Anda di halaman 1dari 18

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
REFERAT
Maret 2018

BELL’S PALSY

Disusun oleh:

Muh. Rizky Malik B. (C11114377)


Siti Anissa Safira (C11114351)
Indira Tenri Ira (C11113365)

Pembimbing:
dr. Ida Farida

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

1. Nama : Muh. Rizky Malik B.


NIM : C11114377
2. Nama : Siti Anissa Safira
NIM : C11114351
3. Nama : Indira Tenri Ira
NIM : C11113365

Judul Referat : Bell’s Palsy

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit
Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 7 Maret 2018


Pembimbing

dr. Ida Farida


PENDAHULUAN
Bell’s palsy merupakan sebuah kelemahan pada wajah dengan tipe lower motor neuron,
kelumpuhan fasialis akibat paralisis nervus fasialis perifer yang terjadi secara akut.
Kelumpuhan saraf wajah pada Bell’s palsy tidak diketahui dengan pasti penyebabnya hingga
saat ini. Kondisi ini menyebabkan ketidakmampuan penderita menggerakkan separuh
wajahnya secara sadar (volunter) pada sisi yang sakit. Walaupun Bell’s palsy bersifat bisa
sembuh sendiri (self-limited).

Meskipun umumnya bersifat idiopatik, pada Bell’s palsy akut, terdapat inflamasi pada nervus
facialis dengan sel mononuklear yang dihubungkan dengan kausa imun atau infeksi. DNA
Herpes simplex virus (HSV) tipe 1 umumnya terdeteksi pada cairan endonurial dan otot
aurikular posterior, yang mengarah pada kesimpulan bahwa reaktivasi virus ini pada ganglion
genikulatum menjadi penyebab dasar kasus bell’s palsy umumnya. HSV memediasi respon
inflamasi/imun yang berujung pada degenerasi selubung mielin dan edema yang akan
menyebabkan penekanan dan kerusakan yang lebih lanjut pada nervus fasialis.

Adapun gejala yang dikeluhkan pasien berupa kelumpuhan muskulus facialis tidak
mampu menutup mata, nyeri tajam pada telinga dan mastoid, perubahan pengecapan,
hiperakusis, kesemutan pada dagu dan mulut, epiphora, nyeri ocular, penglihatan kabur.

Defenisi

Bell’s palsy merupakan sebuah kelemahan pada wajah dengan tipe lower motor neuron,
kelumpuhan fasialis akibat paralisis nervus fasialis perifer yang terjadi secara akut.
Kelumpuhan saraf wajah pada Bell’s palsy tidak diketahui dengan pasti penyebabnya hingga
saat ini. Kondisi ini menyebabkan ketidakmampuan penderita menggerakkan separuh
wajahnya secara sadar (volunter) pada sisi yang sakit. Walaupun Bell’s palsy bersifat bisa
sembuh sendiri (self-limited). Sindrom ini pertama sekali dideskripsikan pada tahun 1821
oleh seorang anatomis dan dokter bedah bernama Sir Charles Bell, dokter ahli dari
skotlandia. Bell’s palsy sering terjadi setelah infeksi virus atau setelah imunisasi, lebih sering
terjadi pada wanita hamil dan penderita diabetes serta penderita hipertensi local cedera
nervus fasialis pada Bell’s palsy adalah di bagian perifer nucleus nervus VII. Bell’s palsy
memiliki beberapa gejala, salah satu gejala bell’s palsy adalah salah satu kelopak mata sulit
menutup dan saat penderita berusaha menutup kelopak matanya, matanya terputar ke atas dan
matanya tetap kelihatan, gejala inilah yang disebut dengan fenomena bell. Pada observasi
dapat dilihat juga bahwa gerakan kelopak mata yang tidak sehat lebih lambat jika
dibandingkan dengan gerakan bola mata yang sehat (lagoftalmus).1

Epidemiologi

Bell’s palsy merupakan penyebab paralisis fasialis yang paling sering ditemukan, yaitu
sekitar 75% dari seluruh paralisis fasialis. Insiden bervariasi di berbagai Negara di seluruh
dunia. Perbedaan insidensi ini tergantung pada kondisi geografis masing- masing negara. Di
Amerika Serikat, kejadian tahunan bell’s palsy ditemukan 23 kasus per 100.000 penduduk.
dengan jumlah kasus yang lebih rendah pada musim panas dibandingkan musim yang lain.
Dari studi populasi, insiden tahunan yang telah dilaporkan berkisar 15-40 kasus per 100.000
populasi.Bell’s palsy jarang ditemukan pada anak- anak di bawah10 tahun. Puncak insiden
terjadi antara dekade kedua dan keempat (20-40 tahun). Tidak dijumpai perbedaan prevalensi
dalam jenis kelamin.2,3

Anatomi

Nervus fasialis memiliki dua komponen. Komponen yang lebih besar murni motorik
dan mempersarafi otot-otot ekspresi wajah. Nukleus komponen mototrik nervus fasialis
terletak di bagian venterolateral tegmentum pontis. Neuron nucleus motoric ini analog
dengan sel-sel kornu anterius medulla spinalis, tetapi secara embriologi berasal dari lengkung
brankhialis kedua. Serabut radiks nucleus ini memiliki perjalanan yang rumit. Di dalam
batang otak, serabut ini berjalan memutari nucleus abdusens (membentuk yang disebut genu
internum nervus fasialis), sehingga membentuk penonjolan kecil di dasar ventrikel keempat
(kolikulus fasialis). Kemudian serabut ini membentuk berkas yang padar, yang berjalan di
ventrolateral menuju ujung kaudal pons dan kemudian keluar dari batang otak, menembus
ruang subarachnoid di cerebellopontine angle, dan kemudian memasuki meatus akustikus
bulokokhlearis). Di dalam meatus, nervus fasialis dan nervus intermedius terpisah dari nervus
kranialis VIII dan berjalan kea rah lateral di kanalis fasialis menuju ganglion genikulatum.
Setinggi ganglion, kanalis fasialis menurun curam (genu eksternum nervus dasialis). Pada
bagian ujung bawah kanalis fasialis, nervus fasialis keluar dari tengkorak melalui foramen
stilomastoideum. Masing-masing serabut motoriknya kemudian didistribusikan ke seluruh
regio wajah (beberapa di antaranya ada yang berjalan melalui glandula parotidean terlebih
dahulu). Serabut-serabut tersebut mempersarafi semua otot ekspresi wajah yang berasal dari
lengkung brakhialis kedua, yaitu m. oribikularis oris dan m. orbicularis okuli, m. businator,
m. oksipitalis, m. frontalis dan otot-otot yang lebih kecil di daerah ini, dan juga m. stapedium,
m. platisma, m. stilohioideus, dan venter posterior m. digastricus.

Gambar 1. Anatomi perjalanan nervus fasialis

Nukleus motorik nervus fasialis berperan pada beberapa lengkung reflex. Refleks kornea dan
reflex kedip, dan reflex stapedius. Stimulus visual yang kuat mencetuskan kolikulus superior
untuk mengirimkan impuls visual ke nucleus fasialis di pons melalui traktus tektobulbaris,
yang mengakibatkan mata segera tertutup. Begitu pula pada reflex stapedius, impuls auditorik
dihantarkan dari nucleus dorsalis korpus trapezoideum ke nucleus fasialis dan menimbulkan
kontraksi atau relaksasi m. stapedius, tergantung pada kekuatan stimulus auditorik.1

Fisiologi
Nervus facialis mengandung 4 macam serabut, yaitu:

1. Serabut somatomotorik, yang mempersarafi otot-otot wajah, kecuali M. Levator


palpebrae (N III), ototplatisma, stilohioid, digastricus bagian posterior dan
stapedius di telinga tengah.
2. Serabut visero-motorik (parasimpatis) yang dating dari nucleus salivatorius
superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga
hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksillar serta sublingual dan lakrimalis
3. Serabut visero-sensorik yang menghatar impuls dari alat pengecap di dua pertiga
bagian depan lidah
4. Serabut somato-sensorik rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba)
dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh nervus trigeminus.
Daerah overlapping (disarafi oleh lebih dari satu saraf (tumpang tindih) ini terdapat
di lidah, palatum, meatus akustikus eksterna dan bagian luar gendang telinga.4

Nervus fasialis, atau saraf ke VII, terutama merupakan saraf motorik yang menginervasi
otot-otot ekspresi wajah. Di samping itu, saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar
ludah dan air mata dan keselaput mukosa rongga mulut dan hidung, dan ia juga menghantar
berbagai jenis sensasi, termasuk sensasi eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi
pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah, dan sensasi visceral umum dari kelenjar ludah,
mukosa hidung dan faring, dan sensasi proprioseptif dari otot-otot yang disarafinya.4

Secara anatomis, bagian motorik yang saat ini terpisah dari bagian yang menghantar
sensasi dan serabut parasimpatis; yang terakhir ini sering dinamai saraf intermedius, atau
pars intermedius Wisberg. Ada pakar yang menganggapnya sebagai saraf yang terpisah,
namun umumnya saraf intermedius ini dianggap sebagai bagian dari saraf fasialis. Sel
sensoriknya terletak di ganglion genikulatum, pada lekukan saraf fasialis di kanal fasialis.
Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual kekorda
timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum. Serabut yang menghantar sensasi
eksteroseptif mempunyai badan selnya di ganglion genikulatum dan berakhir pada akar
desendens dan inti akar desendens dari saraf trigeminus (N V). Hubungan sentralnya identic
dengan saraf trigeminus.2,4,5,6

Inti motoric nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus VI, dan keluar di
bagian lateral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral pons, di antara nervus
VII dan nervus VIII. Nervus VII bersama nervus intermedius dan nervus VIII kemudian
memasuki meatus akustikus internus. Di sini nervus fasialis bersatu dengan nervus
intermedius dan menjadi satu berkas saraf yang berjalan dalam kanalis fasialis dan kemudian
masuk ke dalam rongga mastoid. Ia keluar dari tulang tengkorak melalui foramen
stilomastoid, dan bercabang untuk mensarafi otot-otot wajah.2,4,5,6
Gambar 2.Distribusi paralisis facialis

Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi. Karena itu, terdapat
perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis sentral dan perifer. Pada gangguan
sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2 sisi, tidak lumpuh; yang
lumpuh ialah bagian bawah dari wajah.Pada gangguan N VII jenis perifer (gangguan berada
di inti atau di serabut saraf) maka semua otot sesisi wajah lumpuh dan mungkin juga
termasuk cabang saraf yang mengurus pengecapan dan sekresi ludah yang berjalan bersama
saraf fasialis.2,4,5,6
Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat persarafan dari
korteks motoric kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah bagian atas mendapat
persarafan dari kedua sisi kortek smotorik (bilateral). Karenanya kerusakan sesisi pada upper
motor neuron dari nervus VII (lesi pada traktus piramidalis atau korteks motorik) akan
mengakibatkan kelumpuhan otot-otot pada wajah bagian bawah, sedangkan bagian atasnya
tidak. Penderitanya masih dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi dan menutup mata
(persarafan bilateral); tetapi ia kurang dapat mengangkat sudut mulut (menyeringai,
memperlihatkan gigi geligi) pada sisi yang lumpuh bila disuruh. Kontraksi involunter masih
dapat terjadi, bila penderita tertawa secara spontan, maka sudut mulut dapat terangkat.4,5,6
Gambar 3. Persarafan sentral area nucleus facialis di batang otak

Pada sisi lower motor neuron, semua gerakan otot wajah, baik yang volunter, maupun
yang involunter,lumpuh. Lesi supranuklir (upper motor neuron) nervus VII sering merupakan
bagian dari hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai pada strok dan lesi butuh ruang (space
occupying lesion) yang mengenai korteks motorik, kapsula interna, talamus, mesensefalon
dan pons di atas inti nervus VII. Dalam hal demikian pengecapan dan salivasi tidak
terganggu. Kelumpuhan nervus VII supranuklir pada kedua sisi dapat dijumpai pada paralisis
pseudobulber.1,4,5,6

Etiologi

Diperkirakan, penyebab Bell’s palsy adalah virus. Akan tetapi, baru beberapa tahun
terakhir ini dapat dibuktikan etiologi ini secara logis karena pada umumnya kasus Bell’s
Palsy sekian lama dianggap idiopatik. Telah diidentifikasi gen Herpes Simpleks Virus (HSV)
dalam ganglion genikulatum penderita Bell’s palsy .Tahun 1972, McCormick pertama kali
mengusulkan HSV sebagai penyebab paralisis fasial idiopatik. Dengan analaogi bahwa HSV
ditemukan pada keadaan masuk angin (panas dalam/cold sore), dan beliau memberikan
hipotesis bahwa HSV bisa tetap laten dalam ganglion genikulatum. Sejak saat itu, penelitian
biopsi memperlihatkan adanya HSV dalam ganglion genikulatum pasien bell’s palsy.
Murakami at.all melakukan tes PCR (Polymerase Chain Reaction) pada cairan endoneural
N.VII penderita bell’s palsy berat yang menjalani pembedahan dan menemukan HSV dalam
cairan endoneural. Apabila HSV diinokulasi pada telinga dan lidah tikus, maka akan
ditemukan antigen virus dalam nervus fasialis dan ganglion genikulatum. Varicella Zooster
Virus (VZV) tidak ditemukan pada penderita Bell’s palsy tetapi ditemukan pada penderita
Ramsay Hunt syndrome.4,5

Patofisiologi

Meskipun umumnya bersifat idiopatik, pada Bell’s palsy akut, terdapat inflamasi pada
nervus facialis dengan sel mononuklear yang dihubungkan dengan kausa imun atau infeksi.
DNA Herpes simplex virus (HSV) tipe 1 umumnya terdeteksi pada cairan endonurial dan otot
aurikular posterior, yang mengarah pada kesimpulan bahwa reaktivasi virus ini pada ganglion
genikulatum menjadi penyebab dasar kasus bell’s palsy umumnya. HSV memediasi respon
inflamasi/imun yang berujung pada degenerasi selubung mielin dan edema yang akan
menyebabkan penekanan dan kerusakan yang lebih lanjut pada nervus fasialis.7

Korteks serebri akan memberikan persarafan bilateral pada nucleus N VII yang
mengontrol otot dahi, tetapi hanya mernberi persarafan kontra lateral pada otot wajah bagian
bawah. Sehingga pada lesi Lower Motor Neuron (LMN) akan menimbulkan paralysis otot
wajah ipsilateral bagian atas bawah, sedangkan pada lesi Upper Motor Neuron (UMN) akan
menimbulkan kelemahan otot wajah sisi kontralateral. Pada kerusakan sebab apapun di jaras
kortikobulbar atau bagian bawah korteks motorik primer, otot wajah muka sisi kontralateral
akan memperlihatkan kelumpuhan jenis UMN. Ini berarti otot wajah bagian bawah lebih jelas
lumpuh dari pada bagian atasnya, sudut mulut sisi yang lumpuh tampak lebih rendah. Jika
kedua sudut mulut disuruh diangkat maka sudut mulut yang sehat saja yang dapat terangkat.
Lesi LMN bisa terletak di pons, disudut serebelopontin, di os petrusus, cavum tympani di
foramen stilemastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus facialis. Lesi di pons yang
terletak disekitar nervus abducens ini bisa merusak akar nervus facialis, inti nervus abducens
dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralysis facialis LMN tersebut akan disertai
kelumpuhan rektus lateris atau gerakan melirik ke arah lesi, Proses patologi di sekitar meatus
akuatikus internus akan melibatkan nervus facialis dan akustikus sehingga paralysis facialis
LMN akan timbul bersamaan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa
rnengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Pada Bell’s Palsy terjadi proses inflamasi akut
pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, disekitar foremen stilomastoideus. Bell’s
Palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Namun demikian dalam waktu satu minggu atau
lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh.
Patofisiologinya sampai saat ini belum jelas, tapi salah satu teori menyebutkan terjadinya
proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis
sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui kanalis fasialis, dimana
segmen labirin merupakan bagian tersempit yang dilewati nervus fasialis; foramen meatal
pada segmen ini hanya memilki diameter 0,66 mm. 1,4,5,6

Gambaran klinis

Lesi yang mengenai distribusi nervus fasialis terdiri dari lesi supranuklear dan lesi
nuklear. Otot-otot dahi mendapatkan persarafan supranuklearnya dari kedua hemisfer serebri,
tetapi otot-otot ekspresi wajah lainnya hanya dipersarafi secara unilateral, yaitu oleh korteks
presentralis kontralateral. Pada lesi nuklear atau lesi perifer semua otot-otot ekspresi wajah
pada sisi lesi menjadi lemah, sedangkan pada pada kelumpuhan nervus fasialis sentral tidak
mengganggu otot-otot dahi. Dengan demikian, seseorang dapat membedakan kelumpuhan
fasialis sentral dari kelumpuhan fasialis nuklear atau perifer melalui tampilan klinisnya.

Pada awalnya, penderita merasakan ada kelainan di mulut pada saat bangun tidur,
menggosok gigi atau berkumur, minum atau berbicara. Setelah merasakan adanya kelainan di
daerah mulut maka penderita biasanya memperhatikannya lebih cermat dengan menggunakan
cermin. Mulut tampak moncong terlebih pada saat meringis, paralisis akut motoric otot wajah
pada bagian atas dan bawah unilateral (dalam peride 48 jam), nyeri belakang telinga otalgia,
hiperakusis, nyeri okuler, epifora, penurunan produksi air mata (aliran air mata ke sakus
lakrimalis yang dibantu muskulus orbikularis okuli terganggu) , kelemahan kelopak mata
(kelopak mata tidak dapat menutup sempurna), gangguan mengecap, rasa seperti tebal pada
pipi/ mulut, hilangnya lipatan nasolabial dan kening pada sisi yang lumpuh, ketika pasien
mengangkat alis, sisi yang kena tetap rata dan ketika pasien tersenyum, wajah menjadi
distorsi dan terjadi lateralisasi ke sisi berlawanan terhadap sisi yang lumpuh. Kelumpuhan
otot wajah berupa kelopak mata tidak dapat menutup pada sisi yang yang lumpuh
(lagoftalmus), disertai bolam atau berputar ke atas bila memejamkan mata (elevasi) yang
mana fenomena ini disebut Bell’s sign, sudut mulut tidak dapat di angkat, lipat nasolabialis
mendatar pada sisi yang lumpuh dan mencong ke sisi yang sehat. Penderita tidak dapat
bersiul atau meniup, apabila berkumur atau minum maka air keluar melalui sisi mulut yang
lumpuh.

Gambar 4 Parese nervus VII perifer kanan


Selanjutnya gejala dan tanda klinik lainnya berhubungan dengan tempat/lokasi lesi.

a. Lesi di luar foramen stilomastoideus

- Mulut tertarik ke arah sisi mulut yang sehat

- makanan berkumpul di antar pipi dan gusi, dan sensasi dalam (deep sensation) di
wajah menghilang

- Lipatan kulit dahi menghilang

- Apabila mata yang terkena tidak tertutup atau tidak dilindungi maka air mata akan
keluar terus menerus.

b. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)

- Gejala dan tanda klinik seperti pada (a)

- ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan
salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah
menunjukkan terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di daerah
antara pons dan titik di mana korda timpani bergabung dengan nervus fasialis di kanalis
fasialis.

c. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius)

- Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), (b)


- ditambah dengan adanya hiperakusis.

d. Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)

- Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c)

- disertai dengan nyeri di belakang dan di dalam liang telinga. Kasus seperti ini dapat
terjadi pasca herpes di membran timpani dan konka. Ramsay Hunt adalah paralisis
fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster di ganglion genikulatum. Lesi
herpetik terlibat di membran timpani, kanalis auditorius eksterna dan pina.

e. Lesi di daerah meatus akustikus interna

- Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c), (d)

- ditambah dengan tuli sebagi akibat dari terlibatnya nervus akustikus.

f. Lesi di tempat keluarnya nervus fasialis dari pons.

Gejala dan tanda klinik sama dengan di atas, disertai gejala dan tanda
terlibatnya nervus trigeminus, nervus akustikus, dan kadang-kadang juga nervus
abdusens, nervus aksesorius, dan nervus hipoglosus. Sindrom air mata buaya
(crocodile tears syndrome) merupakan gejala sisa Bell’s palsy, beberapa bulan pasca
awitan, dengan manifestasi klinik: air mata bercucuran dari mata yang terkena pada
saat penderita makan. Nervus fasilais menginervasi glandula lakrimalis dan glandula
salivatorius submandibularis. Diperkirakan terjadi regenerasi saraf salivatorius tetapi
dalam perkembangannya terjadi ‘salah jurusan’ menuju ke glandula lakrimalis.6

Diagnosa klinis

Anamnesis:

Gejala Awal:

1. Kelumpuhan muskulus facialis


2. Tidak mampu menutup mata
3. Nyeri tajam pada telinga dan mastoid (60%)
4. Perubahan pengecapan (57%)
5. Hiperakusis (30%)
6. Kesemutan pada dagu dan mulut
7. Epiphora
8. Nyeri ocular
9. Penglihatan kabur

Onset Bell’s Palsy mendadak, dan gejala mencapai puncaknya kurang dari 48 jam.
Kebanyakan pasien mencatat paresis terjadi pada pagi hari. Kebanyakan

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang teliti pada kepala, telinga, mata, hidung dan mulut harus dilakukan pada
semua pasien dengan paralisis fasial.

1. Kelemahan atau paralisis yang melibatkan saraf facial (N. VII) melibatkan kelemahan
wajah satu sisi (atas dan bawah). Pada lesi UMN (lesi supra nuclear diatas nucleus
pons), 1/3 wajah bagian atas tidak mengalami kelempuhan. Musculus Orbikularis,
frontalis dan korrugator diinervasi bilateral pada level batang otak. Inspeksi awal
pasien memperllihatkan liipatan datar pada dahi dan lipatan nasolabial pada sisi
kelumpuhan.
2. Saat pasien diminta untuk tersenyum, akan terjadi distorsi dan lateralisaasi pada sisi
berlawanan dengan kelumpuhan.
3. Pada saat pasien diminta untuk mengangkat alis, dahi terlihat datar
4. Pasien juga dapat melaporkan peningkatan salivasi pada sisi yang lumpuh.

Klasifikasi system grading ini dikembangkan oleh House and Brackman dengan skala I
sampai VI

a. Grade I adalah fungsi fasial normal


b. Garde II disfungsi ringan. Karakteristiknya adalah sebagai berikut:
1. Kelemahan ringan saat diinspeksi mendetil
2. Sinkinesis ringan dapat terjadi
3. Simetris normal saat istirahat
4. Gerakan dahi sedikit sampai baik
5. Menutup mata sempurna dapat dilakukan dengan sedikit usaha
6. Sedikit asimetri mulut dapat ditemukan
c. Grade III adalah disfungsi moderat, dengan karakteristik sebagai berikut:
1. Asimetri kedua sisi terlihat jelas, kelemahan minimal
2. Adanya sinkinesis, kontraktur atau spasme hemifasial dapat ditemukan
3. Simetris normal saat istirahat
4. Gerakan dahi sedikit sampai moderat
5. Menutup mata sempurna dapat dilakukan dengan usaha
6. Sedikit lemah gerakan mulut denganusaha maksimal
d. Grade IV adalah disfungsi moderat sampai berat, dengan tandanya sebagai berikut:
1. Kelemahan dan asimetri jelas terlihat
2. Simetris normal saat istirahat
3. Tidak terdapat gerakan dahi
4. Mata tidak menutup sempurna
5. Asimetris mulut dilakukan dengan usaha maksimal
e. Grade V adalah disfungsi berat. Karakteristiknya adalah sebagai berikut;
1. Hanya sedikit gerakan yang dapat dilakukan
2. Asimetris juga terdapat pada saat istirahat
3. Tidak terdapat gerakan pada dahi
4. Mata menutup tidak sempurna
5. Gerakan mulut hanya sedikit
f. Grade VI adalah paralisis total. Kondisinya yaitu:
1. Asimetris luas
2. Tidak ada gerakan

Pemeriksaan Penunjang

1. Darah rutin, urreum, kreatinin, gula darah


2. EMG
3. MRI kepala+kontras (jika curiga lesi sentral)

Diagnosis Banding

1. Acoustic neuroma danlesi cerebellopontine angle


2. Otitis media akut atau kronik
3. Amyloidosis
4. Aneurisma A. vertebralis, A. basilaris, atau A. carotis
5. Sindroma Autoimun
6. Botulismus’
7. Karsinomatosis
8. Penyait carotid dan stroke, termasukfenomena emboli
9. Cholesteatoma telinga tengah
10. Malformasi congenital
11. Schwannoma N. facialis
12. Inifeksi ganglion genikulatum

Tatalaksana

Alur Tatalaksana Bell’s Palsy

1. Pasien dengan kelemahan wajah unilateral, onset 48 jam


2. Menilai derajat paralisis wajah: derajat I-IV / Derajat V-VI
3. Derajat I-IV:
a. Kortikosteroid
b. Proteksi dan obat pelindung mata
c. Obat antivirus, 5-10 hari
d. Facial exercise
4. Evaluasi 2 minggu dan 4 minggu, pemeriksaan fungsi n. facialis (EMG/KHS/ENG)
5. Apabila:
a. Tidak ada perbaikan
b. Dan atau terjadi kekambuhan
c. Dan atau komplikasi
6. Rujuk
7. Derajat V-VI: Rujuk

Tujuan pengobatan adalah memperbaiki fungsi saraf VII (saraf fasialis) dan menurunkan
kerusakan saraf. Pengobatan dipertimbangkan untuk pasien dalam 1-4 hari onset. Hal Penting
yang perlu diperhatikan:

A. Pengobatan inisial:
1. Steroid dan asiklovir (dengan prednisone) muungkin efektif untuk pengobatan
Bell’s Palsy.
2. Steroid kemungkinan kuat efektif dan meningkatkan perbaikan fungsi saraf
kranial, jika diberikan pada onset awal.
3. Kortikosteroid (prednisone), dosis 1mg/kg atau 60mg/day selama 6 hari, diikuti
penurunan bertahap total selama 10 hari.
4. Antiviral: Asiklovir diberikan dengan dosis 400mg Oral 5 kali sehari selama 10
hari. Jika virus varicella zoster dicurigai, dosis tinggi 800 mg oral 5kali/hari.
B. Lindungi mata
Perawatan mata: lubrikasi ocular topical (artifisial air mata pada siang hari) dapat
mencegah corneal exposure.
C. Fisioterapi atau akupuntur: dapat mempercepat perbaikan dan menurunkan sequel

Edukasi

- Penjelasan mengenai penyakit agar pasien tidak cemas


- Penjelasan mengenai bagaimana melakukan latihan otot wajah
- Penjelasan mengenai bagaimana melindungi mata

Komplikasi

1. Fenomena air mata buaya: waktu makan keluar air mata


2. Kontraktur otot wajah
3. Sinkinesis: gerakan sadar menutup mata, terjadi pengangkatan sudut mulut, kontraksi
otot platysma, atau pengerutan dahi
4. Spasme otot wajah
5. Ptosis alis
6. Bell’s palsy rekuren8,9
DAFTAR PUSTAKA

1. Baehr M, M. Frotscher. Diagnosis TopikNeurologi DUUS. Jakarta: EGC, 2010


2. Danette C Taylor, Zachariah Sally. Bell Palsy: Practice Essentials, Background,
Anatomy. Department of Neurology and Ophthalmology, Michigan State University
College of Osteopathic Medicine, 2015.
3. Eviston T, et.al. Bell’s Palsy: Aetiology, Clinical Features and Multidisciplinary Care.
Journal of Neurology, Neurosurgery & Psychiatry, 2015.
4. Lumbantobing, SM. NeurologiKlinik. Jakarta: BalaiPenerbit FK UI, 2015
5. Sherwood, Lauralee. FisiologiManusia Dari SelkeSistem Ed. 6. Jakarta: EGC, 2011
6. Longo DL,Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson J, Losscalzo J. eds. Harrison’s
Principles of Internal Medicine,18e. New York, NY: McGraw-Hill; 2012.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2014 tentang Panduan
Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
8. Standar Kompetensi Dokter Spesialis Neurologi Indonesia, 2015

Anda mungkin juga menyukai