Anda di halaman 1dari 5

Pada pasien ini dari anamnesa didapatkan keluhan berak-berka encer sejak 12 jam

yang lalu, frekuensi frekuensi ±8 kali, sebanyak ±2-3 sendok makan/kali, tidak berlendir,
tidak bercampur darah, sudah dapat dipertimbangkan diare akut apabila buang air besar lebih
dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi lembek atau cair dan berangsung kurang dari 1
minggu.

Keluhan lain yaitu demam sejak 1 hari yang lalu, tinggi, terus menerus, tidak
menggigil, tidak berkeringat. Muntah 4 jam yang lalu, berisi makanan dan minuman,
frekuensi ±3 kali, jumlah ±2-3 sendok teh/kali, tidak menyemprot. Keluhan lainnya kejang
berulang sejak 1,5 jam setelah masuk rumah sakit, frekuensi sebanyak 2 kali saat pasien
sudah tiba di rumah sakit sekitar pukul 06.30 WIB, lamanya ±3 menit, kejang seluruh tubuh
dengan mata melihat ke atas, kejang berhenti setelah deiberi stesolid(diazepam), ini
merupakan episode kejang yang pertama.

Selain mendapat ASI OD, pasien juga mendapat susu formula 6-8 kali/hari, sebanyak
2½ sendok takar, namun Ibu mengaku tidak ada riwayat ganti susu, berarti diare bukan
disebabkan oleh susu formula. Buang air kecil sering dan jumlah biasa, terakhir 2 jam yang
lalu jumlah biasa.dan warna agak pekat.

Dari pemeriksaan fisik pasien sadar, keadaan umum sedang, sadar, TD 120/80, nadi
100x/menit, pernapasan 28x/menit, suhu 39oC, tinggi badan 53 cm, berat badan 5,8 kg,
lingkar kepala 42 cm, keadaan gizi baik. Kulit teraba hangat turgor kembali lambat, salah
satu tanda dehidrasi yaitu turgor kulit kembali lambat dalam waktu 2 detik. UUB datar, mata
cekung namun air mata masih ada, mukosa mulut dan bibir basah. Pemeriksaan jantung, paru
serta abdomen dalam batas normal. Tanda rangsang meningeal negatif.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda dehidrasi sedang antara lain turgor
kulit kembali lambat, mata cekung, turgor kulit kembali lambat, namun mukosa mulut dan
bibir basah.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya demam,

Menurut literatur apabila kejang berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

Pada bayi usia <12 bulan sangat dianjurkan untuk pemeriksaan lumbal pungsi,
namun keluarga pasien menolak, maka pasien diterapi dengan antibiotik untuk
kemungkinan meningitis, karena pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan
diagnosis sebab manifestasi klinisnya tidak jeals, kecurigaan klinis meningitis sangat
dibutuhkan untuk diagnosis karena bila tidak terdeteksi dan tidak diobati dapat
mengakibatkan kematian. Tampak kuning sejak usia 2 hari, awalnya kuning tampak pada
wajah yang selanjutnya semakin bertambah hingga ke paha. Anak malas menyusui sejak 2
hari yang lalu, biasanya ASI OD pada ibu dengan frekuensi 8-10 kali/hari dengan lama tiap
kali ±10 menit/kali, namun saat ini hanya ±5-6 kali/ hari lama <10 menit/kali. Berdasarkan
keluhan ini maka kita sudah dapat memikirkan adanya peningkatan kadar bilirubin di dalam
darah karena kadar bilirubin yang meningkat signifikan yang dapat menyebakan ikterik pada
tubuh. Menurut kepustakaan apabila ikterik sudah sampai paha dapat diperkirkan bahwa
kadar bilirubin 8 – 16 mg/dl pada bayi aterm.

Gejala lain yang timbul dalam kondisi akut bayi dengan hiperbilirubinemia yaitu
malas menyusu, hipotoni, demam juga ditemukan pada pasien ini. Adanya demam pada
pasien ini belum menggambarkan adanya proses infeksi karena jumlah leukosit masih normal
6.300.

Pada anamnesis ditanyakan golongan darah orang tua, riwayat keputihan pada ibu
selama kehamilan, riwayat demam dan nyeri buang air kecil nyeri saat kehamilan, riwayat
konsumsi obat-obatan dan jamu bertujuan untuk mencari kemungkinan ikterik lain pada
pasien ini yang juga bisa didapatkannya dari ibu saat proses kehamilan atau persalian. Untuk
inkompabilitas ABO dan inkompabilitas rhesus biasanya gejala kuning uncul dalam waktu
<24 jam. Dari anamnesa juga didapatkan golongan darah Ibu dan ayah adalah A, jadi
kemungkinan untuk inkompatibilitas ABO tidak ada pada pasien ini.

Pada pemeriksaan fisik tanggal 18 Mei 2016 ditemukan Frekuensi jantung 130 x /
menit, normal , Frekuensi nafas 40 x / menit,Suhu 38 0C. Mata : konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik, reflek cahaya +/+ normal, pupil isokor Ø 2mm/2mm. Jantung dan paru
dalam batas normal. Abdomen distensi tidak ada bising usus (+) normal.

Pemeriksaan laboratorium Hb 16,9 gr/dl, Ht 34 %, Leukosit: 6300/mm, Hitung jenis


0/3/0/35/60/2, Trombosit 132.000/mm3. Kadar bilirubin, Bilirubin total : 16,8 g/dl, Bilirubin
direk 0,4 g/dl Bilirubin indirek 16,4 mg/dl, terjadi peningkatan bilirubin total, direk dan
indirek.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik maka ditegakkan diagnosa kerja
hiperbilirubinemia ec breast feeding jaundice. Bayi yang mendapat ASI eksklusif dapat
mengalami hiperbilirubinemia yang dikenal dengan BFJ. Penyebab BFJ adalah kekurangan
asupan ASI. Biasanya timbul pada hari ke-2 atau ke-3 pada waktu ASI belum
banyak. Breastfeeding jaundice tidak perlu diberikan air putih atau air gula. Bayi sehat
cukup bulan mempunyai cadangan cairan dan energi yang dapat mempertahankan
metabolismenya selama 72 jam. Pemberian ASI yang cukup dapat mengatasi BFJ. Ibu harus
memberikan kesempatan lebih pada bayinya untuk menyusu. Kolostrum akan cepat keluar
dengan hisapan bayi yang terus menerus. ASI akan lebih cepat keluar dengan inisiasi
menyusu dini dan rawat gabung.

Tatalaksana yang diberikan yaitu foto terapi, ASI on demand 8x 30 cc dan kontrol
tanda-tanda vital, serta berat badan, urin, bilirubin.
Bayi dengan BFJ tetap mendapatkan ASI selama dalam proses terapi. Tata laksana
yang dilakukan pada BFJ meliputi
(1) pemantauan jumlah ASI yang diberikan apakah sudah mencukupi atau belum,
(2) pemberian ASI sejak lahir dan secara teratur minimal 8 kali sehari,
(3) pemberian air putih, air gula dan formula pengganti tidak diperlukan,
(4) pemantauan kenaikan berat badan serta frekuensi BAB dan BAK,
(5) jika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, perlu melakukan penambahan volume cairan
dan stimulasi produksi ASI dengan melakukan pemerasan payudara,
(6) jika kadar bilirubin mencapai kadar 20 mg/dL, perlu melakukan terapi sinar jika terapi
lain tidak berhasil, dan
(7) pemeriksaan komponen ASI dilakukan jika hiperbilirubinemia menetap lebih dari 6 hari,
kadar bilirubin meningkat melebihi 20 mg/dL, atau riwayat terjadi BFJ pada anak
sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai