Lapsus
Lapsus
LAPORAN KASUS
DISUSUN OLEH:
Nurfitriani Abdillah
N 111 17 069
PEMBIMBING:
1
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.N
Umur : 60 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status perkawinan : Sudah Menikah
Pendidikan terakhir : SMP
Alamat : Desa Lingadan, Tolitli
Tanggal Pemeriksaan : 28 Agustus 2018
I. LAPORAN PSIKIATRI
A. RIWAYAT PENYAKIT
1. Keluhan Utama
Gelisah
3. Hendaya/disfungsi :
- Hendaya sosial (+)
Akibat kondisi pasien saat ini, pasien sulit untuk berinteraksi
dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya.
4
e. Riwayat Masa Dewasa (>18)
Suami pasien megatakan bahwa pasien telah menikah dan menjadi
ibu rumah tangga kemudian bekerja sebagai penjahit. Pasien
dulunya aktif dalam mengikuti kegiatan didesa.
8. Situasi Sekarang
Pasien tidak kooperatif saat dilakukan anamnesis dan pasien
cenderung lebih diam jarang menjawab semua pertanyaan yang
diajukan namun, gerakan tangan pasien tidak bias diam karena selu
bergerak ingin memegang barang-barang.
4. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi : Tidak ada
b. Ilusi : Tidak ada
c. Depersonalisasi : Tidak ada
d. Derealisasi : Tidak ada
6
5. Proses Berpikir
1. Arus pikiran:
a. Produktivitas : Cukup ide
b. Kontiniuitas : relevan
c. Hendaya berbahasa : Tidak ada
2. Isi pikiran :
a. Preokupasi : Tidak ada
b. Gangguan isi pikiran : Tidak ada
7. Daya Nilai
1. Norma sosial : Cukup
2. Uji daya nilai : Terganggu
3. Penilaian realitas : Terganggu
8. Tilikan (insight)
Derajat 4 : menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan namun tidak
memahami penyebab penyaktnya
8
Pasien baru pertama kali mengalami hal ini, awal gejala mucul
sejak 6 bulan yang lalu SMRS dan memebrat 1 minggu SMRS.
Pada pemeriksaan status mental didapati bahwa pasien
berpenampilan biasa, wajah tampak sesuai usia, kesadaran
komposmentis, tampak gelisah, mood dan afek labil, dan empati
tidak dapat dirabarasakan. Daya ingat segera kurang, jangka
pendek kurang, jangka panjang buruk.
Derajat 4 : menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan namun tidak
memahami penyebab penyaktnya
V. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
AXIS I :
1. Berdasarkan anamnesis didapatkan ada gejala klinik bermakna dan
menimbulkan penderitaan (distress) berupa sulit tidur, mengamuk,
gelisah dan menimbulkan (disabilitas) berupa terganggunya
melakukan aktivitas pekerjaan dan bersosialisasi dengan temannya
sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami Gangguan
Jiwa
2. Pada pasien terdapat gangguan kognitif yaitu adanya gangguan
daya ingat, yaitu selalu lupa tehadap sesuatu, dan sulit berbahasan
dan diajak komunikasi sehingga pasien didiagnosa Sebagai
Gangguan Jiwa non psikotik
3. Berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan status
internus, tidak adanya kelainan yang mengindikasi gangguan medis
umum yang menimbulkan gangguan fungsi otak serta dapat
mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita pasien ini, namun
terjadi gangguan kognitif yang dapat disebabkan oleh pertambahan
usia pasien yang masuk dalam kategori lansia yang dapat
mempengaruhi fungsi otak pasien. sehingga pasien didiagnosa
sebagai Gangguan mental organic (F00).
9
4. Berdasarkan gambaran klinis pada pasien ini mengalami suatu
gangguan kognitif yaitu sering lupa akan sesuatu dan mengalami
gangguan berbahasa maka pasien dapat dikatakan Demensia (F0).
5. Pada saat pemeriksaan yang dilakukan, pasien menunjukkan
memenuhi kriteria umum untuk diagnostik Demensia namun tidak
spesifik pada salah satu tipe demensia, maka dapat digolongkan
pada kategori demensia yang tak terinci (ytt), sehingga
diagnosisnya adalah Demensia ytt (F03).
AXIS II
Ciri kepribadian tidak khas
AXIS III
Tidak ada diagnosis
AXIS IV
Tidak terdapat masalah
AXIS V
GAF scale 20-11 bahaya mencederai diri sendiri/orang lain , disabilitas
sangat berat dalam komunikas dan mengurus diri
10
VII. DIAGNOSIS BANDING
Demensia Pada Penyakit Alzheimer Onset Dini
Demensia Vaskular
Non-Farmakologi
Melakukan pendekatan psikososial, seperti :
a) Psikoterapi
Pasien dimotivasi untuk tetap patuh untuk mengkonsumsi ob
at secara rutin meskipun tidak diawasi.
Pasien dimotivasi untuk bersosialisasi dan mencoba untuk me
ngendalikan emosi.
b) Sosioterapi
Keluarga harus mendukung pasien dalam proses pengobatan b
aik secara psikologis maupun finansial seperti rutin menjenguk
pasien sehingga pasien merasa diperhatikan dan tidak ditinggal
kan begitu saja.
IX. PROGNOSIS
Prognosis pasien secara menyeluruh adalah dubia et malam.
Namun prognosis tersebut dipengaruhi oleh faktor pendukung yaitu:
a. Tidak ada faktor genetik
b. Tidak adanya gangguan organic
c. Dukungan dari keluarga
11
Dan faktor penghambat yaitu:
a. Berulang kali relaps
b. Hubungan dengan lingkungan sosial buruk
c. Kepatuhan terhadap konsumsi obat
X. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan pasien serta
menilai efektifitas pengobatan yang diberikan dan kemungkinan
munculnya efek samping obat yang diberikan.
12
Demensia berhubungan dengan beberapa jenis penyakit:8
a. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Medik: Hal ini meliputi
hipotiroidisme, penyakit Cushing, defisiensi nutrisi, kompleks demensia
AIDS, dan sebagainya.
b. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Neurologi: Kelompok ini
meliputi korea Huntington, penyakit Schilder, dan proses demielinasi
lainnya; penyakit Creutzfeldt-Jakob; tumor otak; trauma otak; infeksi otak
dan meningeal; dan sejenisnya.
c. Penyakit dengan demensia sebagai satu-satunya tanda atau tanda yang
mencolok: Penyakit Alzheimer dan penyakit Pick
Demensia dari segi anatomi dibedakan antara demensia kortikal dan demensia
subkortikal. Dari etiologi dan perjalanan penyakit dibedakan antara demensia
yang reversibel dan irreversibel (tabel).
Demensia Alzheimer dan demensia vaskular merupakan demensia yang paling
banyak kasusnya. Penyebab demensia lainnya yang disebutkan dalam DSM-IV
adalah penyakit Pick, penyakit Creutzfeldt-Jakob, penyakit Huntington, penyakit
Parkinson, Human Immunodeficiency Virus (HIV).
GAMBARAN KLINIK
14
f. Gangguan fungsi eksekutif
Hal ini disebabkan karena frontal lobe penderita mengalami gangguan,
ditandai dengan: sulit menyelesaikan masalah, reasoning, pembuatan keputusan
dan penilaian. Misalnya penderita mengenakan baju tanpa mempertimbangkan
cuaca, memakai beberapa kaos di hari yang panas/ memakai pakaian yang sangat
minim ketika cuaca dingin.
g. Perubahan Kepribadian
Perubahan kepribadian pasien demensia merupakan gambaran yang paling
mengganggu bagi keluarga pasien yang terkena. Pasien dengan demensia juga
mungkin menjadi introvert dan tampaknya kurang memperhatikan tentang efek
perilaku mereka terhadap orang lain. Pasien demensia yang mempunyai waham
paranoid biasanya bersikap curiga atau bermusuhan terhadap anggota keluarga
dan pengasuhnya. Pasien dengan gangguan frontal dan temporal kemungkinan
mengalami perubahan kepribadian yang jelas dan mungkin mudah marah dan
meledak-ledak. Selain itu penderita juga sering mengalami delusi paranoid dan
terkadang juga mengalami halusinasi (dengar, visual, dan haptic). Sedangkan
untuk gangguan perilaku, meliputi agitasi (aktivitas verbal maupun motorik yang
berlebihan dan tidak selaras), wandering (mondar-mandir, mencari-cari/
membututi caregiver ke mana pun mereka pergi, berjalan mengelilingi rumah,
keluyuran), dan gangguan tidur (berupa disinhibisi, yaitu perilaku yang melanggar
norma-norma sosial, yang disebabkan oleh hilangnya fungsi pengendalian diri
individu).
Farmakoterapi
15
Donezepil, rivastigmin, galantamin, dan takrin adalah penghambat
kolinesterase yang digunakan untuk mengobati gangguan kognitif ringan hingga
sedang pada penyakit Alzheimer. Obat-obat tersebut menurunkan inaktivasi dari
neurotransmitter asetilkolin sehingga meningkatkan potensi neurotransmitter
kolinergik yang pada gilirannya menimbulkan perbaikan memori. Obat-obatan
tersebut sangat bermanfaat untuk seseorang dengan kehilangan memori ringan
hingga sedang yang memiliki neuron kolinergik basal yang masih baik melalui
penguatan neurotransmisi kolinergik.
Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara luas. Takrin jarang
digunakan karena potensial menimbulkan hepatotoksisitas. Sedikit data klinis
yang tersedia mengenai rivastigmin dan galantamin, yang sepertinya
menimbulkan efek gastrointestinal (GI) dan efek samping neuropsikiatrik yang
lebih tinggi daripada donezepil. Tidak satupun dari obat-obatan tersebut dapat
mencegah degenerasi neuron progresif. Menurut Witjaksana Roan terapi
farmakologi pada pasien demensia berupa :
Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2 mg
Antipsikotika atipik:
Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg
Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,75
Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg
Quetiapine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
Abilify 1 x 10 - 15 mg
Anxiolitika
Clobazam 1 x 10 mg
Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg
Bromazepam 1,5 mg - 6 mg
Buspirone HCI 10 - 30 mg
Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg
Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg)
Antidepresiva
16
Amitriptyline 25 - 50 mg
Tofranil 25 - 30 mg
Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)
SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg,
Citalopram 1
x 10 - 20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x 60 mg.
Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2)
Mood stabilizers
Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg
Topamate 1 x 50 mg
Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg
Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg
Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg
Priadel 2 - 3 x 400 mg
Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut sebenarnya sudah tak
berguna lagi, namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat terhadap BPSD (
Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia ):
Nootropika:
Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg
Piracetam(Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg
Sabeluzole (Reminyl)
Ca-antagonist:
Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg)
Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m.
Cinnarizine(Stugeron) 1 - 3 x 25 mg
Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse
Pantoyl-GABA
Acetylcholinesterase inhibitors
Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg. Hepatotoxik
17
Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor , 5
mg 1x/hari
Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg
Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg
Memantine 2 x 5 - 10 mg
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan H.I, Sadock B.J, Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat Edisi 2, EGC: Jakarta;
2010
2. Amir N. Buku Ajar Psikiatri. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI; 2013
3. Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa (PPDGJ-III) Cetakan
kedua, Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia:
Jakarta; 2013
19