Anda di halaman 1dari 16

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Gagal jantung adalah sebuah sindroma klinis yang kompleks yang berasal

dari gangguan structural dan fungsional dari pengisian dan/atau pengosongan

ventrikel. Manifestasi cardinal dari gagal jantung adalah sesak nafas dan cepat

lelah, yang bisa membatasi toleransi aktivitas, dan retensi cairan, yang bisa

berujung pada kongesti pulmonal dan/atau splanknik, dan edema perifer.11

Sebagian pasien akan memiliki keterbatasan aktivitas yang bermakna tetapi

sedikit gejala retensi cairan, dimana sebagian pasien lainnya akan lebih

mengeluhkan gejala edema, sesak nafas dan cepat lelahnya.12

Gagal jantung adalah sebuah sindrom yang disebabkan oleh kegagalan

fungsi jantung, secara umum disebabkan karena gangguan atau kerusakan otot

miokardial dan ditandai dengan pelebaran ventrikel kiri atau pembesaran atau

keduanya. Kegagalan pada fungsi sistolik primer atau diastolic atau campuran

keduanya, akan menyebabkan abnormalitas neurohormonal dan sirkulasi, yang

biasanya menimbulkan gejala-gejala tipikal seperti retensi cairan, sesak nafas, dan

cepat lelah, terutama pada aktivitas. 14

B. Anatomi Jantung

C. Fisiologi Jantung dan sistem sirkulasi kardiovaskular

Jantung merupakan organ yang terdiri dari otot, dimana kerjanya seperti

otot polos tapi bentuknya serat lintang seperti otot rangka. Letaknya di dalam

rongga dada depan (kavum mediastinum anterior), sebelah kiri bawah dari

pertengahan rongga dada, di atas diafragma dan pangkalnya terdapat di belakang


kiri antara kosta V dan VI dua jari di bawah papilla mamae. Ukuran jantung

kurang lebih sekepalan tangan orang dewasa.

Jantung terdiri dari 3 lapisan yaitu :

a. Endokardium merupakan bagian yang paling dalam terdiri dari jaringan

endotel

b. Miokardium merupakan lapisan inti/otot

c. Pericardium merupakan selaput pembungkus jantung yang merupakan

bagian

terluar, terdiri dari dua lapisan yaitu visceral dan parietal.

Jantung menjalankan fungsinya sebagai sebuah pompa yang memasok

darah bagi organ-organ serta jaringan dalam tubuh manusia. Waktu memompa,

jantung memberikan tekanan yang diperlukan untuk melawan tahanan perifer

yang dimiliki oleh pembuluh darah supaya tercipta perbedaan tekanan sehingga

darah bisa dialirkan ke jaringan-jaringan (seperti sifat cairan, darah mengalir dari

tempat yang bertekanan tinggi ke tempat yang bertekanan rendah).15

Peredaran darah dalam tubuh manusia terjadi secara kontinu terus menerus

yang diawali dari jantung sebagai pompanya. Peredaran darah jantung terbagi

menjadi dua yaitu peredaran darah sistemik dan peredaran darah pulmonal.

Peredaran darah pulmonal adalah peredaran darah antara jantung dengan paru

saja, darah yang penuh karbondioksida dipompa mulai dari ventrikel kanan ke

arteri pulmonalis melewati katup semilunaris pulmonalis, darah masuk paru untuk

mengalami pertukaran udara secara difusi pada alveolus paru dan kemudian darah

yang kini kaya dengan oksigen kembali menuju jantung pada atrium kiri melalui

vena pulmonalis. Peredaran darah sistemik adalah peredaran darah dengan

lingkup yang lebih besar antara jantung dengan jaringan tubuh lainnya, dimulai
dari atrium kiri darah yang kaya akan oksigen melewati katup mitral masuk ke

ventrikel kiri dan kemudian darah dipompa dari ventrikel kiri ke aorta melewati

katup semilunaris aorta beredar ke seluruh tubuh dan masuk kembali ke jantung

pada atrium kanan melalui vena kava superior dan inferior. Aorta mengalami

percabangan-percabangan yang diikuti penurunan tekanan sebelum akhirnya

mencapai target organ, aorta bercabang menjadi arteri-arteri, masing-masing arteri

bercabang lagi menjadi arteri-arteri kecil (arteriol), lalu berlanjut menjadi

kapilerkapiler arteri yang berhubungan dengan kapiler vena dimana disinilah terjadi

pertukaran oksigen yang berdifusi ke jaringan-jaringan dan karbondioksida masuk

ke dalam kapiler-kapiler vena yang kemudian bersatu menjadi vena-vena kecil

(venul), masing-masing venul bergabung dengan venul lainnya menjadi venavena yang

akhirnya berakhir menjadi vena kava superior bagi organ-organ

superior tubuh dan vena cava inferior bagu organ-organ inferior tubuh.

Kontraktilitas jantung (kekuatan dan kecepatan dari kontraksinya) sebagai

sebuah pompa ditentukan oleh preload, afterload, keberadaan substrat-substrat

dalam darah (contoh: O2, asam lemak, glukosa), detak dan ritme jantung, serta

jumlah dari miokardium yang tersedia. Istilah “cardiac output” (CO) merupakan hasil

dari detak jantung (HR) dengan stroke volume (SV); juga dipengaruhi oleh

aliran darah balik vena, tonus perifer vascular, dan faktor-faktor neurohumural.

D. Etiologi

Penyebab dari gagal jantung kongestif secara umum dibagi menjadi dua, yaitu

karena kausal kardiak dan kausal sistemik/non kardiak.10

TIPE CONTOH

Kardiak
Kerusakan miokardial Infark miokard

Miokariditis

Kardiomiopati : familial/genetic,

estiriktif, toksik/obat, metabbolik

Kelainan katup/valvular Stenosis aortic ,

Regurgitasi mitral

Arritmia Bradiarritmia

Takiaritmia

Gangguan konduksi Block nodus AV

Left bundle branch block

Menurut ketersediaan substrat/zat-zat Iskemia

(glukosa,asam lemak bebas)

Kelainan infiltrat atau kelainan matriks Amilodisosis, Sarcoidosis

Fibrosis kronik

Hemokromatosis

Sistemik

Kelainan-kelainan yang meningkatkan Anemia

kebutuhan output kardiak Hipertiroid

Kelainan-kelainan yang meningkatkan Stenosis aortic

resistensi terhadap output (afterload) Hipertensi

Tabel 1. Etiologi gagal jantung

Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu :

1. Gangguan mekanik ; beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal

atau bersamaan yaitu


a. Beban tekanan

b. Beban volume

c. Tamponade jantung atau konstriski perikard, jantung tidak dapat

diastole

d. Obstruksi pengisian ventrikel

e. Aneurisma ventrikel

f. Disinergi ventrikel

g. Restriksi endokardial atau miokardial

2. Abnormalitas otot jantung

a. Primer : kardiomiopati, miokarditis metabolik (DM, gagal ginjal

kronik,anemia) toksin atau sitostatika.

b. Sekunder: Iskemia, penyakit sistemik, penyakit infiltratif, korpulmonal

3. Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi, beban pengisian (preload)

dan beban tahanan (afterload) pada ventrikel yang mengalami dilatasi dan

hipertrofi memungkinkan adanya peningkatan daya kontraksi jantung yang

lebih kuat, sehingga curah jantung meningkat. Pembebanan jantung yang lebih

besar meningkatka simpatis, sehingga kadar katekolamin dalam darah

meningkat dan terjadi takikardi dengan tujuan meningkatkan curah jantung.

Pembebanan jantung yang berlebihan dapat mengakibatkan curah jantung

menurun, maka akan terjadi redistribusi cairan dan elektrolit (Na) melalui

pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokonstriksi perifer dengan tujuan untuk

memperbesar aliran balik vena(Venous return) ke dalam ventrikel sehingga

meningkatkan tekanan akhir diastolik dan menaikkan kembali curah jantung.15

Dilatasi, hipertrofi, takikardi, dan redistribusi cairan badan merupakan

mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam


memenuhi kebutuhan sirkulasi badan. Bila semua kemampuan mekanisme

kompensasi jantung tersebut diatas sudah dipergunakan seluruhnya dan

sirkulasi darah dalam tubuh tidak terpenuhi, maka hal itulah yang diesbut

sebagai kegagaln fungsi jantung15.

E. Patofisiologi

Gagal jantung dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu (1) gangguan kontraktilitas

ventrikel, (2) meningkatnya afterload, atau (3) gangguan pengisisan ventrikel. Gagal

jantung yang dihasilkan dari abnormalitas pengosongan ventrikel (karena gangguan

kontraktilitas atau kelebihan afterload) disebut disfungsi sistolik, sedangkan gagal

jantung yang dikarenakan oleh abnormalitas relaksasi diastol atau pengisian ventrikel

disebut disfungsi diastolik. Pada dasarnya terdapat perbedaan antara gagal jantung

sistolik dengan gagal jantung diastolik. Gagal jantung sistolik disebabkan oleh

meningkatnya volume, gangguan pada miokard, serta meningkatnya tekanan. Sehingga

pada gagal jantung sistolik, stroke volume dan cardiac output tidak mampu memenuhi

kebutuhan tubuh secara adekuat. Sementara itu gagal jantung diastolik dikarenakan

meningkatnya kekakuan pada dinding ventrikel. Pada disfungsi sistolik, ventrikel yang

terkena mengalami penurunan kapasitas ejeksi darah karena gangguan kontraktilitas

miokard atau tekanan yang berlebihan (misal, kelebihan afterload). Hilangnya

kontraktilitas merupakan hasil dari destruksi myosit, abnormalitas fungsi myosit, atau

fibrosis. Tekanan yang berlebihan mengganggu ejeksi ventrikel dengan adanya

peningkatan resistensi aliran yang signifikan. Hasil dari disfungsi sistolik adalah

menurunnya stroke volume. Jika darah balik normal dari paru ditambah dengan volume

akhir sistolik yang telah meningkat karena tidak sempurnanya pengosongan ventrikel

maka volume bilik saat diastolik meningkat. Sehingga volume dan tekanan pada akhir

diastolik menjadi lebih tinggi. Selama diastolik, meningkatnya tekanan ventrikel kiri
yang menetap diteruskan ke atrium kiri (melalui katup mitral yang terbuka) dan juga

diteruskan ke vena dan kapiler pulmonaris. Peninggian tekanan hidrostatik kapiler

pulmonal > 20 mmHg menghasilkan transudasi cairan ke interstisial paru sehingga

menimbulkan gejala kongesti paru. Sebanyak sepertiga pasien dengan klinis gagal

jantung memiliki fungsi sistolik ventrikel yang normal. Banyak dari mereka

menunjukkan abnormalitas fungsi diastolik ventrikel seperti : gangguan relaksasi awal

diastolik, meningkatnya kekakuan dinding ventrikel, atau keduanya. Iskemik miokard

akut adalah salah satu contoh kondisi yang menghambat penghantaran energi dan

relaksasi diastolik. Sedangkan hipertrofi ventrikel kiri, fibrosis atau kardiomiopati

restriktif menyebabkan dinding ventrikel kiri menjadi kaku. Pasien dengan disfungsi

diastolik sering menunjukkan tanda kongesti vaskuler karena paningkatan tekanan

diastolik yang diteruskan ke paru dan vena sistemik. Beberapa mekanisme kompensasi

alami akan terjadi pada pasien gagal jantung sebagai respon menurunnya curah jantung

serta untuk membantu mempertahankan tekanan darah untuk tetap memastikan perfusi

organ yang cukup. Mekanisme tersebut mencakup : (1) Mekanisme Frank-Starling, (2)

Perubahan neurohormonal, (3) remodeling dan hipertrofi ventrikular.

1. Mekanisme Frank Starling

Menurut hukum Frank Starling, penambahan panjang serat menyebabkan

kontraksi menjadi lebih kuat sehingga curah jantung meningkat.

2. Perubahan neurohormonal

Respon neurohormonal yang terjadi paling awal untuk mempertahankan curah

jantung adalah peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis. Katekolamin

menyebabkan kontraksi otot jantung yang lebih kuat (efek inotropik positif) dan

peningkatan denyut jantung. Sistem saraf simpatis juga turut berperan dalam

aktivasi sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAA) yang bersifat


mempertahankan volume darah yang bersikulasi dan mempertahankan tekanan

darah. Selain itu dilepaskan juga counter-regulator peptidas dari jantung seperti

natriuretik peptidas yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi perifer,

natriuresis dan dieresis serta turut mengaktivasi sistem saraf simpatis dan sistem

RAA. Natriuretik peptida ini juga bisa menjadi penanda gagal jantung yang bisa

diamati dalam darah.

3. Remodelling dan hipertrofi ventrikel

Dengan bertambahnya beban kerja jantung akibat respon terhadap peningkatan

kebutuhan suplai darah, maka terjadi berbagai macam remodeling termasuk

hipertrofi dan dilatasi. Bila hanya terjadi peningkatan muatan tekanan ruang

jantung atau pressure overload (missal pada hipertensi, stenosis katup),

hipertrofi ditandai dengan peningkatan diameter serat otot jantung. Pembesaran

ini memberikan pola hipertrofi konsentrik yang klasik, dimana ketebalan

dinding ventrikel bertambah tanpa penambahan ruang jantung. Namun bila

pengisian volume jantung terganggu (misalnya pada regurgitasi katup atau ada

pirau) maka panjang serat jantung juga bertambah yang disebut hipertrofi

eksentrik, dengan penambahan ketebalan dinding jantung yang disertai

penambahan ukuran ruang jantung. Mekanisme adaptif ini dapat

mempertahankan kemampuan jantung memompa darah pada tingkat yang

realtif normal, tetapi hanya untuk sementara. peningkatan tekanan vena jugular

F. Manifestasi klinis

Gejala dan tanda yang biasa ditemukan pada gagal jantung adalah
Gejala Tanda

Tipikal Spesifik

 Rasa sesak nafas  peningkatan tekanan vena jugular


 Sesak nafas yang dipengaruhi  hepatojugular reflux

posisi  bunyi jantung III (irama gallop)

(orthopnea)  Impuls apikal yang bergeser ke

 Sesak nafas yang lebih parah saat lateral

malam hari (Paroxysmal  murmur kardiak

nocturnal

dyspnea)

 Sesak nafas yang lebih parah saat

malam hari (Paroxysmal

nocturnal

dyspnea)

 Penurunan toleransi aktivitas

 Cepat lelah, memerlukan waktu

lebih

banyak untuk beristirahat

 pembengkakan ankle

Kurang tipikal Kurang spesifik

 Batuk pada malam hari  Edema perifer ( ankle, sakral,

(nocturnal scrotal)

cough)  Krepitasi pulmonal

 Mengi (wheezing)  udara yang masuk berkurang,

 Peningkatan BB (>2kg/minggu) dull pada perkusi basal paru

(efusi pleura)

 takikardi
 Penurunan BB (gagal jantung  denyut yang irregular

tahap  takipnu

lanjut)  hepatomegali

 Perasaan kembung  ascites

 Penurunan nafsu makan

 Berdebar-debar

 confused / kebingungan

(terutama pada usia lanjut)

Tabel 5. Manifestasi klinis gagal jantung menurut European Society of Cardiology

G. Diagnosis

Diagnosis gagal jantung kongestif dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang dimana diantaranya adalah pemeriksaan laboratorium

rutin elektrokardiografi, foto toraks, ekokardiographydoppler, dan pemeriksaan yang

lebih baru seperti pemeriksaan biomarker.19

ACC/AHA menyatakan bahwa dalam mendiagnosa gagal jantung tidak ada

satupun uji diagnostik tunggal yang spesifik, selain daripada diagnosis klinis yang

ditetapkan berdasarkan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan fisik.12 Berbagai

metode dikembangkan oleh para ilmuwan untuk untuk dijadikan alat bantuan dalam

menskrining pasien gagal jantung kongestif berdasarkan anamnesis riwayat penyakit

dan pemeriksaan fisik pasien. Beberapa diantaranya yang sering dipakai adalah Kriteria

Framingham, Kriteria Boston, Kriteria Duke, Skoring KILLIP, dan lain-lain.20,21

Kriteria Framingham membutuhkan adanya 2 kriteria mayor atau sekurang-

kurangnya 1 kriteria mayor dengan tambahan 2 kriteria minor untuk menetapakan

diagnosis gagal jantung kongestif.


Kriteria Mayor Kriteria Minor

Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) Edema ekstremitas

Distensi Vena leher Batuk malam hari

Ronki paru Sesak nafas pada aktivitas biasa

Kardiomegali Hepatomegali

Edema paru akut Efusi pleura

S3 gallop Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

Peninggian tekananan vena sentral Takikardi

Refluks hepatojugular

* Penurunan BB ≥ 4.5 kg dalam 5 hari * Penurunan BB ≥ 4.5 kg dalam 5 hari

pengobatan pengobatan

Tabel 6. Kriteria Framingham

H. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya:

a. Elektrokardiogram (EKG)

Rekaman EKG harus dilakukan pada setiap pasien yang dicurigai dengan gagal

jantung. Perubahan EKG biasanya dijumpai pada pasien yang diduga

mengalami gagal jantung. Abnormalitas dari EKG memiliki nilai prediksi yang

kecil akan adanya gagal jantung. 1

b. Foto thoraks

Foto thoraks merupakan komponen penting dalam diagnostik gagal jantung.

Pada foto thoraks kita dapat menilai kongesti pulmonal serta dapat

menunjukkan penyebab sesak nafas oleh karena paru atau thoraks. Foto thoraks

digunakan untuk mendeteksi adanya kardiomegali, kongesti pulmonal dan


akumulasi cairan pleura, serta dapat menunjukkan adanya penyakit paru atau

infeksi yang menyebabkan atau yang memperberat sesak nafasnya. Temuan

kongestif bersifat prediktir. Namun kardiomegali bisa tidak dijumpai pada

keadaan akut, tetapi selalu dijumpai pada gagal jantung kronik.1

c. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan diagnostik yang rutin dilakukan pada pasien gagal jantung berupa

pemeriksaan darah lengkap (hemoglobin, leukosit, dan platelet), elektrolit

serum, kreatinin serum, Laju Filtrasi Glomerulus, kadar glukosa, tes fungsi hati,

dan urinalisa. Abnormalitas elektrolit atau hematologis tidak sering dijumpai

pada pasien gagal jantung, meskipun anemia ringan, hiponatremia,

hiperkalemia, dan penurunan fungsi ginjal umum dijumpai, khususnya pada

pasien yang mendapat terapi dengan diuretik dan ACE-I/ARB/aldosteron

antagonis. 1

Pemeriksaan Troponin I atau T sebaiknya dilakukan pada pasien yang

diduga gagal jantung dengan tampilan klinis yang mengarah pada sindroma

koroner akut. Peningkatan troponin kardiak mengindikasikan adanya nekrosis

myosit/sel otot jantung, dan jika ada indikasi sebaiknya revaskularisasi

dipertimbangkan dan dilakukan pemeriksaan diagnostik yang sesuai.

Peningkatan troponin juga terjadi pada akut miokarditis. Peningkatan ringan

pada troponin kardiak sering dijumpai pada gagal jantung berat atau selama

episode gagal jantung dekompensasi pada pasien tanpa bukti adanya iskemik

miokard yang disebabkan sindrom koroner akut dan situasi lain seperti

sepsis.1.Menurut WHO, peningkatan troponin yang bermakna adalah

peningkatan troponin sampai lebih dari 2x nilai normalnya. Perlu diperhatikan

bahwa pada orang gagal jantung dengan penurunan fungsi ginjal sampai dengan
gagal ginjal, enzim troponin nya akan cenderung meningkat, akibat efek dari

overload cairan yang meregangkan otot-otot jantung untuk bekerja lebih

sehingga terjadi pelepas troponin.22

d. Ekokardiografi

Istilah ekokardiografi ditujukan kepada semua teknik pencitraan jantung yang

menggunakan ultra sound, termasuk colour Doppler dan Tissue

Doppler Imaging. Penggunaan ekokardiografi sudah rutin digunakan untuk

menentukan disfungsi jantung akibat kelainan struktur dan fungsi jantung.

Ekokardiografi sudah tersebar luas, cepat, non – invasif dan aman dan

menunjukkan informasi mengenai anatomi jantung (volume, geometri, massa),

geekokardiografi biasanya diukur Left Ventricular Ejection Fraction (LVEF)

untuk membedakan pasien dengan disfungsi sistolik dan pasien dengan

disfungsi diastolik; fungsi sistoliknya normal. (normal fraksi ejeksi > 45 –

50%).

I. Penatalaksanaan

Sasaran utama dari penatalaksanaan pasien yang telah ditetapkan gagal jantung

kongestif ada tiga, antara lain untuk meringankan gejala dan tanda (contoh: sesak nafas

akibat edema paru), menurunkan angka perawatan di rumah sakit, dan tentunya

meningkatkan angka ketahanan hidup sehingga menurunkan mortalitas.13

Pengurangan angka mortalitas dan perawatan di rumah sakit menunjukkan efektivitas

terapi untuk memperlambat atau mencegah perburukan progresif dari gagal jantung.13

Sering ditemukan juga perbaikan remodeling ventrikel kiri dan penunrunan dari kadar

natriuretik peptida dalam sirkulasi. Sedangkan unsur-unsur terapi gagal jantung

kongestif meliputi perubahan pola diet dan gaya hidup, terapi kausa nya, pengaturan
seleksi obat, terapi alat-alat mekanik, sampai ke upaya transplantasi jantung dan seluruh

penanganannya sangat melibatkan pelayanan multidisipin yang berkesinambungan.10

a. Edukasi

 Perubahan pola diet dan gaya hidup dibarengi dengan edukasi, diet

rendah sodium, berat badan dan ketahanan fisik yang sesuai, dan koreksi

kondisi yang mendasarinya.10

 Edukasi pada pasien atau pihak yang merawatnya sangat penting bagi

keberhasilan proses perawatan jangka panjang. Pasien dan keluarga

seharusnya dilibatkan dalam pemilihan terapi, diberitahu mengenai

tanda-tanda bahaya dekomepnasi jantung, dan bagaimana hubungan

dengan penyakit kausal.

 Konsumsi diet rendah sodium akan membantu mengurangi retensi

cairan. Pasien harus mengurangi garam pada makanan-makanan yang ia

makan serta makann-makanan yang asin. Selain itu pada pasien dengan

aterosklerosis atau diabetes juga harus mengikuti secara ketat pola

makan yang telah ditentukan bagi mereka. Obesitas dapat memperburuk

gejala-gejala gagal jantung sehingga indeks massa tubuh pasien juga

harus diperhatikan.

b. Terapi kausa penyakit

Bila hipertensi, anemia berat, hemokromatosis, diabetes yang tidak terkontrol,

tirotoksikosis, beriberi, alkoholik, penyakit Chagas’, atau toksoplasmosis, serta

sebab-sebab penyakit lainnya bisa ditangani, kondisi pasien bisa membaik

secara dramatis. Iskemia miokardial yang signifikan harus ditangani secara

agresif; penanganannya meliputi revaskualrisasi dengan Percutaneous coronary

intervention (PCI) atau operasi bypass.


c. Terapi mekanikal

Penggunaan Implantable Cardioverter-Defibrillator (ICD) atau biventricular

pacing sesuai bagi sebagian pasien. ICD direkomendasikan pada pasien dengan

angka harapan hidup yang tinggi, dengan takikardi atau fibrilasi ventrikel

berulang atau menetap.9,10 Sementara itu terapi resinkronisasi kardiak (cardiac

resynchronization therapy/CRT) digunakan untuk meredakan gejala dan

hospitalisasi pasien dengan gagal jantung, fraksi ejeksi ventrikel kiri < 0.35, dan

pelebaran gelombang ORS (0.12s). Ultrafiltrasi digunakan untuk pasien rawat

inap yang memiliki overload cairan yang berat, tidak respons terhadap

pemberian diuretic, dan serum creatinine yang meningkat (sindroma

kardiorenal). 10

d. Operasi

Operasi bisa dijadikan pilihan tepat bila terdapat suatu kelainan structural yang

bisa dikoreksi . Penututpan shunt congenital atau akuiasata di dalam jantung

bisa menjadi terapi yang kuratif. Bypass arteri koronaria bisa mengurangi

iskemia dan membantu para pasien dengan kardiomiopati iskemik dan masih

terus dipelajari keefektifannya pada pasien gagal jantung dengan disfungsi

sistolik iskemia. Bila gagal jantung secara primer disebabkan karena kelainan

katup, perbaikan surgical atau penggantian katup sangat dipertimbangkan.

Transplantasi jantung merupakan terapi pilihan utama bagi pasien usia < 60

tahun yang memiliki gagal jantung refrakter yang berat dan tidak ada kondisi

mengancam jiwa yang lain. Pasien-pasien dengan usia yang lebih tua namun

dengan kondisi kesehatan yang baik juga bisa dipertimbangkan untuk menjalani

operasi transplant. Angka ketahanan hidup sebesar 82% pada 1 tahun pertama

dan 75% pada 3 tahun pertama, namun demikian angka mortalitas saat
menunggu donor organ jantung sebesar 12- 15%. Selain itu jumlah pendonor

jantung masih sedikit jumlahnya.

Anda mungkin juga menyukai