Anda di halaman 1dari 68

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri atas kepala

keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah

suatuatap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes RI, 1998). Menurut

bergess(1962) cit (Mubarak e.l, 2011) Keluarga terdiri atas kelompok orang yang

mempunyai ikatan perkawinan, keturunan/hubungan sedarah atau hasil adopsi, anggota

tinggal bersama dalam satu rumah, anggota berinteraksi dan berkomunikasi dalam peran

sosial, serta mempunyai kebiasaan / kebudayaaan yang berasal dari masyarakat , tetapi

mempunyai keunikan sendiri.

Keluarga juga sebagai suatu kesatuan yang saling membantu saling membutuhkan

dalam upaya memelihara kehidupan termasuk kesehatan dalam keluarga. Oleh karena itu

penting adanya peranan dan dukungan keluarga bagi anggota keluarga yang mengalami

masalah kesehatan. Hal ini mengacu pada lima fungsi dan tugas perkembangan keluarga

yakni Mampu mengenal masalah kesehatan dalam keluarga, Mampu mengambil

keputusan yang berhubungan dengan kesehatan keluarga, Mampu merawat anggota

keluarga yang mengalami gangguan kesehatan, Mampu memodifikasi lingkungan yang

berhubungan dengan kesheatan, memanfaatkan fasilitas kesehatan di lingkungan sekitar.

Hipertensi menjadi momok bagi sebagian penduduk dunia termasuk Indonesia.

Hal ini karena secra statistik jumlah penderita yang terus menerus meningkat dari waktu

ke waktu. Berbagai faktor yang berperan dalam hal ini salah satunya adlah gaya hidup.

Pemilihan makanan yang berlemak, kebiasaan aktifitas yang tidak sehat, merokok,

1
2

minum kopi, adalah beberapa faktor yang diduga berperan sebagai pemicu hipertensi.

Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh berbagai penyakit non infeksi lain.

Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah yang

memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga bisa menyebabkan

kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada kematian

yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada kerusakan pembuluh darah jantung)

serta penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri (terjadi pada otot jantung). Selain penyakit

tersebut dapat pula menyebabkan gagal ginjal, diabetes mellitus dan lain-lain.(Staessen,

2003).

Kriteria diagnosis hipertensi menggunakan kriteria klasifikasi dari The update

WHO/ISH hypertension guideline, yang merupakan divisi dari National Institute of

Health di AS, secara berkala mengeluarkan laporan yang disebut Joint National

Committee on Prevention, Detectioan, Evaluation, and Treatment of High Blood

Pressure memberikan resensi pembaharuan kepada WHO/ISH bulan Mei 2003 tentang

kriteria hipertensi yang dibagi dalam tiga kategori yaitu hipertensi stage I dengan tekanan

darah sistolik dan diastolik adalah 140-158 mmHg dan 90-99 mmHg, untuk hipertensi

stage II dengan tekanan darah sistolik dan diastolik adalah 160-179 mmHg dan 100-109

mmHg, sedangkan untuk hipertensi stage III dengan tekanan darah sistolik dan diastolik

adalah ≥ 180 mmHg dan ≥ 110 mmHg(Sugiharto, 2006).

Hipertensi menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal

jantung, serangan jantung, dan kerusakan ginjal. Tanpa melihat usia atau jenis kelamin,

semua orang bisa terkena hipertensi dan biasanya hipertensi dan biasanya tanpa ada

gejala-gejala sebelumnya. Oleh karena itu, negara seperti Indonesia yang sedang
3

melakukan pembangunan di segala bidang perlu memperhatikan pendidikan masyarakat

untuk mencegah timbulnya penyakit penyakit seperti hipertensi.Golongan umur 45 tahun

keatas memerlukan tindakan atau program pencegahan yang terarah. Hipertensi perlu

dideteksi dini yaitu dengan pemeriksaan tekanan darah secara berkala.

Oleh sebab itu diharapkan adanya peran aktif keluarga dalam mengatasi masalah

anggota keluarganya yang mengalami hipertensi, bukan hanya membantu merawat

anggota keluarganya yang sakit. Keluarga juga harus mampu mengenal masalah yang

muncul pada anggota keluarganya yang sakit, apa yang menyebabkan masalah itu muncul

dan bagaimana mengambil keputusan yang tepat dalam mengatasi maalah yang di alami

oleh anggota keluarga itu sendiri. Dalam upaya mengatasai masalah kesehatan yang di

alami, keluarga juga harus mampu meanfaatkan fasilitas pelayanaan kesehatan terdekat

yang mendukung proses penyembuhan seperti rutin mendatangi posyandu lansia dan ikut

berpartisipasi sebagai kader dari posyandu lansia.

Selama masa pengumpulan data, dalam hal ini mahasiswa mencari data di

Pedukuhan Kejambon Kidul yang meliputi 5 RT yaitu RT 01, 02, 03, 04, dan 05,

mahasiswa/I mendapatkan data penderita hipertensi/darah tinggi sebanyak 40,74% dari

total jenis penyakit yang dikeluhkan oleh masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, maka

mahasiswa tertarik melakukan proses keperawatan kepada satu keluarga yang salah satu

anggotanya menderita hipertensi. Keluarga yang dibina oleh mahasiswa merupakan salah

satu dari banyak keluarga yang memiliki masalah dalam melaksanakan fungsi keluarga

seperti yang seharusnya. Oleh karena itu, maka mahasiswa mengambil Keluarga Tn. A

sebagai keluarga dimana mahasiswa memberikan asuhan keperawatan keluarga selama

beberapa hari.
4

1.2 Permasalahan/ Batasan Masalah

Pada laporan ini, mahasiswa membahas tentang pelaksanaan asuhan keperawatan

keluarga pada keluarga Tn. A dengan hipertensi di RT. 01 Pedukuhan Kejambon Kidul,

desa Sindumartani, kecamatan Ngemplak, kabupaten Sleman Daerah Istimewa

Yogyakarta.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penyusunan laporan ini adalah agar mahasiswa

mengetahui dan mampu menerapkan asuhan keperawatan pada keluarga Tn. A

yang anggotanya menderita hipertensi.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari pembuatan laporan ini adalah sebagai berikut:

1. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar tentang gangguan hipertensi.

2. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keluarga dengan masalah

hipertensi.

3. Mahasiswa mampu merumuskan masalah keperawatan yang muncul pada

keluarga dengan hipertensi.

4. Mahasiswa mampu merencanakan intervensi keperawatan keluarga dengan

hipertensi.

5. Mahasiswa mampu menerapkan tindakan keperawatan pada keluarga dengan

Hipertensi.

6. Mahasiswa mampu mengevaluasi proses dari tindakan keperawatan.


5

7. Mendokumentasi proses keperawatan yang dilakukan.

1.4 Manfaat

1.4.1 Penulis

Menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa dalam pelaksanaan

proses keperawatan keluarga yang anggotanya menderita hipertensi.

1.4.2 Intitusi

Memberi informasi mengenai pelaksanaan proses keperawatan yang telah

dilakukan mahasiswa kepada keluarga yang salah satu anggotanya menderita

hipertensi, sehingga dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam

pengajaran tentang asuhan keperawatan keluarga yang salah satu anggotanya

menderita hipertensi.

1.4.3 Keluarga

Menambah wawasan keluarga mengenai penyakit hipertensi yang

dideritanya, sehingga keluarga mampu melakukan tindakan preventif dan

promotif demi meningkatkan kesehatan diri dan keluarga.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP KELUARGA


2.1.1 Definisi keluarga
Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertaliuan
darah, adopsi, atau perkawinan (WHO, 1969). Keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri dari suami, istri atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan
anaknya, atau ibu dan anaknya (UU No. 10 tahun 1992). Keluarga adalah unit terkecil
dari suatu masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang
berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatuatap dalam keadaan saling
ketergantungan (Depkes RI, 1998). Keluarga adalah dua orang atau lebih yang dibentuk
berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual
dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan, memiliki hubungan yang selaras dan
seimbang antara anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya (BKKBN, 1999).
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam
keadaan saling ketergantungan (Effendi, 2004). Keluarga merupakan sekumpulan orang
yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan untuk
meningkatkan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan
fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota (Sudhiarto, 2007).
Sesuai pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah:
a. Terdiri atas daua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan,
atau adopsi;
b. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap
memperhatikan satu sama lain;
c. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran
sosial sebagai suami, istri, anak, kakak, dan adik;

6
7

d. Mempunyai tujuan menciptakan, mempertahankan budaya, meningkatkan


perkembangan fisik, psikologis dan sosial anggota.
Uraian diatas menunjukkan bahwa keluarga juga merupakan suatu sistem. Sebagai
sistem keluarga mempunyai anggota, yaitu ayah, ibu,dan anak, atau semua individu yang
tinggal dalam rumah tangga tersebut. Anggota keluarga tersebut saling berinteraksi,
interelasi, dan independensi untuk mencapai tujuan bersama. Keluarga merupakan sistem
yang terbuka sehingga dapat dipengaruhi oleh suprasistemnya (lingkungan dan
keluarga). Sebaliknya sebagai subsistem keluarga dapat mempengaruhi masyarakat
(suprasistem). Oleh sebab itu, betapa pentingnya peran dan fungsi keluarga dalam
membentuk manusia sebagai anggota masyarakat yang sehat bio-psiko-sosial dan
spiritual. Jadi sangatlah tepat bila keluarga sentra pelayanan keperawatan. Diyakini
bahwa keluarga yang sehat akan mempunyai anggota yang sehat dan akan mewujudkan
masyaraat yang sehat.
2.1.2 Struktur Keluarga
Struktur keluarga terdiri atas bermacam-macam, diantaranya adalah:
a. Patrilinear
Patrilinear adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalu jalur garis ayah.
b. Matrilinear
Matrilinear adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalu jalur garis ibu.
c. Matrilokal
Matrilokal adalah sepasang suami istri tinggal bersama keluarga sedarah istri
d. Patrilokal
Patrilokal adalah sepasang suami istri tinggal bersama keluarga sedarah suami
e. Keluarga kawinan
Adalah hubungan suami sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak
saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami
istri.(Mubarak et al, 2011)
8

Menurut Friedman (1998) dalam Mubarak (2011) struktur keluarga terdiri atas :
a. Struktur Komunikasi

Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila dilakukan secara jujur,


terbuka, melibatkan emosi, konflik selesai, dan ada hierarki kekuatan. Komunikasi
keluarga bagi pengirim yakin mengemukakan pesan secara jelas dan berkualitas,
serta meminta dan menerima umpan balik. Penerima pesan mendengarkan pesan,
memberikan umpan balik, dan valid.

Komunikasi dalam keluarga dikatakan tidak berfungsi apabila tertutup, adanya


isu atau berita negatif, tidak berfokus pada satu hal dan selalu mengulang isu dan
pendapat sendiri. Komunikasi keluarga bagi pengirim bersifat asumsi, ekspresi
perasaan tidak jelas, judgemental ekspresi, dan komunikasi tidak sesuai. Penerima
pesan gagal mendengar, diskualifikasi, ofensif (bersifat negatif), terjadi
miskomunikasi dan kurang atau tidak valid.

b. Struktur Peran
Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi
sosial yang diberikan. Jadi struktur peran bisa bersifat formal atau informal.
c. Struktur Kekuaatan
Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol,
mempengaruhi, atau mengubah perilaku orang lain. Hak (legitimate power), ditiru
(referent power), keahlian (expert power), hadiah (reward power), paksa (coercive
power), dan afektif power.
d. Struktur Nilai dan Norma
Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota keluarga dalam
budaya tertentu. Sedangkan norma adalah pola perilaku yang diterima pada
lingkungan sosial tertentu, lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat sekitar
keluarga.
2.1.3 Tipe atau Bentuk Keluarga
Keluarga memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai macam pola
kehidupan. Sesuai dengan perkembangan sosial, maka tipe keluarga berkembang
9

mengikutinya. Agar dapat mengupayakan peran serta keluarga dalam meningkatkan


derajat kesehatan, maka perawat perlu memahami dan mengetahuai berbagai tipe
keluargaBeberapa tipe atau bentuk keluarga adalah sebagai berikut:
a. Traditional Nuclear. Keluarga inti terdiri atas ayah, ibu dan anak yang tinggal dalam
satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan ,
satu/keduanya dapat bekerja diluar rumah.
b. Extended Family. Keluarga inti ditambah keluarga yang lain (karena hubungan
darah), misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu dan sebagainya.
c. Reconstituted Nuclear. Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan
kembali suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak-anaknya,
baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru. Satu atau
keduanya dapat bekerja diluar rumah.
d. Middle Age / Aging Couple. Suami sebagai pencari uang, istri dirumah/ kedua-duanya
bekerja di rumah anak-anak sudah meninggalkan rumah karena
sekolah/perkawinan/meniti karir.
e. Dyadic Nuclear. Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak ,
keduanya/ salah satu bekerja di luar rumah.
f. Single Parent. Satu orang tua sebagai akibat perceraian/kematian pasangannya dan
anak-anak dapat tinggal di rumah/ luar rumah.
g. Dual Carrier. Suami istri atau keduanya berkarir dan tidak memiliki anak.
h. Commuter Married. Suami istri/keduanya orang karir dan tinggal terpisah jarak
tertentu, keduanya masih saling mencari pada waktu-waktu tertentu.
i. Single Adult. Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dan tidak ada keinginan
untuk menikah.
j. Three Generation. Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.
k. Institutional. Anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam satu panti.
l. Comunal. Saturumah terdiri atas dua atau lebih pasangan yang monogami dangan
anak-anaknya dan bersama-sama dalam menyediakan fasilitas.
m. Group Marriage. Satu perumahan terdiri atas orang tua dan keturunannya di dalam
satu kesatuan keluarga dan tiap individu adalah menikan dengan yang lain dan
semaua adalah orang tua dari anak-anak.
10

n. Unmared Parent and Child. Ibu dan anak di mana perkawinan tidak dikehendaki,
anaknya diadopsi
o. Cohibing Couple. Dua orang/satu pasangan yang tinggal bersama tanpa pernikahan.
2.1.4 Peran keluarga
Setiap posisi formal dalam keluarga memiliki perannya masing-masing yang dibagi
secara merata kepada semua anggota keluarga. Peran formal yang standar terdapat dalam
keluarga (pencari nafkah, ibu rumah tangga, tukang perbaiki rumah, sopir, pengasuh
anak, manager keuangan, dan tukang masak). Jika dalam keluarga hanya sedikit orang
yang memenuhi peran ini, maka akan lebih banyak tuntutan dan kesempatan bagi anggota
untuk memerankan beberapa peran pada waktu yang berbeda. Peran dasar yang
membentuk posisi sosial sebagai suami-ayah dan istri-ibu antara lain sebagai berikut
a. Peran sebagai provider atau penyedia.
b. Sebagai pengatur rumah tangga
c. Perawatan anak, baik yang sehat maupun yang sakit
d. Sosialisasi anak
e. Rekreasi
f. Persaudaraan, memelihara hubungan keluarga parental dan maternal
g. Peran seksual

Selain dari peran-peran formal terdapat juga peran-peran dalam keluarga. Peran
informal yang bersifat inplisit, biasanya tidak tampak, dimainkan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan emosional individu dan/atau untuk menjaga keseimbangan dalam
keluarga. Peran informal memiliki tuntutan yang berbeda, tidak terlalu didasarkan pada
usia, ataupunjenis kelamin melainkan lebih didasarkan pada atribut-atribut personaliatas
atau kepribadian anggota keluarga individual. Beberapa contoh peran informal adalah
sebagai berikut:

a. Pendorong. Pendorong memiliki arti bahwa dalam keluarga terjadi kegiatan


mendorong, memuji, setuju dengan, dan menerima, kontribusi orang lain. Sehingga ia
dapat merangkul orang lain dan membuat mereka merasa bahwa pemikiran penting
dan bernilai untuk didengarkan.
11

b. Pengharmonis. Pengharmonis, yaitu berperan menengahi perbedaan yang terdapat di


antar para anggota, penghibur dan menyatukan kembali perbedaan pendapat.
c. Inisiator-kontributor. Mengemukakan dan mengajukan ide-ide baru atau cara-cara
mengingat masalah-masalah atau tujuan-tujuan kelompok.
d. Pendamai. Pendamai berarti jika terjadi konflik dalam keluarga maka konflik dapat
diselesaikan dengan jalan musyawarah dan damai.
e. Pencari nafkah. Peran yang dijalankan orang tua dalam memenuhi kebutuhan baik
meterial maupun non material anggota keluarganya.
f. Perawatan keluarga. Peran yang terkait meraawat anggota keluarga jika ada yang
sakit.
g. Penghubung keluarga. Adalah perantara keluarga, biasanya ibu mengirim dan
memonitor komunikasi dalam keluarga.
h. Pionir keluarga. Membawa keluarga pindah ke suatu wilayah asing dan mendapatkan
pengalaman baru.
i. Sahabat. Penghibur. Koordinator. Koordinator keluarga berarti mengorganisasi dan
merencanakan kegiatan-kegiatan keluarga yang berfungsi mengangkat keakraban dan
memerangi kesedihan.

Salain peran yang bersifat adaptif ada juga peran yang merusak kesejahteraan keluarga
antara lain:

a. Dominator. Kecendrungan memaksakan kekuasaan atausuperioritas dengan


memanipulasi anggota kelompok, membanggakan kekuasaannya, bertindak seakan-
akan mengetahui segala-galanya, dan tampil sempurna
b. Martir. Tidak menginginkan apa-apa untuk dirinya, ia hanya berkorban untuk
anggoota keluarganya.
c. Kambing hiatam keluarga. Masalah anggota keluarga yang telah diidentifikasi dalam
keluarga sebagai korban atau tempat pelampiasan ketegangan dan rasa permusuhan,
baik secara jelas ataupun tidak,kambing hitam berfungsi sebagai tempat penyaluran.

2.1.5 Fungsi Keluarga


12

Fungsi keluarga menurut Friedman (1998) dalam Sudiharto (2007), adalah sebagai
berikut:
a. Fungsi Afektif (The affective function)
Fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan
anggota keluarga berhubungan dengan orang lain, fungsi ini dibutuhkan untuk
perkembangan individu dan psikososial keluarga.
b. Fungsi Sosialisasi dan penempatan sosial (sosialisation and social placement
fungtion)
Fungsi pengembangan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum
meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
c. Fungsi Reproduksi (reproductive function)
Fungsi untuk mempertahankan generasi menjadi kelangsungan keluarga.
d. Fungsi Ekonomi (the economic function)
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat
untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.
e. Fungsi Perawatan atau pemeliharaan kesehatan (the healty care function)
Fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap
memiliki produktivitas tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di
bidang kesehatan.
2.1.6 Tugas kesehatan keluarga
Tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut :
a. Mengenal masalah kesehatan keluarga
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarrga yang tidak boleh diabaikan, orang tua
perlu mengenal keadaan kesehatan dan pperubahan-perubahan yang dialami oleh
anggota keluarganya. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga,
secara tidak langsung akan menjadi perghatian keluarga atau orang tua. Apabila
menyadari adanya perubahan, keluargaperlu mencatat kapan terjadinya, perubahan
apa yang terjadi, dan seberapa besar perubahannya.
b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
13

Tugas ini merupakan upaya keluarga untuk mencari pertolongan sesuai dengan
keadaan keluarga, dengan mempertimbangkan siapa diantara anggota keluarga yang
mempunyai kemampuan memutuskan sebuah tindakan. Tindakan kesehaatan yang
dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan yang sedang
terjadi dapat dikurangi atau teratasi. Jika keluarga mengalami keterbataasan dalam
mengambilkeputusan, maka keluarga dapat meminta bantuan kepada orang lain di
lingkungan tempat tinggalnya.
c. Memberi perawatan kepada anggota keluarga yang sakit
Sering kali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat, tetapi jika keluarga
masih merasa mengalami keterbatasan, maka anggota keluarga yang mengalami
gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar
masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi
pelayanan kesehatan atau di rumah apabila keluarga telah memiliki kemampuan
melakukan tindakan untuk pertolongan pertama.
d. Mempertahankan suasana rumah yang sehat
Rumah merupakan tempat berteduh, berlundung, dan bersosialisasi bagi anggota
keluarga. Sehingga anggota keluarga akan memiliki waktu lebih banyak
berhubungan denagn lingkungan tempat tinggal. Oleh karena itu, kondisi rumah
haruslah dapat menjadikan lambang ketenanangan, keindahan, ketentaraman, dan
dapat menunjang kesehatan bagi anggota keluarga.
e. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat
Apabila mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan dengan kesehatan
keluarga atau anggota keluarga harus dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang
ada di sekitarnya. Keluarga dapat berkonsultasi atau meminta bantuan tenaga
keperawatan untuk memecahkan masalah yang dialami keluarganya, sehingga
kelaurga dapat bebas dari segala macam penyakit
2.1.7 Perkembangan Keluarga
Perkembangan keluarga adalah proses perubahan yang terjadi dalam sistem keluarga.
Perkembangan keluarga meliputi perubahan pola interaksi dan hubungan antara anggota
keluarganya di sepanjang waktu. Siklus perkembangan kelauarga merupakan komponen
kunci dalam setiap keranga kerja yang memeandang kelaurga sebagai suatu sistem.
14

Kerangka perkembanagan keluarga menurut Evelyn Duvall memberikan pedoman


untuk memeriksa dan menganalisis perubahan dan perkembangan tugas-tugas dasar yang
ada dalam keluarga selam siklus kehidupan mereka. Tingkat perkembangan keluarga
ditandai oleh usia anak yang tertua. Meskipun setiap keluarga melalui tahapan
perkembangannya secara unik, namun secara umum seluruh keluarga mengikuti pola
yang sama.
a. Tahap I Pasangan baru atau Keluarga baru
Keluarga baru dimulai pada saat masing-masing individu, suami dan istri membentuk
keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga masing-masing,
secara psikologis keluarga tersebut sudah memiliki keluarga baru. Masing-masing
pasangn menghadapi perpisahan dengan keluarga orang tuanya dan mulai membina
hubungan baru dengan keluarga dan kelompok sosial pasangan masing-masing.
Menurut Mubarak et al (2011) tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah:
1) Membina hubungan iintim dan kepuasan bersama;
2) Menetapkan tujuan bersama;
3) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, dan kelompok sosial;
4) Merencanakan anak (KB)
5) Menyesuaikan diri dengan kehamilan dan mempersiapkan diri untuk menjadi
orang tua.

Menurut Carter dan Mc. Goldrick (1988), Dural dan Miller (1985) tugas
perkembangan keluarga meliputi:

1) Membangun perkawinan yang saling memuaskan


2) Menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis
3) Keluarga berencana (keputusan tentang kedudukan sebagai orang tua)
b. Tahap II keluarga dengan kelahiran anak pertama
Keluarga yang menantikan kelajiran di mulai dari kehamilan sampai kelahiran
anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan (2,5 tahun0.
Kehamilan dan kelahiran bayi perlu dipersiapkan oleh pasangan suami-istri melaui
beberapa tugas perkembanagn yang penting. Kelahiran bayi pertama memberi
perubahan yang besar dalam keluarga, sehingga pasangan harus beradaptasi dengan
15

perannya untuk memenuhi kebutuhan bayi. Masalah yang sering terjadi dengan
kelahiran bayi adalah pasangan merasa terabaikan karean fokus perhatian kedua
pasangan tertuju pada bayi. Suami merasa belum siap menjadi ayah atau sebaliknya
istri belum siap menjadi ibu.

Tugas perkembangan pada masa ini antara lain


1) Persiapan menjadi orang tua
2) Membagi peran dan tanggung jawab
3) Menata ruang untuk anak atau mengembangkan suasana rumah yang
menyenangkan
4) Mempersiapkan biaya atau dana untuk child bearing
5) Memfasilitasi role learning anggota keluarga
6) Bertanggung jawab memenuhi kebutuhan bayi sampai balita
7) Mengadakan kebiasaan keagamaan secara rutin

c. Tahap III keluarga dengan anak usia prasekolah


Tahap ini dimulai sejak anak berusia 2,5 tahun dan berakhir pada saat anak
berusia 5 tahun. Pada tahap ini orang tua beradaptasi terhadap kebutuhan-kebutuhan
dan minat dari anak prasekolah dalam meningkatkan pertumbuhannya. Kehidupan
keluarga pada saat ini sangat sibuk dan anak sangat bergantung pada orang tua. Orang
tua mempunyai peran untuk menstimulasi perkembangan individual anak, khususnya
kemandirian anak agar tugas perkembangan anak pada fase ini tercapai.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain sebagai berikut :
1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti: tempat tinggal, privasi dan rasa
aman
2) Membantu anak bersosialisasi
3) Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain
juga harus terpenuhi
4) Mempertahankan hubunga yang sehat, baik didalam mupun diluar keluarga
5) Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak
16

6) Pembagian tanggung jawab anggota kelauarga


7) Kegiatan dan waktu untuk menstimulasi tumbuh kembang anak

d. Tahap IV keluarga dengan anak usia sekolah


Tahap ini dimulai ketika anak pertama berusia 6 tahun dan mulai masuk sekolah
dasar dan berakhir pada usia 12 tahun. Pada fase ini umumnya kelaurga
mencapaijumlah anggota maksimal, sehingga keluarga sanagt sibuk. Selain aktivitas
di sekolah, masing-masing anak memiliki aktivitas dan minatnya sendiri. pada tahap
ini orang tua harus belajar berpisah dengan anak, memberi kesempatan anak
bersosialisasi, baik aktivitas di sekolah ataupun di luar sekolah.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain:
1) Memberikan perhatian tentang kegiatan sosial anak, pendidikan , dan semangat
belajar.
2) Tetap mempertahankan hubungan yang harmonis dalam perkawinan
3) Mendorong anak untuk mencapai perkembangan daya intelektual
4) Menyediakan aktivitas untuk anak
5) Menyesuaikan pada aktivitas komunitas dangan mengikut sertakan anak
e. Tahap V keluarga dengan anak remaja
Tahapini dimulai ketika anak berusia 13 tahun dan biasanya sampai pada usia 19-20
tahun, pada saat anak akan meninggalkan rumah orang tuanya.
f. Tahap VI: keluarga yang melepas anak usia dewasa muda yang ditandai oleh anak
pertama meninggalkan rumah orang tua dan berakhir dengan “rumah kosong”, ketika
anak terakhir meninggalkan rumah. Tahap ini dapat singkat atau agak panjang,
tergantung pada berapa banyak anak yang belum menikah yang masih tinggal di
rumah. Fase ini ditandai oleh tahun-tahun puncak persiapan dari dan oleh anak-anak
untuk kehidupan dewasa yang mandiri.
g. Tahap VII: orang tua usia pertengahan, dimulai ketika anak terakhir meninggalkan
rumah dan berakhir pada saat pensiun atau kematian salah satu pasangan.
17

h. Tahap VIII: keluarga dalam masa pensiun dan lansia dimali dengan salah satu atau
kedua pasangan memasuki masa pensiun, hingga salah satu pasangan meninggal dan
berakhir dengan pasangan lainnya meninggal.

2.2 KONSEP LANSIA


2.2.1 Pengertian Lansia

Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses

kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan di alami oleh setiap individu. Pada

tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental,

khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah

dimilikinya.Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuan normal, seperti

rambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman

panca indera, serta kemunduran daya tahan tubuh, merupakan ancaman bagi integritas

orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan

peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Semua

hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi

secara bijak (Soejono, 2009)

WHO dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun1998 tentang kesejahteraan lanjut

usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah permulaan

tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur

mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan

tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan

kematian (Nugroho, 2008).


18

Dalam Buku Ajar Geriatri, Prof. Dr. R. Boedi Darmojo dan Dr. H. Hadi Martono

(1994) mengatakan bahwa “menua” (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnnya

secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan

mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap

jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

2.2.2 Batasan Lanjut Usia

Bantuan penghidupan orang jompol lanjut usia yang termuat dalam pasal 1

dinyatakan sebagai berikut: "Seorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau

lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau

tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan

menerima nafkah dari orang lain (ini sudah diperbarui karena sudah tidak relevan lagi).

Saat ini berlaku Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia

yang berbunyi sebagai berikuti: BAB I pasal 1 ayat 2 yang berbunyi "lanjut usia adalah

seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas”.

Sebenarnya lanjut usia merupakan suatu proses alami yang tidak dapat

ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Umur manusia sebagai makhluk hidup terbatas

oleh suatu peraturan alam. Umur manusia maksimal sekitar 6x umur masa bayi sampai

(6x20 tahun: 120 tahun). Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua

merupakan masa hidup manusia yang terakhir, yang pada masa ini seseorang

mengalami kemunduran hasil, mental, dan sosial sedikit demi sedikit sampai tidak dapat

melakukan fungsinya sehari-hari lagi sehingga bagi kebanyakan orang, masa tua itu

merupakan masa yang kurang menyenangkan.


19

Batasan Lansia menurut Hurlock (1979), batasan lansia dibagi menjadi 2 yaitu:

1) Early Old Age (usia 60-70 Tahun), 2) Advance old Age (usia 70 tahun ke atas).

Sedangkan menurut Burnside (1979) ada empat tahapan lanjut usia yakni yaitu :

1) Young old (usia 60-69 tahun), 2) Middle age (usia 70-79 tahun), 3) Old-old (usia 80-

89 tahun), 4) Very Old-old (usia 90 tahun ke atas (Nugroho, 2008)

Mengapa menjadi tua merupakan masalah? Hal tersebut secara ringkas dapat

dijawab sebagai berikut: Semua orang ingin panjang umur tetapi tidak ada yang mau

menjadi tua. Sebagaimana jadinya ada dua keinginan yang saling bertentangan.

Pernyataan tersebut seolah-olah sama sekali memisahkan soal pertambahan usia dari

soal menjadi tua dan mengapa tak pernah identik satu sama lain. Sehubungan dengan

hal tersebut, Birren and Jenner 1997 mengusulkan untuk membedakan antara: usia

biologis, usia psikologis, dan usia sosial.

1. Usia Biologis: yang menunjuk kepada jangka waktu seseorang sejak lahirnya berada

dalam keadaan hidup tidak mati.

2. Usia psikologis: yang menunjuk kepada kemampuan seseorang untuk mengadakan

penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya.

3. Usia Sosial: yang menunjuk kepada peran-peran yang diharapkan amu diberikan

masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya.

Ketiga jenis usia yang dibedakan oleh Birren dan Jenner itu saling

mempengaruhi dan proses-prosesnya saling berkaitan. Oleh karena itu, secara umum

tidak akan tedapat perbedaan yang terlalu menyolok antara kelangsungan ketiga jenis

usia tersebut. Dalam batas-batas tertentu orang lanjut usia tua dilihat dari keadaan
20

fisiknya namun tetap bersemangat muda. Yang pertama ada hubungan dengan usia

biologis kedua dengan usia psikologisnya.

Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa lanjut usia merupakan

periode di mana seorang individu telah mencapai kemasakan dalam proses kehidupan,

serta telah menunjukan kemunduran fungsi organ tubuh sejalan dengan waktu, tahapan

ini dapat mulai dari usia 55 tahun sampai meninggal. Tetapi bagi orang lain, periode ini

adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran, masa

kelemahan manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak

memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok orang yang

homogen. Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda.

2.2.3 Perubahan 4 Aspek Lanjut Usia

Secara umum ada 4 aspek lanjut usia yang terjadi yaitu dari:

a. Secara fisik

Dilihat secara fisik pada masa lanjut usia tersebut berubah karena Penuaan terbagi

atas penuaan primer (primary aging) dan penuaan sekunder (secondary aging). Pada

penuaan primer tubuh mulai melemah dan mengalami penurunan alamiah.

Sedangkan pada proses penuaan sekunder, terjadi proses penuaan karena faktor-

faktor eksteren, seperti lingkungan ataupun perilaku. Berbagai paparan lingkungan

dapat dapat mempengaruhi proses penuaan, misalnya cahaya ultraviolet serta gas

karbindioksida yang dapat menimbulkan katarak, ataupun suara yang sangat keras

seperti pada stasiun kereta api sehingga dapat menimbulkan berkurangnya kepekaan

pendengaran. Selain hal yang telah disebutkan di atas perilaku yang kurang sehat
21

juga dapat mempengaruhi cepatnya proses penuaan, seperti merokok yang dapat

mengurangi fungsi organ pernapasan.

Penuaan membuat sesorang mengalami perubahan postur tubuh. Kepadatan

tulang dapat berkurang, tulang belakang dapat memadat sehingga membuat tulang

punggung menjadi telihat pendaek atau melengkung. Perubahan ini dapat

mengakibatkan kerapuhan tulang sehingga terjadi osteoporosis, dan masalah ini

merupakan hal yang sering dihadapi oleh para lansia.

Penuaan yang terlihat pada kulit di seluruh tubuh lansia, kulit menjadi

semakin menebal dan kendur atau semakin banyak keriput yang terjadi. Rambut

yang menjadi putih juga merupakan salah satu cirri-ciri yang menandai proses

penuaan. Kulit yang menua menjadi menebal, lebih terlihat pucat dan kurang

bersinar. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam lapisan konektif ini dapat

mengurangi kekuatan dan elasitas kulit, sehingga para lansia ini menjadi lebih

rentan untuk terjadinya pendarahan di bawah kulit yang mengakibatkan kulit

mejadi tampak biru dan memar. Pada penuaan kelenjar ini mengakibatkan

kelenjar kulit mengasilkan minyak yang lebih sedikit sehingga menyebabkan kulit

kehilangan kelembabanya dan mejadikan kulit kering dan gatal-gatal. Dengan

berkurangnya lapisan lemak ini resiko yang dihadapi oleh lansia menjadi lebih

rentan untuk mengalami cedera kulit.

Penuaan juga mengubah sistem saraf. Masa sel saraf berkurang yang

menyebabkan atropy pada otak spinal cord. Jumlah sel berkurang, dan masing-

masing sel memiliki lebih sedikit cabang. Perubahan ini dapat memperlambat

kecepatan transmisi pesan menuju otak. Setelah saraf membawa pesan,


22

dibutuhkan waktu singkat untuk beristirahat sehingga tiidak dimungkinkan lagi

mentrasmisikan pesan yang lain. Selain itu juga terdapat penumpukan produksi

buangan dari sel saraf yang mengalami atropy pada lapisan otak yang

menyebabkan lapisan plak atau noda.

Orang lanjut usia juga memiliki berbagai resiko pada sistem saraf, mislanya

berbagai jenis infeksi yang diderita oleh seorang lansia juga dapat mempengaruhi

proses berfikir ataupun perilaku. Penyebab lain yang menyebabkan kesulitan

sesaat dalam proses berfikir dan perilaku adalah gangguan regulasi glukosa dan

metabolisme lansia yang mengidap diabetes. Fluktuasi tingkat glukosa dapat

menebabkan gangguan berfikr. Perubahan signifikan dalam ingatan, berfikir atau

perilakuan dapat mempengaruhi gaya hidup seorang lansia. Ketika terjadi

degenerasi saraf, alat-alat indra dapat terpengaruh. Refleks dapat berkurang atau

hilang.

Alat-alat indra persebtual juga mengalami penuaan sejalan dengan

perjalanan usia. Alat-alat indra menjadi kurang tajam, dan orang dapat mengalami

kesulitan dalam membedakan sesuatu yang lebih detail, misalnya ketika seorang

lansia di suruh untuk membaca koran maka orang ini akan mengalami kesulitan

untuk membacanya, sehingga dibutuhkan alat bantu untuk membaca berupa

kacamata. Perubahan alat sensorik memiliki dampak yang besar pada gaya hidup

sesorang. Seseorang dapat mengalami masalah dengan komunikasi, aktifitas, atau

bahkan interaksi sosial.

Pendengaran dan pengelihatan merupakan indra yang paling banyak

mengalami perubahan, sejalan dengan proses penuaan indra pendengaran mulai


23

memburuk. Gendang telinga menebal sehingga tulang dalam telinga dan stuktur

yang lainya menjadi terpengaruh. Ketajaman pendengaran dapat berkurang karena

terjadi perubhan saraf audiotorik. Kerusakan indra pendengaran ini juga dapat

terjadi karena perubahan pada lilin telinga yang biasa terjadi seiring

bertambahnya usia.

Struktur mata juga berubah karena penuaan. Mata memproduksi lebih

sedikit air mata, sehingga dapat me,buat mata menjadi kering. Kornea menjadi

kurang sensitif. Pada usia 60 tahun, pupil mata berkurang sepertiga dari ukuran

ketika berusia 20 tahun. Pupil dapat bereaksi lebih lambat terhadap perubahan

cahaya gelap ataupun terang. Lensa mata menjadi kuning, kurang fleksibel, dan

apabila memandang menjadi kabur dan kurang jelas. Bantalan lemak pendukung

berkurang, dan mata tenggelam ke kantung belakang. Otot mata menjadikan mata

kurang dapat berputar secara sempurna, cairan di dalam mata juga dapat berubah.

Masalah yang paling yang paling umum dialami oleh lansia adalah kesulitan

untuk mengatur titik focus mata pada jarak tertentu sehingga pandangan menjdi

kurang jelas.

Perubahan fisik pada lansia lebih banyak ditekankan pada alat indera dan

sistem saraf mereka. Sistem pendengaran, penglihatan sangat nyata sekali

perubahan penurunan keberfungsian alat indera tersebut. Sedangkan pada sistem

sarafnya adalah mulai menurunnya pemberian respon dari stimulus yang

diberikan oleh lingkungan. Pada lansia juga mengalami perubahan keberfungsian

organ-organ dan alat reproduksi baik pria ataupun wanita. Dari perubahan-

perubahan fisik yang nyata dapat dilihat membuat lansia merasa minder atau
24

kurang percaya diri jika harus berinteraksi dengan lingkungannya (J.W.Santrock,

2002 :198). Dari penjelasan di atas dapat di tarik kesimpulan berkenaan dengan

cirri-ciri fisik lansia yaitu sebagi berikut (1) postur tubuh lansia mulai berubah

bengkok (bungkuk),(2) kondisi kulit mulai kering dan keriput,(3) daya ingat mulai

menurun,(4) kondisi mata yang mulai rabun,(5) pendengaran yang berkurang.

Perkembangan Intelektual, karena menurut david Wechsler dalam Desmita

(2008) kemunduran kemampuan mental merupakan bagian dari proses penuaan

organisme sacara umum, hampir sebagian besar penelitian menunjukan bahwa

setelah mencapai puncak pada usia antara 45-55 tahun, kebanyakan kemampuan

seseorang secara terus menerus mengalami penurunan, hal ini juga berlaku pada

seorang lansia.

Ketika lansia memperlihatkan kemunduran intelektualiatas yang mulai

menurun, kemunduran tersebut juga cenderung mempengaruhi keterbatasan

memori tertentu. Misalnya seseorang yang memasuki masa pensiun, yang tidak

menghadapi tantangan-tantangan penyesuaian intelektual sehubungan dengan

masalah pekerjaan, dan di mungkinkan lebih sedikit menggunakan memori atau

bahkan kurang termotivasi untuk mengingat beberpa hal, jelas akan mengalami

kemunduran memorinya. Menurut Ratner et.al dalam desmita (20080 penggunaan

bermacam-macam strategi penghafalan bagi orang tua, tidak hanya

memungkinkan dapat mencegah kemunduran intelektualitas, melinkan dapat

menigkatkan kekuatan memori pada lansia tersebut.

Kemerosotan intelektual lansia ini pada umumnya merupakan sesuatau yang

tidak dapat dihindarkan, disebabkan berbagai faktor, seperti penyakit, kecemasan


25

atau depresi. Tatapi kemampuan intelektual lansia tersebut pada dasarnya dapat

dipertahankan. Salah satu faktor untuk dapat mempertahankan kondisi tersebut

salah satunya adalah dengan menyediakan lingkungan yang dapat merangsang

ataupun melatih ketrampilan intelektual mereka, serta dapat mengantisipasi

terjadinya kepikunan.

Perkembangan Emosional pada masa memasuki masa tua, sebagian besar

lanjut usia kurang siap menghadapi dan menyikapi masa tua tersebut, sehingga

menyebabkan para lanjut usia kurang dapat menyesuaikan diri dan memecahkan

masalah yang dihadapi (Widyastuti, 2000). Munculnya rasa tersisih, tidak

dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan menerima kenyataan baru seperti penyakit yang

tidak kunjung sembuh, kematian pasangan, merupakan sebagian kecil dari

keseluruhan perasaan yang tidak enak yang harus dihadapi lanjut usia.

Hal – hal tersebut di atas yang dapat menjadi penyebab lanjut usia kesulitan

dalam melakukan penyesuaian diri. Bahkan sering ditemui lanjut usia dengan

penyesuaian diri yang buruk. Sejalan dengan bertambahnya usia, terjadinya

gangguan fungsional, keadaan depresi dan ketakuatan akan mengakibatkan lanjut

usia semakin sulit melakukan penyelesaian suatu masalah. Sehingga lanjut usia

yang masa lalunya sulit dalam menyesuaikan diri cenderung menjadi semakin

sulit penyesuaian diri pada masa-masa selanjutnya.

Yang dimaksud dengan penyesuaian diri pada lanjut usia adalah

kemampuan orang yang berusia lanjut untuk menghadapi tekanan akibat

perubahan perubahan fisik, maupun sosial psikologis yang dialaminya dan

kemampuan untuk mencapai keselarasan antara tuntutan dari dalam diri dengan
26

tuntutan dari lingkungan, yang disertai dengan kemampuan mengembangkan

mekanisme psikologis yang tepat sehingga dapat memenuhi kebutuhan–

kebutuhan dirinya tanpa menimbulkan masalah baru.

Pada orang – orang dewasa lanjut atau lanjut usia, yang menjalani masa

pensiun dikatakan memiliki penyesuaian diri paling baik merupakan lanjut usia

yang sehat, memiliki pendapatan yang layak, aktif, berpendidikan baik, memiliki

relasi sosial yang luas termasuk diantaranya teman – teman dan keluarga, dan

biasanya merasa puas dengan kehidupannya sebelum pensiun (Palmore, dkk,

1985). Orang – orang dewasa lanjut dengan penghasilan tidak layak dan

kesehatan yang buruk, dan harus menyesuaikan diri dengan stres lainnya yang

terjadi seiring dengan pensiun, seperti kematian pasangannya, memiliki lebih

banyak kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan fase pensiun (Stull & Hatch,

1984).

Penyesuaian diri lanjut usia pada kondisi psikologisnya berkaitan dengan

dimensi emosionalnya dapat dikatakan bahwa lanjut usia dengan keterampilan

emosi yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan bahagia dan

berhasil dalam kehidupan, menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong

produktivitas mereka. Orang yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas

kehidupan emosinya akan mengalami pertarungan batin yang merampas

kemampuan mereka untuk berkonsentrasi ataupun untuk memiliki pikiran yang

jernih.

Ohman & Soares (1998) melakukan penelitian yang menghasilkan

kesimpulan bahwa sistem emosi mempercepat sistem kognitif untuk


27

mengantisipasi hal buruk yang mungkin akan terjadi. Dorongan yang relevan

dengan rasa takut menimbulkan reaksi bahwa hal buruk akan terjadi. Terlihat

bahwa rasa takut mempersiapkan individu untuk antisipasi datangnya hal tidak

menyenangkan yang mungkin akan terjadi. Secara otomatis individu akan bersiap

menghadapi hal-hal buruk yang mungkin terjadi bila muncul rasa takut. Ketika

individu memasuki fase lanjut usia, gejala umum yang nampak yang dialami oleh

orang lansia adalah “perasaan takut menjadi tua”. Ketakutan tersebut bersumber

dari penurunan kemampuan yang ada dalam dirinya. Kemunduran mental terkait

dengan penurunan fisik sehingga mempengaruhi kemampuan memori, inteligensi,

dan sikap kurang senang terhadap diri sendiri.

Ditinjau dari aspek yang lain respon-respon emosional mereka lebih

spesifik, kurang bervariasi, dan kurang mengena pada suatu peristiwa daripada

orang-orang muda. Bukan hal yang aneh apabila orang-orang yang berusia lanjut

memperlihatkan tanda-tanda kemunduran dalam berperilaku emosional; seperti

sifat-sifat yang negatif, mudah marah, serta sifat-sifat buruk yang biasa terdapat

pada anak-anak.

Orang yang berusia lanjut kurang memiliki kemampuan untuk

mengekspresikan kehangatan dan persaan secara spontan terhadap orang lain.

Mereka menjadi kikir dalam kasih sayang. Mereka takut mengekspresikan

perasaan yang positif kepada orang lain karena melalui pengalaman-pengalaman

masa lalu membuktikan bahwa perasaan positif yang dilontarkan jarang

memperoleh respon yang memadai dari orang-orang yang diberi perasaan yang

positif itu. Akibatnya mereka sering merasa bahwa usaha yang dilakukan itu akan
28

sia-sia. Semakin orang berusia lanjut menutup diri, semakin pasif pula perilaku

emosional mereka.

b. Secara psikologis

Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan

kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain.

Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum

maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.

Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa

lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia

dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang

dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah

sebagai berikut:

a. Penurunan Kondisi Fisik

b. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual

c. Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia

d. Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh

tradisi dan budaya.

e. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.

f. Pasangan hidup telah meninggal.

g. Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa

lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.

Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan

kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling ber interaksi satu sama lain.
29

Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum

maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.

Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang

dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari

Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi

aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)

Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan

pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta

psikososial yang menyertai kehidupan lansia.

Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari

masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif

dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.

Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri,

yaitu :

1. Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia.

2. Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif

3. Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila : a) Ketergantungan pada

orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain), b) Mengisolasi diri atau

menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya

setelah menajalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah

kematian pasangan hidup dan lain-lain.

4. Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga

membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif


30

terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis

dsb. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling

berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa

berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.

Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap psikologi lansia.

Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat

menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi

para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai

berikut:

c. Penurunan Kondisi Fisik

Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya

kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya

tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang

makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki

masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat

menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang

selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.

Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat,

maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik

maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi

kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya.


31

Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya

makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.

d. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual

Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali

berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung, gangguan

metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis, baru selesai operasi : misalnya

prostatektomi, kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu

makan sangat kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi,

golongan steroid, tranquilizer.

Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain : 1) Rasa tabu atau malu

bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia, 2) Sikap keluarga dan

masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya. 3)

Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.4) Pasangan

hidup telah meninggal. 5) Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau

masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.

e. Perubahan Aspek Psikososial

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan

fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,

pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan

perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif)

meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan,

tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.


32

Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami

perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.

Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia

sebagai berikut:

1. Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak

banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.

2. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada

kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia

tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.

3. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya

sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu

harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup

meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika

tidak segera bangkit dari kedukaannya.

4. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah

memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak

keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga

menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.

5. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini

umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain

atau cenderung membuat susah dirinya.

Secara psikologis ada berbagai macam pengaruh bagi lansia dilihat dari

aspek psikologis yaitu


33

a. Gangguan persepsi

b. Proses berpikir

c. Gangguan Sensorik dan kognitif

d. Gangguan Kesadaran

e. Gangguan Orientasi yaitu Gangguan orientasi terhadap waktu, tempat dan orang

berhubungan dengan gangguan kognisi. Gangguan orientasi sering ditemukan

pada gangguan kognitif, gangguan kecemasan, gangguan buatan, gangguan

konversi dan gangguan kepribadian, terutama selam periode stres fisik atau

lingkungan yang tidak mendukung. Pemeriksa dilakukan dengan dua cara:

Apakah penderita mengenali namanya sendiri dan apakah juga mengetahui

tanggal, tahun, bulan dan hari.

f. Gangguan Daya ingat

g. Gangguan Fungsi intelektual

Didalam buku “Psikologi Agama” yang ditulis oleh Bambang Syamsul

Arifin, mengatakan bahwa manusia dari masa ke masa selalu bergerak melakukan

kegiatan untuk meraih harapan kesempurnaan dalam hidup dan terhindar dari

kekawatiran mereka, hal demikian tentu juga masih dirasakan oleh golongan orang-

orang lanjut usia.

f. Secara spiritual

Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupanya.Lansia

makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam berpikir dan

bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk

mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama,


34

serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin

hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan.

Kebutuhan spiritual sebagai bagian dari kebutuhan manusia secara utuh

hanya dapat dipenuhi apabila perawat dibekali dengan kemampuan memberikan

asuhan keperawatan dengan memperhatikan aspek spiritual klien sebagai bagian dari

kebutuhan holistik pasien sebagai mahluk yang utuh dan unik. Pemenuhan

kebutuhan spiritual diperlukan oleh pasien dan keluarga dalam mencari arti dari

peristiwa kehidupan yang dihadapi termasuk penderitaan karena sakit dan merasa

tetap dicintai oleh sesama manusia dan Tuhan.

Kelompok lanjut usia tidak dapat dipisahkan dari kelompok usia lainnya.

Yang dimaksud dengan kelompok usia lanjut adalah kelompok penduduk yang

berusia 60 tahun keatas (4). Lansia yang sedang sakit membutuhkan pembinaan,

bantuan dan pelayanan keperawatan termasuk pelayanan spiritual agar pada masa

lanjut usia mereka merasa sejahtera, dihargai, dihormati sebagai orang yang pada

usia mudanya pernah berprestasi. Berbagai upaya membantu lansia agar bahagia dan

sejahtera diperlukanmengingat pada masa lansia merupakan tahap kehidupan yang

tidak mudah. Pada periode ini individu dihadapkan pada berbagai kendala baik

karena kemunduran fisiknya maupun oleh kehilangan-kehilangan peran sosialnya.

Kondisi inimenyebabkan lansia cenderung lebih rentan terhadap berbagai problem

kejiwaan seperti depresi, kecemasan, gangguan tidur, kepikunan dan sebagainya.

Problem kejiwaan yang ditandai dengan perubahan perilaku dapat merupakan

manisfestasi gangguan fungsi spiritual lansia yang seharusnya diwaspadai oleh

perawat. Lansia yang mengalami gangguan fungsi spiritual tentulah tidak bisa
35

menjalani masa lansia dengan bahagia dan sejahtera serta tujuan lanjut usia yang

disebut “menua sehat” (healthy aging) tidak dapat dicapai. Menjalani lanjut usia

yang bahagia, sejahtera dan sehat hanya dapat dicapai apabila lansia tersebut merasa

sehat secara fisik, mental/spritual dan sosial, merasa dibutuhkan, merasa dicintai,

mempunyai harga diri serta dapat berpartisipasi dalam kehidupan.

Sehat spiritual di masa lansia bila ia “sadar“ siapa dirinya yang sebenarnya,

dimana tempat ia berada di alam semesta dan kemanakah tujuan hidup dimasa

tuanya . Kesadaran tersebut dipengaruhi oleh usaha pemenuhan kebutuhan dan

pencapain tertinggi yaitu spiritual. Dengan terpenuhinya kebutuhan tertinggi yaitu

spiritual maka seseorang memiliki kehidupan yang berkualitas.Dengan demikian

sudah selayaknya seorang yang lanjut usia diupayakan dapat terpenuhi kebutuhan

spiritualnya (5). Hal ini diperteguh dengan adanya slogan tahun usia lanjut WHO

1982 ialah: “Do not put years to life but life into years”, yang berarti usia panjang

tidaklah ada artinya bila tidak berguna dan bahagia dan mandiri sejauh mungkin,

dengan mempunyai kualitas hidup yang baik. “Long life without continous

usefulness, productivity and good quality of life is not a blessing”. Kelompok lansia

yang menderita sakit berupaya mencapai hidup yang bahagia, sejahtera dan sehat

dengan cara mencari penyembuhan, diantaranya dengan berobat atau pun dirawat di

panti.

Sebuah penelitian menyatakan bahwa lansia yang lebih dekat dengan agama

menunjukkan tingkatan yang tinggi dalam hal kepuasan hidup, harga diri dan

optimisme. Kebutuhan spiritual (keagamaan) sangat berperan memberikan

ketenangan batiniah, khususnya bagi para Lansia. Rasulullah bersabda “semua


36

penyakit ada obatnya kecuali penyakit tua”. Sehingga religiusitas atau penghayatan

keagamaan besar pengaruhnya terhadap taraf kesehatan fisik maupun kesehatan

mental, hal ini ditunjukan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hawari (1997),

bahwa :

1. Lanjut usia yang nonreligius angka kematiannya dua kali lebih besar daripada

orang yang religius.

2. Lanjut usia yang religius penyembuhan penyakitnya lebih cepat dibandingkan

yang non religius.

3. Lanjut usia yang religius lebih kebal dan tenang menghadapi operasi atau

masalah hidup lainnya.

4. Lanjut usia yang religius lebih kuat dan tabah menghadapi stres daripada yang

nonreligius, sehingga gangguan

5. Lanjut usia yang religius tabah dan tenang menghadapi saat-saat terakhir

(kematian) daripada yang nonreligius.

g. Secara sosial

Umumnya lansia banyak yang melepaskan partisipasi sosial mereka,

walaupun pelepasan itu dilakukan secara terpaksa. Orang lanjut usia yang

memutuskan hubungan dengan dunia sosialnya akan mengalami kepuasan.

Pernyataan tadi merupakan disaggrement theory. Aktivitas sosial yang banyak pada

lansia juga mempengaruhi baik buruknya kondisi fisik dan sosial lansia.

(J.W.Santrock, 2002, h.239).

Sebagian besar hubungan lansia dengan anak jauh kurang memuaskan yang

disebabkan oleh berbagai macam hal. Penyebabnya antara lain : kurangnya rasa
37

memiliki kewajiban terhadap orang tua, jauhnya jarak tempat tinggal antara anak dan

orang tua. Lansia tidak akan merasa terasing jika antara lansia dengan anak memiliki

hubungan yang memuaskan sampai lansia tersebut berusia 50 sampai 55 tahun.

Orang tua usia lanjut yang perkawinannya bahagia dan tertarik pada dirinya

sendiri maka secara emosional lansia tersebut kurang tergantung pada anaknya dan

sebaliknya. Umumnya ketergantungan lansia pada anak dalam hal keuangan. Karena

lansia sudah tidak memiliki kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan

hidupnya. Anak-anaknya pun tidak semua dapat menerima permintaan atau

tanggung jawab yang harus mereka penuhi.

Hubungan Sosio-Emosional Lansia yaitu masa penuaan yang terjadi pada

setiap orang memiliki berbagai macam penyambutan. Ada individu yang memang

sudah mempersiapkan segalanya bagi hidupnya di masa tua, namun ada juga

individu yang merasa terbebani atau merasa cemas ketika mereka beranjak tua.

Takut ditinggalkan oleh keluarga, takut merasa tersisihkan dan takut akan rasa

kesepian yang akan datang.

Keberadaan lingkungan keluarga dan sosial yang menerima lansia juga akan

memberikan kontribusi positif bagi perkembangan sosio-emosional lansia, namun

begitu pula sebaliknya jika lingkungan keluarga dan sosial menolaknya atau tidak

memberikan ruang hidup atau ruang interaksi bagi mereka maka tentunya

memberikan dampak negatif bagi kelangsungan hidup lansia.

h. Kondisi Fisik

a. Pengertian Kondisi Fisik


38

Dalam hampir semua kegiatan manusia sehari-hari, baik dalam kegiatan

fisik maupun non fisik kondisi fisik sesorang sangat berpengaruh. Dalam konteks

yang lebih khusus yaitu dalam kegiatan olahraga, maka kondisi seseorang sangat

mempengaruhi bahkan menentukan gerak penampilannya. Kondisi fisik itu

sendiri adalah satu kesatuan utuh dari komponen-komponen yang tidak dapat

dipisahkan begitu saja, baik peningkatan maupun pemeliharaannya. Artinya

bahwa di dalam usaha peningkatan kondisi fisik maka seluruh komponen

tersebut harus dikembangkan, walaupun disana-sini dilakukan dengan system

prioritas sesuai keadaan atau status tiap komponen itu dan untuk keperluan apa

keadaan atau status yang dibutuhkan tersebut. Hal ini akan semakin jelas bila

kita sampai pada masalah status kondisi fisik.

b. Macam-Macam Kondisi Fisik Lansia

Perubahan fisik pada lansia lebih banyak ditekankan pada alat indera dan

sistem saraf mereka. Sistem pendengaran, penglihatan sangat nyata sekali

perubahan penurunan keberfungsian alat indera tersebut. Sedangkan pada sistem

sarafnya adalah mulai menurunnya pemberian respon dari stimulus yang

diberikan oleh lingkungan. Pada lansia juga mengalami perubahan keberfungsian

organ-organ dan alat reproduksi baik pria ataupun wanita. Dari perubahan-

perubahan fisik yang nyata dapat dilihat membuat lansia merasa minder atau

kurang percaya diri jika harus berinteraksi dengan lingkungannya (J.W.Santrock,

2002 :198). Dari penjelasan di atas dapat di tarik kesimpulan berkenaan dengan
39

ciri-ciri fisik lansia yaitu sebagi berikut (1) postur tubuh lansia mulai berubah

bengkok (bungkuk),(2) kondisi kulit mulai kering dan keriput,(3) daya ingat mulai

menurun,(4) kondisi mata yang mulai rabun,(5) pendengaran yang berkurang.

Perawatan secara umum bagi mereka yang berusia lanjut dapat dibagi atas

dua bagian, yaitu:

1) Mereka yang masih aktif, yaitu mereka yang keadaan fisiknya masih mampu

bergerak tanpa bantuan orang lain, sehingga kebutuhan sehari-harinya dapat

dilaksankan sendiri.

2) Mereka yang pasif, yaitu mereka yang keadaan fisiknya memerlukan banyak

pertolongan orang lain, misalnya karena sakit atau lumpuh. Di samping itu,

kemunduran kondisi fisik akibat proses ketuaan dapat mempengaruhi

ketahanan tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar.

Secara fisik ada perubahan yang signifikan pada masa lansia yaitu:

a. Keadaan tubuh: Kadar lemak dalam tubuh meningkat akibat penurunan

aktivitas fisik dan kurang makanan berserat. Daya motorik otot menurun

membuat orang sulit bergerak. Jumlah air di dalam tubuh berkurang. Massa

tulangpun menurun karena kondisi tulang mulai rapuh, sementara

pertumbuhan tulang sudah berhenti.

b. Pencernaan: Gangguan pada gigi dan perubahan bentuk rahang

mengakibatkan sulitnya mengunyah makanan. Daya penciuman dan perasa

menurun, hal ini menyebabkan turunnya selera makan yang berakibat

kekurangan gizi. Menurunnya produksi asam lambung dan enzim pencernaan,


40

mempengaruhi penyerapan vitamin dan zat-zat lain pada usus. Penurunan

perkembangan lapisan otot pada usus, melemahkan dinding usus, dan

menurunkan daya cerna usus. Fungsi hati yang memproses racun, seperti obat-

obatan dan alkohol pun melemah.

c. Kekebalan tubuh: Akibat berkurangnya kemampuan tubuh memproduksi

antibodi pada masa lansia, sistim kekebalan tubuhpun menurun. Hal ini

membuat lansia rentan terhadap berbagai macam penyakit.

d. Jantung: Daya pompa jantung menurun karena elastisitas pembuluh arteri

melemah, semua ini akibat perubahan kolagen dan elastin dalam dinding

arteri.

e. Pernafasan: Fungsi paru-paru menurun akibat berkurangnya elastisitas serabut

otot yang mempertahankan pipa kecil dalam paru-paru tetap terbuka.

Penurunan fungsi ini akan lebih berat jika orang bersangkutan memiliki

kebiasaan merokok dan kurang berolahraga.

f. Otak dan syaraf. Menurunnya kemampuan fungsi otak melemahkan daya

ingat. Akibatnya, orang lansia suka sering lupa makan atau minum obat, yang

pada akhirnya akan menimbulkan penyakit.

g. Metabolisme tubuh: Penurunan fungsi hormon dalam tubuh. Penurunan

hormon seks pada wanita terjadi menjelang menopause.

h. Ekskresi: Penurunan aliran darah ke ginjal karena berkurangnya jumlah

nefron, yaitu unit yang berfungsi mengekstrak kotoran dari darah dan

membuangnya ke urine. Hal ini menyebabkan peningkatan volume urine dan

frekuensi pengeluaran urine.


41

i. Tulang: Pengurangan massa tulang karena pertambahan usia. Hal ini juga

disebabkan kurangnya mengkonsumsi makanan yang mengandung zat Ca

(kalsium), jarang berolahraga, menopause dini, dan hilangnya selera makan

(anoreksia).

2.3 KONSEP HIPERTENSI LANSIA

2.3.1 Pengertian Hipertensi

Hipertensi pada lansia didefinisikan dengan tekanan sistolik diatas 160 mmHg dan

tekanan diastolic diatas 90 mmHg. Tingkat hipertensi dan anjuran control (Fatimah,

2010).

Tingkat Tekanan Sistolik Tekanan Jadwal kontrol


(mmHg) Diastolik
(mmHg)
Tingkat I 140 – 159 90 – 99
Tingkat II 160 – 179 100 – 109
42

Tingkat III 180 – 209 110 – 119 1 bulan sekali


Tingkat IV 210 atau lebih 120 atau lebih
1 minggu sekali

Dirawat di RS

2.3.2 Pengkajian
1. Kebanyakan tanpa gejala, sakit ditekuk / belakang kepala, epistaxis, pusing.
2. Test diagnostic
a. Tekanan darah lebih dari 160/90 mmHg

b. Lab darah: Hemoglobin, hematokrit, urinalisa

3. Diagnosa keperawatan

a. Kurang pengetahuan

b. Kerusakan interaksi social

c. Koping individu tidak efektif

d. Penatalaksanaan regimen terapeutik tidak efektif

e. Perubahan nutrisi: lebih dari kebutuhan tubuh

f. Risiko cidera b.d komplikasi hipertensi

g. Ketidakpatuhan keluarga b.d kebutuhan terhadap terapi antihipertensi dan

kesalahpahaman bahwa terapi hanya selama periode simptomatik

4. Perencanaan

Tujuan:

1. Klien mengenal factor risiko

2. Klien menjelaskan proses penyakit dan pengaruhnya pada kesehatan

3. Klien menjalankan petunjuk dan farmakologi dalam kehidupan sehari-hari


43

4. Klien menjelaskan tujuan, dosis, daya kerja dan efek samping pengobatan

hipertensi

5. Klien berpartisipasi diluar rumah 2-3x seminggu

6. Klien makan rendah lemak dan kolestrol, menjalankan diet penurunan berat badan

½ - 1 kg per minggu.

5. Tindakan

1. Ajarkan factor risiko hipertensi seperti merokok, alcohol, intake hormonal, stress,

factor diet.

2. Jelaskan proses penyakit

3. Non farmakologi

a) BB lebih 10 % dari ideal hrus diturunklan

b) Batasi intake alcohol tidak lebih dari 1 ons ethanol per hari

c) Jalan kaki mulai 10-15 menit dan meningkat hingga 30-45 menit, 3-5 kali

perminggu.

d) Batasi intake natrium 2 gram (5 gram dapur) per hari.

e) Diet tinggi kalium, kalsium dan magnesium

f) Ikut program penghentian merokok

g) Batasi lemak jenuh dan kolestrol

h) Hindari stress dengan mengidentifikasi situasi stress dirumah dan tempat

kerja, memodifikasi reaksi, meditasi, relaksasi, visualisasi. Dll

Jika TD tetap diatas 140/90 mmHg selama 3-6 bulan menjalankan

nonfarmakologi, pengobatan baru diberikan.


44

4. Lanjutkan memantau tekanan darah secara teratur. Perhatikan penggunaan manset

yang sesuai.

5. Hindari makanan tinggi lemak dan kolestrol

a) Mentega, minyak kelapa, babi asin


b) Susu full krim, keju, es krim, coklat
c) Kuning telur (boleh 3 kali seminggu)
d) Kulit ayam, bebek, jeroan, daging beku
e) Kerang, udang, kepiting
f) Biskuit, kue datar, bolu gulung, pie, kukis, cake
g) Kentang goreng, instant soup
h) Alpukat

Yang boleh dimakan:

a) Minyak jagung, susu skim, putih telur


b) Daging anak sapi, ayam, ikan
c) Roti putih, roti gandum, sayur beku
d) Air kaldu, buah segar/kaleng
e) Angel cake, agar-agar, sorbet

BAB III

METODOLOGI

3.1 Lokasi Praktik

Lokasi pelaksanaan praktik asuhan keperawatan keluarga adalah di wilayah RW 14, RT

01, Pedukuhan Kejambon Kidul, Desa Sindumartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten

Sleman, Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta.


45

3.2 Strategi Perencanaan

Mahasiswa melaksanakan praktik asuhan keperawatan keluarga di Pedukuhan Kejambon

Kidur RW 14 RT 01, Desa Sindumartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman,

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta, yang merupakan wilayah kerja Puskesmas

Ngemplak 1.

3.3 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara:

1. Wawancara langsung kepada klien dan keluarga.


2. Pengkajian fisik kepada klien.
3. Observasi dengan melihat langsung keadaan klien, keluarga, dan lingkungan tempat
tinggal.
4. Kunjungan rumah dilakukan sebanyak 4 kali.
3.4 Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan diagnosa

keperawatan yang muncul pada keluarga, menyusun perencanaan tindakan keperawatan yang

akan dilakukan, mengimplementasikan tindakan keperawatan yang telah direncanakan,

mengevaluasi hasil dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan.

44
3.5 Jadwal Kegiatan

Kegiatan pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga dilaksanakan mulai tanggal 25 s/d 28

Agustus 2016

Tanggal 25 Agustus 2016 Pengenalan dan menjelaskan maksud kedatangan,

melakukan pengkajian.

Tanggal 26 Agustus 2016 Melakukan intervensi.

Tanggal 27 Agustus 2016 Melakukan Implementasi


46

Tanggal 28 Agustus 2016 Evaluasi dan mengakhiri kunjungan

BAB IV
HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Kegiatan

4.1.1 Hasil Wawancara

1. Genogram
47

Tn.A (63 Th) Ny.M (60 Th)

Tn. S (38 Th) Ny. S (35 Th)

:Laki- Laki
: Perempuan
: Hubungan Keluarga
: Klien

---------: Tinggal serumah

2. Pembahasan Genogram

Tabel 4.1 Daftar anggota keluarga Tn. A


No Nama Hubungan
. Anggota dengan L/P Umur Tanggal Pendidikan Pekerjaan Status
Keluarga Anggota lahir
Keluarga
1. Ny. M Istri P 60th 3-8- Tidak Ibu RT Menikah
1970 Sekolah

Keluarga dengan kepala 46


keluarga Bapak A, agama Islam, umur 63 tahun,

suku Jawa, pendidikan terakhir SD, pekerjaan buruh, dengan penghasilan

perbulan < 1 juta, pengeluaran kurang dari 1 juta, tingkat kesejahteraan keluarga

bapak A pada tingkat sejahtera II.

Tn.A adalah seorang kepala keluarga dan memiliki seorang istri Ny. M

berumur 60 tahun dengan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. Tn.A memilik 2
48

orang anak yaitu Tn.S berumur 38 tahun dan Ny.S berumur 35 tahun yang sudah

berkeluarga. Tn.A tinggal satu rumah hanya dengan istri nya.

3. Hasil Kuesioner

a. Tipe Keluarga

Tn.A merupakan keluarga dengan tipe keluarga nuclear family yaitu

keluarga yang dibentuk karena ikatan perkawinan yang direncanakan yang

terdiri dari suami, istri, dan anak-anak, dimana Tn.A tinggal bersama istri nya.

b. Data Kesehatan Lingkungan

a) Rumah

Rumah yang ditinggali keluarga Bapak A adalah milik sendiri, tembok

rumah beton, ukuran rumah 10x5 m, jumlah kamar tidur 2, 1 dapur, 1 ruang

tamu, 1 kamar mandi menyatu dengan wc, lantai rumah terbuat dari tehel,

atap rumah terbuat dari genting, penerangan rumah memakai listrik,

ventilasi rumah ada, kebersihan rumah baik.

b) Dapur

Untuk dapur alat-alat memasak menggunakan kompor minyak tanah dan

kompor gas yang dapat digunakan. Alat-alat masak seperti panci, wajan,

piring, gelas di letakan di rak.

c) Pembuangan Air Limbah


49

Untuk pembuangan air limbah dibuang terbuka yaitu melalui selokan

yang dialirkan di belakang rumah. Hal ini di karenakan di umah Tn.A belum

ada penampungan air limbah.

d) Sumber Air Minum

Untuk air, keluarga Bapak A. mengambil sumber air dari sumur gali,

pengolahan air minum dimasak, sumber air untuk keperluan sehari-hari dari

sumur gali, keadaan makroskopik air minum/masak tidak berwarna, tidak

berbau dan tidak berasa, untuk air cuci/mandi tidak berwarna, tidak berbau

dan tidak berasa pula.

e) Pembuangan Sampah

Pembuangan sampah dilakukan dengan cara dikumpulkan didalam satu

sumur yang tidak terlalu dalam, kemudian di bakar.

f) Jamban

Jarak sumber air dari jamban > 10 meter.jamban memakai septic tank

dan kebersihannya baik.

g) Kandang

Keluarga Tn. A tidak memiliki hewan peliharaan.

h) Lingkungan

Lingkungan rumah keluarga Bapak A, tidak terdapat halaman di depan

rumah karena di depan rumah Tn. A langsung berhadapan dengan jalan

umum yang dilalui warga, kebersihan lingkungan rumah keluarga Tn.A

cukup bersih.
50

i) Alat-alat Kesejahteraan

Keluarga Tn.A memiliki fasilitas transfortasi seperti sepeda motor dan

fasilitas hiburan seperti televisi dan radio.

c. Keluarga Berencana

Ny.M mengatakan sebelumnya pernah mendengar informasi tentang KB

dari petugas kesehatan, oleh karena itu Ny.M mengunakan alat kontrasepsi yaitu

pil.

d. Ibu Hamil

Didalam keluarga Tn.A tidak terdapat ibu hamil.

e. Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan

Untuk pemanfaatan fasilitas kesehatan keluarga bapak A jika ada anggota

keluarga yang sakit, keluarga Tn. A tidak langsung ke Puskesmas. Biasanya

keluarga Tn. A mencoba memakai obat dari warung terlebih dahulu untuk

mengurangi keluhan yang dirasakan apabila keluhan yang dirasakan lebih berat

baru keluarga bapak A membawa anggota keluarganya ke Puskesmas.

f. Pemeriksaan Kesehatan

Keluarga bapak A pernah mengalami masalah kesehatan keluarga

sekarang adalah Ny. M yaitu mengalami Hipertensi dengan keluhan sakit

kepala, leher tegang dan penglihatan agak sedikit kabur, hasil pemeriksaan

tekanan darah 160/100 mmHg.

g. Tugas dan Fungsi Keluarga

Tugas dan fungsi keluarga dari keluarga Tn. A mengenal gangguan

perkembangan kesehatan setiap anggota baik, mengambil keputusan untuk


51

tindakan kesehatan yang tepat baik, memberikan perawatan kepada anggota

keluarga yang sakit masih kurang baik, mempertahankan suasana dirumah yang

menguntungkan untuk kesehatan dan perkembangan kepribadian kurang baik,

mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-lembaga

kesehatan baik.

4.1.2 Tahap Penjajakan I


Masalah Kesehatan
a. Ancaman kesehatan : Resiko komplikasi penyakit
b. Kurang/ tidak sehat : Ny.M menderita hipertensi
c. Krisis : Tidak ada
4.1.3 Tahap Penjajakan II

Data Masalah Keperawatan

Data subyektif : Masalah Kesehatan :

Klien dan keluarganya mengatakan : hipertensi pada Ny.M

- Keluarga Tn.A mengatakan makanan yang


bersantan dan manis juga merupakan kesukaan Masalah keperawatan :
keluarga. Tidak pernah ada pembatasan makanan, Ketidakmampuan keluarga
kecuali pada makanan yang diharamkan oleh mengambil keptusan dan
agama.
memanfaatkan fasilitas
- Ny.M tidak mengetahui secara pasti pemicu
terjadinya hipertensi serta gejala hipertensi, begitu pelayanan kesehatan.
juga dengan anggota keluarga yang lain, Ny.M
mengatakan sering merasa keluhan sakit kepala,
leher tegang dan penglihatan agak sedikit kabur
bila makan makanan yang berlemak.
- Bila sakit, klien biasanya membeli obat sendiri di
warung. Untuk berobat ke tenaga kesehatan hanya
bila penyakit sudah parah dan ada uang untuk
berobat.
- Ny. M mengalami darah tinggi kurang lebih 1
tahun yang lalu dan diberi obat, tapi obat yang
diminum tidak teratur, dan Ny.M jarang
52

melakukan pemeriksaan kesehatan.


- Ny. M tidak membatasi makanannya, ia makan
dengan bebas makanan yang asin, berlemak dan
bakar-bakaran.
Data obyektif :

- Klien tampak bingung saat ditanya apakah


melakukan pantangan terhadap makanan.
- Hasil pemeriksaan tekanan darah 160/100 mmHg

4.1.4 Diagnosa Keperawatan


Ketidakefektifan manajemen regimen terapiutik keluarga berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dan memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan.
53

4.1.5 Rencana Asuhan Keperawatan Keluarga


Nama Kepala Keluarga: Tn. A
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Standar Evaluasi Rencana Intervensi
Evaluasi
Ketidakefektifan Tujuan umum :
manajemen regimen Setelah 3 hari pertemuan,
terapiutik keluarga diharapkan klien dapat
(Domain 1: Promosi memahami tentang masalah
lesehatan. Kelas 2: hipertensi.
Menejemen keshatan )
Tujuan khusus : Respon Keluarga dapat 1. Diskusikan dengan keluarga
Setelah pertemuan 3x45 menit, verbal menjelaskan kembali pengertian hipertensi
keluarga mampu : pengertian hipertensi : 2. Diskusikan dengan keluarga
1. Mengenal masalah hipertensi Hipertensi merupakan tanda terjadinya hipertensi
dengan : keadaan dimana tekanan
a) Menjelaskan apa yang darah melebihi dari 140/
dimaksud dengan 90 mmHg, seseorang
hipertensi dikatakan terkena
hipertensi tidak hanya 1
kali pengukuran, tetapi 2
kali atau lebih pada
waktu yang berbeda.

52
54

Waktu yang paling baik


untuk memeriksa
tekanan darah adalah
saat istirahat.
b) Menjelaskan penyebab Respon Keluarga dapat 1. Diskusikan penyebab
terjadinya hipertensi verbal menyebutkan penyebab terjadinya hipertensi secara
dari hipertensi : umum
Menyebutkan 7 dari 10 2. Minta keluarga menyebutkan
penyebab hipertensi kembali penyebab hipertensi
a. Faktor keturunan
b. Usia
c. Garam
d. Kolesterol
e. Obesitas/kegemuka
f. Stress
g. Rokok
h. Kafein
i. Minuman beralkohol
j. Kurang olahraga
c) Menjelaskan tanda dan Respon Keluarga mampu 1. Diskusikan tanda dan gejala
gejala hipertensi verbal meyebutkan tanda dan hipertensi
gejala hipertensi ; 2. Minta keluarga menyebutkan

53
55

Menyebutkan 5 dari 7 kembali tanda dan gejala


tanda dan gejala hipertensi
hipertensi 3. Beri pujian atas jawaban
yang benar
a. Sakit pada bagian
belakang kepala.
b. Leher terasa kaku.
c. Kelelahan
d. Mual dan muntah
e. Sesak napas.
f. Gelisah.
g. Sukar tidur.

54
56

4.1.6 Implementasi dan Evaluasi

Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf

Kamis, Ketidakefektifan TUK 1 Subjektif :


25 manajemen 1. Mengumpulkan keluarga Tn. A dan Keluarga mengatakan,
Agustus regimen meminta waktu sebantar untuk - Bersedia melakukan diskusi
terapiutik melakukan diskusi bersama. bersama.
2016
keluarga 2. Menjelaskan tujuan dan maksud - Keluarga dan mahasiswa sama-
kedatangan mahasiswa dengan jelas dan sama sepakat bahwa pertemuan
sederhana. beberapa hari nanti adalah untuk
3. Menyamakan pengkajian terkait kebaikan bersama terutama dalam
masalah kesehatan keluarga. bidang kesehatan keluarga.
4. Melakukan pemeriksaan kesehatan - Masalah yang dialami salah satu
dengan mengukur tekanan darah anggota keluarga adalah masalah
masing-masing anggota keluarga. tekanan darah tinggi.
5. Memberi kesempatan agar keluarga - Keluarga pernah memeriksakan
menilai masalah mereka masing- diri ke tempat pelayanan kesehatan
masing. Mahasiswa sebagai tapi tidak teratur mengkontrol
pembimbing bukan penilai. kembali keadaannya.
6. Meminta keluarga untuk menceritakan
mengenai apa yang mereka ketahui
berhubungan dengan penyakit yang Keluarga bersama mahasiswa
dialami. melakukan pengukuran tekanan darah
7. Membiarkan keluarga memahami masing-maisng anggota keluarga.
bahwa darah tinggi menjadi masalah
kesehatan dalam keluarga mereka.
8. Tidak melakukan pembenaran atau
menyalahkan pendapat dari keluarga.

Objektif :

55
57

Keluarga berpartisipasi aktif dalam


diskusi bersama.
Analisis :
TUK 1 terlaksana sesuai rencana.
Planning :
- Evaluasi kembali TUK 1
- Persiapkan dan lanjutkan ke TUK 2
TUK 2 Subjektif :
1. Meminta keluarga untuk menceritakan Keluarga mengatakan bahwa,
mengenai gaya hidupnya sehari-hari - Keluarga tidak melakukan
yang kemungkinan berhubungan pembatasan pada makanan mereka,
dengan penyakit. termasuk yang mengandung banyak
2. Memberi petunjuk dengan meminta garam atau yang bersantan.
keluarga untuk membandingkan - Keluarga menemukan perbedaan
keluarganya dan keluarga lain yang dengan keluarga yang tidak sakit
dinilai mahasiswa tidak mengalami yaitu bahwa tidak mengeluarkan
masalah serupa. Seperti keluarga Tn. D biaya tambahan untuk berobat,
disebarang rumah Tn. A yang tidak hidupnya lebih teratur dan bahagia.
satupun mengalami darah tinggi.
3. Membimbing keluarga untuk
menyebutkan kembali penyebab-
penyebab masalah.
Objektif :
Keluarga berpartisipasi dengan aktif,
tapi sedikit tidak nyaman karena
membicarakan keluarga orang lain
selain keluarga yang diasuh oleh
mahasiswa.
Analisis :
TUK 2 tercapai.
Planning :

56
58

- Evaluasi kembali TUK 2


- Persiapkan dan lanjutkan ke TUK 3
TUK 3 Subjektif :
1. Membimbing keluarga untuk Keluarga mengatakan,
memahami masalah bila masalah tidak - Keluarga harus menyediakan energi
diatasi segera. tambahan untuk merawat anggota
2. Meminta keluarga mengulang kembali yang sedang sakit bisa saja di rumah
hasil pembicaraan sebelumnya dengan sakit. energi dapat berupa tenaga
menitik beratkan pada point-point di dan juga uang.
kriteria evaluasi. - Keluarga dapat kekurangan sumber
pendapatannya karena tidak ada
waktu untuk bekerja.

Objektif :
Keluarga berpartisipasi dengan aktif,
Analisis :
TUK 3 tercapai.
Planning :
- Evaluasi kembali TUK 3
- Persiapkan dan lanjutkan ke TUK 4
TUK 4 Subjektif :
1. Meminta keluarga untuk bersama-sama Keluarga secara bersama-sama
melakukan diskusi antar keluarga untuk melakukan diskusi antar keluarga
memutuskan hal penting dalam dengan hasil :
memecahkan masalah.
- Keluarga akan memeriksakan
2. Membahas keuntungan dan kelebihan
anggota keluarga yang sakit pada
pengambilan keputusan dari segi
pagi hari ke Puskesmas pembantu
ekonomi, sosial.
di lingkungan RT dan menunggu
3. Membantu keluarga menentukan waktu
saran dari sana apakah harus
yang tepat untuk kunjungan ke tempat
membawa ke puskesmas atau
pelayanan kesehatan.
tidak.
59

- Keluarga yang sakit Ny. M akan


diantar oleh Tn.A
- Keluarga masih ingin bertemu
mahasiswa pada hari selanjutnya.

Objektif :
Keluarga berpartisipasi secara aktif
Analisis :
TUK 4 tercapai
Planning :
- Evaluasi kembali TUK 4
- Persiapkan dan lanjutkan ke TUK 5
Jumat, TUK 5 Subjektif :
26 1. Memastikan keputusan dilakukan, Keluarga mengatakan,
Agustus tanyakan secara halus. - Sudah memeriksakan diri ke
2016 2. Menanyakan perasaan keluarga setelah puskesmas di RT dan diminta untuk
keputusan di ambil. membawa keluarga yang sakit ke
Puskesmas Ngemplak 1 untuk
menemui dokter.
- Petugas kesehatan di Puskesmas
Ngemplak 1 memberikan penjelasan
bahwa keluarga harus menurunkan
jumlah garam yang dikonsumsi dan
banyak istirahat.
- Keluarga sudah membawa keluarga
yang sakit ke Puskesmas dan
mendapatkan pengobatan yang
diharapkan.
Objektif :
Keluarga menjelaskan dengan baik.
Analisis :

58
TUK 5 tercapai.
60

Planning :
- Evaluasi TUK 5
- Hentikan intervensi.
Sabtu, TUK 1a Subektif :
27 1. Diskusikan dengan keluarga pengertian Keluarga mengatakan bahwa,
Agustus dari darah tinggi atau peningkatan - Darah tinggi atau hipertensi atau
2016 tekanan darah secara sederhana dan “tensi tinggi” adalah keadaan
perlahan. dimana setelah dilakukan
2. Beri kesempatan kepada keluarga untuk pengukuran dengan menggunakan
memberi penjelasan sesuai bahasa alat pengukur tekanan darah atau
mereka sendiri dan tetap tensimeter, tekanan darah seseorang
mempertahankan maksud dari menunjukkan nilai atas lebih dari
pengertian. 140 dan nilai bawah lebih dari 90
3. Beri pujian atas jawaban yang benar. mmHg dengan melakukan
pengukuran lebih dari tiga kali
dalam waktu yang berbeda dan
posisi yang berbeda juga.
Objektif :
Keluarga mampu menjelaskan kembali
dengan baik, masing-masing anggota
keluarga memiliki jawaban masing-
masing dan setiap anggota keluarga
saling melengkapi jawaban masing-
masing.
Analisis :
TUK 1a tercapai.
Planning :
- Evaluasi TUK 1a
- Lanjutkan TUK 1b
TUK 1b Subjektif :
1. Diskusikan dengan keluarga penyebab Keluarga mengatakan dan memahami

59
61

dari hipertensi secara sederhana dan bahwa, penyebab dari darah tinggi
perlahan. adalah
2. Beri kesempatan kepada keluarga untuk - Keturunan.
memberi penjelasan sesuai bahasa - Ciri perseorangan, seperti umur,
mereka sendiri dan tetap semakin tua maka tensi akan
mempertahankan maksud dari semakin tinggi dan jenis kelamin,
pengertian. perempuan dan laki-laki pasti bisa
3. Beri pujian atas jawaban yang benar. terkena, tapi setelah menopause
wanita lebih banyak terkena.
- Kebiasaan hidup yang tidak sehat
seperti mengkonsumsi makanan
yang dapat memperparah penyakit,
merokok, tidak tidur semalaman,
memikirkan yang tidak-tidak dapat
menimbulkan dan memperparah
penyakit.
Objektif :
Keluarga berpartisipasi aktif dalam
kegiatan diskusi bersama.
Analisis :
TUK 1b tercapai.
Planning :
- Evaluasi TUK 1b
- Lanjutkan TUK 1c
TUK 1c Subjektif :
1. Diskusikan dengan keluarga tanda dan Keluarga mengatakan bahwa Tanda
gejala hipertensi secara sederhana dan dan gejala dari penyakit darah tinggi
perlahan. adalah :
2. Beri kesempatan kepada keluarga untuk
- Nilai tekanan darah yang tinggi.
memberi penjelasan sesuai bahasa
- nyeri kepala dan kelelahan
mereka sendiri dan tetap
- telinga berdengung, berat di
mempertahankan maksud dari

60
62

pengertian. tengkuk, sukar tidur, mata


3. Beri pujian atas jawaban yang benar. berkunang-kunang, dan pusing.

Objektif :
Keluarga berpartisipasi aktif dalam
kegiatan diskusi bersama.
Analisis :
TUK 1c tercapai.
Planning :
- Evaluasi TUK 1c tercapai
Minggu, TUK 2 Subjektif :
28 1. Melakukan evaluasi hasil kegiatan Keluarga mengatakan bahwa , keluarga
Agustus bersama. - Memahami masalah yang ada
2016 2. Menganjurkan kepada keluarga Tn.A didalam keluarganya yaitu bahwa
terutama Ny.M untuk rutin mengikuti keluarga mengalami penyakit
kegiatan posyandu lansia dan rutin darah tinggi hal ini diakibatkan
melakukan pemeriksaan kesehatan karena keluarga tidak peduli
(tekanan darah) dengan keadaan anggota keluarga
tersebut dan gaya hidup yang tidak
sehat, sejak awal keluarga
seharusnya memeriksakan anggota
keluarga yang sakit lebih awal lagi
dan menghindari memakan
makanan yang tidak dianjurkan.
- Ny.M juga mengatakan akan
mengikuti kegiatan posyandu
lansia dan memeriksakan tekanan
darahnya secara rutin.

Keluarga melakukan,
- Anggota keluarga yang sakit Ny. M,

61
63

dianjurkan untuk melakukan kontrol


minimal 2 kali dalam bulan dan
rutin minum obat.
Objektif :
Keluarga menjelaskan dan
mengatakannya dengan baik.
Analisis :
TUK 2 tercapai.
Planning :
- Hentikan intervensi
- Terminasi

62
64

1.2 Pembahasan

1.2.1 Tahap Pengkajian

1. Pengkajian merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi masalah yang

ditemukan dalam keluarga Ny.M. Pada tahap ini ditemukan satu masalah

keperawatan keluarga yaitu ketidakmampuan keluarga mengenal penyebab, tanda

dan gejala dan dampak dari hipertensi dikarenakan kurang pengetahuan tentang

penyakit.

2. Dalam melakukan perumusan masalah, didasarkan pada konsep, analisa, dan standar

yang dapat dijadikan acuan dalam menganalisa sebelum mengambil masalah tentang

kesehatan dan masalah keperawatan pada Ny.M.

3. Pada tahap pengambilan masalah keperawatan adalah ketidakefektifan manajemen

regimen terapiutik keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga

mengambil keputusan dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan apabila

masalah ini ditangani dapat menyebabkan dampak lebih buruk.


64

1.2.2 Tahap Perencanaan

Pada tahap perencanaan, mendiskusikan dan merencanakan tindakan keperawatan

yang tepat terhadap masalah yang telah terindentifikasi pada saat pengkajian.

Adapun sasaran dan pembuatan perencanaan ini adalah untuk seluruh anggota

keluarga, karena status kesehatan setiap anggota keluarga juga dipengaruhi oleh anggota

keluarga yang lain, sehingga perlu di lakukan upaya pencegahan baik itu diperbaiki pola

hidup ataupun menjaga suasana lingkungan yang tidak merugikan kesehatan. Dalam

tahap ini Ny.M cukup menerima atas perencanaan yang telah di diskusikan bersaman

1.2.3 Tahap Pelaksanaan

Berdasarkan hasil dari perencanaan dengan keluarga Ny.M, maka pada tahap

pelaksanaan tidakan keperawatan, mengacu pada 3 fakor yaitu sifat masalah, potensi

masalah untuk dicegah serta menonjolnya masalah.

Pada tahap ini, dilakukan asuhan keperawatan keluarga untuk merubah kemampuan

untuk lebih mengenal masalahnya dan memperluas pengetahuan keluarga melalui

penyuluhan kesehatan, membantu keluarga melihat situasi dan akibat dari situasi tersebut

serta merundingkan dengan keluarga mengenai akibat-akibat bila tidak mengambil

keputusan yang tepat.

1.2.4 Evaluasi

Tolak ukur yang digunakan dalam mengevaluasi tindakan keperawatan adalah

standar keperawatan dengan kriteria yaitu meliputi penilaian secara verbal, psikomotor,

dan efektif sebagai berikut:

1. Keadaan fisik

2. Psikologi dan sikap


65

3. Pengetahuan dan perubahan perilaku

Penyuluhan kesehatan tentang hipertensi ini adalah untuk menambah pengetahuan

keluarga tentang kesehatan tersebut dan untuk mencegah bertambah parahnya penyakit

Ny.M.

Standar keperawatan dapat diterima Ny.M, sehingga hal tersebut merupakan awal

dari kesadaran keluarga maupun Ny.M terhadap kesehatan. Adapun yang di lakukan

dalam mengevaluasi adalah :

1. Observasi langsung

2. Wawancara

3. Pemeriksaan fisik

4. Latihan Simulasi

Adapun sasaran yang telah di capai Tn. S dan keluarga mengerti tentang penyakit

hipertensi, selain itu juga memahami faktor-faktor yang dapat mendukung semakin

parahnya penyakit.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil asuhan keperawatan keluarga, dapat disimpulkan bahwa :

1. Tahap pengkajian dilakukan dalam waktu satu hari dengan melibatkan seluruh anggota

keluarga dengan menggunakan format pengkajian keperawatan keluarga yang sudah

dimodifikasi oleh mahasiswa sesuai yang dibutuhkan.

2. Masalah yang ditemukan didalam keluarga adalah ketidakefektifan manajemen regimen

terapiutik keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengambil

keputusan dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan.

3. Perencanaan untuk mengatasi masalah keluarga di fokuskan pada pemberian informasi

dan pendidikan kesehatan yang diperlukan oleh keluarga.

4. Implementasi dapat dilakukan oleh keluarga dengan kelebihan dan kekurangannya

masing-masing. Evaluasi dilakukan oleh mahasiswa dengan melibatkan keluarga

didalamnya.

5.2 Saran

Setelah melewati proses asuhan keperawatan dalam keluarga maka, saran yang dapat

diberikan kepada keluarga adalah sebagai berikut,

1. Keluarga sebaiknya terus mempertahankan kemampuan dan pengetahuan yang sudah

diperoleh selama beberapa hari perawatan keluarga.

2. Keluarga sebaiknya berusaha untuk terus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan

yang sudah diperoleh.

66
3. Keluarga harus tetap mempertahankan kesatuan dalam keluarga untuk mengatasi setiap

masalah didalam keluarga.

4. Anggota keluarga yang sudah memeriksakan diri diharapkan dapat melanjutkan program

perawatan dirumah secara berkelanjutan dengan terus mempertahankan kunjungan ke

tempat perawatan kesehatan.

67

Anda mungkin juga menyukai