Anda di halaman 1dari 48

PENENTUAN DELIVERABILITAS SUMUR GAS

BERDASARKAN ANALISA PRESSURE BUILD UP DAN


MODIFIED ISOCHRONAL TEST

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Disusun Oleh:
ADI AJENG HADIYANI
13.420.4100.652

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
YOGYAKARTA
2017
PENENTUAN DELIVERABILITAS SUMUR GAS
BERDASARKAN ANALISA PRESSURE BUILD UP DAN MODIFIED
ISOCHRONAL TEST

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Pada Jurusan Teknik Perminyakan Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
YOGYAKARTA
2017

2
LEMBAR PENGESAHAN

PENENTUAN DELIVERABILITAS SUMUR GAS


BERDASARKAN ANALISA PRESSURE BUILD UP DAN
MODIFIED ISOCHRONAL TEST

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Oleh:
Adi Ajeng Hadiyani
13.420.4100.652

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Tugas Akhir


Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknik
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Mengetahui,

Koordinator Tugas Akhir Kepala Jurusan

(Wirawan Widya Mandala, S.T., M.T.) (Aisyah Indah Irmaya, S.T., M.T.)

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya, penyusun dapat menyelesaikan proposal tugas akhir ini
dengan judul “PENENTUAN DELIVERABILITAS SUMUR GAS
BERDASARKAN ANALISA PRESSURE BUILD UP DAN MODIFIED
ISOCHRONAL TEST”
Adapun maksud dan tujuan dari proposal ini untuk memenuhi
persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana di Jurusan Teknik Perminyakan,
Fakultas Teknik, Universitas Poklamasi 45 Yogyakarta.
Pada kesempatan ini pula penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ir. Bambang Irjanto, MBA selaku Rektor Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta.
2. Syamsul Ma’arif, S.T., M.Eng., selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta.
3. Aisyah Indah Irmaya, S.T., M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik
Perminyakan Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta.
4. Wirawan Widya Mandala, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing Tugas
Akhir.
5. Seluruh keluarga yang selama ini telah banyak membantu untuk
menyelesaikan Proposal Tugas Akhir ini, baik dari segi moril, ekonomi
dan motivasi.
6. Rekan-rekan Mahasiswa yang telah banyak memberikan bantuan hingga
terselesaikannya proposal ini khususnya Kelly team.
Penyusun menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna,
oleh karenanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan.

Yogyakarta, 18 Juli 2017

Penulis

4
I. JUDUL
“PENENTUAN DELIVERABILITAS SUMUR GAS
BERDASARKAN ANALISA PRESSURE BUILD UP DAN
MODIFIED ISOCHRONAL TEST”.

II. PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang


Berkembangnya teknologi yang sangat pesat, ditambah semakin
tingginya tingkat persaingan dalam dunia kerja, menjadi tantangan bagi
lulusan baru saat ini. Oleh karena itu sikap profesionalisme dari setiap
individu akan sangat dituntut dalam menghadapi tantangan tersebut.
Permasalahan dalam dunia pendidikan, khususnya antara lulusan
perguruan tinggi dengan dunia pekerjaan menjadi perhatian negatif karena
lulusan sarjana-sarjana mendapatkan kesulitan dalam menghadapi dunia
kerja, mungkin hal ini diakibatkan dari kurangnya pengalaman serta belum
memaksimalkan penerapan ilmu yang didapatkan selama kuliah. Untuk itu
seorang sarjana, khususnya di bidang teknik perminyakan harus melatih
seluruh aspek yang dibutuhkan untuk dunia yang akan di gelutinya nanti.
Salah satu upaya yang bisa di lakukan untuk memperkenalkan para
mahasiswa ke dunia kerja adalah dengan melaksanakan Tugas Akhir (TA).
Tugas akhir ini berguna untuk menambah wawasan mahasiswa tentang dunia
pekerjaan khususnya mengenai lapangan perminyakan. Dalam tugas akhir ini
juga di harapkan mampu menguji kebergunaan dan keabsahan suatu teori dan
perhitungan dalam dunia industri sebenarnya.
Dari kegiatan tugas akhir ini mahasiswa dapat memperoleh
pengetahuan lapangan sehingga dapat memahami aplikasi simulasi reservoir,
dengan melakukan simulasi reservoir kita dapat mengetahui performance
kinerja dari reservoir yang akan kita analisa, dengan demikian kita dapat
meramalkan faktor perolehan dari reservoir. Selain itu tugas akhir ini adalah

5
mata kuliah wajib di Jurusan Teknik Perminyakan Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta sebagai syarat untuk memperoleh gelar strata-1 (S1).

2.2 Batasan Masalah


Dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis membatasi
permasalahan sebagai berikut :
a. Analisa Pressure Build Up Test dengan Metode Horner.
b. Analisa Deliverability dengan Metode Konvensional dan LIT.
c. Prosedur Analisa Pressure Build Up Test.
d. Prosedur Analisa Deliverability dengan Metode Konvensional
dan LIT.
2.3 Maksud dan Tujuan
2.3.1 Maksud
Maksud penulisan seminar ini adalah sebagai syarat dalam
melaksanakan program akademik tugas akhir yang mana dalam hal
ini penulis mengusulkan judul yang akan dibahas dalam laporan
dan seminar.
2.3.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulis mengambil judul tersebut antara lain :
a. Untuk mengetahui dan mendalami analisa well testing khususnya
dengan metode PBU dan Deliverability untuk meningkatkan
produktifitas suatu sumur gas.
b. Sebagai sarana pembelajaran khusus bagi penulis untuk
menentukan kerusakan formasi pada sumur produksi dengan
menggunakan metode PBU dan Deliverability untuk
mengoptimalkan produktifitas suatu sumur gas.
c. Untuk mengetahui prosedur pengujian sumur dengan menggunakan
metode Horner dan Deliverability serta mampu untuk menganalisa
hasil dari pengujian tersebut.

6
2.4 Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam menyelesaikan penulisan
Tugas Akhir ini antara lain :
a. Studi Literatur Studi Literatur difokuskan pada pencarian informasi
dari buku-buku atau literatur untuk menunjang pembuatan tugas akhir
ini.
b. Perhitungan dan Analisa Setelah mendapatakan data-data serta materi
yang dapat menunjang dalam penelitian ini, maka selanjutnya
dilakukan perhitungan dan analisa dari data-data tersebut.
2.4.1 Studi Literatur
Studi literatur difokuskan pada berbagai teori tentang uji
deliverabilitas dan uji pressure transient pada sumur gas.

2.4.2 Pengambilan Data


Metodologi yang digunakan untuk memecahkan permasalahan pada
tugas akhir ini yaitu pengumpulan data seperti: data geologi, batuan, fluida,
produksi, tekanan dan data penunjang dari kondisi sumur yang ada.

III. DASAR TEORI


3.1 Produktivitas Formasi
Produktivitas formasi adalah kemampuan suatu formasi untuk
memproduksikan fluida yang dikandungnya pada kondisi tekanan tertentu.
Pada umumnya sumur-sumur yang baru diketemukan mempunyai tenaga
pendorong alamiah yang mampu mengalirkan fluida hidrokarbon dari
reservoir kepermukaan dengan tenaganya sendiri. Akan tetapi dengan
berjalannya waktu produksi, kemampuan dari formasi untuk mengalirkan
fluida tersebut akan mengalami penurunan, yang besarnya sangat tergantung
pada penurunan tekanan reservoir. Parameter yang menyatakan produktivitas
formasi adalah Index Produktivitas (PI) dan Inflow Performance Relationship
(IPR).

7
3.1.1 Index Produktivitas
Index Produktivitas (PI) merupakan index yang digunakan untuk
menyatakan kemampuan suatu formasi untuk berproduksi pada suatu beda
tekanan tertentu atau merupakan perbandingan antara laju produksi yang
dihasilkan formasi produktif pada drawdown yang merupakan beda tekanan
dasar sumur saat kondisi statis (Ps) dan saat terjadi aliran (Pwf). Secara
matematis dapat dituliskan dalam bentuk persamaan :

q
PI  J  .......................................................................................(3-1)
Ps  Pwf

dimana :

J = Produktivity index, Bbl2/d/psi


q = Laju produksi, STB/d
Ps = Tekanan statik, psi
Pwf = Tekanan alir dasar sumur, psi

Untuk menentukan harga PI secara langsung adalah sewaktu sumur


tersebut flowing. Kemudian dicatat harga Pwf dan q sumur tersebut.
Berdasarkan pengalamannya, Kermitz E Brown (1967) telah mencoba
memberikan batasan terhadap besarnya produktivitas sumur, yaitu sebagai
berikut:
 PI rendah jika besarnya kurang dari 0,5
 PI sedang jika besarnya berkisar antara 0,5 sampai 1,5
 PI tinggi jika lebih dari 1,5

3.1.2 Inflow Performance Relationship (IPR)


Inflow performance relationship (IPR) merupakan pernyataan PI
secara grafis yang menggambarkan perubahan-perubahan dari harga tekanan
alir dasar sumur (Pwf) versus laju alir (q) yang dihasilkan karena terjadinya
perubahan tekanan alir dasar sumur tersebut.

8
IPR menunjukan produktivitas sumur/lapisan produktif. Jika
hubungan tersebut di-plot dalam bentuk grafik, maka kurva yang dihasilkan
disebut sebagai kurva IPR. Kurva IPR merupakan kurva plot antara laju alir
(q) dengan tekanan alir dasar sumur (Pwf). Dari kurva plot ini kita dapat
menentukan PI (Productivity Index).

3.1.2.1 Kurva IPR Satu Fasa


Dasar dari aliran fluida pada media berpori diambil dari teori “Darcy
(1856), dengan persamaan :

....................................................................................... (3-2)

Persamaan diatas selanjutnya dikembangkan untuk kondisi aliran


radial, dimana dalam suatu lapangan persamaan tersebut berbentuk :

........................................................................ (3-3)

Dimana :
Pe = Tekanan formasi pada jarak re dari sumur, psi
Pwf = Tekanan aliran dasar sumur, psi
q = Laju produksi, stb/psi
μo = Viskositas, cp
Bo = Faktor volume formasi (FVF), bbl/stb
k = Permeabilitas efektif minyak, md
h = Ketebalan formasi produktif, ft
re = Jari-jari pengurasan sumur, ft
rw = Jari-jaris sumur, ft

9
Gambar 3.1 Kurva IPR Satu Fasa 5)
Persamaan tersebut mencakup beberapa anggapan diantaranya adalah:
a. Aliran mantap
b. Fluida yang mengalir satu fasa
c. Tidak terjadi reaksi antara batuan dengan fluidannya
d. Fluida bersifat incompressible
e. Viskositas fluida yang mengalir konstan
f. Kondisi aliran Isotermal
g. Formasi homogen dan arah aliran horizontal

Prosedur dalam membuat kurva IPR untuk aliran satu fasa adalah
sebagai berikut :
1. Siapkan data hasil uji tekanan dan produksi yaitu ; tekanan reservoir (Ps),
tekanan alir dasar sumur (Pwf), dan laju produksi (q).
2. Hitung indeks produktivitas (PI) dengan persamaan 3-1
3. Pilih tekanan alir dasar sumur (Pwf) anggapan
4. Hitung laju aliran (qo) pada tiap harga Pwf tersebut dengan menggunakan
persamaan 3.3.
5. plot qo terhadap Pwf yang diperoleh dari langkah 3 dan 4 pada kertas
grafik kartesian, dengan qo sebagai sumbu datar dan Pwf sebagai sumbu
tegak. Hasil plot ini akan membentuk garis yang linier.

10
3.1.2.2 Kurva IPR Dua Fasa
Jarang fluida berada dalam kondisi satu fasa, selanjutnya untuk
membuat kurva IPR dimana fluida yang mengalir dua fasa, Vogel
mengembangkan persamaan hasil regresi yang sederhana dan mudah
pemakaiannya, yaitu :

2
Qo  Pwf   Pwf 
 1  0.2    0.8  Ps  ..........................................................(3-4)
Qmax  Ps   

Dimana :

Qo = Laju alir, bpd.

Qmax = Laju alir maksimum, bpd

Gambar 3.2 Kurva IPR Dua Fasa 5)

Grafik IPR yang dihasilkan dari reservoir simulator akan melengkung


dan model reservoir yang disimulasikan merupakan reservoir hipotesis
dengan tenaga dorong gas terlarut. Selain itu dalam pengembangannya
dilakukan anggapan :

1. Reservoir bertenaga dorong gas terlarut.


2. Harga skin disekitar lubang bor sama dengan nol.
3. Tekanan reservoir dibawah tekanan saturasi (Pb).

11
Prosedur pembuatan kurva IPR untuk aliran dua fasa dari Vogel
adalah sebagai berikut :
1. Mempersiapkan data-data penunjang meliputi ; tekanan reservoir/tekanan
statis (Ps), tekanan alir dasar sumur (Pwf), laju produksi minyak (qo).
2. Menghitung harga (Pwf/Ps).
3. Mensubtitusikan harga (Pwf/Ps) dari langkah 1 dan harga laju produksi
(qo) ke dalam persamaan 3-4, dan menghitung harga laju produksi
maksimum (qo max).
4. Untuk membentuk kurva IPR, gunakan beberapa nilai anggapan Pwf dan
menghitung harga qo dari persamaan 3-4.
5. Memplot qo terhadap Pwf pada kertas grafik linier. Kurva yang diperoleh
adalah kurva kinerja aliran fluida dari formasi ke lubang sumur. Bentuk
kurva tersebut akan melengkung.

3.1.2.3 Kurva IPR Tiga Fasa


Salah satu metode yang sering digunakan dalam membuat kurva IPR
Tiga Fasa adalah menggunakan model yang di kembangkan oleh Pudjo
Sukarno. Asumsi yang digunakan metode ini adalah ; faktor skin sama
dengan nol, serta minyak, air dan gas berada pada satu lapisan dan mengalir
bersama-sama secara radial. Untuk menyatakan kadar air dalam laju produksi
total digukan parameter “water cut (WC)”, yaitu perbandingan laju produksi
air dengan laju produksi total. Dimana harga water cut dinyatakan dalam
persen. Dalam perkembangan kinerja aliran tiga fasa dari formasi produktif
ke lubang sumur telah digunakan 7 kelompok data hipotesis reservoir, yang
mana untuk masing-masing kelompok dilakukan perhitungan kurva IPR
untuk lima harga water-cut berbeda, yaitu 20%, 40%, 60%, 80%, dan 90%.

Dalam metode Pudjo Sukarno membuat persamaan sebagai berikut :

[ ( ) ( ) ] ...............................(3-5)

12
Dimana :
- An (n = 0, 1 dan 2) adalah konstanta persamaan, yang harganya berbeda
untuk water cut yang berbeda.
- An = Co + C1 (watercut) + C2 (watercut)2
- Cn (n = 0, 1, dan 2) untuk masing-masing harga An ditunjukkan dalam
tabel dibawah ini.

Gambar 3.3 kurva IPR Tiga Fasa5)

Tabel 3.1 Konstanta Cn untuk masing-masing An 5)


An C0 C1 C2
A0 0.980321 -0.115661 x 10-1 0.17905 x 10-4
A1 -0.414360 0.392799 x 10-2 0.237075 x 10-5
A2 -0.564870 0.762080 x 10-2 -0.202079 x 10-4

Seperti yang diketahui sebelumnya, harga water cut berubah sesuai


dengan perubahan tekanan alir dasar sumur pada satu harga tekanan reservoir,
maka perlu dibuat hubungan antara tekanan alir dasar sumur dengan water
cut. Hubungan ini dinyatakan sebagai : Pwf/Pr terhadap WC/(WC @Pwf = Pr)
ditentukan dari sumber simulator, untuk kelima harga water cut. Analisa
regresi terhadap titik-titik data menghasilkan persamaan sebagai berikut :

13
......................................................(3-6)

....................................................................................(3-7)

Dimana :
P1 dan P2 tergantung dari harga water cut, dan dari analisa regresi diperoleh
hubungan sebagai berikut :

P1 = 1.606207 – 0130447 ln (water cut) .....................................................(3-8)


P2 = -0.517792 + 0.110604 ln (water cut) ..................................................(3-9)
dimana : water cut dinyatakan dalam persen (%).

Prosedur pembuatan kinerja aliran tiga fasa dari metode Pudjo


Sukarno adalah sebagai berikut :
1. Mempersiapkan data-data penunjang meliputi : tekanan
reservoir/tekanan statis sumur, tekanan alir dasar sumur, laju produksi
minyak dan air, harga water cut (WC) berdasarkan data uji produksi.
2. Penentuan WC pada Pwf ≈ Ps. Menghitung terlebih dahulu harga P1 dan
P2 yang diperoleh dari persamaan (3-6) dan (3-8) Kemudian hitung
harga WC @Pwf ≈ Ps dengan persamaan (3-6)
3. Penentuan konstanta A0, A1, dan A2 berdasarkan harga WC pada Pwf ≈
Ps, kemudian menghitung harga konstanta tersebut dimana konstanta C0,
C1 dan C2 diperoleh dalam tabel 3.1
4. Menentukan qt maksimum dari persamaan dari persamaan (3-7) dan
konstanta A0, A1, dan A2 dari langkah 3.
5. Menentukan laju produksi minyak (qo) berdasarkan qt maksimum pada
langkah 4, kemudian hitung harga laju produksi minyak qo untuk
berbagai Pwf.
6. Menentukan laju produksi air (qw), dari harga water cut (WC) pada
tekanan alir dasar sumur (Pwf) dengan persamaan ;

( ) ..................................................................... (3-10)

14
7. Membuat tabulasi harga-harga qw, qo, qt, untuk berbagai harga Pwf pada
Pa aktual.
8. Membuat grafik hubungan antara Pwf terhadap qt, dimana Pwf mewakili
sumbu y dan qt mewakili sumbu x.

3.2 Pressure Build-Up (PBU)


Pressure Build Up adalah suatu teknik pengujian transien tekanan
yang paling dikenal dan banyak diilakukan. Pada dasarnya pengujian ini
dilakukan pertama-tama dengan memproduksi sumur selama suatu selang
waktu tertentu dengan laju aliran yang tetap (konstan), kemudian menutup
sumur tertsebut. Penutupan sumur ini menyebabkan naiknya tekanan yang
dicatat sebagai fungsi waktu (tekanan yang dicatat ini biasanya adalah
tekanan dasar sumur).
Dari data tekanan yang didapat kemudian dapat ditentukan permeabilitas
formasi, daerah pengurasan saat itu dan adanya kerusakan atau perbaikan
formasi. Dasar analisa PBU ini diajukan oleh Horner (1951), yang pada
dasarnya adalah memplot tekanan terhadap suatu fungsi waktu. Prinsip yang
mendasari analisa ini adalah yang dikenal dengan prinsip superposisi
(superposition principle).

Gambar 3.4 Karakter Pada Pressure Build Up13)

15
3.2.1 Prinsip Super Posisi
Teori yang mendasari secara matematis menyatakan bahwa
penjumlahan dari solusi-solusi individu suatu persamaan differential linier
berorde dua adalah juga merupakan solusi dari persamaan tersebut. Misalkan
suatu kasus dimana sebuah sumur berproduksi dengan seri laju produksi tetap
untuk setiap selang waktu seperti diperlihatkan pada Gambar 3.5.
Untuk menentukan tekanan lubang sumur (Pwf) pada tn sewaktu laju
saat itu qn, dapat dipakai prinsip superposisi dengan metode sebagai berikut :
q1 dianggap berproduksi selama tn
q2 dianggap berproduksi selama tn – t1
q3 dianggap berproduksi selama tn – t2
... ..... - .....
qn dianggap berproduksi selama tn – tn-1

Gambar 3.5 Sejarah Produksi Berdasarkan q dan Pwf dengan Fungsi


Waktu13)

3.2.2 Teori Pressure Build Up


Setelah mengetahui prinsip superposisi diatas, maka pressure build up
akan lebih mudah dimengerti. Gambar 3.6 di bawah memperlihatkan suatu
sejarah produksi suatu sumur. Mula-mula sumur diproduksi dengan laju tetap
(q), selama waktu (tp), kemudian sumur ditutup selama waktu t .

16
Gambar 3.6 Laju Alir Ideal dan Sejarah Produksi untuk PBU Test13)

qB 
  1688 ct rw  
2
Pi  Pws   70.6    2 s 
kh   k t p  t  
ln

  

 70.6
0  q B  ln 1688 ct rw 2   2s  .............(3-11)
   
kh  k .t 
   

Kemudian Persamaan (2-94) disusun menjadi :

qB  t p   t 
Pws  Pi  70.6 ln   ................................................(3-12)
kh   t 

Atau :

qB t p  t 
Pws  Pi  162.6 log   .............................................(3-13)
kh  t 
Dimana :

Pws = Tekanan Dasar Sumur, Psia


Pi = Tekanan Initial, Psia
q = Laju Alir Fluida, Bbl/D
μ = Viskositas Fluida, cp
B = Faktor Volume Formasi, RB/STB

17
k = Permeabilitas, mD
h = Tebal Lapisan Produktif, ft
 t p  t 
  = Horner Time, Hours
 t 

Persamaan (3-13) memperlihatkan bahwa Pws, shut-in BHP, yang


t  t
dicatat selama penutupan sumur,apabila diplot terhadap log
t
merupakan garis lurus dengan kemiringan :
162.6qB
m ,psi/cycle ...............................................................(3-14)
kh
Dimana :
m = Slope/Kemiringan Psia/cycle
q = Laju Alir Fluida, Bbl/D
μ = Viskositas Fluida, cp
B = Faktor Volume Formasi, RB/STB
k = Permeabilitas, mD
h = Tebal Lapisan Produktif, ft

Contoh yang ideal dari pengujian ini dapat dilihat dari Gambar 3.7 di
bawah ini. Jelas bahwa permeabilitas (k), dapat ditentukan dari slope “m”,
sedangkan apabila garis ini diekstrapolasikan ke harga “Horner Time” sama
dengan satu (equivalent dengan penutupan yang tidak terhingga lamanya),
maka tekanan pada saat ini teoritis sama dengan tekanan awal reservoir
tersebut.
Sesaat sumur ditutup akan berlaku hubungan :

qB  1688 ct rw 2 
wf  i  70.6 ln  2s 
kh  k .t p 

qB  1688 ct rw 
2

= i  16206 log  0.869s 


kh  k .t p 

18
  1688 ct rw 2  
= i  m log   0.869s  ................................(3-15)
  k .t p 
 
Pada saat waktu penutupan = t , berlaku hubungan :
 
ws  i  m log t p  t / t ......................................................(3-16)

Gambar 3.7 Sejarah Laju Alir untuk Ideal Pressure Buildup Test13)

Jika Persamaan (3-15) dan (3-16) dikombinasikan, maka dapat dihitung


harga skin (s), sehingga :

 ws  wf   1688 ct rw 2   t  t 


s  1.151   1.151log   1.151log p  ........(3-17)
    t 
 m   k t   p 
Didalam industri perminyakan biasanya dipilih t = 1 jam sehingga
Pws pada Persamaan (3-17) menjadi P1jam. P1jam ini harus diambil pada garis
 t p  t 
lurus atau garis ekstrapolasinya. Kemudian faktor   dapat diabaikan
 t 
sehingga :
 1 jam  wf  k 
s  1.151   log  3.23 .............................(3-18)
 m  
 ct rw 2
 
Dimana :
s = Faktor Skin
P1jam = Tekanan pada Waktu 1 jam, Psia
Pwf = Tekanan Alir Dasar Sumur, Psia
Φ = Porositas, fraksi

19
μ = Viskositas Fluida, cp
ct = Kompressibilitas Total Batuan, 1/Psia
rw = Jari-jari Sumur, ft

Skin yang negatif menunjukkan perbaikan (stimulated), biasanya ini


terjadi setelah dilakukan pengasaman (acidizing) atau perekahan (hydraulic
fracturing). Apabila skin berharga positif berarti ada kerusakan (damaged)
yang pada umumnya dikarenakan adanya filtrat lumpur pemboran yang
meresap kedalam formasi atau endapan lumpur (mud cake) disekeliling
lubang bor pada formasi produktif yang kita amati. Sedangkan adanya
hambatan aliran yang terjadi pada formasi produktif biasanya diterjemahkan
kepada besarnya penurunan tekanan, Ps yang ditentukan menggunakan
Persamaan :
Ps = 0.87 m s , psi .......................................................................(3-19)
dimana :
Ps = Kehilangan Tekanan akibat adanya Skin
m = Slope
s = Faktor Skin
Besarnya Productivity Index (PI) dan Flow Efficiency (FE)
berdasarkan analisa pressure build up dapat ditentukan menggunakan
Persamaan :
q
PI  
.........................................................................(3-20)
P  Pwf  Ps

dimana :
PI = Productivity Index, (Bbl/D)/Psia
q = Laju Alir, Bbl/D
P* = Tekanan Statik Fluida, Psia
Pwf = Tekanan Alir Fluida, Psia
∆Ps = Kehilangan Tekanan akibat adanya Skin, Psia

20
 P   Pwf  Ps 
FE     x100% .........................................................(3-21)
 P  Pwf 

Dimana :
FE = Flow Efficiency
P* = Tekanan Statik Fluida, Psia
Pwf = Tekanan Alir Dasar Sumur, Psia
∆Ps = Kehilangan Tekanan akibat adanya Skin, Psia
Sedangkan untuk mengetahui besarnya radius of investigation (ri) dapat
ditentukan menggunakan Persamaan :

kt
ri  0.03 , ft ............................................................................(3-22)
 ct
Dimana :
ri = Radius Investigation, ft
k = Permeabilitas, mD
t = Waktu Produksi, jam
Φ = Porositas, fraksi
μ = Viskositas Fluida, cp
ct = Kompresibilitas Batuan, 1/Psia
Untuk reservoir yang bersifat infinite acting, tekanan rata-rata
reservoir ini adalah P* = Pi = Pave.

1. Pressure Build-Up yang Ideal


Seperti terlihat pada Persamaan sebelumnya, plot antara Pws vs log
t p  t
merupakan garis lurus. Ini merupakan hal yang ideal tanpa adanya
t
pengaruh awal dari wellbore storage seperti terlihat pada Gambar 3.8 di
bawah.

21
Gambar 3.8 Grafik Pressure Buld Up untuk Reservoir Ideal13)

2. Wellbore Storage
Efek dari wellbore storage akan mendominasi data awal dari suatu
pengujian sumur, dimana lama pengaruh wellbore storage sangat tergantung
kepada ukuran maupun konfigurasi lubang bornya. Rangkaian pengerjaan
analisa pressure build up dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Terlebih dahulu buat plot log ∆P = (Pws - Pwf) vs log ∆t.
2. Wellbore storage effect terlihat dengan adanya unit slope yang
dibentuk oleh data awal.
Dari unit slope tersebut dapat diperkirakan wellbore storage
coefficient (Cs) di dalam satuan.
qBt
Cs  ...................................................................................(3-23)
24
dimana :
Cs = Constanta Wellbore Storage, Bbl/D
q = Laju alir, STB/Day
B = Faktor folume formasi, RB/STB
∆t = Waktu, Jam
∆P = Tekanan, Psia

Dimana ∆t dan ∆P tersebut berasal dari sembarang titik yang dipilih


pada unit slope.

22
3. Dari titik data yang mulai meninggalkan unit slope kemudian diukur 1
atau 1.5 log cycle. Data yang terletak diluar jarak tersebut adalah yang
bebas dari pengaruh well bore storage.
4. Membuat Horner plot, (t + ∆t)/∆t vs Pws. Horner straight line dibentuk
dari titik-titik data yang bebas dari wellbore storage diatas. Kemudian
berdasarkan garis lurus yang terbentuk tersebut dianalisa harga-harganya
seperti k, P*, s, dan FE.

3.2.3 Karakteristik Kurva Pressure Build Up Test


Karakteristik kurva Pressure Buildup Test dapat menggambarkan
bagian-bagian dari ulah tekanan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 2.23 dibawah ini. Dari gambar tersebut terlihat bahwa ulah tekanan
dapat dibagi menjadi tiga bagian yang meliputi :

1. Segmen Data Awal (Early Time)


2. Segmen Data Tengah (Middle Time)
3. Segmen Data Lanjut (Late Time)

Gambar 3.9 Grafik Pressure Build-up Test Sebenarnya13)

1. Segmen Data Awal (Early Time)

Mula-mula sumur ditutup, tekanan memasuki segmen data awal,


dimana aliran didominasi oleh adanya pengaruh wellbore storage, skin dan
phase segregation (gas hump).

23
Bentuk kurva yang dihasilkan oleh bagian ini merupakan garis
melengkung pada kertas semilog, dimana mencerminkan penyimpangan garis
lurus akibat adanya kerusakan formasi disekitar lubang sumur atau adanya
pengaruh wellbore storage.

2. Segmen Waktu Pertengahan (Middle Times)

Dengan bertambahnya waktu, radius pengamatan akan semakin jauh


menjalar kedalam formasi. Setelah pengaruh data awal terlampaui maka
tekanan akan masuk kebagian waktu pertengahan. Pada saat inilah reservoir
bersifat infinite acting dimana garis lurus pada semilog terjadi. Dengan garis
lurus ini dapat ditentukan beberapa parameter reservoir yang penting, seperti:
kemiringan garis atau slope (m), permeabilitas effektif (k), storage capacity
(kh), faktor kerusakan formasi (s) dan tekanan rata-rata reservoir.

3. Segmen Waktu Lanjut (Late Times)

Bagian akhir dari suatu kurva setara tekanan adalah bagian waktu
lanjut (late times) yang ditunjukkan dengan berlangsungnya garis lurus
semilog mencapai batas akhir sumur yang diuji dan adanya penyimpangan
kurva garis lurus. Hal ini disebabkan karena respon tekanan sudah
dipengaruhi oleh kondisi batas reservoir dari sumur yang diuji atau pengaruh
sumur-sumur produksi maupun injeksi yang berada disekitar sumur yang
diuji.

Periode ini merupakan selang waktu diantara periode transient dengan


awal periode semi steady state. Selang waktu ini adalah sangat sempit atau
kadang-kadang hampir tidak pernah terjadi.

3.2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Bentuk Kurva Tekanan


Pada kenyataannya kurva respon tekanan tidaklah ideal. Banyak
faktor yang mempengaruhi bentuk kurva tersebut. Adanya penyimpangan dari
asumsi-asumsi yang berbeda dari kondisi idealnya. Sebenarnya disinilah letak
manfaat dari asumsi-asumsi yang diberikan, karena terjadinya anomali kurva

24
respon tekanan yang terjadi akan memberikan gambaran adanya kelainan,
faktor-faktor tersebut antara lain adalah : pengaruh wellbore storage,
redistribusi fasa dalam lubang bor maupun heterogenitas reservoir.

A. Pengaruh Wellbore Storage


Pengaruh dari wellbore storage akan mendominasi data awal dari
suatu pengujian sumur, dimana lamanya pengaruh wellbore storage ini
tergantung pada ukuran maupun konfigurasi lubang bor serta sifat–sifat fisik
fluida maupun batuan formasinya. Untuk menentukan kapan wellbore storage
berakhir maka dibuat plot antara ΔP = (Pws – Pwf) vs Δt pada kertas log–log,
seperti terlihat pada Gambar 2.24 di halaman berikutnya.

Gambar 3.10 Grafik ∆P vs ∆t pada Kertas Log-log13)

Garis lurus dengan kemiringan 45º (slope = 1) pada data awal


menunjukkan adanya pengaruh wellbore storage. Dari garis ini, tentukan titik
awal penyimpangan dan ukur 1 - 1,5 cycle dari titik tersebut untuk
menentukan awal dari tekanan yang tidak dipengaruhi oleh wellbore storage
(end of wellbore storage).

25
Dengan diketahuinya wellbore storage yang terlihat dengan adanya
unit slope tersebut dapat diperkirakan wellbore storage coefficient (cs) dalam
satuan bbl/psi.
q  B  t
cs  ...............................................................................(3-24)
24  P
dimana :

q = Laju Produksi, Bbl/D


B = Faktor Volume Formasi, RB/STB
∆t = Waktu, jam
∆P = Perbedaan tekanan, psi
∆P dan ∆t berasal dari sembarang titik yang dipilih dari unit slope.

B. Redistribusi Fasa Dalam Lubang Bor (Gas Hump)


Fenomena redistibusi fasa dalam lubang bor terjadi ketika penutupan
sumur dipermukaan dimana gas, minyak dan air mengalir bersama-sama
didalam tubing. Karena adanya pengaruh gravitasi maka cairan akan bergerak
kebawah sedangkan gas akan bergerak naik ke permukaan. Oleh karena
cairan yang relatif tidak dapat bergerak serta gas tidak dapat berkembang
didalam sistem yang tertutup ini, redistribusi fasa ini akan menambah
kenaikkan tekanan pada lubang bor sehingga dapat mencapai keadaan yang
lebih tinggi dari tekanan formasinya sendiri dan menyebabkan terjadinya
hump disaat awal.

C. Heterogenitas Reservoir
Salah satu sifat heterogenitas reservoir yang mempengaruhi bentuk
kurva ulah tekanan untuk uji sumur adalah ketidakseragaman permeabilitas.
Pengecilan permeabilitas dapat disebabkan oleh penyumbatan dari scale atau
kotoran, maupun hydrasi clay dan swelling, sedangkan pembesaran
permeabilitas dapat dikarenakan oleh adanya stimulation pada sumur seperti
pengasaman ataupun hydraulic fracturing.

26
3.2.4 Analisa Pressure Build Up
Untuk menganalisa data hasil pengujian yang didasarkan pada teori
Pressure Build Up yang dikemukakan oleh Horner, digunakan asumsi -
asumsi sebagai berikut :
1. Sumur berproduksi pada laju aliran tetap dari pusat reservoir tak
terbatas dengan tekanan yang tetap pada batas luar reservoir.
2. Aliran fluida hanya satu fasa.
3. Kompressibilitas batuan dan viskositas fluida konstan pada interval
tekanan dan temperatur yang bervariasi.
4. Sumur ditutup pada muka batupasir dan tidak terjadi aliran flow after
flow kedalam lubang sumur.
5. Formasi mempunyai permeabilitas homogen dalam arah aliran.

3.2.5 Metode Horner


Pressure build up test pada prinsipnya dilakukan dengan cara
memproduksikan sumur selama selang waktu tertentu dengan laju produksi
yang tetap, kemudian menutup sumur tersebut. Penutupan ini menyebabkan
naiknya tekanan yang dicatat sebagai fungsi waktu. Data tekanan yang
diperoleh dari test tersebut dan data-data pendukung lainnya dikumpulkan
dan kemudian dianalisa. Analisa dengan metode Horner secara manual yaitu
dengan cara memplot data tekanan (Pws) pada saat penutupan sumur (shut in)
vs Horner time ((tp + t ) / t ), dari plotting ini didapatkan harga m, P1jam dan
P*. Penggunaan metode Horner secara manual dalam penerapannnya sering
kali dijumpai kesulitan, terutama bila data tekanan sebagian besar didominasi
oleh efek wellbore storage dan skin effect sehingga tidak dapat
menginterpretasikan sifat reservoir yang sebenarnya.
Tahapan–tahapan interpretasi Pressure Build Up Test dengan
menggunakan metode Horner adalah sebagai berikut :
1. Siapkan data – data pendukung, antara lain :
- Kumulatif Produksi
- Produksi Harian sebelum Test

27
- Porositas
- Kompressibilitas Batuan
- Jari–jari Sumur
- Faktor Volume Formasi
- Viskositas fluida
- Ketebalan Lapisan Produktif
2. Hitung berapa lama sumur telah diproduksikan dengan rumus :
Np, kumulatif produksi
tp 
qo, produksi rata - rata terakhir sebelum test
3. Buat tabel data uji tekanan dasar sumur (Pws), waktu penutupan (dt), ((tp
+ dt)/ dt), dan Pws – Pwf, dimana Pwf adalah tekanan dasar sumur pada
waktu t = 0.
4. Plot antara ΔP = (Pws – Pwf) vs log t pada kertas log-log. Garis lurus
dengan kemiringan 45˚ (slope = 1) pada data awal menunjukkan adanya
pengaruh wellbore storage. Dari garis ini, tentukan titik awal
penyimpangan dan ukur 1 – 1,5 cycle dari titik tersebut untuk
menentukan awal dari tekanan yang tidak terpengaruh oleh wellbore
storage.
5. Pengaruh wellbore storage terlihat dengan adanya unit slope yang
dibentuk oleh data awal. Dari unit slope tersebut dapat diperkirakan
wellbore storage coefficient (cs) dalam satuan Bbl/Psia.
q  B  t
cs 
24  P
6. Buatlah Horner plot antara log ((tp + dt)/ dt) vs Pws. Tarik garis lurus
dimulai dari data yang tidak dipengaruhi oleh wellbore storage. Tentukan
sudut kemiringan (m) dicari dengan membaca harga kenaikan tekanan
(ΔP) untuk setiap satu log cycle. P* diperoleh dengan
mengekstrapolasikan garis lurus tersebut hingga mencapai harga waktu
penutupan (dt) tak terhingga atau harga ((tp + dt)/ dt) = 1.
7. Hitung harga permeabilitas (k) dengan Persamaan :

28
162,6  q o    Bo
ko 
mh
8. Baca Pws pada dt = 1 jam.
9. Hitung harga faktor skin dengan persamaan :

 P1jam  Pwf   k  
S  1,151   log 
2 
 3, 23
 m      ct  rw   
10. Hitung ri (radius of investigation) dengan persamaan :
1
 kt 
2

ri   
 948      c t 
11. Hitung Flow Efficiency (FE) dengan persamaan :
( P *  PWF )  Pskin
FE 
( p *  PWF )
12. Hitung Productivity Index (PI) dengan Persamaan :
qo
PI 
P *  Pwf

Keterangan :
 FE < 1 menunjukkan permeabilitas formasi disekitar lubang sumur
mengecil akibat adanya kerusakan.
 FE > 1 menunjukkan permeabilitas formasi disekitar lubang sumur
telah diperbaiki dan harganya lebih besar dari harga semula..

3.2.6 Pressure Derivative


Pada tahun 1980 muncul suatu instrument yang beresolusi tinggi
karena lebih unggul dengan menggunakan media elektronik. Instrument ini
membantu kita untuk memperoleh tekanan yang lebih teliti dari pada
instrument standart bourdon tube yang telah digunakan sejak tahun 1930.
Akhirnya, resolusi ini lebih dikenal dengan “pressure derivative” yang akhir-
akhir ini lebih digemari dari pada analisa yang lainnya. Pada masa sekarang,
derivative digunakan secara rutin dalam menganalisa pengukuran tekanan.
Metoda pressure derivative ini muncul oleh karena pada penentuan
akhir dari efek wellbore storage dengan menggunakan metoda analisa Horner

29
tidak dapat memberikan harga yang tepat dan juga metoda analisa Horner
tidak bisa memberikan hasil yang akurat apabila digunakan untuk
menganalisa reservoir yang begitu kompleks. Pada metoda analisa Horner,
penentuan akhir dari efek wellbore storage ditandai dengan perubahan deviasi
(pembelokan) pada kurva tekanan atau yang biasa disebut dengan unit slope,
kemudian unit slope ini ditambahkan dengan satu setengah cycle.
Umumnya plot kurva pressure derivative terdiri dari dua bagian.
Bagian pertama merupakan plot antara beda tekanan penutupan (Pws) dengan
tekanan aliran dasar sumur (Pwf) yang dinyatakan sebagai ΔP terhadap waktu
penutupan (Δt) pada kertas grafik log-log, plot kurva pertama ini berfungsi
untuk mengetahui flat curve, disamping mengetahui berakhirnya wellbore
storage. Bagian kedua merupakan plot antara slope (m) terhadap waktu
penutupan (Δt) juga pada kertas grafik log-log.
Untuk kurva ke dua secara praktis derivative dari perubahan tekanan
berdasarkan fungsi superposisi waktu. Dari persamaan PBU, dapat
dinyatakan :

P  f (ln H ) .................................................................................(3-25)
Keterangan :
P = Tekanan pada saat sumur ditutup
f ln H  = Anti ln Horner Time
Jika Pws dinyatakan sebagai :
q B
Pws  Pi  70.6 ln( H ) ............................................................(3-26)
kh
Dimana :
Pws = Tekanan Sumur pada Waktu Penutupan, Psia
Pi = Tekanan Initial, Psia
q = Laju Alir Fluida, Bbl/D
μ = Viskositas Fluida, cp
B = Faktor Volume Formasi, RB/STB
k = Permeabilitas, mD

30
h = Tebal Lapisan Produktif, ft
 t p  t 
  = Horner Time, Hours
 t 
Persamaan diatas identik dengan persamaan garis lurus :
y  a  mx ......................................................................................(3-27)
Perolehan slope dari kurva kedua ini berdasarkan cara statistik least
square, yang merupakan garis minimum jumlah pangkat dua penyimpangan,
dengan syarat : untuk meminimalisir fungsi, turunan pertamanya haruslah
nol, ini menghendaki turunan pertama terhadap a (Pi) sama dengan nol dan
turunan pertama pertama terhadap slope (a) juga sama dengan nol. Slope
suatu garis berdasarkan superposisi titik sebelumnya dinyatakan :
 n (ln H i Pi )  ( Pi ) (ln H i )
m ............................................(3-28)
( ln H i ) 2  n (ln H i ) 2
Keterangan :
Pi : tekanan penutupan dari data ke i, psi.
 t  t p 
Hi :   waktu horner untuk data ke i.
 t 
m : slope kurva
a : tekanan initial, psi
n : jumlah data

3.3 Gas Deliverability


Deliverability gas adalah kemampuan dari suatu reservoir untuk
mengalirkan gas kepermukaan melalui media berpori. Dalam penentuan
deliverability gas ada beberapa hal yang harus diperhitungkan dan diketahui
sebelumnya, diantaranya sifat fisik gas, model test sumur, dan metode analisa
yang digunakan.
Pada pertama kalinya pengujian untuk menentukan kemampuan sumur
gas untuk berproduksi dilakukan dengan cara membuka sumur dan
menghubungkan sumur dengan tekanan atmosphere, dan harga AOF diukur
langsung dengan menggunakan impact pressure gauge yang dipasang

31
dipermukaan. Penyajian dengan cara ini hanya efektif untuk digunakan untuk
sumur yang dangkal, sedangkan sumur gas yang dalam dengan ukuran tubing
yang kecil akan memberikan hasil yang akurat. Pembukaan sumur yang
relatif lama akan menyebabkan pemborosan gas secara sia-sia, selain dapat
menimbulkan kerusakan pada formasi serta dapat menimbulkan bahaya lain
yang tidak dinginkan.
Berdasarkan alasan diatas, maka mulai dikembangkan metoda uji
deliverability yang lebih modern dengan menggunakan laju aliran yang sesuai
dan dapat dikontrol, diantaranya yakni Back Pressure, Isochronal dan
Modified Isochronal. Uji deliverability adalah kemampuan suatu uji sumur
yang umum digunakan untuk mengetahui kemampuan dari suatu reservoir
untuk mengalirkan gas dalam media berpori. Kondisi ini dinyatakan dalam
hubungan antara laju produksi gas dengan tekanan reservoir, sebagai akibat
berlangsungnya proses “depletion” dari suatu reservoir gas diperlukan dalam
perencanaan pengembangan lapangan. Hubungan ini (deliverability) bersifat
relatif konstan selama masa produksi dari sumur. Uji ini terdiri dari tiga atau
lebih aliran dengan laju alir, tekanan dan data lain yang dicatat sebagai fungsi
dari waktu. Indikator produktivitas yang diperoleh dari uji ini adalah Absolute
Open Flow Potential (AOFP), yang didefinisikan sebagai kemampuan suatu
sumur gas untuk memproduksi gas kepermukaan dengan laju alir maksimum
dengan tekanan alir dasar sumur (sandface) sebesar tekanan atmosphere (±
14,7 psia). Pada masa awal dari tes penentuan dari deliverability ini sudah
dikenal persamaan empiris yang selaras dengan hasil pengamatan. Persamaan
ini menyatakan hubungan antara qsc terhadap ΔP2 pada kondisi aliran yang
stabil (ERCB, 1979b)8). Kondisi ini dinyatakan dalam hubungan antara laju
alir gas dengan tekanan pada persamaan berikut ini :
qsc = C (Pr2 – Pwf2) n ............................................................... (3-29)
dimana :
qsc = Laju produksi pada keadaan standar
Pr = tekanan reservoir rata-rata pada sumur ditutup
Pwf = tekanan alir dasar sumur

32
C = konstanta, tergantung pada satuan dari qsc dan p
n = harga konstanta berkisar antara 0.5 – 1.0
Harga n ini mencerminkan derajat pengaruh faktor inersia turbulensi
atas aliran. Harga n diperoleh dari sudut kemiringan grafik dengan sumbu
tegak (ΔP2). Untuk aliran yang laminer akan memberikan harga n sama
dengan 1, dan bila faktor inersia- turbulensi berperan dalam aliran maka n < 1
(dibatasi sampai harga paling kecil sama dengan 0,5). Pembuatan grafik
dengan sistem koordinat log-log berdasarkan Persamaan (3-30) akan
menghasilkan hubungan yang linier.
log qsc = log C + n log P2……..………………………..………... (3-31)
p2= (PR2 - Pwf2) ………...……………………………………...... (3-32)

Contoh grafis tersebut dapat dilihat pada Gambar ( 2.24). Harga C dapat
dilihat/dicari yaitu berdasarkan titik perpotongan grafik dan satuannya dapat
dinyatakan dalam :
q sc  setabil kh MM SCF / hari
(C) 
P r
2
 Pwf2  n
=
 r 
1422 T g z g ln e  0.75  s 
=
psia 
2 n

 rw 
Harga C ini tergantung dari sifat fisik batuan dan fluida yaitu, k dan .
Permeabilitas adalah saturasi liquid di dalam reservoir, sebagai penurunan
tekanan dari depletion. Gas yang tertinggal akan mengembang untuk menjaga
Sg konstan. Kecuali condensat retrograt atau hadirnya water influx. Untuk
gas kering, perubahan k terhadap waktu tidak terlalu berpengaruh. Jika berada
pada permeabilitas tinggi maka harga C juga akan tinggi begitu juga
sebaliknya, tergantung dari klasifikasi permeabilitasnya. Harga  dan z
tergantung dari perubahan harga tekanan reservoir. Satuan ukuran lainnya
digunakan dalam analisa “deliverabilitas” adalah “Absolut Open Flow
Potensial” (AOFP).

33
Gambar 3.11 Grafik Deliverabilitas5)

Besar potensial ini diperoleh, bila kedalam Persamaan (3-33)


dimasukkan harga pwf sama dengan nol.
AOF = C (PR2)n…..…….………………………………………… (3-33)
Permeabilitas dari reservoir gas akan mempengaruhi lama waktu
aliran mencapai kondisi stabil. Pada reservoir agak ketat kestabilan dicapai
pada waktu yang lama. Sesuai dengan keadaan ini, maka ada 3 macam tes
yang dapat digunakan untuk memperoleh Deliverability, yaitu :
 Back Pressure / Flow After Flow
 Isochronal
 Modified Isochronal

3.3.1 Uji Back Pressure Test


Convensional back pressure atau disebut juga flow after flow test,
metoda ini pertama kali ditemukan oleh Pierce dan Rawlins (1929) untuk
mengetahui kemampuan sumur berproduksi dengan memberikan tekanan
balik (back pressure) yang berbeda-beda. Pelaksanaan dari tes yang
konvensional ini dimulai dengan jalan menutup sumur, dari mana ditentukan
harga PR. Selanjutnya sumur diproduksi dengan laju sebesar qsc sehingga

34
aliran mencapai stabil, sebelum diganti dengan laju produksi lainnya. Setiap
perubahan laju produksi tidak didahului dengan penutupan sumur.
Gambar skematis dari proses “Back Pressure Test” diperlihatkan
pada Gambar 2.25. Analisa deliverability didasarkan pada kondisi aliran yang
stabil. Untuk keperluan ini diambil tekanan alir di dasar sumur, Pwf pada akhir
dari periode suatu laju produksi.

Gambar 3.12 Diagram Laju Produksi dan Tekanan


Dari Back Pressure Test10)
Lama waktu pencapaian kondisi stabil dipengaruhi oleh permeabilitas
batuan. Makin lama waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi stabil ini.
Waktu untuk mencapai kestabilan ini dapat diperkirakan berdasarkan waktu
mulai berlakunya aliran semi mantap.
tD = 0,25 reD………………………………………………… (3-34)
Berdasarkan definisi tD, yaitu :
kt
tD = 2,637 x 10-4
 C rw
2

maka harga waktu mencapai kondisi stabil, ts adalah

35
2
C re
2
C re
t s  948  1000 ………………………………… (3-35)
k k PR

Dimana :
1
C 
PR

 = viscositas pada P R

  viscos itas pada PR

3.3.2 Isochronal Test


Back Pressure test hanya dapat memberikan hasil yang baik bila
dilangsungkan pada reservoir dengan permeabilitas tinggi. Sedang untuk
reservoir dengan permeabilitas rendah, akan diperlukan waktu yang cukup
lama untuk mencapai kondisi yang setabil, sehingga apabila uji dilakukan
pada sumur yang belum mempunyai fasilitas produksi, jumlah gas yang
dibakar cukup besar.
Bertolak dari kelemahan back-pressure test, maka Cullender
mengembangkan isochronal test guna memperoleh harga deliverability pada
sumur dengan permeabilitas rendah yang memerlukan waktu yang lama
untuk mencapai kocdisi setabil. Cullender juga mengusulkan suatu cara tes
berdasarkan anggapan, bahwa jari-jari daerah penyerapan yang efektif
(efektive drainage radius), rd adalah fungsi dari tD dan tidak dipengaruhi oleh
laju produksi. Ia mengusulkan laju yang berbeda tetapi dengan selang waktu
yang sama, akan memberikan grafik log P2 vs log qsc yang linier dengan
harga eksponen n yang sama, seperti pada kondisi aliran yang stabil
Tes ini terdiri dari serangkaian proses penutupan sumur sampai
mencapai stabil, PR, yang diusulkan dengan pembukaan sumur, sehingga
menghasilkan laju produksi tertentu selama jangka waktu t, tanpa menanti
kondisi stabil. Diagram laju produksi dan tekanan di dasar sumur dapat dilihat
pada Gambar 3.13. Setiap perubahan laju produksi didahului oleh penutupan

36
sumur sampai tekanan mencapai stabil, PR. pada gambar 3.13 ditunjukkan
beberapa hal penting yang berkaitan dengan urutan uji isochronal, yaitu :
1. Waktu alir, kecuali pengaliran yang terakhir, berlangsung dalam
selang waktu yang sama.
2. Perode penutupan berlangsung sampai P = PR, bukannya selang
waktu yang sama panjang.
3. Pada periode pengaliran terakhir, sumur dialirkan sampai mencapai
keadaan stabil, tetapi hal ini tidak mutlak.

Gambar 3.13 Diagram Laju Produksi dan Tekanan Dari Isochronal


Test10)
3.3.3 Modified Isochronal
Metoda ini merupakan pengembangan dari metoda isochronal,
perbedaannya terletak pada penutupan sumur tidak perlu mencapai kondisi
stabil. Pada reservoir yang ketat penggunaan tes isochronal belum tentu
menguntungkan bila diinginkan penutupan sumur sampai mencapai keadaan
stabil. Katz dkk (1959) telah mengusulkan suatu metode untuk memperoleh
hasil yang mendekati hasil tes isochronal. Perbedaan metode ini dengan
metode lain terletak pada persyaratan bahwa penutupan sumur tidak perlu

37
mencapai stabil. Selain dari pada itu selang waktu penutupan dan pembukaan
sumur dibuat sama besar.

Gambar 3.14 Diagram Tekanan Dan Laju Produksi Selama Tes


Modified Isochronal10)

Pengolahan data untuk analisa deliverabilitas sama seperti pada


metode isochronal, kecuali untuk harga PR diganti dengan Pws, yaitu harga
tekanan yang dibaca pada akhir dari setiap massa penutupan sumur. Dari
Gambar 2.28 terlihat bahwa untuk suatu harga q diperoleh pasangan P2
atau   dengan kondisi sebagai berikut:
q1 = (Pws1)2 - (Pwf1)2
q2 = (Pws2)2 - (Pwf2)2
q3 = (Pws3)2 - (Pwf3)2
q4 = (Pws4)2 - (Pwf4)2

Sedangkan pengolahan kurva deliverabilitas yang stabil diperoleh


dengan jalan menggambarkan sebuah garis sejajar yang melalui (Pws2 – Pwf2).

38
3.4 Metode Analisa Uji Deliverability
Analisa data hasil uji deliverability gas digunakan untuk menentukan
indikator produktivitas sumur gas, yaitu Absolute Open Flow Potential
(AOFP). Untuk keperluan tersebut, ada tiga metode analisa yang digunakan,
yaitu:
1. Metode Rawlins-Schellhardt (Konvensional),
2. Metode Jones-Blount-Glaze, dan
3. Metode Laminer-Inertia Turbulence-Pseudo Pressure atau LIT (ψ).

3.4.1 Metode Analisis Konvensional (Rawlins-Schellhardt)


Pierce dan Rawlins (1929) merupakan orang pertama yang
mengemukakan suatu metode uji sumur gas untuk mengetahui kemungkinan
sumur gas berproduksi dengan memberikan tekanan balik (back pressure),
sehingga dikenal pula sebagai uji back pressure. Tahun 1935, Rawlins-
Schellhardt mengembangkan suatu persamaan empiris yang menggambarkan
hubungan antara laju alir dan tekanan pada sumur gas. Hubungan tersebut
dinyatakan dengan persamaan dalam bentuk pendekatan tekanan kuadrat
(square pressure), seperti berikut ini:
ΔP2 = (PR2 – Pwf2) ......................................................................(3-36)

keterangan :
ΔP2 = Pendekatan tekanan kuadrat, psia

p R = Tekanan rata-rata reservoir, psia.


p wf = Tekanan alir dasar sumur, psia.
Persamaan 3-36 diatas dapat juga ditulis dalam bentuk sebagai berikut:


log p R  p wf
2 2
   n1 log q sc  log C …………………………(3-37)
 
Harga eksponen n pada Persamaan 2-120 adalah n  1 slope , atau:
logq sc2  logq sc1
n

log p R  pwf
2 2
  logp
2 R
2
 pwf
2

1
………………………(3-38)

39
Harga koefisien kinerja C dapat ditentukan dari persamaan berikut :
q sc
C ………………………………………… (3-39)
p R
2
 pwf 
2 n

Dimana :
qsc = Laju alir gas, Mscf/d
C = Koefisien performance yang menggambarkan posisi kurva
deliverability yang stabil, Mscfd/psia2.
n = Bilangan eksponen, merupakan inverse slope dari garis kurva
deliverability yang stabil dan mencerminkan derajat pengaruh
faktor inersia-turbulensi terhadap aliran, umumnya berharga antara
0.5 - 1

p R = Tekanan rata-rata reservoir, psia.


p wf = Tekanan alir dasar sumur, psia.

Harga koefisien C juga dapat ditentukan dengan melakukan

ekstrapolasi garis lurus pada p R


2 2

 pwf  1 dan dibaca pada harga q sc .

Sedangkan besarnya harga AOFP adalah sama dengan harga q sc pada harga

p wf sebesar 14.7 psi.


Metode Analisis Rawlins-Schellhardt kurang baik karena tidak
memperhatikan faktor deviasi gas, sehingga tidak cocok dengan real gas.

3.4.2 Metode Analisis Jones-Blount-Glaze


Metode plot data uji yang diperkenalkan oleh Jones dkk dapat
digunakan pada sumur gas untuk mendapatkan kinerja sumur pada masa
sekarang. Metode ini digunakan untuk menentukan koefisien turbulensi b dan
koefisien laminar a. Persamaan aliran radial semi-mantap dapat ditulis dalam
bentuk:
12
1422 μ g z Tqsc  0.472 re  3.161 x 10 β z Tγ g q sc  1 1
2

p R  p wf
2 2
  ln  s      (3-40)
kh  rw  h2  rw re 

40
Keterangan:
pr = Tekanan rata-rata reservoir, psia.
pwf = Tekanan alir dasar sumur, psia.
T = Temperatur dasar sumur, 0R.
μ = Viskositas gas, cp.

γg = Specific gravity gas, fraksi.

z = Faktor deviasi gas, fraksi.


k = Permeabilitas efektif, mD.
h = Ketebalan formasi produktif, ft.
β  
= Koefisien kecepatan aliran, ft-1 = 2.33x1010 k 1.201 .
q = Laju alir gas.
re = Jari-jari pengurasan, ft.
rw = Jari-jari sumur, ft.
s = Faktor skin, dimensionless.
Persamaan 2-123 bila dibagi dengan qsc akan menghasilkan:

p R  pwf
2 2
Δ p2
  a  b q sc …………………………………(3-41)
q sc q sc
dengan koefisien aliran laminar a adalah :
1422 μ g z T  0.472 re 
a  ln  s  …………………………………(3-42)
kh  rw 
karena 1 re amat kecil, maka dapat diabaikan, dan koefisisen aliran turbulen
b:
3.161 x 10 12 β z Tγ g
b ………………………………………(3-43)
h 2 rw

Bila diplot antara Δ p q sc vs qsc pada kertas grafik kartesian akan


2

memberikan suatu garis lurus dengan slope b yang menunjukkan derajat


aliran turbulen di dalam sumur dan intercept a yang menunjukkan kerusakan
formasi.

41
Harga b akan berubah setiap waktu ketika adanya perubahan pola
aliran ke dalam lubang sumur. Efek dari perubahan ini dalam tahapan
komplesi sumur dapat dievaluasi dengan membandingkan kedua harga b:

Jika hanya panjangnya komplesi yang berubah, maka

Untuk harga b = 0, maka ∆P/q = a atau


̅
Harga laju produksi gas (qsc) dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut:

q sc 
 
 a  a 2  4b p R  pwf
2 2

0.5

………………………… (3-44)
2b

Slope = b

𝑝
𝑞

Intercept = a

0
0 q

Gambar 3.15 Grafik vs q10)

Sedangkan besarnya harga AOFP adalah sama dengan qsc pada harga
Pwf sebesar 0 psi.

AOF 

 a  a 2  4b p R  2 0.5

2b .......................................................(3-45)

42
Metode Analisis Jones-Blount-Glaze dapat diterapkan untuk real gas,
tetapi pada metode ini dibutuhkan dua data atau lebih uji aliran yang stabil,
karena untuk mendapatkan harga stabil dari koefisien laminar a diperlukan
sekurang-kurangnya dua uji aliran yang stabil.

3.4.3 Metode Analisis LIT


Metode LIT atau metode Eropa merupakan uji deliverability gas yang
menggunakan persamaan aliran laminar-inertial-turbulent (LIT) dalam
bentuk pendekatan pseudo-pressure dengan asumsi besarnya harga μ z akan
tergantung pada tekanan. Metode analisa tersebut untuk kisaran harga
2000<P<4000 psia, namun demikian penggunaan metode ψ berlaku untuk
semua harga tekanan.
Bentuk kuadrat dari persamaan aliran laminar-inertia-turbulence
(LIT) adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan Tekanan (p)

Δ p  p R  pwf  a1 q sc  b1 q sc
2
………………………………(3-46)
2. Pendekatan Tekanan Kuadrat (p2)

Δ p  p R  pwf  a2 q sc  b2 q sc
2 2 2
………………………… (3-47)

3. Pendekatan Pseudo-Pressure ψ 

Δψ  ψ R  ψ wf  a3 q sc  b3 q sc ………………………………(3-48)
2

Bagian pertama ruas kanan (a.qsc) dari Persamaan 3-46, 3-47, dan 3-
48 menunjukkan hubungan penurunan tekanan dalam bentuk tekanan,
tekanan kuadrat, atau pseudo-pressure yang disebabkan oleh pengaruh aliran
laminar dan kondisi lubang sumur. Sedangkan bagian keduanya (b.qsc2)
merupakan hubungan penurunan tekanan yang disebabkan oleh aliran
inertial-turbulence.
Karena analisa pseudo-pressure dianggap lebih teliti dan dapat
digunakan pada semua kisaran tekanan reservoir, bila dibandingkan dengan
analisa pendekatan tekanan (p) atau analisa pendekatan tekanan kuadrat (p2),

43
maka pendekatan LIT menggunakan pseudo-pressure dan untuk selanjutnya
disebut sebagai pendekatan LIT ψ  .
Dari Persamaan 3-47, plot antara Δψ b q sc
2
 vs qsc pada kertas grafik
log-log akan memberikan garis lurus. Kurva ini merupakan garis
deliverability yang stabil, dimana harga a3 dan b3 dapat dicari dari persamaan
berikut ini:

 Δψ q  q   q  Δψ ……………………… (3-49)


2


sc sc sc
a3
N q  q q
2
sc sc sc

N  Δψ   q  Δψ q 

sc sc
b3 ………………………………(3-50)
N q  q q
2
sc sc sc

Dimana N = banyaknya poin-poin data.


Harga laju produksi gas dapat dihitung dengan menggunakan
penyelesaian persamaan kudrat berikut ini untuk berbagai harga ∆ψ:

q

 a3  a3  4b3 
2
0.5

……………………………………(3-51)
2b3
Sedangkan besarnya AOFP sama dengan qsc pada harga ψ sebesar 0 psi.
Metode Analisis LIT analisa dianggap lebih teliti karena
menggunakan pseudo-pressure dan dapat digunakan pada semua kisaran
tekanan reservoir, bila dibandingkan dengan analisa pendekatan tekanan (p)
atau analisa pendekatan tekanan kuadrat (p2). Metode ini dapat digunakan
pada kondisi real gas dan hanya membutuhkan satu data uji aliran stabil.

IV. TEMPAT PELAKSANAAN


Pelaksanaan tugas akhir ini diusulkan akan dilaksanakan di PT
Pertamina Hulu Energi Area Siak

44
V. RENCANA KEGIATAN
Berikut rencana kegiatan yang diusulkan selama tugas akhir ini
selama satu bulan adalah sebagai berikut:
Minggu
III
Jenis Kegiatan I II IV
Orientasi Perusahaan
Tinjauan Lapangan
Pengambilan Data
Analisis Data
Studi Pustaka
Penulisan Laporan

Dalam melakukan tugas akhir ini, mahasiswa akan terjun langsung ke


bagian-bagian yang telah ditentukan perusahaan maupun ke bagian yang telah
mahasiswa tentukan dalam mengambil data yang diperlukan.

45
VI. RENCANA DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Batasan Masalah
1.3 Maksud dan Tujuan
1.3.1 Maksud
1.3.2 Tujuan
1.4 Metodologi Penenelitian
1.4.1 Studi Literatur
1.4.2 Pengambilan Data
1.4.3 Perhitungan dan Analisa
1.5 Sistematika Penulisan
BAB II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN
2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
2.2 Visi dan Misi Perusahaaan
2.3 Struktur Organisasi
2.4 Keselamatan Kerja
2.5 Lokasi Perusahaan
2.6 Jam Kerja Perusahaan
2.7 Prospek Perusahaan
BAB III. DASAR TEORI
3.1 Karakteristik Reservoir
3.1.1 Sifat Fisik Batuan Reservoir
3.1.1.1 Porositas
3.1.1.2 Permeabilitas

46
3.1.1.3 Saturasi
3.1.1.4 Tekanan Kapiler
3.1.1.5 Wettabilitas
3.1.1.6 Kompresibilitas
3.1.2 Sifat Fisik Fluida Reservoir Sifat Fisik gas
3.1.3 Sifat Fisik MinyakSifat Fisik Air Formasi
3.2 Kondisi Reservoir
3.2.1 Tekanan Reservoir
3.2.2 Temperature Reservoir
3.3 Gas Alam
3.3.1 Jenis Sumur Gas Alam
3.4 Aliran Gas Dalam Reservoir
3.5 Aliran Gas Dalam Pipa
3.6 Produktivitas Formasi
3.6.1 Productivity Index
3.6.2 Inflow Performance Relationship
3.6.3 Skin Factor
3.6.4 Flow Efficiency
3.7 Pressure Build Up (PBU)
3.7.1 Prinsip Superposisi
3.7.2 Teori Pressure Build Up
3.7.3 Karakteristik Kurva Pressure Build Up test
3.7.4 Faktor yang Mempengaruhi Bentuk Kurva Tekanan
3.7.5 Analisa Pressure Build Up
3.7.5.1 Metode Horner
3.7.5.2 Pressure Derivative
3.8 Gas Deliverability
3.8.1 Uji Back pressure Test
3.8.2 Isochronal test
3.8.3 Modified Isochronal Test
3.9 Analisa Uji Deliverability

47
3.9.1 Metode Konvensional (Rawlins-Schellhardt)
3.9.2 Metode Analisis LIT
BAB IV PERHITUNGAN DAN HASIL ANALISA
4.1 Data Sumur
4.2 Bagan Alir
4.3 Penentuan Deliverabilitas Sumur “X” Lapangan “Y”
4.3.1 Analisa PBU
4.3.2 Analisa MIT
4.3.2.1 Penentuan AOF Dengan Metode Analisa
Konvensional
4.3.2.2 Penentuan AOF Dengan Metode Analisa LIT
4.3.3 Pembuatan Kurva IPR Deliverabilitas Menggunakan
Metode Analisa Konvensional dan LIT
4.3.4 Perbandingan Hasil Analisa Deliverabilitas Dengan
Metode Konvensional dan Metode LIT
BAB V PEMBAHASAN
BAB VI KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

48

Anda mungkin juga menyukai