I. PENDAHULUAN
Perkembangan peradaban Islam khususnya bidang keilmuan mencapai masa
keemasan di zaman Bani Abbasiyah dibanding masa sebelumnya, itu disebabkan
berdirinya Bait Al-Hikmah atau wisma kebijaksanaan yang motifnya untuk
menggalakkan dan mengkoordinir kegiatan pencarian dan penerjemahan karya-karya
klasik dari warisan intelektual Yunani, Persia Mesir dan lain-lain.
Dari berdirinya Bait Al-Hikmah tersebut melahirkan intelektual-intelektual yang
termasyhur di berbagai bidang. Dan itu mendorong Daulah Bani Abbasiyah membangun
di sektor lain, contohnya sektor ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.
II. PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Bait Al-Hikmah
Kesejahteraan sosial, ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta
kesusasteraan mengalami perkembangan pada Bani Abbasiyah, mencapai puncaknya
di zaman Khalifah Harun Ar-Rasyid (736-809 M) dan putranya Al-Ma’mun (813-833 M).
Kedua penguasa tersebut menekankan pada pengembangan dan pembinaan
peradaban dan kebudayaan Islam, ketimbang peluasan wilayah seperti di masa Bani
Umayyah. Inilah pokok perbedaan antara Bani Abbasiyah dan Bani Umayyah.
Khalifah Harun Ar-Rasyid memanfaatkan kekayaannya untuk keperluan sosial seperti
rumah sakit, lembaga pendidikan dan lembaga farmasi pun didirikan. Disamping itu,
sarana kesejahteraan umum diperhatikan, pemandian-pemandian umum juga dibangun,
begitu juga jalan-jalan umum.
Khalifah Al-Ma’mun, pengganti Al-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta
kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan.
Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia mempersiapkan penerjemah dari golongan
Kristen dan penganut agama lain yang ahlinya. Salah satu bukti zaman keemasan Bani
Abbasiyah salah satunya adalah Bait Al-Hikmah.
Pendirian lembaga Bait Al-Hikmah atau wisma kebijaksanaan dilakukan oleh khalifah Al-
Makmun. Dalam lembaga pendidikan tersebut merupakan wujud keinginan mengulang
(meniru) lembaga “hebat” yang didirikan oleh orang-orang Kristen Neotorians, yakni
Gondeshapur yang salah satu tokohnya Gorgius Gabriel. Dan itu menjadikan Baghdad
mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Lembaga pendidikan terdiri atas dua tempat, pertama: Maktab dan Masjid yaitu lembaga
pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar bacaan, hitungan dan tulisan.
Kedua: tingkat pendalaman, para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar
daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang yang ahli pada bidangnya
masing-masing.
Gerakan terjemahan yang berlangsung pada tiga fase. Pertama, pada masa khalifah Al-
Manshur hingga Harun Al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah
karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq. Fase kedua, berlangsung mulai masa
khalifah Al-Ma’mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah
buku filsafat dan kedokteran. Fase ketiga, berlangsung setelah tahun 300 H, terutama
setelah adanya pembuatan kertas, bidang ilmu yang diterjemahkan semakin luas.
Darul hikmah ini muncul pada waktu bercampurnya bermacam-macam bangsa dan
peradaban pada masa kerajaan Abbasiyah dan pada masa bangkitnya gerakan intellect
yang hebat yang telah mendorong orang-orang Islam pada waktu itu untuk memperoleh
ilmu-ilmu pengetahuan zaman kuno. Menurut pendapat yang lebih kuat lahirnya
lembaga-lembaga ini ada pada masa Al-Rasyid. Tujuan utama dari pada pendirian
lembaga-lembaga itu ialah untuk mengumpulkan dan menyalin ilmu-ilmu pengetahuan
asing, terutama ilmu pengetahuan orang Griek dan falsafah mereka ke dalam bahasa
Arab untuk dipelajari. Pada waktu itulah telah diterjemahkan kitab-kitab berbahasa asing
ke dalam bahasa Arab, dan tlah menghasilkan ulama-ulama yang terkenal, diantaranya
Khuwarrazmi sebagai ahli ilmu falak yang terkenal dan Abu Ja’far Muhammad sebagai
ahli bidang ilmu ukur dan manthiq.
Kemudian Kerajaan Fatimiyah di Mesir meniru pula kerajaan Abbasiyah, maka mereka
ini pun mendirikan Darul Ilmi, seperti lembaga Bagdad abad ke IV. Di sana dipelajari
ilmu falah, ilmu-ilmu orang Yunani, disamping mempelajari ilmu-ilmu Islam. Menurut
keterangan dari Al-Maqrizi bahwa Darul Hikmah di Mesir pada tahun 395 H dan disitulah
berkumpul para fuqaha’, dan kesitu pulalah di bawa kitab dari istana-istana untuk dibaca
dan dipelajari oleh orang-orang yang berkeinginan untuk memperoleh ilmu
pengetahuannya. Disitulah berkumpul ahli nahwu, ahli bahasa dan dokter-dokter dengan
mendapat pelayan dari pelayan-pelayan yang bekerja di situ. Dalam Darul Hikmah ini
lah terdapat kitab-kitab yang disuruh angkat oleh Al-Hakim Biamrillah dari istananya
dalam jumlah sangat besar yang berisi selain yang tersebut di atas, ilmu sastra dan
tulisan-tulisan tangan yang belum pernah dipunyai oleh raja-raja lain. Semua lapisan
orang diperbolehkan masuk ke dalam gedung ini untuk membaca buku-buku yang ada
di sana. Bahkan orang-orang yang ingin menyalin dan menulis telah disediakan kertas,
pena dan tinta.
Lembaga ini merupakan perpustakaan-perpustakaan yang dipelihara oleh sebagian
besar para ulama yang mempunyai keahlian dalam berbagai ilmu pengetahuan yang
mengajar serta memberi penjelasan-penjelasan kepada orang-orang yang mengunjungi
perpustakaan tersebut.
Lembaga ini adalah mirip dengan universitas dewasa ini, dalam pengertian di sana
belajar segolongan pelajar dari bermacam-macam ilmu pengetahuan secara mendalam
dan pikiran yang bebas. Adanya hubungan yang erat di antara perpustakaan dengan
lembaga ini merupakan faktor yang besar untuk mencapai tujuan ini.
Lembaga pendidikan ini didirikan berkat adanya usaha dan bantuan dari orang-orang
yang memegang pimpinan dan pemerintahan, dan jumlahnya pun sangat kecil dan
usianya pun pendek, jika dibandingkan dengan lembaga-lembaga pendidikan Islam
yang lain, dan juga ia tidak begitu meluas ke negeri-negeri Islam yang lain. Ia terbatas
dalam berbagai negeri saja, seperti Persia, Iraq dan Mesir saja.
III. KESIMPULAN
Khalifah Al-Ma’mun, pengganti Al-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta
kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan.
Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia mempersiapkan penerjemah dari golongan
Kristen dan penganut agama lain yang ahlinya. Salah satu bukti zaman keemasan Bani
Abbasiyah salah satunya adalah Bait Al-Hikmah.
Darul hikmah ini muncul pada waktu bercampurnya bermacam-macam bangsa dan
peradaban pada masa kerajaan Abbasiyah dan pada masa bangkitnya gerakan intellect
yang hebat yang telah mendorong orang-orang Islam pada waktu itu untuk memperoleh
ilmu-ilmu pengetahuan zaman kuno. Menurut pendapat yang lebih kuat lahirnya
lembaga-lembaga ini ada pada masa Al-Rasyid. Tujuan utama dari pada pendirian
lembaga-lembaga itu ialah untuk mengumpulkan dan menyalin ilmu-ilmu pengetahuan
asing, terutama ilmu pengetahuan orang Griek dan falsafah mereka ke dalam bahasa
Arab untuk dipelajari.
IV. PENUTUP
Demikianlah uraian makalah dari saya, kurang lebihnya pemakalah mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Apabila ada kata-kata yang salah mohon dimaklumi. Kritik dan saran
yang konstruktif, sangat pemakalah harapkan. Semoga makalah ini berguna bagi
pemakalah yang lain. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajawali Pres, 1997.
Fahmi, Asma Hasan, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang,
1979), Cet. I.
Solikin, M., Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Rasail, 2005.
Alumni Tremas'07 di 12.33
PENDAHULUAN
Pada masa dinasti Bani Abbasiyah terkenal ada beberapa khalifah yang
mempunyai pencapaian yang luar biasa. Pencapaian tersebut ditandai dengan majunya
peradaban Islam. Puncak kemajuan ini berada pada pemerintahan Harun Al Rasyid dan
anaknya Al Ma’mun. Pada masa pemerintahan Harun Al Rasyid Islam mengalami
puncak kejayaannya dengan Baghdad sebagai pusatnya. Pada masa ini kemajuan
dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti aspek politik, ekonomi, sosial, budaya dan
pendidikan. Sehingga peradaban ini disebut sebagai “The golden age of Islam”, atau
masa keemasa Islam.[1]
Setelah Harun Al Rasyid wafat, pemerintahannya diteruskan oleh anaknya yang
bernama Al Makmun. Bahkan pada masa ini kejayaan Islam masih berlanjut. Hal ini
ditandai dengan kemajuannya pada bidang pendidikan dan intelektualnya dengan
dibangunnya Baitul Hikmah di Bagdad. Di baitul hikmah ini dijadikan sebagai pusat
kajian keilmuan dan pengetahuan. Pada masa itu pula banyak muncul cendikiawan-
cendikiawan muslim dan juga karya-karya besar mereka yang nantinya akan
mempengaruhi peradaban Islam bahkan dunia.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Riwayat hidup Al Makmun?
B. Bagaimana kemajuan peradaban Islam pada masa Al Makmun?
C. Bagaimana sekilas tentang Baitul Hikmah?
D. Apa fungsi Baitul Hikmah di masa Al Makmun
III. PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup Al Makmun
Al Makmun Abdullah Abu Al-Abbas bin Al-Rasyid, dilahirkan pada tahun 170 H, tepat
pada malam jum’at di pertengahan bulan Rabi’ul Awwal. Pada malam itu bersamaan
dengan kematian Al-Hadi dan digantikan oleh ayahnya, Al Rasyid.
Ibunya adalah mantan budak yang kemudian dikawini oleh ayahnya. Namanya Murajil,
dia meninggal saat masih dalam keadaan nifas setelah melahirkan Al Makmun, sejak
kecil Al Makmun telah belajar banyak ilmu. Dia menimba ilmu hadits dari ayahnya dari
Hasyim, dari Ibad bin Al Awam, dari Yusuf bin ‘Athiyah, dari Abu Mu’awiyah adh Dharir,
dari Ismail bin ‘Aliyah, Hajjaj Al A’war dan Ulama-ulama lain di zamannya.
Al Yazidi adalah orang yang menggemblengnya. Dia sering kali mengumpulkan para
fuqoha dari berbagai penjuru negeri. Dia memiliki pengetahuan yang sangat luas dalam
masalah fiqih, ilmu bahasa arab, dan sejarah umat Islam. Saat dia menjelang dewasa,
dia banyak bergelut dengan ilmu filsafat dan ilmu-ilmu yang pernah berkembang di
Yunani sehinngga membuatnya menjadi seorang pakar dalam bidang ilmu ini. Ilmu
filsafat yang dia pelajari telah menyeretnya kepada pendapat yang menyatakan bahwa
Al-Quran adalah makhluk.
Tidak seorang pun dari khalifah Bani Abbasiyah yang lebih pintar darinya. Dia adalah
seorang pembicara yang fasih dan singa podium yang lantang. Tentang kefasihannya
dia berkata, “Juru bicara Mu’awiyah adalah “Amr bin Ash, juru bicara Abdul Malik
adalah Hajjaj, dan juru bicara saya adalah diri saya sendiri. “Di sebutkan bahwa di
dalam Bani Abbas itu ada Fatihah (pembuka), Wastilah (penengah), dan Khatimah
(penutup). Adapun pembukanya adalah As-Saffah, penengahnya adalah Al-Makmun
dan penutupnya adalah Al-Mu’tadid.[2]
B. Kemajuan peradaban Islam pada masa Al Makmun
Baitul Hikmah bahasa Arab Bait Al-Hikmah adalah perpustakaan dan pusat
penerjemahan pada masa dinasti Abbasiyah. Baitul Hikmah terletak di Baghdad, dan
Baghdad ini dianggap sebagai pusat intelektual dan keilmuan pada masa Zaman
Kegemilangan Islam (The Golden age of Islam). Karena sejak awal berdirinya kota ini
sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam. Itulah
sebabnya K.Hitti menyebut bahwa Baghdad sebagai profesor masyarakat Islam.[9]
Baitul Hikmah ini dibangun pada masa pemerintahan Al Makmun, akan tetapi embrionya
sudah ada pada masa pemerintahan Harun Al Rasyid. Dan ada pula sumber lain yang
mengatakan bahwa Baitul Hikmah didirikan oleh Harun Al Rasyid yang kemudian
disempurnakan oleh puteranya, Al Makmun pada abad keempat. Baitul Hikmah
berfungsi sebagai balai ilmu dan perpustakaan. Di situ para sarjana sering berkumpul
untuk menterjemah dan berdiskusi masalah ilmiah. Dan khalifah Harun Al Rasyid
kemudian Al Makmun secara aktif selalu ikut dalam pertemuan-pertemuan itu.
Pada mulanya Harun Al Rasyid (736-809) mendirikan Khizanat Al Hikmah yang
berfungsi sebagi perpustakaan, tempat penerjemahan dan penelitian. Kemudian pada
tahun 815 M, Al Makmun (813-833) mengubahnya menjadi Baitul Hikmah yang
berfungsi sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang berasal dari Persia,
Bizantium, Eithopia, dan India. Di Baitul Hikmah, Al Makmun menunjuk Hunain Ibn Ishaq
sebagai kepalanya, disamping itu juga mempekerjakan Muhammad Ibnu Musa Al
Khawarijmi ahli dalam bidang aljabar dan astronomi dan orang-orang Persia. Akan tetapi
sejak abad ke-9 dijadikan tempat penerjemah filsuf klasik dibawah bimbingan Hunain
Ibn Ishaq.[10]
Baitul Hikmah ini mengalami kemajuan pesat pada masa Al Makmun. Baitul Hikmah
merupakan salah satu contoh perputakaan Islam yang lengkap, yang berisi ilmu agama
Islam dan bahasa arab, bermacam-macam ilmu pengetahuan yang telah berkembang
pada masa itu dan berbagai macam buku terjemahan dari bahasa-bahasa Yunani,
Persia, India, Qibty dan Aramy. Perpustakaan-perpustakaan Islam pada masa jayanya
dikatakan sudah menjadi aspek budaya, dikatakan sudah menjadi budaya yang penting,
sekaligus sebagai tempat belajar dan sumber ilmu pengetahuan, baik agama maupun
ilmu umum.[11]
IV. KESIMPULAN
Al Makmun Abdullah Abu Al-Abbas bin Al-Rasyid, dilahirkan pada tahun 170
H, tepat pada malam jum’at di pertengahan bulan Rabi’ul Awwal. Ibunya adalah mantan
budak yang kemudian dikawini oleh ayahnya. Namanya Murajil, dia meninggal saat
masih dalam keadaan nifas setelah melahirkan Al Makmun.
Wilayah kekuasaan dunia Islam terbentang luas mulai dari Pantai Atlantik di barat
hingga Tembok Besar Cina di timur. Untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
saat itu, Khalifah Al Makmun memperluas Baitul Hikmah (Darul Hikmah) yang didirikan
ayahnya, Harun Al Rasyid, sebagai Akademi Ilmu Pengetahuan pertama di dunia. Baitul
Hikmah diperluas menjadi lembaga perguruan tinggi, perpustakan, dan tempat
penelitian. Lembaga ini memiliki ribuan buku ilmu pengetahuan. Puncak kejayaan dinasti
Abbasiyah terjadi pada masa Khalifah Harun Al Rasyid dan anaknya Al Makmun (813-
833). Setelah ayahnya memerintah negara dalam keadaan makmur, kekeyaanya
melimpah, dan keamanan terjamin, walaupun masih ada juga pemberontakan.
Baitul Hikmah bahasa Arab Bait Al-Hikmah adalah perpustakaan dan pusat
penerjemahan pada masa dinasti Abbasiyah. Baitul Hikmah terletak di Baghdad, dan
Baghdad ini dianggap sebagai pusat intelektual dan keilmuan pada masa Zaman
Kegemilangan Islam (The Golden age of Islam).
Di samping sebagai pusat penerjemahan, Baitul Hikmah juga berfungsi sebagai
perpustakaan dan pusat pendidikan. Karena pada masa perkembangan ilmu
pengetahuan dan kebudayaan Islam, buku mempunyai nilai yang sangat tinggi.
V. PENUTUP
Dmikianlah uraian makalah ini, kami sadar masih banyak kekurangan ataupun
kesalahan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua. Amin. . . . . .
DAFTAR PUSTAKA
Amir Amin, Samsul, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009
Imam As-Suyuti, Tarikh Al-Khlafa’, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2000
A. Hajmy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1986), cet. III, hlm.
214
M Abdul Karim, Sejarah Peradaban dan Pemikiran Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book
Pubkisher, 2007), cet. 1, hlm. 157
Jaiha Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005),
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam 2, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang, 2008), cet. 1, hlm. 136
N Abbas Wahid dan Suratno, Khasanah Sejarah Kebudayaan Islam, (Solo: PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri, 2009), hlm. 49-50
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2003),cet.
XV, hlm. 68
Zuhairi dkk, Sejarah Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), cet. 3, hlm. 98
http://alkisah teladan. Blogspot. Com/2009/09/al-makmun-khalifah-penyokong-ilmu. Html
http://abihafiz. Wordpress. Com/2011/05/19/daulah-abbasiyah-al-makmun-khalifah-
pengembang-sains/
[1] M Abdul Karim, Sejarah Peradaban dan Pemikiran Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book
Pubkisher, 2007), cet. 1, hlm. 157
[2] Imam As-Suyuti, Tarikh Al-Khlafa’, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2000), hlm. 369-370
[3] http://alkisah teladan. Blogspot. Com/2009/09/al-makmun-khalifah-penyokong-ilmu.
html
[4] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,2003),cet. XV, hlm. 68
[5] http://abihafiz. Wordpress. Com/2011/05/19/daulah-abbasiyah-al-makmun-khalifah-
pengembang-sains/
[6] Samsul Amir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), cet. I, hlm.
144
[7] A. Hajmy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1986), cet. III,
hlm. 214
[8] Samsul Amir Amin, Op. Cit, hlm. 145-146
[9] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam 2, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang, 2008), cet. 1, hlm. 136
[10] Jaiha Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005),
hlm. 120
[11] Zuhairi dkk, Sejarah Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), cet. 3, hlm. 98
[12] N Abbas Wahid dan Suratno, Khasanah Sejarah Kebudayaan Islam, (Solo: PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri, 2009), hlm. 49-50
[13] Zuhairi dkk, Loc.cit, hlm. 98
yuli haflah di 19.09
Khalifah Al-Ma’mun, pengganti Al-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta
kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan.
Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia mempersiapkan penerjemah dari golongan
Kristen dan penganut agama lain yang ahlinya. Salah satu bukti zaman keemasan Bani
Abbasiyah salah satunya adalah Bait Al-Hikmah. Pendirian lembaga Bait Al-Hikmah
atau wisma kebijaksanaan dilakukan oleh khalifah Al-Makmun. Dalam lembaga
pendidikan tersebut merupakan wujud keinginan mengulang (meniru) lembaga “hebat”
yang didirikan oleh orang-orang Kristen Neotorians, yakni Gondeshapur yang salah satu
tokohnya Gorgius Gabriel.
Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Lembaga pendidikan
terdiri atas dua tempat, pertama: Maktab dan Masjid yaitu lembaga pendidikan terendah,
tempat anak-anak mengenal dasar bacaan, hitungan dan tulisan. Kedua: tingkat
pendalaman, para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah
menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang yang ahli pada bidangnya masing-
masing.
Gerakan terjemahan yang berlangsung pada tiga fase. Pertama, pada masa khalifah Al-
Manshur hingga Harun Al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah
karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq. Fase kedua, berlangsung mulai masa
khalifah Al-Ma’mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah
buku filsafat dan kedokteran. Fase ketiga, berlangsung setelah tahun 300 H, terutama
setelah adanya pembuatan kertas, bidang ilmu yang diterjemahkan semakin luas. Darul
hikmah ini muncul pada waktu bercampurnya bermacam-macam bangsa dan peradaban
pada masa kerajaan Abbasiyah dan pada masa bangkitnya gerakan intellect yang hebat
yang telah mendorong orang-orang Islam pada waktu itu untuk memperoleh ilmu-ilmu
pengetahuan zaman kuno. Menurut pendapat yang lebih kuat lahirnya lembaga-
lembaga ini ada pada masa Al-Rasyid. Tujuan utama dari pada pendirian lembaga-
lembaga itu ialah untuk mengumpulkan dan menyalin ilmu-ilmu pengetahuan asing,
terutama ilmu pengetahuan orang Griek dan falsafah mereka ke dalam bahasa Arab
untuk dipelajari.
Pada waktu itulah telah diterjemahkan kitab-kitab berbahasa asing ke dalam bahasa
Arab, dan tlah menghasilkan ulama-ulama yang terkenal, diantaranya Khuwarrazmi
sebagai ahli ilmu falak yang terkenal dan Abu Ja’far Muhammad sebagai ahli bidang
ilmu ukur dan manthiq. Kemudian Kerajaan Fatimiyah di Mesir meniru pula kerajaan
Abbasiyah, maka mereka ini pun mendirikan Darul Ilmi, seperti lembaga Bagdad abad
ke IV. Di sana dipelajari ilmu falah, ilmu-ilmu orang Yunani, disamping mempelajari ilmu-
ilmu Islam. Menurut keterangan dari Al-Maqrizi bahwa Darul Hikmah di Mesir pada
tahun 395 H dan disitulah berkumpul para fuqaha’, dan kesitu pulalah di bawa kitab dari
istana-istana untuk dibaca dan dipelajari oleh orang-orang yang berkeinginan untuk
memperoleh ilmu pengetahuannya. Disitulah berkumpul ahli nahwu, ahli bahasa dan
dokter-dokter dengan mendapat pelayan dari pelayan-pelayan yang bekerja di situ.
Dalam Darul Hikmah ini lah terdapat kitab-kitab yang disuruh angkat oleh Al-Hakim
Biamrillah dari istananya dalam jumlah sangat besar yang berisi selain yang tersebut di
atas, ilmu sastra dan tulisan-tulisan tangan yang belum pernah dipunyai oleh raja-raja
lain.
Semua lapisan orang diperbolehkan masuk ke dalam gedung ini untuk membaca buku-
buku yang ada di sana. Bahkan orang-orang yang ingin menyalin dan menulis telah
disediakan kertas, pena dan tinta. Lembaga ini merupakan perpustakaan-perpustakaan
yang dipelihara oleh sebagian besar para ulama yang mempunyai keahlian dalam
berbagai ilmu pengetahuan yang mengajar serta memberi penjelasan-penjelasan
kepada orang-orang yang mengunjungi perpustakaan tersebut. Lembaga ini adalah
mirip dengan universitas dewasa ini, dalam pengertian di sana belajar segolongan
pelajar dari bermacam-macam ilmu pengetahuan secara mendalam dan pikiran yang
bebas. Adanya hubungan yang erat di antara perpustakaan dengan lembaga ini
merupakan faktor yang besar untuk mencapai tujuan ini.
Lembaga pendidikan ini didirikan berkat adanya usaha dan bantuan dari orang-orang
yang memegang pimpinan dan pemerintahan, dan jumlahnya pun sangat kecil dan
usianya pun pendek, jika dibandingkan dengan lembaga-lembaga pendidikan Islam
yang lain, dan juga ia tidak begitu meluas ke negeri-negeri Islam yang lain. Ia terbatas
dalam berbagai negeri saja, seperti Persia, Iraq dan Mesir saja.
Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang