Kelas : 2B
Prodi : D3 keperawatan
A.Definisi TBC
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium
tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya.
B.Epidemiologi
Epidemiologi Tuberkulosis adalah rangkaian gambaran informasi yang menjelaskan beberapa hal
terkait orang, tempat, waktu dan lingkungan. Secara sistematis dan informatif menguraikan sejarah
penyakit tuberkulosis, prevalens tuberkulosis, kondisi infeksi tuberkulosis dan cara/ risiko penularan
serta upaya pencegahannya.
Cara Penularan:
• Sumber penularan adalah pasien TB paru BTA positif, baik dewasa maupun anak.
• Anak yang terkena TB tidak selalu menularkan pada orang di sekitarnya,
• Faktor risiko penularan TB pada anak tergantung dari tingkat penularan, lama pajanan, daya
tahan pada anak. Pasien TB dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan
lebih besar daripada pasien TB dengan BTA negatif.
• Pasien TB dengan BTA negatif masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB.
Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil
kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto Toraks
positif adalah 17%.
C.Patogenesis
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB dalam percik renik
(droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil (<5 μm), akan terhirup dan dapat mencapai alveolus..
Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis
nonspesifik, sehingga tidak terjadi respons imunologis spesifik.
Pada individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit
kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat
dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis
makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang dinamakan fokus
primer Ghon. Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Masa inkubasi TB bervariasi selama 2−12 minggu, biasanya
berlangsung selama 4−8 minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman berkembang biak hingga
mencapai jumlah 103–104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas selular.
D. Penemuan Pasien TB Anak
Pasien TB anak dapat ditemukan dengan cara melakukan pemeriksaan pada :
1. Anak yang kontak erat dengan pasien TB menular.
2. Anak yang mempunyai tanda dan gejala klinis yang sesuai dengan TB anak.
Diagnosis pasti TB ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi yang terdiri dari beberapa
cara, yaitu pemeriksaan mikroskopis apusan
langsung atau biopsi jaringan untuk menemukan BTA dan pemeriksaan biakan kuman TB. Pada anak
dengan gejala TB, dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan mikrobiologi Pemeriksaan
mikrobiologik sulit dilakukan pada anak karena sulitnya mendapatkan spesimen. Spesimen dapat
berupa sputum, induksi sputum atau pemeriksaan bilas lambung selama 3 hari berturut-turut, apabila
fasilitas tersedia.
2. Bilas lambung
Bilas lambung dengan NGT (Naso Gastric Tube) dapat dilakukan pada anak yang tidak dapat
mengeluarkan dahak. Dianjurkan spesimen dikumpulkan selama 3 hari berturut-turut pada pagi hari.
3. Induksi Sputum
Induksi sputum relatif aman dan efektif untuk dikerjakan pada anak semua umur, dengan hasil yang
lebih baik dari aspirasi lambung, terutama apabila menggunakan lebih dari 1 sampel.Pemeriksaan
penunjang utama untuk membantu menegakkan diagnosis TB pada anak adalah membuktikan adanya
infeksi yaitu dengan melakukan uji tuberkulin/mantoux test. Pemeriksaan penunjang lain yang cukup
penting adalah pemeriksaan foto toraks. Namun gambaran foto toraks pada TB tidak khas karena
juga dapat dijumpai pada penyakit lain. Dengan demikian pemeriksaan foto toraks saja tidak dapat
digunakan untuk mendiagnosis TB, kecuali gambaran TB milier. Secara umum, gambaran radiologis
yang menunjang TB adalah sebagai berikut:
a. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat (visualisasinya selain dengan foto
toraks AP, harus disertai foto toraks lateral)
b. Konsolidasi segmental/lobar
c. Efusi pleura
d. Milier
e. Atelektasis
f. Kavitas
g. Kalsifikasi dengan infiltrat
h. Tuberkuloma
G. Diagnosis TB pada anak dengan Sistem Skoring
Dalam menegakkan diagnosis TB anak, semua prosedur diagnostik dapat dikerjakan, namun apabila
dijumpai keterbatasan sarana diagnostik yang tersedia, dapat menggunakan suatu pendekatan lain
yang dikenal sebagai sistem skoring.
Sistem skoring ini membantu tenaga kesehatan agar tidak terlewat dalam mengumpulkan data klinis
maupun pemeriksaan penunjang sederhana sehingga diharapkan dapat mengurangi terjadinya
underdiagnosis maupun overdiagnosis TB.
Penilaian/pembobotan pada sistem skoring dengan ketentuan sebagai berikut:
• Parameter uji tuberkulin dan kontak erat dengan pasien TB menular mempunyai nilai tertinggi
yaitu 3.
• Uji tuberkulin bukan merupakan uji penentu utama untuk menegakkan diagnosis TB pada anak
dengan menggunakan sistem skoring.
• Pasien dengan jumlah skor ≥6 harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT.
H. Penegakan Diagnosis
Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari kontak dengan pasien BTA positif dan hasil uji tuberkulin
positif, tetapi TANPA gejala klinis, maka dilakukan observasi atau diberi INH profilaksis tergantung
dari umur anak tersebutFoto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB anak
Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang meragukan, maka
pasien tersebut dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut
Anak dengan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif dan 2 gejala klinis lain, pada
fasyankes yang tidak tersedia uji tuberkulin, maka dapat didiagnosis, diterapi dan
dipantau sebagai TB anak. Pemantauan dilakukan selama 2 bulan terapi awal, apabila
terdapat perbaikan klinis, maka terapi OAT dilanjutkan sampai selesai.
Semua bayi dengan reaksi cepat (<2 minggu) saat imunisasi BCG dicurigai telah
terinfeksi TB dan harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak
Jika dijumpai skrofuloderma pasien dapat langsung didiagnosis TB
Untuk daerah dengan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang terbatas (uji tuberkulin
dan atau foto toraks belum tersedia) maka evaluasi dengan sistem skoring tetap
dilakukan, dan dapat didiagnosis TB dengan syarat skor ≥ 6 dari total skor 13.
Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan perbaikan klinis sebaiknya
diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan faktor penyebab lain misalnya kesalahan
diagnosis, adanya penyakit penyerta, gizi buruk, TB MDR maupun masalah dengan
kepatuhan berobat dari pasien. Apabila fasilitas tidak memungkinkan, pasien dirujuk ke
RS. Yang dimaksud dengan perbaikan klinis adalah perbaikan gejala awal yang
ditemukan pada anak tersebut pada saat diagnosis.
3. TB Milier
Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB dengan gejala klinis berat dan merupakan 3—7%
dari seluruh kasus TB, dengan angka kematian yang tinggi (dapat mencapai 25% pada bayi).
5. Tuberkulosis Kelenjar
Infeksi TB pada kelenjar limfe superfisial, yang disebut dengan skrofula, merupakan bentuk TB
ekstrapulmonal pada anak yang paling sering terjadi, dan terbanyak pada kelenjar limfe leher.
6. Tuberkulosis Pleura
Efusi pleura adalah penumpukan abnormal cairan dalam rongga pleura.
7. Tuberkulosis Kulit
Skrofuloderma merupakan manifestasi TB kulit yang paling khas dan paling sering dijumpai pada
anak.
8. Tuberkulosis Abdomen
TB abdomen mencakup lesi granulomatosa yang bisa ditemukan di peritoneum (TB peritonitis),
usus, omentum, mesenterium, dan hepar.
9. Tuberkulosis Mata
Tuberkulosis pada mata umumnya mengenai konjungtiva dan kornea, sehingga sering disebut
sebagai keratokonjungtivitis fliktenularis (KF).
b. TB berat: TB pada anak yang berisiko menimbulkan kecacatan berat atau kematian,
misalnya TB meningitis, TB milier, TB tulang dan sendi, TB abdomen, termasuk TB hepar, TB usus,
TB paru BTA positif, TB resisten obat, TB HIV.
• Status HIV
Pemeriksaan HIV direkomendasikan pada semua anak suspek TB pada daerah endemis HIV atau
risiko tinggi terinfeksi HIV. Berdasarkan pemeriksaan HIV, TB pada anak diklasifikasikan
sebagai:
a. HIV positif
b. HIV negatif
c. HIV tidak diketahui
d. HIV expose/ curiga HIV. Anak dengan orang tua penderita HIV diklasifikasikan sebagai
HIV expose, sampai terbukti HIV negatif. Apabila hasil pemeriksaan HIV menunjukkan
hasil negatif pada anak usia < 18 bulan, maka status HIV perlu diperiksa ulang setelah
usia > 18 bulan.
• Resistensi Obat
Pengelompokan pasien TB berdasarkan hasil uji kepekaan M. tuberculosis terhadap OAT terdiri
dari:
a. Monoresistance adalah M. tuberculosis yang resistan terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama.
b. Polydrug Resistance adalah M. tuberculosis yang resistan terhadap lebih dari satu jenis
OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
c. Multi Drug Resistance (MDR) adalah M. tuberculosis yang resistan terhadap Isoniazid
(H) dan Rifampisin (R) dengan atau tanpa OAT lini pertama lainnya.
d. Extensive Drug Resistance (XDR) adalah MDR disertai dengan resistan terhadap salah
satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis
suntikan yaitu Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin.
e. Rifampicin Resistance adalah M. tuberculosis yang resistan terhadap Rifampisin dengan
atau tanpa resistansi terhadap OAT lain yang dideteksi menggunakan metode pemeriksaan yang
sesuai, pemeriksaan konvensional atau pemeriksaan cepat. Termasuk dalam kelompok ini adalah
setiap resistansi terhadap rifampisin dalam bentuk Monoresistance, Polydrug Resistance, MDR dan
XDR.
PENGOBATAN TB ANAK
Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB Anak adalah:
• Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai monoterapi.
• Pemberian gizi yang adekuat.
• Mencari penyakit penyerta, jika ada ditatalaksana secara bersamaan.
o Tahap Lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis dan
berat ringannya penyakit. Selama tahap intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiap
hari untuk mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak
diminum setiap hari.
• Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti TB
milier, meningitis TB, TB tulang, dan lain-lain dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan.
• Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB endobronkial,
meningitis TB, dan peritonitis TB.
• Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di
Indonesia adalah:
• Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat Kombinasi Dosis Tetap
(OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 3 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk
satu pasien.
• OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT kombipak untuk digunakan dalam
pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
Kehamilan akan meningkatan risiko berkembangnya TB aktif pada wanita yang sebelumnya
terinfeksi, terutama pada trimester terakhir atau pada periode awal pasca-natal. Kejadian TB pada ibu
hamil meningkat secara bermakna, sejak awal epidemi HIV.
Peningkatan risiko untuk bayi yang baru lahir dari ibu dengan TB dan TB/ HIV meliputi :
• infeksi dan penyakit TB
• transmisi HIV dari ibu-ke-bayi
• lahir prematur dan berat badan lahir rendah
• kematian peri-natal dan neonatus
• menjadi yatim piatu
TB neonatal
Ada 2 istilah pada TB neonatal yang harus dibedakan yaitu :
• TB kongenital : terjadi ketika neonatus tertular M tuberculosis saat dalam rahim melalui
penyebaran hematogen lewat vena umbilikal, atau saat persalinan melalui aspirasi atau
meminum cairan amnion atau sekresi cervicovaginal yang terkontaminasi M tuberculosis.
Gejala TB kongenital biasanya muncul pada minggu pertama kehidupan dan mortalitas TB
kongenital tinggi.
• TB neonatal/TB perinatal : adalah ketika neonatus terinfeksi setelah lahir dengan terpapar pada
kasus TB BTA (+), yaitu biasanya ibu atau kontak dekat lain. Penularan pascanatal terjadi
secara droplet dengan patogenesis yang sama seperti TB pada anak.
Seringkali sulit membedakan antara TB kongenital dan TB neonatal/perinatal.
Neonatus yang terpapar TB dapat bergejala ataupun tidak. Gejala TB pada neonatus mulai muncul
minggu ke 2-3 setelah kelahiran. Gejala dan tanda tidak spesifik, diagnosis sering terlambat oleh
karena awalnya diduga sepsis. Gejala awal seperti letargi, sulit minum, berat badan lahir rendah dan
kesulitan pertambahan berat badan. Tanda klinis lain meliputi distres pernapasan, pneumonia yang
sulit sembuh, hepatosplenomegali, limfadenopati, distensi abdomen dengan asites, atau gambaran
sepsis neonatal dengan TB diseminata