Anda di halaman 1dari 9

TUGAS EYE EMERGENCY

Santi Prima Natasya

1021143

E9

Glaukoma Akut

Glaucoma akut merupakan presentasi klinis dari glukoma sudut tertutup. Kondisi ini merupakan keadaan gawat
darurat.

Riwayat Klinis

1. Penurunan tajam penglihatan mendadak (biasanya visus <6/60)


2. Mata merah, berair, dan fotofobia
3. Tampak halo apabia pasien melihat sumber cahaya
4. Nyeri luar biasa, mual, dan muntah
5. Peningkatan TIO, terkadang >50mmHg
6. Injeksi silier dan konjungtiva hiperemis
7. Edema epitel kornea dan kornea keruh
8. Pupil terdilatasi, oval, vertical, tidak reaktif
9. M,ata kontralateral menunjukkan sudut bilik mata depan dangkal pada pemeriksaan gonoskopi)

Pemeriksaan Mata

Fisik :

 Mata Merah (injeksi konjungtiva dan injeksi siliar)


 Kornea suram
 Pupil midriasis
 Reaksi pupil melambat / (-)
 Bilik mata depan dangkal
 Palpasi : mata yang mengalami glaucoma lebih keras diabandingkan mata sebelahnya
 Visus sangat menurun
 TIO meninggi
 Rincian iris tidak tampak
 Diskus optikus terlihat merah dan bengkak

Penunjang:

 Tonometri Schiotz (Normal TIO : 10-21 mmHg), pada glaucoma akut dapat mencapai 40 mmHg.
 Opthalmoskop : melihat discus opticuus merah dan bengkak, rasio CDR 0,5 menunjukkan TIO
 Gonioskop : menilai keadaan sudut bilik mata depan
 Perimetri – lapang pandang akan berkurang karena peningkatan TIO dapat merusak saraf optikus
 Slit lamp : biomikroskopi untuk melihat hiperemis siliar karena injeksi pembuluh darah konjungtiva, edea
kornea, bilik mata depan dangkal, pupil oval vertical, tidak aa reaksi terhadap cahaya.

Diagnosis

1
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik serta penunjang.

Diagnosis Banding

1. Iritasi Akut : Mengakibatkan fotofobia yang lebih nyata tanpa penigkatan TIO, disertai kornea yang tidak
edem.
2. Konjungtivitis Akut : nyeri tidak ada atau minimal,terjadi bilateral, terdapat secret dari mata dan
konjungtiva yang meradang. Tekanan intraokuler normal, Refleks pupil normal, dan kornea.

Penatalaksanaan

Tata Laksana Awal:

1. Pasien diposisikan pada posisi supinasi untuk membiarkan lensa tertarik oleh gravitasi menuju posterior
2. Berikan acetazolamide 500mg IV apabila TIO> 50 mmHg atau oral lepas lambat apabila TIO
<50mmHg.apabila diberikan IV dapat ditmbahkan dosis oral 500mg.
3. Berikan apraclonidine 1%, timolol 0,5%, prednisolone 1%, atau deksametason 0,1%,pada mata yang
mengalami serangan.
4. Pilokarpin 2% 4x/hari pada mata yang mengalami serangan dan 1% 4x/hari pada mata kontralateral.
5. Analgetik dan antiemetic

Tata Laksana Lanjutan:

1. Pilokarpin 2% 4x/hari pada mata yang mengalami serangan dan 1% 4x/hari pada matakontralateral.
2. Steroid topical (prednisolone 1% atau deksametason 0,1%) 4x/hari apabila mata mengalami
peradangan akut.
3. Timolol 0,5% 2x/hari, apraclonidine 1% 3x/hari, dan atau asetazolamid 250mg 4x/hari.

2.ULKUS KORNEA

Riwayat Klinis

1. Mata merah, berair, dan nyeri hebat


2. Sensasi benda asing
3. Terdapat secret
4. Kelopak mata bengkak
5. Nyeri apabila melihat cahaya terang
6. Terdapat infiltrate tergantung dari kedalaman lesi dan etiologis keratitis
7. Gejala spesifik dapat menunjukkan etiologi dari agen infeksius

Pemeriksaan Mata

Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar, kornea edema, terdapat infiltrat,
hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
 Ketajaman penglihatan
 Tes refraksi
 Tes air mata
 Pemeriksaan slit-lamp
 Keratometri (pengukuran kornea)
 Respon reflek pupil
 Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

2
 Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari dasar dan tepi ulkus
dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi
jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar
sabouraud atau agar ekstrak maltosa.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan klinis dengan
menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering
dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula
ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi
penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus
Penatalaksanaan

Tata laksana terbaik sesuai dengan etiologinya. Terapi pertama kali berdasarkan pada hasil pemeriksaan gram
dan KOH 10% hasil kultur digunakan sebagai dasar terapi selanjutnya.

Terapi antibiotic oral:

1. Terapi empiric flourokuinolon (0,3%)


2. Kokus gram positif: cefuroksim (0,3%), vankomisin (5%)
3. Batang gram negative : gentamisin (1,5%), flourokuinolon (0,3%), atau seftazidim (5%)
4. Kokus gram negative : flourokuinolon (0,3%), seftriakson (5%)
5. Mycobacterium: amikacin (2%), klaritromisin (1%). Atau trimetropim-sulfametaksazol (1,6% : 8%).

Terapi antifungal lokal:

1. Candida: amphotericin B 0,15%, natamycin 5%, atau fluconazole 1%


2. Kapang: natamisin 5%, amfoterisin B 0,15% atau miconazole 1%

Terapi antiviral lokal:

1. Herpez simpleks : salep asiklovir 3%


2. Varicella zoster: asiklovir oral 800mg/hari selama 7-10 hari.

3.ENDOFTALMITIS

Riwayat Klinis

Gejala endoftalmitis adalah penurunan tajam penglihatan, mata mrah, floaters, fotofobia, dan nyeri.

Pada pemeriksaan mata ditemukan:

 Segmen anterior
1. Pembengkakan dan spasme kelopak mata
2. Konjungtiva hiperemis (injeksi konjungtiva dan silier), khemosis, dan edema kornea.
3. Bilik mata depan: sel (+), flare (+), fibrin dan hipopion.
 Segmen posterior
1. Kekeruhan vitreus
2. Nekrosis retina

3
Diagnosis

Ditegakkan berdasarkan anamnesis ditemukan riwayat operasi dan trauma sebelumnya serta penyakit sistemik
yang mendasari. Pemeriksaan fisis mata pada batas segmen anterior dan posterior mata, pemeriksaan
penunjang yang paling penting adalah biakan kuman dari vitreus dan atau aqueous humor untuk mencari etiologi
infeksi dan sebagai panduan tata laksana antimikroba yang tepat.

Diagnosis banding

1. Panuveitis
2. Tumor intraokuler
3. Panoftalmitis

Penatalaksanaan

1. Endoftalmitis pasca operasi dan pasca trauma pada keadaan ini terapi yang digunakan adalah injeksi
antimikroba (antibiotic dan antifungal) intravitreal tergantung etiologi dan vitrektomi.
2. Endoftalmitis endogen
Endoftalmitis jenis ini diterapi dengan terapi antimikroba (antibiotic atau antifungal) sistemik, virektomi,
dan antimikroba intravitreal.

4.TRAUMA TEMBUS BOLA MATA

Salah satu bentuk dari trauma mata adalah trauma tembus. Menurut Birmingham Eye Trauma Terminology
System definisi dari trauma tembus merupakan trauma mata yang menyebabkan kerusakan pada keseluruhan
ketebalan dinding bola mata (full-thickness wound of the eyewall).

Riwayat klinis

 Tentukan jenis trauma : tumpul, penetrasi atau perforasi.


 benda penyebab : bentuk dan ukuran benda.
 kemungkinan adanya benda asing pada bola mata karena dapat menimbulkan komplikasi nantinya
seperti infeksi oleh benda organik.
Keadaan saat terjadinya trauma:
 Waktu dan lokasi terjadinya trauma.
 Penggunaan kacamata koreksi atau pelindung mata lainnya karena benda-benda tersebut dapat
melindungi atau malah berkontribusi pada trauma akut.
 Tanyakan apakah pasien mempunyai miopia berat karena mata miopia lebih rentan terhadap trauna
kompresi anterior-posterior.
Riwayat medis:
 riwayat trauma mata atau operasi mata sebelumnya karena dapat membuat jaringan lebih rentan
ruptur.
 visus dan fungsi penglihatan sebelum trauma pada kedua mata.
 penyakit mata yang ada pada pasien saat ini.
Tanyakan penggunaan obat saat ini termasuk obat tetes mata dan alergi

Pemeriksaan Mata

Tajam penglihatan dan gerak bola mata:

 Periksa tajam penglihatan kedua mata.


 Tajam penglihatan dapat turun banyak.

4
 Periksa gerak bola mata kedua mata, jika terganggu harus dievaluasi kemungkinan adanya fraktur
orbita.
Bola Mata

 Harus dievaluasi apakah ada deformitas tulang, benda asing dan gangguan kedudukan bola mata.
 Benda asing yang menembus bola mata harus dibiarkan sampai tindakan bedah.
 Apabila terdapat trauma tembus bola mata dapat timbul enoftalmus.
Kelopak mata

 Trauma kecil pada kelopak mata tidak menyingkirkan kemungkinan adanya trauma tembus bola mata.
 Perbaikan kelopak harus ditunda sampai kemungkinan adanya trauma tembus bola mata dapat
disingkirkan.

Konjungtiva

 Perdarahan konjungtiva yang berat dapat mengindikasikan adanya ruptur bola mata.
 Laserasi konjungtiva bisa terjadi bersamaan dengan trauma sklera yang serius.
Kornea dan sklera.

 Luka tembus kornea atau sklera merupakan suatu trauma tembus bola mata, dapat diperiksa dengan
Seidel’s Test.
 Pada luka tembus kornea dapat terjadi prolaps iris. Laserasi pada kornea dan sklera bisa menunjukkan
adanya perforasi bola mata dan harus dipersiapkan untuk ditatalaksana di ruang operasi.
 Prolaps iris dengan laserasi kornea bisa terlihat diskolorasi gelap pada daerah trauma
 Penonjolan sklera merupakan indikasi ruptur dengan ekstrusi isi okular
 Tekanan intraokular biasanya rendah akan tetapi pemeriksaan tekanan bola mata dikontraindikasikan
untuk mencegah penekanan bola mata.
Pupil

 Periksa bentuk, ukuran, refleks cahaya, dan RAPD.


 Adanya deformitas bentuk pupil dapat menjadi tanda adanya trauma tembus bola mata.
 Pupil biasanya midriasis.
Lensa

 Dapat timbul dislokasi lensa.


Bilik Mata Depan

 Pemeriksaan slit lamp pada pasien yang kooperatif bisa menunjukkan kelainan yang berhubungan
dengan seperti defek transiluminasi iris (red reflex gelap karena perdarahan vitreous), laserasi kornea,
prolaps iris, hifema dari disrupsi siliar dan kerusakan lensa termasuk dislokasi atau subluksasi
 Bilik mata yang dangkal bisa jadi merupakan satu-satunya tanda adanya ruptur bola mata dan
merupakan petanda prognosis buruk. Ruptur posterior bisa terjadi dan ditunjukkan dengan bilik mata
depan yang dalam karena adanya ekstrusi vitreous ke segmen posterior
Temuan lain

 Adanya reflex fundus negatif akibat perdarahan vitreus dapat menjadi tanda adanya trauma tembus
bola mata.
 Ditemukannya prolaps uvea pada permukaan bola mata merupakan tanda trauma tembus bola mata.
 Pada trauma tembus dapat juga ditemukan hifema.

5
 Perdarahan vitreous setelah trauma menunjukkan adanya robekan retina atau khoroid avulsi nervus
optikus atau benda asing.
 Robekan retina, edema, pelepasan retina dan perdarahan bisa mengikuti ruptur bola mata.
Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan Laboratorium
o Pemeriksaan koagulasi dan darah perifer lengkap dilakukan pada pasien yang memiliki kelainan
perdarahan.
o Pemeriksaan laboratorium diindikasikan untuk kasus dengan trauma yang koeksis dan gangguan
medikal lain
 CT-Scan
o CT-Scan adalah pemeriksaan penunjang yang paling sensitif untuk mendeteksi ruptur bola mata,
kerusakan saraf optic, mendeteksi benda asing dan memberi gambaran bola mata dan orbita.
o Kurang dapat mendeteksi adanya benda asing non-logam.

 Foto Rontgen
o Foto polos tiga posisi Waters, Caldwell dan lateral lebih bermanfaat untuk mengetahui kondisi tulang
dan sinus daripada keadaan bola mata.
 MRI
o MRI berguna untuk mendeteksi kerusakan jaringan lunak.
o MRI juga berguna untuk mendeteksi benda asing non-logam.
o MRI dikontraindikasikan bagi kecurigaan benda asing logam.
 Ultrasonografi
o Ultrasonografi memiliki resiko untuk memberikan tekanan pada bola mata apabila terjadi trauma
tembus.
o Dapat berguna untuk menentukan lokasi rupture dan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya benda
asing.
Diagnosis

Diagnosis pada trauma tembus bola mata ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
penunjang.

Klasifikasi trauma tembus

 Trauma mata tertutup (Closed globe injury)


Trauma mata tanpa kerusakan seluruh dinding mata (kornea dan sklera) atau No full-thickness wound
of eyewall. Trauma mata tertutup terdiri dari:

o Kontusio: tidak terdapat luka pada dinding mata, tetapi dapat terjadi kerusakan intraokular
seperti ruptur koroid atau perubahan bentuk bola mata. Hal ini dikarenakan energi kinetik
langsung yang dikirimkan oleh benda.
o Laserasi lamelar. Trauma yang menyebabkan kerusakan parsial dinding mata.
 Trauma mata terbuka (Open globe injury).
Trauma yang menyebabkan kerusakan pada seluruh ketebalan dinding mata (kornea dan/atau sklera)
atau Full-thickness wound of the eyewall. Trauma mata terbuka terdiri atas:

o Ruptur: kerusakan seluruh ketebalan dinding mata akibat cedera benda tumpul
o Laserasi: kerusakan seluruh ketebalan dinding mata yang disebabkan oleh benda tajam
 Penetrasi/luka tembus: trauma laserasi tunggal yang disebabkan benda tajam.

6
 Perforasi: ditandai oleh adanya luka masuk dan luka keluar. Kedua luka disebabkan
oleh benda yang sama.
 Benda asing intraokular: terdapat benda asing yang tertinggal dalam bola mata.
Tatalaksana Trauma Tembus
Penilaian Awal
Langkah awal yang harus segera dilakukan adalah menerapkan prinsip umum bantuan hidup lanjut pada kasus
trauma, evaluasi untuk visual dilakukan sembari pertolongan bantuan hidup lanjut dilaksanakan. Pada trauma
mata yang lebih berat dapat diperiksa fungsi aferen dan eferennya, ketajaman penglihatan, pergerakan bola
mata, deformitas, perforasi, darah, kemosis, distopia, enoftalmus, eksoftalmus dan telekantus.
Apabila terdapat ruptur dari bola mata, sebaiknya dihindari untuk memanipulasi yang lebih lanjut hingga
pembedahan dalam keadaan steril bisa dilaksanakan, yang biasanya dilakukan dengan anestesi umum. Tidak
perlu diberikan siklopegik maupun antibiotik topikal sebelum operasi dilakukan, karena adanya toksisitas potensil
terhadap jaringan yang terpapar.
Mata diberi perlindungan, dengan Fox shield atau dengan gelas berbahan kertas yang dipotong pada sepertiga
bawah yang ditutupkan ke mata, dan bisa diberikan antibiotik oral, seperti ciprofloxacin 2x500 mg. Analgesik,
antiemetik, maupun anti tetanus dapat diberikan selama diperlukan. Anestetik topikal, pewarna, dan pengobatan
topikal lain yang digunakan pada mata yang terkena trauma harus steril. Untuk tetrakain dan fluoresin terdapat
juga yang steril, dengan unit dose.
Agen neuromuscular blocking dapat meningkatkan tekanan intraokuler dan dapat menyebabkan herniasi. Pada
trauma yang berat, perlu diperhatikan untuk dokter selain dokter mata, untuk tidak melakukan pemeriksaan mata
yang dapat menambah derajat keparahan penyakit.
Pada setiap trauma mata, perlu dilakukan system scoring. Hal ini diperlukan untuk mendeskripsikan beratnya
trauma, memberikan pelayanan triage yang efektif, membantu dalam hal kesiapan operasi, serta untuk
memprediksikan prognosis penglihatan. Berikit disajikan tabel untuk menghitung skor pada trauma mata sesuai
dengan BETT (Birmingham Eye Trauma Terminology), dengan memperhatikan enam aspek, meliputi ketajaman
penglihatan awal, ada tidaknya rupture, ada tidaknya endoftalmitis, ada tidaknya perforasi, ada tidaknya retinal
detachment, serta ada tidaknya RAPD

Pengobatan

1. Tanpa Operasi

Pada luka tembus yang minimal, tanpa kerusakan intraokuler, tidak ada prolap, diberikan terapi
antibiotik sistemik dengan atau topical, dengan observasi yang ketat

2. Operasi

a. Repair korneosklera

Tujuan primer repair korneosklera adalah untuk memperbaiki integritas bola mata. Tujuan sekunder adalah untuk
memperbaiki visus. Bila prognosis visus kurang baik dan mempunyai resiko oftalmia simpatis maka sebaiknya
dilakukan enukleasi.

Enukleasi primer lebih baik, bila perlu ditunda tidak lebih dari 14 hari untuk mencegah oftalmia simpatis.
Kemudian diikuti dengan pemeriksaan fungsi visus, vitroretina atau konsultasi ke subbagian plastic rekonstruksi.

b. Anastesi

Anastesi umum dipergunakan untuk repair bola mata, sebab anastesi retrobulber atau peribulber akan
meningkatkan tekanan bola mata. Diberikan pelumpuh otot yang cukup untuk menghindari prolapsnya isi bola
mata.

7
c. Langkah-langkah repair korneosklera

- Anastesi umum

- Eksisi prolap vitreous, fragmen lensa, benda asing transkornea

- Reposisi prolap iris

Jika prolaps berlangsung dalam 24-36 jam dan iris masih viabel, iris dapat direposisi. Jika iris tidak
lagi viabel, maka iris di eksisi.7

- Tutup laserasi kornea dengan limbus sebagai patokan

- Selesaikan repair kornea secara watertight dengan nilon 10-0

- Peritomi konjungtiva untuk memaparkan sklera

- Eksisi prolap vitreous bagian posterior secara perlahan

- Reposisi prolap uvea dan retina bagian posterior secara perlahan

- Selesaikan penutupan sklera dengan nilon 9-0 atau silk 8-0

- Selesaikan penutupan konjungtiva

- Tutup konjungtiva

- Antibiotik dan steroid subkonjungtiva

d. Yang perlu diperhatikan

Tidak dipasang fiksasi rektus karena repair palpebra kan menekan permukaan mata, maka selesaikan
dulu repair kornea. Bila vitreous ata massa lensa prolap melui bibir luka , maka potong diatas kornea, tidak
dengan menariknya keluar. Bila uvea atau retina menonjol keluar lakukan reposisi dengan bantuan vikoelastik
secara hati-hati. Reposisi iris segera dilakukan setiap selesai jahitan untuk mencegah iris terjepit dibibir luka.
Jahitan yang dikerjakan sebaiknya mendekati full thickness.

Pada akhir operasi diberikan antibiotik subkonjungtiva (tobramisin 20 mg atau vankomisin 25 mg) dan
kortikosteroid (deksametason 2 mg). Antibiotik intravitreal (vankomisin 1 mg atau amikacin 200 mcg) diberikan
pada luka yang terkontaminasi menutupi vitreous. Diberikan antibiotik salep mata (kombinasi bacitasin-
polimyxin) dan kemudian mata ditutup.

e. Repair sekunder

- Pengangkatan benda asing intraokuler, rekonstruksi iris, ekstraksi katarak, vitrektomi, insersi lensa
intraokuler dan krioterapi pada robekan retina.

- Bila kekeruhan lensa bertambah inflamasi intraokuler akan bertambah parah sehingga kesempatan untuk
meletakkan lensa intraokuler akan hilang.

- Bila benda asing terlihat di segmen anterior sebaiknya diangkat melalui lubang atau insisi limbal.

- Bila pengangkatan lensa diperlukan perlu diketahui apakah kapsula posterior masih utuh atau tidak.

- Perbaikan ruptur iris tidak hanya memperbaiki fungsi iris dan visus tapi juga mengembalikan iris pada
tempatnya untuk menghindarkan sinekia. Bila terjadi iridodialis akan menyebabkan diplopia dan eksentrik
pupil sehingga perlu reposisi.

8
http://documentslide.com/documents/tugas-eye-emergency-blok-29.html

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwib9p
PNrbzQAhWBto8KHbVeDeMQFghGMAc&url=http%3A%2F%2Findonesia.digitaljournals.org%2Findex.php
%2Fidnmed%2Farticle%2Fdownload%2F1006%2F1000&usg=AFQjCNHgvS26zArjVEzjamw7bNg3Zvsd7Q
&sig2=y_J5FasrkgSJWCOaEU_taA&bvm=bv.139782543,d.c2I

http://npid-pass.com/artikel-kesehatan/apakah-glaukoma-glukoma-itu/

Anda mungkin juga menyukai