenal ada beberapa khalifah yang
mempunyai pencapaian yang luar biasa. Pencapaian tersebut ditandai dengan majunya
peradaban Islam. Puncak kemajuan ini berada pada pemerintahan Harun Al Rasyid dan
anaknya Al Ma’mun. Pada masa pemerintahan Harun Al Rasyid Islam mengalami
puncak kejayaannya dengan Baghdad sebagai pusatnya. Pada masa ini kemajuan
dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti aspek politik, ekonomi, sosial, budaya dan
pendidikan. Sehingga peradaban ini disebut sebagai “The golden age of Islam”, atau
masa keemasa Islam.[1]
Setelah Harun Al Rasyid wafat, pemerintahannya diteruskan oleh anaknya yang
bernama Al Makmun. Bahkan pada masa ini kejayaan Islam masih berlanjut. Hal ini
ditandai dengan kemajuannya pada bidang pendidikan dan intelektualnya dengan
dibangunnya Baitul Hikmah di Bagdad. Di baitul hikmah ini dijadikan sebagai pusat
kajian keilmuan dan pengetahuan. Pada masa itu pula banyak muncul cendikiawan-
cendikiawan muslim dan juga karya-karya besar mereka yang nantinya akan
mempengaruhi peradaban Islam bahkan dunia.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Riwayat hidup Al Makmun?
B. Bagaimana kemajuan peradaban Islam pada masa Al Makmun?
C. Bagaimana sekilas tentang Baitul Hikmah?
D. Apa fungsi Baitul Hikmah di masa Al Makmun
III. PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup Al Makmun
Al Makmun Abdullah Abu Al-Abbas bin Al-Rasyid, dilahirkan pada tahun 170 H, tepat
pada malam jum’at di pertengahan bulan Rabi’ul Awwal. Pada malam itu bersamaan
dengan kematian Al-Hadi dan digantikan oleh ayahnya, Al Rasyid.
Ibunya adalah mantan budak yang kemudian dikawini oleh ayahnya. Namanya Murajil,
dia meninggal saat masih dalam keadaan nifas setelah melahirkan Al Makmun, sejak
kecil Al Makmun telah belajar banyak ilmu. Dia menimba ilmu hadits dari ayahnya dari
Hasyim, dari Ibad bin Al Awam, dari Yusuf bin ‘Athiyah, dari Abu Mu’awiyah adh Dharir,
dari Ismail bin ‘Aliyah, Hajjaj Al A’war dan Ulama-ulama lain di zamannya.
Al Yazidi adalah orang yang menggemblengnya. Dia sering kali mengumpulkan para
fuqoha dari berbagai penjuru negeri. Dia memiliki pengetahuan yang sangat luas dalam
masalah fiqih, ilmu bahasa arab, dan sejarah umat Islam. Saat dia menjelang dewasa,
dia banyak bergelut dengan ilmu filsafat dan ilmu-ilmu yang pernah berkembang di
Yunani sehinngga membuatnya menjadi seorang pakar dalam bidang ilmu ini. Ilmu
filsafat yang dia pelajari telah menyeretnya kepada pendapat yang menyatakan bahwa
Al-Quran adalah makhluk.
Tidak seorang pun dari khalifah Bani Abbasiyah yang lebih pintar darinya. Dia adalah
seorang pembicara yang fasih dan singa podium yang lantang. Tentang kefasihannya
dia berkata, “Juru bicara Mu’awiyah adalah “Amr bin Ash, juru bicara Abdul Malik
adalah Hajjaj, dan juru bicara saya adalah diri saya sendiri. “Di sebutkan bahwa di
dalam Bani Abbas itu ada Fatihah (pembuka), Wastilah (penengah), dan Khatimah
(penutup). Adapun pembukanya adalah As-Saffah, penengahnya adalah Al-Makmun
dan penutupnya adalah Al-Mu’tadid.[2]
B. Kemajuan peradaban Islam pada masa Al Makmun

1. Perluasan daerah Islam


Al Makmun khalifah penyokong Ilmu pengetahuan dan menempatkan para intelektual
dalam posisi yang mulia dan sangat terhormat. Di era kepemimpinannya, Kekhalifahan
Abbasiyah menjelma sebagai adikuasa dunia yang sangat disegani. Wilayah kekuasaan
dunia Islam terbentang luas mulai dari Pantai Atlantik di barat hingga Tembok Besar
Cina di timur. Dalam dua dasawarsa kekuasaannya, sang khalifah juga berhasil
menjadikan dunia Islam sebagai penguasa ilmu pengetahuan dan peradaban di jagad
raya.
Khalifah Abbasiyah ketujuh yang mengantarkan dunia Islam pada puncak pencapaian
itu bernama Al Makmun. Ia dikenal sebagai figur pemimpin yang dianugerahi
intelektualitas yang cemerlang. Ia menguasai beragam ilmu pengetahuan. Kemampuan
dan kesuksesannya mengelola pemerintahan dicatat dengan tinta emas dalam sejarah
peradaban Islam.[3]

2. Kebudayaan, pendidikan dan ekonomi


Al Makmun pengganti Al Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada
ilmu. Pada masa pemerintahannya penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk
menerjemahkan buku-buku Yunani, beliau menggaji penerjemah-penerjemah dari
golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli. Ia juga banyak mendirikan
sekolah, salah satu karyanya yang terpenting adalah pembangunan bait al-hikmah,
pusat penerjemahanyang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan
yang besar. Pada masa Al Makmun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan
dan ilmu pengetahuan.[4]
Untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan saat itu, Khalifah Al Makmun
memperluas Baitul Hikmah (Darul Hikmah) yang didirikan ayahnya, Harun Al Rasyid,
sebagai Akademi Ilmu Pengetahuan pertama di dunia. Baitul Hikmah diperluas menjadi
lembaga perguruan tinggi, perpustakan, dan tempat penelitian. Lembaga ini memiliki
ribuan buku ilmu pengetahuan.
Lembaga lain yang didirikan pada masa Al Makmun adalah Majlis Al-Munazharah
sebagai lembaga pengkajian keagamaan yang diselenggarakan di rumah-rumah,
masjid-masjid, dan istana khalifah. Lembaga ini menjadi tanda kekuatan penuh
kebangkitan Timur, di mana Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan ilmu
pengetahuan dan puncak keemasan Islam.
Kemauan Al Makmun dalam mengembangkan ilmu pengetahuan tidak mengenal lelah.
Ia ingin menunjukkan kemauan yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan dan filsafat
tradisi Yunani. Ia menyediakan biaya dan dorongan yang kuat untuk mencapai
kemajuan besar di bidang ilmu. Salah satunya adalah gerakan penerjemahan karya-
karya kuno dari Yunani dan Syria ke dalam bahasa Arab, seperti ilmu
kedokteran,astronomi, matematika, dan filsafat alam secara umum.
Khalifah Al Makmun menjadikan Baghdad sebagai kota metropolis dunia Islam
sekaligus pusat ilmu pengetahuan, pusat kebudayaan, peradaban Islam, dan pusat
perdagangan terbesar di dunia selama berabad-abad lamanya.[5]

3. Masa kejayaan Al Makmun


Puncak kejayaan dinasti Abbasiyah terjadi pada masa Khalifah Harun Al Rasyid dan
anaknya Al Makmun (813-833). Setelah ayahnya memerintah negara dalam keadaan
makmur, kekeyaanya melimpah, dan keamanan terjamin, walaupun masih ada juga
pemberontakan.[6]
Dalam fase keemasan inilah lahir berbagai ilmu Islam, dan telah diterjemahkan berbagai
ilmu penting kedalam bahasa Arab.[7]Ilmu-ilmu umum masuk kedalam Islam melalui
terjemahan dari bahasa Yunani dan Persia kedalam bahasa Arab, di samping bahasa
India. Pada masa pemerintahan Al Makmun, pengaruh Yunani sangat kuat. Lembaga
pendidikan dimasa dinasti Abbasiyah mengalami perkembangan dan kemajuan sangat
pesat. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sbagai bahasa
administrasi yang sudah berlaku sejak masa bani Umayyah, maupun sebagai bahasa
ilmu pengetahuan.[8]

C. Sekilas tentang Baitul Hilmah

Baitul Hikmah bahasa Arab Bait Al-Hikmah adalah perpustakaan dan pusat
penerjemahan pada masa dinasti Abbasiyah. Baitul Hikmah terletak di Baghdad, dan
Baghdad ini dianggap sebagai pusat intelektual dan keilmuan pada masa Zaman
Kegemilangan Islam (The Golden age of Islam). Karena sejak awal berdirinya kota ini
sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam. Itulah
sebabnya K.Hitti menyebut bahwa Baghdad sebagai profesor masyarakat Islam.[9]
Baitul Hikmah ini dibangun pada masa pemerintahan Al Makmun, akan tetapi embrionya
sudah ada pada masa pemerintahan Harun Al Rasyid. Dan ada pula sumber lain yang
mengatakan bahwa Baitul Hikmah didirikan oleh Harun Al Rasyid yang kemudian
disempurnakan oleh puteranya, Al Makmun pada abad keempat. Baitul Hikmah
berfungsi sebagai balai ilmu dan perpustakaan. Di situ para sarjana sering berkumpul
untuk menterjemah dan berdiskusi masalah ilmiah. Dan khalifah Harun Al Rasyid
kemudian Al Makmun secara aktif selalu ikut dalam pertemuan-pertemuan itu.
Pada mulanya Harun Al Rasyid (736-809) mendirikan Khizanat Al Hikmah yang
berfungsi sebagi perpustakaan, tempat penerjemahan dan penelitian. Kemudian pada
tahun 815 M, Al Makmun (813-833) mengubahnya menjadi Baitul Hikmah yang
berfungsi sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang berasal dari Persia,
Bizantium, Eithopia, dan India. Di Baitul Hikmah, Al Makmun menunjuk Hunain Ibn Ishaq
sebagai kepalanya, disamping itu juga mempekerjakan Muhammad Ibnu Musa Al
Khawarijmi ahli dalam bidang aljabar dan astronomi dan orang-orang Persia. Akan tetapi
sejak abad ke-9 dijadikan tempat penerjemah filsuf klasik dibawah bimbingan Hunain
Ibn Ishaq.[10]
Baitul Hikmah ini mengalami kemajuan pesat pada masa Al Makmun. Baitul Hikmah
merupakan salah satu contoh perputakaan Islam yang lengkap, yang berisi ilmu agama
Islam dan bahasa arab, bermacam-macam ilmu pengetahuan yang telah berkembang
pada masa itu dan berbagai macam buku terjemahan dari bahasa-bahasa Yunani,
Persia, India, Qibty dan Aramy. Perpustakaan-perpustakaan Islam pada masa jayanya
dikatakan sudah menjadi aspek budaya, dikatakan sudah menjadi budaya yang penting,
sekaligus sebagai tempat belajar dan sumber ilmu pengetahuan, baik agama maupun
ilmu umum.[11]

D. Fungsi Baitul Hikmah pada masa Al Makmun


Masa dinasti Abbasiyah merupakan masa kejayaan Islam dalam berbagai bidang,
khususnya bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pada masa ini umat Islam telah
banyak melakukan kajian kritis tentang ilmu pengetahuan, sehingga mengalami
kemajuan pesat. Pengalihan ilmu pengetahuan dilakukan dengan cara menerjemahkan
berbagai buku karangan bangsa-bansa terdahulu, seperti buku-buku karya Yunani,
Romawi, dan Persia. Berbagai naskah yang ada dikawasan Timur Tengah dan Afrika
seperti Mesopotamia dan Mesir juga menjadi perhatian.
Banyak para ahli yang berperan dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan adalah
kelompok mawali atau orang-orang non arab, seperti Persia. Pada masa permulaan
dinasti Abbasiyah, belum terdapat pusat-pusat pendidikan formal, seperti sekolah-
sekolah. Akan tetapi sejak masa pemerintahan Harun Al Rasyid mulailah dibangun
pusat-pusat pendidikan formal seperti Darul Hikmah dan pada masa Al Makmun
dibangun Baitul Hikmah yang kelak dari lembaga ini melahirkan para sarjana dan para
ahli ilmu pengetahuan yang membawa kejayaan bagi umat Islam.[12]
Di samping sebagai pusat penerjemahan, Baitul Hikmah juga berfungsi sebagai
perpustakaan dan pusat pendidikan. Karena pada masa perkembangan ilmu
pengetahuan dan kebudayaan Islam, buku mempunyai nilai yang sangat tinggi. Buku
merupakan sumber informasi berbagai macam ilmu pengetahuan yang ada dan telah
dikembangkan oleh ahlinya. Sehingga Baitul Hikmah selaimn menjadi lembaga
penerjemahan juga sebagai perpustakaan yang mengoleksi banyak buku.[13]

IV. KESIMPULAN
Al Makmun Abdullah Abu Al-Abbas bin Al-Rasyid, dilahirkan pada tahun 170
H, tepat pada malam jum’at di pertengahan bulan Rabi’ul Awwal. Ibunya adalah mantan
budak yang kemudian dikawini oleh ayahnya. Namanya Murajil, dia meninggal saat
masih dalam keadaan nifas setelah melahirkan Al Makmun.
Wilayah kekuasaan dunia Islam terbentang luas mulai dari Pantai Atlantik di barat
hingga Tembok Besar Cina di timur. Untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
saat itu, Khalifah Al Makmun memperluas Baitul Hikmah (Darul Hikmah) yang didirikan
ayahnya, Harun Al Rasyid, sebagai Akademi Ilmu Pengetahuan pertama di dunia. Baitul
Hikmah diperluas menjadi lembaga perguruan tinggi, perpustakan, dan tempat
penelitian. Lembaga ini memiliki ribuan buku ilmu pengetahuan. Puncak kejayaan dinasti
Abbasiyah terjadi pada masa Khalifah Harun Al Rasyid dan anaknya Al Makmun (813-
833). Setelah ayahnya memerintah negara dalam keadaan makmur, kekeyaanya
melimpah, dan keamanan terjamin, walaupun masih ada juga pemberontakan.
Baitul Hikmah bahasa Arab Bait Al-Hikmah adalah perpustakaan dan pusat
penerjemahan pada masa dinasti Abbasiyah. Baitul Hikmah terletak di Baghdad, dan
Baghdad ini dianggap sebagai pusat intelektual dan keilmuan pada masa Zaman
Kegemilangan Islam (The Golden age of Islam).
Di samping sebagai pusat penerjemahan, Baitul Hikmah juga berfungsi sebagai
perpustakaan dan pusat pendidikan. Karena pada masa perkembangan ilmu
pengetahuan dan kebudayaan Islam, buku mempunyai nilai yang sangat tinggi.
V. PENUTUP
Dmikianlah uraian makalah ini, kami sadar masih banyak kekurangan ataupun
kesalahan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua. Amin. . . . . .

DAFTAR PUSTAKA
Amir Amin, Samsul, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009
Imam As-Suyuti, Tarikh Al-Khlafa’, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2000
A. Hajmy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1986), cet. III, hlm.
214
M Abdul Karim, Sejarah Peradaban dan Pemikiran Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book
Pubkisher, 2007), cet. 1, hlm. 157
Jaiha Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005),
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam 2, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang, 2008), cet. 1, hlm. 136
N Abbas Wahid dan Suratno, Khasanah Sejarah Kebudayaan Islam, (Solo: PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri, 2009), hlm. 49-50

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2003),cet.
XV, hlm. 68

Zuhairi dkk, Sejarah Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), cet. 3, hlm. 98
http://alkisah teladan. Blogspot. Com/2009/09/al-makmun-khalifah-penyokong-ilmu. Html
http://abihafiz. Wordpress. Com/2011/05/19/daulah-abbasiyah-al-makmun-khalifah-
pengembang-sains/

[1] M Abdul Karim, Sejarah Peradaban dan Pemikiran Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book
Pubkisher, 2007), cet. 1, hlm. 157
[2] Imam As-Suyuti, Tarikh Al-Khlafa’, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2000), hlm. 369-370
[3] http://alkisah teladan. Blogspot. Com/2009/09/al-makmun-khalifah-penyokong-ilmu.
html
[4] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,2003),cet. XV, hlm. 68
[5] http://abihafiz. Wordpress. Com/2011/05/19/daulah-abbasiyah-al-makmun-khalifah-
pengembang-sains/
[6] Samsul Amir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), cet. I, hlm.
144
[7] A. Hajmy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1986), cet. III,
hlm. 214
[8] Samsul Amir Amin, Op. Cit, hlm. 145-146
[9] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam 2, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang, 2008), cet. 1, hlm. 136
[10] Jaiha Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005),
hlm. 120
[11] Zuhairi dkk, Sejarah Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), cet. 3, hlm. 98
[12] N Abbas Wahid dan Suratno, Khasanah Sejarah Kebudayaan Islam, (Solo: PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri, 2009), hlm. 49-50
[13] Zuhairi dkk, Loc.cit, hlm. 98
yuli haflah di 19.09

Sejarah Perpustakaan Baitul Hikmah


Perkembangan peradaban Islam dalam bidang keilmuan telah mencapai masa
keemasan di Zaman Bani Ababsiyah disebabkan berdirinya Bait Al-Hikmah atau wisma
kebijaksanaan yang motifnya untuk menggalakkan dan mengkoordinir kegiatan
pencarian dan penerjemahan karya-karya klasik dari warisan intelektual Yunani, Persia
Mesir dan lain-lain. Dari berdirinya Bait Al-Hikmah tersebut melahirkan intelektual-
intelektual yang termasyhur di berbagai bidang. Dan itu mendorong Daulah Bani
Abbasiyah membangun di sektor lain, sektor ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.

Kedua penguasa tersebut menekankan pada pengembangan dan pembinaan


peradaban dan kebudayaan Islam, ketimbang peluasan wilayah seperti di masa Bani
Umayyah. Inilah pokok perbedaan antara Bani Abbasiyah dan Bani Umayyah. Khalifah
Harun Ar-Rasyid memanfaatkan kekayaannya untuk keperluan sosial seperti rumah
sakit, lembaga pendidikan dan lembaga farmasi pun didirikan. Disamping itu, sarana
kesejahteraan umum diperhatikan, pemandian-pemandian umum juga dibangun, begitu
juga jalan-jalan umum.

Khalifah Al-Ma’mun, pengganti Al-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta
kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan.
Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia mempersiapkan penerjemah dari golongan
Kristen dan penganut agama lain yang ahlinya. Salah satu bukti zaman keemasan Bani
Abbasiyah salah satunya adalah Bait Al-Hikmah. Pendirian lembaga Bait Al-Hikmah
atau wisma kebijaksanaan dilakukan oleh khalifah Al-Makmun. Dalam lembaga
pendidikan tersebut merupakan wujud keinginan mengulang (meniru) lembaga “hebat”
yang didirikan oleh orang-orang Kristen Neotorians, yakni Gondeshapur yang salah satu
tokohnya Gorgius Gabriel.

Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Lembaga pendidikan
terdiri atas dua tempat, pertama: Maktab dan Masjid yaitu lembaga pendidikan terendah,
tempat anak-anak mengenal dasar bacaan, hitungan dan tulisan. Kedua: tingkat
pendalaman, para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah
menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang yang ahli pada bidangnya masing-
masing.

Gerakan terjemahan yang berlangsung pada tiga fase. Pertama, pada masa khalifah Al-
Manshur hingga Harun Al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah
karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq. Fase kedua, berlangsung mulai masa
khalifah Al-Ma’mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah
buku filsafat dan kedokteran. Fase ketiga, berlangsung setelah tahun 300 H, terutama
setelah adanya pembuatan kertas, bidang ilmu yang diterjemahkan semakin luas. Darul
hikmah ini muncul pada waktu bercampurnya bermacam-macam bangsa dan peradaban
pada masa kerajaan Abbasiyah dan pada masa bangkitnya gerakan intellect yang hebat
yang telah mendorong orang-orang Islam pada waktu itu untuk memperoleh ilmu-ilmu
pengetahuan zaman kuno. Menurut pendapat yang lebih kuat lahirnya lembaga-
lembaga ini ada pada masa Al-Rasyid. Tujuan utama dari pada pendirian lembaga-
lembaga itu ialah untuk mengumpulkan dan menyalin ilmu-ilmu pengetahuan asing,
terutama ilmu pengetahuan orang Griek dan falsafah mereka ke dalam bahasa Arab
untuk dipelajari.

Pada waktu itulah telah diterjemahkan kitab-kitab berbahasa asing ke dalam bahasa
Arab, dan tlah menghasilkan ulama-ulama yang terkenal, diantaranya Khuwarrazmi
sebagai ahli ilmu falak yang terkenal dan Abu Ja’far Muhammad sebagai ahli bidang
ilmu ukur dan manthiq. Kemudian Kerajaan Fatimiyah di Mesir meniru pula kerajaan
Abbasiyah, maka mereka ini pun mendirikan Darul Ilmi, seperti lembaga Bagdad abad
ke IV. Di sana dipelajari ilmu falah, ilmu-ilmu orang Yunani, disamping mempelajari ilmu-
ilmu Islam. Menurut keterangan dari Al-Maqrizi bahwa Darul Hikmah di Mesir pada
tahun 395 H dan disitulah berkumpul para fuqaha’, dan kesitu pulalah di bawa kitab dari
istana-istana untuk dibaca dan dipelajari oleh orang-orang yang berkeinginan untuk
memperoleh ilmu pengetahuannya. Disitulah berkumpul ahli nahwu, ahli bahasa dan
dokter-dokter dengan mendapat pelayan dari pelayan-pelayan yang bekerja di situ.
Dalam Darul Hikmah ini lah terdapat kitab-kitab yang disuruh angkat oleh Al-Hakim
Biamrillah dari istananya dalam jumlah sangat besar yang berisi selain yang tersebut di
atas, ilmu sastra dan tulisan-tulisan tangan yang belum pernah dipunyai oleh raja-raja
lain.

Semua lapisan orang diperbolehkan masuk ke dalam gedung ini untuk membaca buku-
buku yang ada di sana. Bahkan orang-orang yang ingin menyalin dan menulis telah
disediakan kertas, pena dan tinta. Lembaga ini merupakan perpustakaan-perpustakaan
yang dipelihara oleh sebagian besar para ulama yang mempunyai keahlian dalam
berbagai ilmu pengetahuan yang mengajar serta memberi penjelasan-penjelasan
kepada orang-orang yang mengunjungi perpustakaan tersebut. Lembaga ini adalah
mirip dengan universitas dewasa ini, dalam pengertian di sana belajar segolongan
pelajar dari bermacam-macam ilmu pengetahuan secara mendalam dan pikiran yang
bebas. Adanya hubungan yang erat di antara perpustakaan dengan lembaga ini
merupakan faktor yang besar untuk mencapai tujuan ini.

Lembaga pendidikan ini didirikan berkat adanya usaha dan bantuan dari orang-orang
yang memegang pimpinan dan pemerintahan, dan jumlahnya pun sangat kecil dan
usianya pun pendek, jika dibandingkan dengan lembaga-lembaga pendidikan Islam
yang lain, dan juga ia tidak begitu meluas ke negeri-negeri Islam yang lain. Ia terbatas
dalam berbagai negeri saja, seperti Persia, Iraq dan Mesir saja.

Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang

Lembaga Formal (Bayt Al-Hikmah)


Perkembangan peradaban Islam khususnya bidang keilmuan mencapai masa
keemasan dizaman Bani Abbasiyah di banding masa sebelumnya, itu disebabkan
berdirinya Bayt Al-Hikmahatau wisma kebijaksanaan yang motifnya untuk
menggalakkan dan mengkoordinir kegiatan pencarian dan penerjemahan karya-karya
klasik dari warisan intelektual Yunani, Persia, Mesir dan lain-lain. Dari berdirinya Bayt Al-
Hikmah tersebut melahirkan intelektual-intelektual yang termasyhur di berbagai bidang.
Dan itu mendorong Daulah Bani Abbasiyah membangun disektor lain, contohnya sector
ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.[4]
D. Sejarah Berdirinya Bait Al-Hikmah
Kesejahteraan sosial, ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta
kesusasteraan mengalami perkembangan pada Bani Abbasiyah, mencapai puncaknya
di zaman Khalifah Harun Ar-Rasyid (736-809 M) dan putranya Al-Ma’mun (813-833 M).
Kedua penguasa tersebut menekankan pada pengembangan dan pembinaan
peradaban dan kebudayaan Islam, ketimbang peluasan wilayah seperti di masa Bani
Umayyah. Inilah pokok perbedaan antara Bani Abbasiyah dan Bani Umayyah.
Khalifah Harun Ar-Rasyid memanfaatkan kekayaannya untuk keperluan sosial seperti
rumah sakit, lembaga pendidikan dan lembaga farmasi pun didirikan. Disamping itu,
sarana kesejahteraan umum diperhatikan, pemandian-pemandian umum juga dibangun,
begitu juga jalan-jalan umum.
Khalifah Al-Ma’mun, pengganti Al-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta
kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan.
Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia mempersiapkan penerjemah dari golongan
Kristen dan penganut agama lain yang ahlinya. Salah satu bukti zaman keemasan Bani
Abbasiyah salah satunya adalah Bait Al-Hikmah.
Darul hikmah ini muncul pada waktu bercampurnya bermacam-macam bangsa dan
peradaban pada masa kerajaan Abbasiyah dan pada masa bangkitnya gerakan intelek
yang hebatyang telah mendorong orang-orang Islam pada waktu itu untuk memperoleh
ilmu-ilmu pengetahuan zaman kuno. Menurut pendapat yang lebih kuat lahirnya
lembaga-lembaga ini ada pada masa Ar-Rasyid. Tujuan utama dari pada pendirian
lembaga-lembaga itu ialah untuk mengumpulkan dan menyalin ilmu-ilmu pengetahuan
asing, terutama ilmu pengetahuan orangGriek dan falsafah mereka ke dalam bahasa
Arab untuk dipelajari. Pada waktu itulah telahditerjemahkan kitab-kitab berbahasa asing
ke dalam bahasa Arab, dan telah menghasilkan ulama-ulama yang terkenal, diantaranya
Al-Khawarijmi sebagai ahli ilmu falak yang terkenal dan Abu Ja’far Muhammad sebagai
ahli bidang ilmu ukur dan mantiq itulah sebab munculnya.
E. Aktivitas dan Peran Baitul Hikmah dalam ilmu Pengetahuan
Sejak semula, motif berdirinya lembaga ini adalah untuk menggalakkan dan
mengkoordinir kegiatan pencarian dan penerjemahan karya-karya klasik Yunani, Persia,
Mesir dan lain-lain ke dalam bahasa Arab, khususnya umat Islam, dengan disertai
transfer ilmu-ilmu kuno. Dengan berdirinya lembaga ini kegiatan penstranferan ilmu
pengetahuan lebih intensif. Yaitu dengan cara Khalifah mengirimkan sastrawan,
sejarawan dan ilmuwan-ilmuwan terbaiknya untuk ekspedisi di kawasan-kawasan kuno.
F. Pengaruh Baitul Hikmah dalam ilmu Pengetahuan
Setelah meluasnya peran lembaga tersebut, lembaga ini juga membawa dampak positif
secara makro bagi masyarakat luas diantaranya:
1. Ditemukannya jakur “benang merah” yang menjelaskan rentangan sejarah
perkembangan peradaban umat manusia sejak kurun waktu yang sangat tua, dan
diperoleh kembali kekayaan warisan peradaban kuno yang bernilai tinggi dari Yunani,
India, Persia dan lainnya.
2. Semakin tumbuh suburnya kondisi sosial yang favourable bagi perkembangan
ilmu pengetahuan
Terjadinya integrasi sosial yang kian intensif dan berkurangnya sikap primordialisme.[5]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya.
Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat
kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran, masyarakat mencapai
tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan
filsafat dan ilmu pengetahuan dalam islam. Khalifah Abbasiyah ialah khalifah islam
setelah khalifah Umayyah. Pemerintahan dinasti Abbasiyah dikenal sebagai
pemerintahan masa revolusi islam karena keberhasilan dinasti Abbasiyah dalam
memajukan peradaban islam.
Nasa daulah bani Abbasiyah disebut-sebut sebagai masa keemasan islam, atau dikenal
dengan istilah ” The Golden Age”. Dikarenakan pada masa itu umat islam telah
mencapai puncak kejayaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan.
Dan juga berkembangnya berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah dengan
banyaknya penerjemah buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab. Dengan mewarisi
imperium besar bani Umayyah. Hal ini memungkinkan daulah bani Abbasiyah dapat
mencapai hasil lebih banyak, karena landasan telah dipersiapkan oleh daulah bani
Umayyah yang besar.
Perkembangan peradaban Islam khususnya bidang keilmuan mencapai masa
keemasan dizaman Bani Abbasiyah di banding masa sebelumnya, itu disebabkan
berdirinya Bayt Al-Hikmah atau wisma kebijaksanaan yang motifnya untuk
menggalakkan dan mengkoordinir kegiatan pencarian dan penerjemahan karya-karya
klasik dari warisan intelektual Yunani, Persia, Mesir dan lain-lain. Dari berdirinya Bayt Al-
Hikmah tersebut melahirkan intelektual-intelektual yang termasyhur di berbagai bidang.
Dan itu mendorong Daulah Bani Abbasiyah membangun disektor lain, contohnya sector
ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai