Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

RSUD Madani Palu


Fakultas Kedokteran UniversitasTadulako

LAPORAN KASUS

DISUSUN OLEH:
Nurfitriani Abdillah
N 111 17 069

PEMBIMBING:

dr. Patmawati P, M.Kes., Sp.KJ

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RSUD MADANI PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018

1
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.N
Umur : 60 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status perkawinan : Sudah Menikah
Pendidikan terakhir : SMP
Alamat : Desa Lingadan, Tolitli
Tanggal Pemeriksaan : 28 Agustus 2018

I. LAPORAN PSIKIATRI
A. RIWAYAT PENYAKIT
1. Keluhan Utama
Gelisah

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien perempuan 60 tahun datang ke IGD RSUD Madani diantar
oleh keluarganya dengan keluhan gelisah, menyakiti diri sendiri
dengan cara menggigit dan mencubit badannya sendiri hingga luka.
Kadang pasien ingin selalu membuka bajunya, menelanjangi dirinya
jika ditanyakan kenapa demikian pasien selalu menjawab perasaannya
baru senang jika ia seperti itu. Kadang pasien berkata bahwa jika
dirinya serti ini terus menerus bahwa dirinya akan sakit jiwa. Saat
ditanyakan tentang sesuatu pasien kadang lupa dengan kejadian yang
sudah terjadi dan juga kadang lupa dengan sesuatu yang akan
dikerjakan, pasien lupa dengan peristiwa-peristiwa lama yang
ditanyakan dan juga kadang lupa menempatkan barang yang
disimpannya. Selain itu pasien juga sangat sulit diajak komunikasi
yang memberat sejak 1 minggu SMRS, pasien sulit untuk berbahasa
2
jika diajak bicara pasien kadang hanya diam dan bicaranya kadang
sulit untuk dimengerti.
Karena keluhan ini, 1 minggu SMRS pasien sempat diikat kaki dan
tangany karena selalu ingin melukai dirinya. Suaminya mengatakan
bahwa keluhan yang disebutkan diatas baru pertama kali dialami oleh
pasien yang memberat sejak 1 minggu SMRS. Berdasarkan pernyataan
suami pasien awalnya gejala mulai muncul 6 bulan yang lalu mulanya
pasien mengeluhkan kurang bersemangat dalam mengerjakan aktifitas
seperti memasak dan membersihkan rumah, badannya terasa lemas,
malas bicara, lebih banyak berbaring ditempat tidur, nafsu makannya
menurun dan susah tidur jika malam hari.
Suami pasien mengatakan bahwa istrinya tidak memeiliki masalah
dengan siapapun, hubungan keluarga dan tetangga baik. Selain itu
pasien tidak pernah mendengarkan atau melihat hal-hal yang aneh.
Selama berjalan 6 bulan keluhan ini, beberapa kali pasien dibawa
ke puskesmas dan didiagnosa dengan sakit lambung, pasien sudah
minum obat yang diberikan oleh dokter namun tidak ada perubahan.
Pasien juga sering dibawa oleh suaminya berobat kedukun namun
tidak ada perubahan. Selanjutnya dibawa ke palu sebelum masuk RS
Madani diabawa ke dokter lainnya namun dokter mengatakan bahwa
pasien tidak ada kelaianan dalam tubunya dan dalam keadan baik dan
dokter menyarankan agar pasien dibawa ke RSD Madani.

3. Hendaya/disfungsi :
- Hendaya sosial (+)
Akibat kondisi pasien saat ini, pasien sulit untuk berinteraksi
dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya.

- Hendaya pekerjaan (+)


Akibat kondisi pasien saat ini, pasien sulit untuk melakukan
aktivitas sebagai ibu rumah tangga.
3
- Hendaya pengggunaan waktu senggang (+)
Akibat kondisi pasien saat ini,pasien tidak dapat menhabiskan
waktu senggangnya.

4. Faktor stressor psikososial


- Tidak ada

5. Riwayat Gangguan Sebelumnya


a) Riwayat Medis
Hipertensi (-), DM (-), kejang (-), trauma kapitis (-), infeksi
otak (-).
b) Riwayat Alkohol dan riwayat zat lainnya
Pasien mengaku bahwa pasien tidak pernah mengonsumsi
alkohol, merokok (-), dan NAPZA(-).
c) Riwayat Psikiatri :
Pasien tidak pernah mendapat perawatan jiwa.

6. Riwayat Kehidupan Pribadi


a) Riwayat Prenatal dan perinatal
Tidak dapat dijawab oleh pasien dan keluarganya
b) Riwayat masa kanak awal (1-3 tahun)
Tidak dapat dijawab oleh pasien dan keluarganya
c) Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja awal (4-11 tahun)
Pasien tumbuh dengan baik, pasien bergaul dengan tetangga
dengan teman-teman seusianya.
d. Riwayat Masa Remaja Akhir (12-18 tahun)
Suami pasien mengatakan bahwa setelah lulus SMP pasien lanjut
untuk kursus menjahit dan memasak. Pasien dulunya aktif dalam
mengikuti kegiatan didesa.

4
e. Riwayat Masa Dewasa (>18)
Suami pasien megatakan bahwa pasien telah menikah dan menjadi
ibu rumah tangga kemudian bekerja sebagai penjahit. Pasien
dulunya aktif dalam mengikuti kegiatan didesa.

7. Riwayat Kehidupan Keluarga


Pasien dilahirkan dari keluarga biasa, dimana saat ini kedua orang
tua pasien telah meninggal dunia. Saat ini pasien hanya tinggal berdua
bersama suaminya dan tidak memiliki anak, namun pasien memiliki
satu orang anak angkat namun tidak serumah lagi karena anak tersebut
sedang bersekolah diluar kota. Didalam keluarga tidak ada yang
menderita penyakit dengan keluhan yang sama.

8. Situasi Sekarang
Pasien tidak kooperatif saat dilakukan anamnesis dan pasien
cenderung lebih diam jarang menjawab semua pertanyaan yang
diajukan namun, gerakan tangan pasien tidak bias diam karena selu
bergerak ingin memegang barang-barang.

9. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya


Pasien tidak mengetahui bahwa dirinya sakit secara menyeluruh.

II. STATUS MENTAL


1. Deskripsi Umum
a. Penampilan : Pasien perempuan dengan tinggi kurang lebih 153 cm
dan berat badan sekitar 35 kg. Perawatan diri cukup dan tampak
sesuai dengan usianya saat ini.
b. Kesadaran : Composmentis
c. Perilaku dan aktivitas psikomotor : Gelisah
d. Pembicaraan : Tidak Spontan, intonasi kurang, artikulasi tidak
jelas.
5
e. Sikap terhadap pemeriksa : Tidak Kooperatif

2. Keadaan Afektif, Perasaan dan Empati:


1. Mood : Labil
2. Afek : Labil
3. Empati : Tidak dapat dirasakan

3. Fungsi Intelektual (Kognitif)


1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan :Sesuai
dengan pendidikannya
2. Daya konsentrasi : kurang
3. Orientasi :
 Waktu : Baik
 Tempat : Baik
 Orang : Baik
4. Daya ingat:
- Segera : kurang
- Jangka pendek : kurang
- Jangka panjang : Buruk
5. Pikiran abstrak : Baik
6. Bakat kreatif : memasak dan menjahit
7. Kemampuan menolong diri sendiri : kurang

4. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi : Tidak ada
b. Ilusi : Tidak ada
c. Depersonalisasi : Tidak ada
d. Derealisasi : Tidak ada

6
5. Proses Berpikir
1. Arus pikiran:
a. Produktivitas : Cukup ide
b. Kontiniuitas : relevan
c. Hendaya berbahasa : Tidak ada

2. Isi pikiran :
a. Preokupasi : Tidak ada
b. Gangguan isi pikiran : Tidak ada

6. Pengendalian Impuls : Baik

7. Daya Nilai
1. Norma sosial : Cukup
2. Uji daya nilai : Terganggu
3. Penilaian realitas : Terganggu

8. Tilikan (insight)
Derajat 4 : menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan namun tidak
memahami penyebab penyaktnya

9. Taraf dapat dipercaya :


Dapat dipercaya.

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LEBIH LANJUT


Pemeriksaan Fisik:
 Tekanan Darah : 110/70 mmHg,
 Denyut Nadi : 86 x/menit, reguler
 Pernapasan : 20 x/menit
 Suhu : 37,3°C.
 Kepala : Normocepal
7
 Mata : Anemis (-/-), ikterik (-/-),
 Leher : Pembesaran KGB (-/-)
 Dada :
Jantung : Bunyi Jantung I dan II regular, murmur(-).
Paru : Bunyi paru vesikuler (+/+), Rh (-/-), wh (-/-),
 Perut : Kesan datar, ikut gerakan nafas, bising usus (-)
 Anggota Gerak : Akral hangat, oedem (-), tampak bekas luka gigit
yang sudah mengering pada lengan bawah seblah kiri bagian luar
akibat gigitan pasien.
Status Lokalis
 GCS : E4V5M6
Status Neurologis
 Meningeal Sign : (-)
 Refleks Patologis : (-/-)
 Hasil Pemeriksaan nervus cranial: Tidak dilakukan pemeriksaan
 Pemeriksaan sistem motorik : Normal
 Kordinasi gait keseimbangan : Normal
 Gerakan-gerakan abnormal : (-)

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


 Pasien perempuan 60 tahun datang ke IGD RSUD Madani diantar
oleh keluarganya dengan keluhan gelisah. Pasien merasa tidak
bersemangat dan menyakiti dirinya sendiri dengan mengggit dan
mencubit badannya hingga luka.
 Pasien kadang lupa dengan kejadian yang sudah terjadi dan juga
kadang lupa dengan sesuatu yang akan dikerjakan serta pasien
sulit untuk berbahasa dan diajak komunikasi.
 Pasien merasakan sulit tidur dan pasien juga kadang membuka
bajunya dan sulit diajak bicara.

8
 Pasien baru pertama kali mengalami hal ini, awal gejala mucul
sejak 6 bulan yang lalu SMRS dan memebrat 1 minggu SMRS.
 Pada pemeriksaan status mental didapati bahwa pasien
berpenampilan biasa, wajah tampak sesuai usia, kesadaran
komposmentis, tampak gelisah, mood dan afek labil, dan empati
tidak dapat dirabarasakan. Daya ingat segera kurang, jangka
pendek kurang, jangka panjang buruk.
 Derajat 4 : menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan namun tidak
memahami penyebab penyaktnya

V. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
AXIS I :
1. Berdasarkan anamnesis didapatkan ada gejala klinik bermakna dan
menimbulkan penderitaan (distress) berupa sulit tidur, mengamuk,
gelisah dan menimbulkan (disabilitas) berupa terganggunya
melakukan aktivitas pekerjaan dan bersosialisasi dengan temannya
sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami Gangguan
Jiwa
2. Pada pasien terdapat gangguan kognitif yaitu adanya gangguan
daya ingat, yaitu selalu lupa tehadap sesuatu, dan sulit berbahasan
dan diajak komunikasi sehingga pasien didiagnosa Sebagai
Gangguan Jiwa non psikotik
3. Berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan status
internus, tidak adanya kelainan yang mengindikasi gangguan medis
umum yang menimbulkan gangguan fungsi otak serta dapat
mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita pasien ini, namun
terjadi gangguan kognitif yang dapat disebabkan oleh pertambahan
usia pasien yang masuk dalam kategori lansia yang dapat
mempengaruhi fungsi otak pasien. sehingga pasien didiagnosa
sebagai Gangguan mental organic (F00).
9
4. Berdasarkan gambaran klinis pada pasien ini mengalami suatu
gangguan kognitif yaitu sering lupa akan sesuatu dan mengalami
gangguan berbahasa maka pasien dapat dikatakan Demensia (F0).
5. Pada saat pemeriksaan yang dilakukan, pasien menunjukkan
memenuhi kriteria umum untuk diagnostik Demensia namun tidak
spesifik pada salah satu tipe demensia, maka dapat digolongkan
pada kategori demensia yang tak terinci (ytt), sehingga
diagnosisnya adalah Demensia ytt (F03).

AXIS II
Ciri kepribadian tidak khas
AXIS III
Tidak ada diagnosis
AXIS IV
Tidak terdapat masalah
AXIS V
GAF scale 20-11 bahaya mencederai diri sendiri/orang lain , disabilitas
sangat berat dalam komunikas dan mengurus diri

VI. DAFTAR PROBLEM


(a) Organobiologik
Disfungsi otak akibat penurunan fungsi otak pada usia lanjut
(b) Psikologi
Tidak Ditemukan adanya masalah/stressor psikososial sehingga
pasien tidak memerlukan psikoterapi
(c) Sosiologi
Ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial, hendaya dalam
bidang pekerjaan dan hendaya penggunaan waktu senggang sehingga
pasien butuh sosioterapi.

10
VII. DIAGNOSIS BANDING
Demensia Pada Penyakit Alzheimer Onset Dini
Demensia Vaskular

VIII. RENCANA TERAPI


 Farmakologi
Antipsikotik tipikal : Haloperidol 5 mg 2x1
Neuroprotector : Neurodex 1x1

 Non-Farmakologi
Melakukan pendekatan psikososial, seperti :

a) Psikoterapi
 Pasien dimotivasi untuk tetap patuh untuk mengkonsumsi ob
at secara rutin meskipun tidak diawasi.
 Pasien dimotivasi untuk bersosialisasi dan mencoba untuk me
ngendalikan emosi.
b) Sosioterapi
Keluarga harus mendukung pasien dalam proses pengobatan b
aik secara psikologis maupun finansial seperti rutin menjenguk
pasien sehingga pasien merasa diperhatikan dan tidak ditinggal
kan begitu saja.

IX. PROGNOSIS
Prognosis pasien secara menyeluruh adalah dubia et malam.
Namun prognosis tersebut dipengaruhi oleh faktor pendukung yaitu:
a. Tidak ada faktor genetik
b. Tidak adanya gangguan organic
c. Dukungan dari keluarga
11
Dan faktor penghambat yaitu:
a. Berulang kali relaps
b. Hubungan dengan lingkungan sosial buruk
c. Kepatuhan terhadap konsumsi obat

X. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan pasien serta
menilai efektifitas pengobatan yang diberikan dan kemungkinan
munculnya efek samping obat yang diberikan.

XI. PEMBAHASAN/TINJAUAN PUSTAKA


Menurut PPDGJ – III, Demensia merupakan suatu sindrom akibat
penyakit / gangguan otak yang biasanya bersifat kronik – progresif,
dimana terdapat gangguan fungsi luhur kortikal yang multiple ( multiple
higher cortical function ), termasuk di dalamnya : daya ingat, daya pikir,
orientasi, daya tangkap ( comprehension ), berhitung, kemampuan belajar,
berbahasa, dan daya nilai ( judgement ). Umumnya disertai dan ada
kalanya diawali dengan kemrosotan ( deterioration ) dalam pengendalian
emosi, perilaku sosial, atau motivasi hidup.

Pedoman diagnostik demensia menurut PPDGJ III.


1. Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, yang sampai
mengganggu kegiatan harian seseorang ( personal activities of daily
living ) seperti : mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air
besar dan kecil
2. Tidak ada gangguan kesadaran ( clear consiousness ).
3. Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan.

12
Demensia berhubungan dengan beberapa jenis penyakit:8
a. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Medik: Hal ini meliputi
hipotiroidisme, penyakit Cushing, defisiensi nutrisi, kompleks demensia
AIDS, dan sebagainya.
b. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Neurologi: Kelompok ini
meliputi korea Huntington, penyakit Schilder, dan proses demielinasi
lainnya; penyakit Creutzfeldt-Jakob; tumor otak; trauma otak; infeksi otak
dan meningeal; dan sejenisnya.
c. Penyakit dengan demensia sebagai satu-satunya tanda atau tanda yang
mencolok: Penyakit Alzheimer dan penyakit Pick
Demensia dari segi anatomi dibedakan antara demensia kortikal dan demensia
subkortikal. Dari etiologi dan perjalanan penyakit dibedakan antara demensia
yang reversibel dan irreversibel (tabel).
Demensia Alzheimer dan demensia vaskular merupakan demensia yang paling
banyak kasusnya. Penyebab demensia lainnya yang disebutkan dalam DSM-IV
adalah penyakit Pick, penyakit Creutzfeldt-Jakob, penyakit Huntington, penyakit
Parkinson, Human Immunodeficiency Virus (HIV).

GAMBARAN KLINIK

Gambaran utama demensia adalah munculnya defisit kognitif multipleks,


termasuk gangguan memori, setidak-tidaknya satu di antara gangguan gangguan
kognitif berikut ini: afasia, apraksia, agnosia, atau gangguan dalam hal fungsi
eksekutif. Defisit kognitif harus sedemikian rupa sehingga mengganggu fungsi
sosial atau okupasional (pergi ke sekolah, bekerja, berbelanja, berpakaian, mandi,
mengurus uang, dan kehidupan sehari-hari lainnya) serta harus menggambarkan
menurunnya fungsi luhur sebelumnya.
a. Gangguan memori
Dalam bentuk ketidakmampuannya untuk belajar tentang hal-hal baru, atau
lupa akan hal-hal yang baru saja dikenal, dikerjakan atau dipelajari. Sebagian
13
penderita demensia mengalami kedua jenis gangguan memori tadi. Penderita
seringkali kehilangan dompet dan kunci, lupa bahwa sedang meninggalkan bahan
masakan di kompor yang menyala, dan merasa asing terhadap tetangganya. Pada
demensia tahap lanjut, gangguan memori menjadi sedemikian berat sehingga
penderita lupa akan pekerjaan, sekolah, tanggal lahir, anggota keluarga, dan
bahkan terhadap namanya sendiri.
b. Gangguan orientasi
Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat, dan
waktu. Orientasi dapat terganggu secara progresif selama perjalanan penyakit
demensia. Sebagai contohnya, pasien dengan demensia mungkin lupa bagaimana
kembali ke ruangannya setelah pergi ke kamar mandi.
c. Gangguan bahasa
Penderita akan terlihat sulit untuk mencari kata yang tepat dalam
mengungkapkan isi pikirannya. Semakin parah penyakitnya, maka ucapan dan
atau tulisan penderita jadi sulit untuk dimengerti karena penderita menggunakan
kalimat dengan substitusi kata-kata yang tidak biasa digunakan. Contohnya: jika
penderita sulit menemukan sikat giginya, maka ia akan bertanya "sesuatu untuk
mulut saya".
d. Apraksia
Penderita sulit mengerjakan tugas yang familiar. Penderita sering mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan tugas sehari-hari yang sangat mereka ketahui,
contohnya mereka tidak mengetahui langkah-langkah untuk menyiapkan
makanan, berpakaian, atau menggunakan perabot rumah tangga.
e. Agnosia
Ketidakmampuan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda maupun fungsi
sensoriknya utuh. Sebagai contoh, penderita tak dapat mengenali kursi, pena,
meskipun visusnya baik. Akhirnya, penderita tak mengenal lagi anggota
keluarganya dan bahkan dirinya sendiri yang tampak pada cermin. Demikian pula,
walaupun sensasi taktilnya utuh, penderita tak mampu mengenali benda yang
diletakkan di tangannya atau yang disentuhnya misalnya kunci atau uang logam.

14
f. Gangguan fungsi eksekutif
Hal ini disebabkan karena frontal lobe penderita mengalami gangguan,
ditandai dengan: sulit menyelesaikan masalah, reasoning, pembuatan keputusan
dan penilaian. Misalnya penderita mengenakan baju tanpa mempertimbangkan
cuaca, memakai beberapa kaos di hari yang panas/ memakai pakaian yang sangat
minim ketika cuaca dingin.
g. Perubahan Kepribadian
Perubahan kepribadian pasien demensia merupakan gambaran yang paling
mengganggu bagi keluarga pasien yang terkena. Pasien dengan demensia juga
mungkin menjadi introvert dan tampaknya kurang memperhatikan tentang efek
perilaku mereka terhadap orang lain. Pasien demensia yang mempunyai waham
paranoid biasanya bersikap curiga atau bermusuhan terhadap anggota keluarga
dan pengasuhnya. Pasien dengan gangguan frontal dan temporal kemungkinan
mengalami perubahan kepribadian yang jelas dan mungkin mudah marah dan
meledak-ledak. Selain itu penderita juga sering mengalami delusi paranoid dan
terkadang juga mengalami halusinasi (dengar, visual, dan haptic). Sedangkan
untuk gangguan perilaku, meliputi agitasi (aktivitas verbal maupun motorik yang
berlebihan dan tidak selaras), wandering (mondar-mandir, mencari-cari/
membututi caregiver ke mana pun mereka pergi, berjalan mengelilingi rumah,
keluyuran), dan gangguan tidur (berupa disinhibisi, yaitu perilaku yang melanggar
norma-norma sosial, yang disebabkan oleh hilangnya fungsi pengendalian diri
individu).
Farmakoterapi

Dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan,


antidepresi untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk waham dan halusinasi,
akan tetapi dokter juga harus mewaspadai efek idiosinkrasi obat yang mungkin
terjadi pada pasien usia lanjut (misalnya kegembiraan paradoksikal, kebingungan,
dan peningkatan efek sedasi). Secara umum, obat- obatan dengan aktivitas
antikolinergik yang tinggi sebaiknya dihindarkan.

15
Donezepil, rivastigmin, galantamin, dan takrin adalah penghambat
kolinesterase yang digunakan untuk mengobati gangguan kognitif ringan hingga
sedang pada penyakit Alzheimer. Obat-obat tersebut menurunkan inaktivasi dari
neurotransmitter asetilkolin sehingga meningkatkan potensi neurotransmitter
kolinergik yang pada gilirannya menimbulkan perbaikan memori. Obat-obatan
tersebut sangat bermanfaat untuk seseorang dengan kehilangan memori ringan
hingga sedang yang memiliki neuron kolinergik basal yang masih baik melalui
penguatan neurotransmisi kolinergik.
Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara luas. Takrin jarang
digunakan karena potensial menimbulkan hepatotoksisitas. Sedikit data klinis
yang tersedia mengenai rivastigmin dan galantamin, yang sepertinya
menimbulkan efek gastrointestinal (GI) dan efek samping neuropsikiatrik yang
lebih tinggi daripada donezepil. Tidak satupun dari obat-obatan tersebut dapat
mencegah degenerasi neuron progresif. Menurut Witjaksana Roan terapi
farmakologi pada pasien demensia berupa :
 Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2 mg
 Antipsikotika atipik:
 Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg
 Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,75
 Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg
 Quetiapine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
 Abilify 1 x 10 - 15 mg
 Anxiolitika
 Clobazam 1 x 10 mg
 Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg
 Bromazepam 1,5 mg - 6 mg
 Buspirone HCI 10 - 30 mg
 Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg
 Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg)
 Antidepresiva

16
 Amitriptyline 25 - 50 mg
 Tofranil 25 - 30 mg
 Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)
 SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg,
Citalopram 1
 x 10 - 20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x 60 mg.
 Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2)
 Mood stabilizers
 Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
 Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg
 Topamate 1 x 50 mg
 Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg
 Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg
 Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg
 Priadel 2 - 3 x 400 mg
Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut sebenarnya sudah tak
berguna lagi, namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat terhadap BPSD (
Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia ):
 Nootropika:
 Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg
 Piracetam(Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg
 Sabeluzole (Reminyl)
 Ca-antagonist:
 Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg)
 Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m.
 Cinnarizine(Stugeron) 1 - 3 x 25 mg
 Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse
 Pantoyl-GABA
 Acetylcholinesterase inhibitors
 Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg. Hepatotoxik

17
 Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor , 5
mg 1x/hari
 Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg
 Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg
 Memantine 2 x 5 - 10 mg

Terapi dengan Menggunakan Pendekatan Lain

Obat-obatan lain telah diuji untuk meningkatkan aktivitas kognitif termasuk


penguat metabolisme serebral umum, penghambat kanal kalsium, dan agen
serotonergik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa slegilin (suatu penghambat
monoamine oksidase tipe B), dapat memperlambat perkembangan penyakit ini.
Terapi pengganti Estrogen dapat menginduksi risiko penurunan fungsi kognitif
pada wanita pasca menopause, walau demikian masih diperlukan penelitian lebih
lanjut mengenai hal tersebut. Terapi komplemen dan alternatif menggunakan
ginkgo biloba dan fitoterapi lainnya bertujuan untuk melihat efek positif terhadap
fungsi kognisi. Laporan mengenai penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid
(OAINS) memiliki efek lebih rendah terhadap perkembangan penyakit Alzheimer.
Vitamin E tidak menunjukkan manfaat dalam pencegahan penyakit

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan H.I, Sadock B.J, Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat Edisi 2, EGC: Jakarta;
2010
2. Amir N. Buku Ajar Psikiatri. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI; 2013
3. Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa (PPDGJ-III) Cetakan
kedua, Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia:
Jakarta; 2013

19

Anda mungkin juga menyukai