net/publication/305739745
CITATIONS READS
0 8,693
1 author:
Irwan Akib
Universitas Muhammadiyah Makassar
7 PUBLICATIONS 5 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Irwan Akib on 01 August 2016.
Oleh
Irwan Akib
Penulis:
IRWAN AKIB
Tata Letak:
Tasrif akib
Nursinah
Wahyuni
Desain Sampul:
Faidul Adzim
ISBN: 978-602-8187-54-1
Diterbitkan Oleh:
Lembaga Perpustakaan dan Penerbitan
Universitas Muhammadiyah Makassar
Jl. Sultan Alauddin No. 259 Makassar
Sulawesi Selatan-Indonesia
Cetakan I, 2016
ii
KATA PENGANTAR
iii
kepada sang khalik, semoga segala bantuan yang
diberikan kepada kami dapat menjadi ibadah dan
mendapat imbalan dari-Nya.
Akhirnya tak ada gading tak retak , tak ada ilmu
yang memiliki kebenaran mutlak, tak ada manusia tanpa
kelemahan, dan kesempurnaan hanya menjadi milik-
Nya. Oleh kerena itu tegur sapa untuk perbaikan tulisan
ini senantiasa dinantikan dengan penuh keterbukaan,
sebagaimana ungkapan leluhur dari tanah bugis: “malilu’
sipakainge’, rebba sipotokkong, mali sipaparape’”(khilaf
saling mengingatkan, jatuh saling membangunkan,
hanyut saling menyelamatkan).
iv
DAFTAR ISI
v
BAB IV KEGIATAN MENGAJAR BELAJAR
KONSEP........................................................ 39
A. Persiapan Mengajar ................................ 39
B. Pelaksanaan Pengajaran Konsep
di Kelas ...................................................... 40
C. Contoh Pengajaran Konsep ................... 45
vi
DAFTAR GAMBAR/ SKEMA
vii
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta
mencoba-coba.
3. Mengembangkan kemampuan memecah-kan
masalah.
4. Mengembangkan kemampuan menyam-paikan
informasi atau mengkomunika-sikan gagasan antara
lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram,
dalam menjelaskan gagasan tersebut.
Kurikulum 2013 SMA menempatkan matematika
sebagai mata pelajaran dengan porsi jam terbanyak
dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan-
kemampuan matematis peserta didik bukan hanya untuk
menyelesai-kan permasalahan didalam matematika
saja, tetapi peserta didik dilatih bagaimana
mengembangkan kemampuan berpikirnya untuk
menyelesaikan masalah terkait dengan mata pelajaran
lain dan masalah dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
kedepannya ketika peserta didik sudah terjun dalam
masyarakat mereka dapat menggunakan nalarnya untuk
menyelesaikan masalah-masalah nyata yang lebih
kompleks di dunia kerjanya maupun dalam kehidupan
sehari-hari.
National Council of Teachers of Matematics atau
NCTM (2000) menggariskan, bahwa siswa harus
mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif
2
membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
Ada lima standar proses dalam pembelajaran
matematika yang direkomendasikan oleh NCTM, yaitu:
pertama, belajar untuk memecahkan masalah
(mathematical problem solving); kedua, belajar untuk
bernalar dan bukti (mathematical reasoning and proof);
ketiga, belajar untuk berkomunikasi (mathematical
communi-cation); keempat, belajar untuk mengaitkan ide
(mathematical connections); dan kelima, belajar untuk
mempresentasikan (mathematics representation).
Kelima standar proses yang dirumuskan oleh
NCTM tersebut tidak dapat berjalan dengan baik tanpa
penguasaan konsep matematika yang benar, sehingga
dengan demikian penguasaan konsep matematika
merupakan factor penting dalam pengajaran
matematika.
Sehubungan dengan pemahaman konsep,
keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan
masalah, menurut Tiro (2010: 24) setelah mengerti
konsep matematika dengan benar, kita dengan mudah
menggunakan teknik atau algoritma matematika,
kemudian kemudahan yang diperoleh dalam
penggunaan algoritma menimbulkan suatu keterampilan
3
nyata yang dapat digunakan dalam berbagai kebutuhan
di segala aspek kehidupan manusia.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa konsep yang
telah dipahami dengan baik dapat dikembangkan untuk
mendapat konsep-konsep baru dengan memodifikasi
konsep-konsep sebelumnya.
Sedang dalam kaitan antara pengetahuan
prosedural dengan pengetahuan konseptual, Van De
Walle (2002:29) mengemukan bahwa aturan yang bersifat
procedural seharusnya jangan diajarkan tanpa disertai
konsep. Prosedur-prosedur tanpa konsep hanya
merupakan aturan tanpa alasan yang akan membawa
kepada kesalahan dan ketidaksukaan terhadap
matematika. Senada dengan pendapat di atas, Winkel
(1941:45) menegaskan bahwa konsep merupakan batu-
batu dalam berpikir, batu–batu itu dapat disusun
menjadi suatu bangunan dengan menghubung-
hubungkan konsep yang satu dengan yang lainnya.
Uraian diatas menggambarkan perlunya
pemahaman konsep matematika dimiliki siswa dalam
mengembangkan konsep baru dan mengaplikasikan
konsep tersebut baik dalam keterampilan pemecahan
masalah, maupun dalam komunikasi matematika atau
dalam berbagai ketrerampilan matematika lainnya.
Sementara itu berbagai penelitian menunjukan
4
kelemahan penguasaan konsep, antar lain; Astuti, dkk
(tanpa tahun) dalam penelitiannya menemukan bahwa
kesulitan yang dialami siswa disebabkan beberapa faktor
diantaranya tidak menguasai konsep permutasi dan
kombinasi, tidak menguasai konsep faktorial, tidak
menguasai konsep perkalian dan pembagian.
Sedang Ungky Pawestri (2013) Kesalahan konsep
bentuk logaritma umumnya terjadi karena siswa lebih
suka mempelajari materi pada bagian rumus dan
prosedur penyelesaian soal dari pada mempelajari
konsep-konsep yang terkandung dalam definisi bentuk
logaritma tersebut.
Agninditya (2014) menemukan bahwa kesulitan
dan kesalahan siswa meneyelesaikan soal trigonometri
yang dikelompok berdasarkan tes awal adalah, dari
kelompok subjek yang berkemampuan awal tinggi
mengalami kesalahan keterampilan dan konsep, serta
kesulitan dalam menentukan nilai tempat. Faktor yang
mempengaruhi kesulitan belajar dari kelompok
berkemam-puan awal tinggi adalah faktor minat, bakat,
dan emosi. Walaupun memiliki kesulitan dalam belajar
tetapi kelompok ini memiliki perhatian untuk belajar.
Rata-rata tingkat kesalahannya sebesar 12,81% yang
termasuk dalam kriteria sangat rendah. Kelompok subjek
yang berkemampuan awal menengah mengalami
5
kesulitan dalam memilih proses penyelesaian dengan
tepat dan kesalahan konsep dan kesalahan keterampilan
dalam menghitung dengan teliti dan membaca. Faktor
yang mempengaruhi kesulitan belajar dari kelompok
berkemam-puan awal tinggi adalah perhatian, minat,
bakat, dan emosi, serta faktor exogen, yaitu factor
lingkungan keluarga. Rata-rata tingkat kesalahannya
sebesar 22,08% yang termasuk dalam kriteria rendah.
Dari kelompok subjek yang berkemampuan awal rendah
mengalami kesulitan dalam memilih proses penyelesaian
tepat dan kesalahan yang dialami yaitu kesalahan
konsep, keterampilan, dan kesalahan prinsip.
Pentingnya penguasaan konsep di satu sisi
sedangkan di sisi lain penguasaan konsep peserta didik
masih rendah, merupakan suatu masalah yang perlu di
cari alternatif pemecahannya, yaitu perlunya suatu
model pengajaran konsep matematika sehingga siswa
dapat memahami dengan baik konsep yang disajikan.
6
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
D. Manfaat Pembahasan
7
1. Sebagai bahan masukan kepada guru-guru
matematika pada umumnya, dan guru matematika di
SMA pada kususnya dalam mengajarkan konsep
matematika.
2. Sebagai bandingan kepada para ahli dalam bidang
pendidikan matematika dalam mengembangkan
alternatif konsep pembelajaran matematika.
3. Sebagai bahan kajian kepada para peneliti dalam
bidang pendidikan matematika dalam
mengembangkan suatu teori belajar konsep
matematika.
8
BAB II
KONSEP DALAM MATEMATIKA
9
yang digunakan sudah sesuai prosedur teknis
(algoritma) matematis, namun kesalahan besar terjadi
karena latar belakang soalnya tidak benar.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa bila kita
mengetahui tentang konsep integral, maka perlu dikaji
lebih awal latar belakang masalahnya sebelum
menggunakan algoritma matematis. Hasil integral di atas
terdapat suatu hal yang aneh, hasilnya -4/3, sedangkan
integrannya adalah bentuk kuadrat yang tidak mungkin
negatif.
1
Karena tidak terbatas pada interval 0 ≤ x ≤ 4,
( x 1) 2
yakni tidak terdefinisi untuk x = 1.
Kasus di atas menunjukkan pentingnya memahami
konsep matematika sebelum menggunakan algoritma
matematis. Oleh karena itu perlu dipahami lebih dahulu
tentang konsep matematika sebelum melakukan
algoritma dalam menyelesaikan suatu masalah.
Berikut kita coba kaji beberapa hal berkaitan
dengan konsep dan konsep dalam matematika itu
sendiri.
Konsep menurut Rosser (dalam Ratna 1989:80),
merupakan suatu abstraksi yang mewakili satu kelas
objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan dan
10
hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang
sama.
Berkaitan dengan abstraksi, berarti suatu konsep
mewakili beberapa objek yang telah digugurkan ciri-ciri
atau sifat-sifat objek tersebut yang dianggap tidak
penting atau tidak diperlukan sehingga hanya
diperhatikan sifat penting yang dimiliki bersama.hal ini
berarti bahwa objek-objek yang memenuhi kriteria
konsep tersebut merupakan contoh dari konsep yang
dimaksud bukan merupakan contoh konsep.
Sejalan dengan paparan diatas Bell (1981: 108)
mendifinisikan konsep dalam matematika sebagai ide
abstrak yang memungkinkan seseorang
mengklasifikasikan objek-objek atau kejadian–kejadian
tertentu, apakah objek-objek atau kejadian-kejadian itu
merupakan contoh atau bukan contoh dari ide tersebut.
Dibagian lain tulisannya, Bell (1981:52)
mengemukakan bahwa konsep merupakan salah satu
dari 4 obyek langsung matematika, (fakta, skills, konsep
dan prinsip), sedang Begle (1979 : 6) mengatakan bahwa
sasaran atau objek penelaahan matematika adalah fakta,
konsep, operasi dan prinsip. Dengan demikian baik Bell
maupun Begle keduanya menempatkan konsep sebagai
salah satu objek telaah matematika. Sementara itu
Soedjadi (1985 : 18) menggambarkan struktur deduktif
11
aksiomatik matematika dengan menempatkan konsep
(pengertian lain) dibawah pengertian pangkal.
Skema struktur aksiomatik deduktif sbb:
Pernyataan pangkal Pengertian pangkal
(Aksioma) (undefined term )
Pernyataan lain
( Teorema )
Pernyataan lain
(lemma, corrolary,
teorema )
Pernyataan lain
(lemma, corrolary,
teorema )
dst dst
12
Skema pada gambar 1 tersebut, menunjukkan
bahwa konsep dalam matematika memiliki peran yang
cukup penting dalam membangun struktur matematika.
Konsep terbentuk dari pengertian pangkal dan konsep-
konsep lain yang telah terbentuk sebelumnya, dan dari
konsep yang dinyatakan dengan definisi dapat terbentuk
pernyataan lain berupa teorema, corrolory, lemma. Ini
menunjukkan bahwa suatu pernyataan dalam
matematika dapat dipahami dengan baik setelah
mengerti konsep yang telah mendasari pernyataan
tersebut.
13
dengan sifat tersebut, Soedjadi (1995: 8–9) membedakan
definisi atas 3 jenis, yaitu :
1. Definisi Analitik
Suatu definisi dikatakan bersifat analitis bila
definisi tersebut menyebutkan genus proksimum dan
deferensia spesifika.
Perhatikan struktur segiempat berikut
Segi Empat
Jajaranggenjang
Persegipanjang Belahketupat
Bujursangkar
Sumber :
Soedjadi Dalam Media Pendidikan Matematika No 2 Th 1 Hal, 69
Gambar 2 : Struktur Definisi Segiempat
14
Selanjutnya perhatikan definisi berikut
Belahketupat adalah segiempat yang sepasang-sepasang
sisi-sisinya sejajar dan sama panjang.
Definisi yang kedua ini tidak ekonomis, sebab
ungkapan kata sisi-sisinya sejajar tidak perlu lagi muncul
kalau kata segiempat diganti dengan jajaranggenjang
sebagai genus proksimum. Namun demikian definisi
pertama dapat digunakan setelah memahami definisi
jajargenjang.
Deferensia spesifika definisi di atas adalah
keterangan yang terdapat dibelakang kata “yang”.
Secara umum definisi yang bersifat analitik dapat
diungkapkan sbb:
Dengan :
Is : Istilah yang didefinisikan
Gen : Genus proksimum atau keluarga yang
terdekat dengan istilah yang didefinisikan.
Def : Deferinsia spesifika atau ciri khusus yang
membedakan konsep tersebut dengan yang
lainnya.
15
2. Definisi Genetik
Dengan :
Is : istilah yang didefinisikan
Konla : konsep lain yang diproses
Pro : cara terjadinya proses
16
Contoh :
1. Pengurangan dalam ilmu bilangan, didefinisikan
a – b = a + (-b)
2. Perkalian didefinisikan sebagai penjumlahan
berulang
a x b = b + b + b + . . . . sebanyak a factor
C. Komponen Definisi
Suatu konsep dalam matematika dapat dipahami
dengan melakukan pembedahan terhadap definisi suatu
konsep. Pembedahan terhadap definisi dapat dilakukan
dengan menguraikan definisi itu dalam komponen–
komponenya.
Menurut Soedjadi (1995 : 10) komponen definisi
terdiri (i) latar belakang, (ii) genus, (iii) istilah yang
didefinisikan, (iv) atribut. Sedang Tiro (2010 : 34)
menguraikan komponen suatu definisi menjadi: (1) latar
belakang (konteks, semesta), (2) subjek (objek
pembicaraan definisi, (3) istilah (nama), (4) ungkapan
selengkapnya (suatu kalimat), (5) atribut dan (6) simbol.
Latar belakang definisi adalah bagian definisi yang
menjadi modal dasar untuk membicarakan subjek dari
definisi tersebut.
17
Misalnya diberikan konsep fungsi dengan definisi
sbb :
“suatu fungsi f dari X ke Y ialah suatu aturan yang
memetakan suatu fungsi x € X ketepat unsur y € Y.
Unsur y ini disebut bayangan unsur x, atau disebut
juga nilai fungsi pada x, dan ditulis y = f(x).
Latar belakang definisi tersebut adalah himpunan
X, dan himpunan Y.
Genus adalah keluarga dari subjek definisi. Genus
dapat dipandang sebagai konsep terdekat yang
berhubungan dengan definisi yang dibicarakan. Pada
definisi diatas genusnya adalah “aturan pemetaan “.
Istilah adalah ungkapan yang diberikan pada
subjek pembicaraan dari definisi. Istilah pada defenisi di
atas adalah “fungsi f”.
Atribut definisi merupakan ciri atau sifat yang
dimiliki oleh suatu konsp, sehingga dengan ciri tersebut
suatu subjek dapat dikategorikan sebagai contoh atau
noncontoh dari definisi. Pada contoh diatas atributnya
adalah “setiap unsur X mempunyai tepat satu pasangan
di Y”.
18
BAB III
TEORI BELAJAR R. GAGNE
19
diperlukan untuk memperoleh kapasitas yang baru.
(Gagne, 1979:43).
Stimuli dari lingkungan merupakan faktor eksternal
yang dapat dimodifikasi sedemikian sehingga
menunjang proses kognitif individu yang belajar. Sedang
proses kognitif merupakan suatu proses dalam diri
individu yang belajar sebagai prasyarat bagi terciptanya
kondisi belajar. Proses kognitif ini bersama kondisi
internal lainnya berinteraksi dengan kondisi eksternal
untuk menghasilkan suatu performasi sebagai hasil
belajar.
Paparan di atas menunjukkan bahwa terdapat 3 (
tiga ) komponen esensial dalam belajar, yaitu : kondisi
internal, kondisi eksternal, dan hasil belajar.
Hubungan antara ketiga komponen tersebut
digambarkan sbb :
20
Kondisi internal Hasil belajar
Keadaan internal Informasi Verbal
Keterampilan Intelektual
dan proses kognitif
Keterampilan Motorik
Sikap
Strategi Kognitif
Saling interaksi
21
sedang perbuatan merupakan tingkah laku yang dapat
diamati dan nampak secara jelas. Dengan demikian hasil
belajar adalah kapabilitas internal dan dicerminkan
dalam wujud perbuatan tertentu untuk setiap jenis
belajar.
Berkaitan dengan jenis belajar tersebut, Gagne
mengembangkan suatu teori yang disebut tipe hasil
belajar. Tipe hasil belajar tersebut terdiri atas : informasi
verbal, keterampilan intelektual, siasat kognitif, sikap
dan keterampilan motorik (Gagne, 1989: 44).
Tipe hasil belajar ini merupakan pengem-bangan
terhadap sistematika 8 (delapan) tipe belajar yang telah
disusun oleh Gagne dalam suatu hirarki tipe belajar.
Perbedaan mendasar antara sistematika tipe belajar
dengan tipe hasil belajar tersebut terletak pada proses
belajar yang dilalui oleh individu yang belajar.
Tipe hasil belajar di samping melihat hasil belajar
juga memeperhatikan proses belajar yang terjadi pada
diri siswa. Di samping itu pada tipe hasil belajar tidak
dianut suatu hirarki, kecuali pada tipe hasil belajar
keterampilan intelektual, yang terdiri atas beberapa
subkemampuan.
22
B. Belajar Konsep Menurut Gagne
Pada hirarki belajar yang dikemukakan oleh Gagne,
belajar konsep ditempatkan pada urutan kelima, sedang
pada tipe hasil belajarnya, belajar konsep dipandang
sebagai bagian dari keterampilan itelektual, yang
disusun dalam suatu hirarki tersendiri.
Hirarki tingkat-tingkat kemampuan intelek-tual
tersebut digambarkan oleh Gagne (1979: 62)
Pemecahan masalah
)
Aturan-aturan
Konsep-konsep Terdefenisi
Konsep-konsep konkrit
23
Lebih lanjut Gagne membagi belajar konsep atas
dua bagian, yaitu belajar konsep kongkrit dan belajar
konsep terdefenisi.
Belajar konsep kongkret adalah belajar memahami
kebersamaan sifat-sifat dari benda-benda kongkrit atau
peristiwa peristiwa untuk di kelompokkan menjadi satu
jenis, sedang belajar konsep terdefenisi adalah
kemampuan mendemonstrasikan makna dari kelas
tertentu tentang objek-objek, kejadian-kejadian, atau
hubungan-hubungan, dan mampu menunjukkan
komponen-komponen dalam konsep tersebut.
Seperti yang dipaparkan terdahulu bahwa setiap
tipe belajar dapat menghasilkan performasi yang
maksimal bila di perhatikan kondisi internal dan kondisi
eksternal yang terjadi pada setiap tipe belajar. Dalam hal
belajar konsep kondisi internal dan kondisi eksternal di
paparkan sbb:
Konsep konsep kongkret
Menurut Gagne (1979: 65) kondisi internal dan
kondisi eksternal yang dibutuhkan dalam belajar konsep
konkrit adalah
1. Kondisi Internal
Siswa dapat membedakan secara cermat contoh
suatu konsep. Dengan demikian kemampuan memahami
24
konsep konkrit ini tergantung pada kemampuan siswa
dalam mengadakan diskriminasi.
2. Kondisi Eksternal
Mencakup kejelasan dalam ciri-ciri fisik pada objek
yang harus dikelompokkan. Ini berarti belajar konsep
konkrit dapat dipercepat dengan bantuan isyarat-isyarat,
dan penyajian beberapa contoh.
Konsep-konsep terdefinisi
Menurut Gagne (1979:67) kondisi internal dan
kondisi eksternal yang dibutuhkan dalam belajar konsep
terdefinisi adalah
1. Kondisi internal
Untuk memperoleh konsep terdefinisi, siswa harus
mengeluarkan atau memanggil semua kompenen-
kompenen konsep yang terdapat dalam definisi,
termasuk hubungan antara konsep.
2. Kondisi eksternal
Suatu konsep terdefinisi dapat dipelajari dengan
meminta siswa mengamati suatu demonstrasi atau
skema/bagan dari komponen atau melalui pernyataan
verbal.
25
pengolahan informasi sebagai suatu proses untuk
memperbaiki kapasitas belajar. Selanjutnya Gagne
mengemukakan suatu teori tentang proses belajar yang
mengacu pada sistem pemrosesan informasi.
Dalam teori tersebut, Gagne (1989:13)
menggambarkan model pemrosesan informasi sepererti
pada gambar 5.
Pada model pemrosesan informasi tersebut,
stimulus dari lingkungan peserta didik akan
mempengaruhi receptor (penerima stimulus), kemudia
masuk ke sistem saraf melalui sensory register (yaitu
organ yang pertama kali menerima adanya stimulus
tersebut) yang terdapat dalam sistem saraf pusat.
Penerimaan stimulus ini merupakan persepsi objek dan
peristiwa yang pertama kali bagi peserta didik. Stimulus
yang berupa informasi itu akan disimpan dalam sistem
saraf pusat dalam waktu yang sangat singkat.
26
E
EXECUTIVE EXPECTANCIES
F
CONTROL
F
E
RESEPTOR
E C
GENERATOR
N T
V O
I R
R S
O
R
N
E
M C
E SENSORY SHORT – LONG –
E
N TERM TERM
P REGISTER
MEMORY MEMORY
T T
O
R
S
28
yang utama untuk tugas sekolah ialah tangan (untuk
menulis) dan alat suara (untuk berbicara).
Executive control (pengaturan) dan expectancies
(pengharapan) dalam model pemrosesan informasi
dipandang untuk mengaktifkan dan memodifikasi arus
informasi.
D. Fase-Fase Belajar
Berdasarkan model pemrosesan informasi, Gagne
(dalam Bell Gredler,1994:198) menerapkan konsep
pengolahan (proses) kognitif dalam kupasannya
terhadap hal belajar, Gagne menemukan sembilan
tahapan pengolahan yang esensial bagi belajar dan harus
dilaksanakan secara berurutan, kesembilan tahapan
tersebut dinamakan fase-fase belajar.
Uraian masing- masing fase tersebut sbb:
Persiapan untuk belajar
Persiapan untuk belajar memuat 3 (tiga) fase, yaitu :
1. Fase Attending (Mengarahkan Perhatian)
Fase ini untuk menyadarkan siswa akan adanya
stimulus dan menangkap stimulus yang relevan,
stimulus yang dimaksudkan dapat berupa komunikasi
verbal (lisan atau tulisan), gambar diam dll.
Menarik perhatian siswa dapat dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan yang merangsan minat,
29
menceritakan kejadian yang lain dari biasanya, atau
membangkitkan minat tertentu.
2. Fase Pengharapan
Fase pengharapan berfungsi mengantar siswa
untuk mengetahui tujuan belajar, orientasi tujuan yang
sudah terbentuk pada tahap ini membuat siswa
dapatmemilih hasil apa yang sesuai pada setiap fase
berikutnya dalam pengolahan informasi (Gagne, 1977:
61).
Arahan yang diberikan pada fase pertama akan
menimbulkan harapan untuk mengetahui sajian yang
akan diajarkan, dan sekaligus menimbulkan rasa
keingintahuan siswa terhadap pelajaran yang akan
diberikan.
3. Fase Retrival (Mendapatkan Kembali)
Fase ini berfungsi untuk mengingat kembali
kapabilitas prasyarat esensial untuk kegiatan belajar
yang baru, proses menggali ingatan dapat dipengaruhi
oleh stimulus eksternal. Pada proses ini kemungkinan
peserta didik akan kehilangan hubungan dengan
informasi yang ada dalam ingatan jangka panjang.
Dalam keadaan demikian, pengajar harus memberikan
stimulus eksternal, misalnya memberikan sedikit
informasi yang relevan kemudian meminta peserta didik
untuk mencari kaitannya.
30
Perolehan dan performasi
Bagian ini 4 fase berikutnya, yaitu:
4. Fase Persepsi Selektif atas Sifat-Sifat Stimulus
Fase ini mengubah bentuk stimulus fisik menjadi
ciri-ciri yang dapat dikenal dan memungkinkan
disampingnya ciri-ciri tersebut secara singkat dalam
memori kerja dan dapat dibuat sandi-sandi. Pada fase ini
siswa melakukan seleksi terhadap stimulus yang datang,
informasi yang relevan dengan pelajaran yang akan
disajikan dipanggil dari ingatan jangka panjang maupun
ingatan jangka pendek untuk diberi kode.
5. Fase Semantic Econding (Sandi Semantik)
Fase merupakan fase pengkodean, yaitu
memberikan kode pada ciri-ciri stimulus dengan
kerangka kerja konseptual atau bermakna dan disimpan
dalam memori jangka panjang. Proses ini merupakan
tahap sentral dan kritis dalam belajar dan tampa tahap
ini belajar tidak akan terjadi (Gagne, 1977: 66). Sandi
yang disimpan dapat berupa konsep, proposisi, atau
organisasi lain yang bermakna.
6. Fase Retrival dan Respon
Fase ini berfungsi mengembalikan informasi yang
disimpan ke pembangkit respons orang dan
mengaktifkan respons. Pada fase ini siswa mendapatkan
31
kembali sandi yang baru saja disimpan pada memori
jangka panjang.
7. Fase Reinforcement (Penguatan)
Fase ini berfungsi mengkorfirmasikan pengharapan
siswa tentang tujuan belajar. pada fase ini siswa
mendapatkan pengukuhan atas diperolehnya kapabilitas
baru, alih belajar
Alih belajar memuat 2 (dua) fase terakhir, yaitu:
8. Fase Pengisyaratan Untuk Retrival
Fase ini berfungsi memberikan isyarat tambahan
untuk mengingat kembali kapabilitas yang sesuai dari
memori jangka panjang.
9. Fase Generalisasi
Fase ini berfungsi meningkatkan kemampuan alih
belajar kesituasi baru.
Berdasarkan uraian tentang model pemrosesan
informasi dan fase- fase belajar Gagne sebagaimana
telah dikemukakan, terlihat bahwa Gagne sangat
memerhatikan proses yang terjadi dalam diri individu
yang belajar. Disamping itu, Gagne juga memerhatikan
perilaku yang tampak (respon) dari individu setelah
diberikan stimulus. Dengan demikian Gagne
memadukan antara psikologi kognitif dan psikologi
tingkah laku dalam belajar.
32
E. Rancangan Pembelajaran
Berdasarkan analisisnya tentang pengelo-laan
esensial dalam belajar yang disusun dalam 9 (Sembilan)
fase seperti dipaparkan diatas, maka Gagne merancang
suatu model pembelajaran dengan asumsi-asumsi sbb:
1. Pembelajaran mesti direncanakan agar memperlancar
belajar siswa secara individu.
2. Fase pendek dan fase panjang hendaknya masuk
dalam rancangan.
3. Perencanaan hendaknya tidak asal jadi,dan tidak
sekedar menyiapkan lingkungan asuh saja.
4. Usaha pembelajaran mesti dirancang dengan
menggunakan analisis system.
5. Pembelajaran harus dikembangkan berda-sarkan
pengetahuan tentang cara belajar. (Gagne, 1979:5)
Berdasarkan pada asumsi-asumsi diatas, Gagne
menyusun rencangan pembelajaran yang bersesuaian
dengan kondisi belajar,yang terjadi pada masing-masing
fase belajar.
Rancangan yang dimaksud terdiri atas:
1. Perumusan Tujuan Performasi
Gagne dalam mengembangkan teori belajarnya
,selain meninjau hasil belajar yang harus dicapai, juga
meninjau proses belajar yang menuju ke hasil tersebut
dan mengembangkan langkah-langkah pembelajran
33
yang dapat dilakukan oleh guru untuk mendampingi
siswa dalam belajar. Hasil belajar yang ingin dicapai
perlu dirumuskan dalam bentuk tujuan performasi. Hal
ini dapat membantu guru untuk mengetahui kebutuhan
pembelajaran dan pengujian. Herman (1979:34)
mengemukakan bahwa tujuan berfungsi untuk
membantu guru dalam memilih materi dan pengalaman
belajar matematika yang ditekankan dan membantu
guru dalam menyusun alat penilaian.
Perumusan tujuan performasi secara spesifik
menuntut adanya kemampuan internal tertentu yang
dapat digolongkan dalam kategori hasil belajar tertentu,
melalui proses belajar. Hal ini berarti proses belajar yang
dilalui oleh sisiwa untuk memeroleh hasil belajar
tertentu harus disesuaikan dengan tujuan performasi
yang telah dirumuskan.
2. Memilih Acara Pembelajaran
Fungsi pembelajaran adalah menunjang proses
internal, yang terjadi dalam diri siswa. Kesembilan fase
belajar yang telah dipaparkan terdahulu maing-masing
sejauh kejadiannya digiatkan secara internal, disamping
itu juga perlu diperhatikan proses pengaturan tertentu
dari stimulus lingkungan.
34
Acara-acara pembelajaran untuk kesembilan fase
belajar dilukiskan oleh Bell Gredler (1994:210) sebagai
berikut:
Perian Fase Belajar Acara Pembelajaran
Persiapan 1. Mengarahkan Menarik perhatian siswa
untuk belajar perhatian dengan kejadian yang tidak
seperti biasanya, pertanyaan
atau perubahan stimulus.
Memberitahu siswa tentang
tujuan belajar.
2. Ekspektasi Merangsang siswa agar
mengingat kembali ha-sil
3. Retrival belajar sebelumnya
Menyajikan stimulus yang
jelas sifatnya
4. Persepsi selektif
atas stimulus Memberikan bimbingan
Perolehan dan 5. Sandi Semantik belajar
perbuatan 6. Retrival dan Memunculkan perbuatan
respon siswa
7. Penguatan Memberikan balikan
informatif
8. Mengisyarat-kan Menilai perbuatan siswa
terjadinya retrival
9. Generalisasi Meningkatkan retensi dan
alih belajar
Retrival dan
alih-alih
belajar
Acara pembelajaran untuk persiapan belajar
35
pembelajaran baru. Untuk menarik perhatian siswa, guru
dapat melakukan dengan mengajukan pertanyaan yang
meransang minat belajar siswa terhadap materi pelajaran
yang disajikan, menceritakaan manfaat bahan ajar
tersebut, atau membangkitkan minat-minat tersebut.
Setelah minat siswa dibangkitkan dan siap
menerima materi pelajaran, maka guru berusaha
membangkitkan ingatan siswa terhadap materi pelajaran
sebelumnya yang berkaitan dengan bahan ajar yang akan
dibahas. Informasi yang relevan, konsep, dan aturan
yang berkaitandengan materi yang akan dibahas dapat
dibangkitkan dari ingatan siswa dengan menggunakan
pertanyaan atau memberi informasi yang dapat
membangkitkan ingatan tersebut.
Acara pembeelajaran untuk perolehan dan perbuatan
36
(1989:129) komunikasi kepada siswa harus bisa
merangsang jalan pikiran tertentu dan karena itu akan
mencegah terjadinya salah arah.
Langkah berikutnya guru memberikan pertanyaan
untuk mengetahui tingkat pencapaian siswa terhadap
materi yang disajikan, sehingga guru dapat mengetahui
perbuatan yang perlu diberikan kepada siswa, perbuatan
dalam hal ini ada dua kemungkinan, yaitu:
membenarkan hasil belajar yang dicapai, atau
memberikan balikan korektif atas pencapaian siswa.
Berkaitan dengan pemberian bimbingan belajar kepada
siswa Gagne (1980:6) mengemukakan bahwa bimbingan
belajar tersebut membantu pelajar mengubah kapabiltas,
baru menjadi sandi untuk diingat kembali, dan
bimbingan membedakan belajar yang mudah dan yang
sukar, serta membedakan antar belajar yang efektif
dengan yang tidak efektf.
Berdasarkan pendapat Gagne tersebut, jelas bahwa
bimbingan belajar yang diberikan kepada siswa
merupakan persoalan yang pokok dalam hal belajar,
dengan demikian aktivitas guru dalam kegiatan belajar
siswa juga memengangperan yang cukup strategis.
Bimbingan belajar dapat dilakukan oleh guru dengan
mengajukan pertanyaan yang bersifat memancing siswa
untuk menemukan konsep yang dibahas.
37
Acara pembelajaran untuk retrival dan alih belajar
Untuk menentukan perolehan kapabilitas siswa,
tidak cukup hanya didasarkan pada pengenalan siswa
terhadap contoh-contoh atau kemampuan penerapan
satu kaidah kesituasi tertentu,tetapi pencapaian
kapabilitas tersebut masih perlu digeneralisasikan
keberbagai situasi. Oleh kerena itu siswa dihadapkan
pada seperangkat contoh tambahan atau situasi lain yang
memberikan tuntutan kepada siswa berunjuk kerja
menerapkan keterampilan-keterampilan tertentu.
Pembelajaran perlu disimpulkan dengan adanya
ransangan yang khusus direncanakan untuk
memperkuat ingatan dan alih belajar. Hal ini dapat
dilakukan dengan mengadakan ulangan yang diadakan
sehari atau lebih lama kemudian (Gagne, 1989:116).
Paparan dua alinea terakhir menunjukan bahwa
seorang siswa dikatatakan telah mengetahui dengan baik
bahan ajar yang disajikan dan memiliki kapabilitas baru,
jika siswa tersebut dapat memberikan contoh dan
mampu menerapkan bahan ajar tersebut keberbagai
situasi yang berkaitan dengan bahan ajar. Untuk
mengukur tingkat pencapaian ini diperlukan ujian yang
terencana sesuai bahan ajar yang disajikan.
38
BAB IV
KEGIATAN MENGAJAR
BELAJAR KONSEP
A. Persiapan Mengajar
39
kegiatan mengajar belajar. Dalam kaitannya dengan
belajar konsep, Gagne (1979:125) menyarankan kata kerja
yang dapat digunakan dalam merumuskan tujuan
belajar konsep yaitu kata kerja “mengenali contoh dan
mengelompokkan kedalam kategori”
Contoh:
Belajar konsep fungsi
Rumusan tujuan performasinya adalah: siswa dapat
mengelompokkan hasil relasi yang merupakan konsep.
2. Analisis konsep
41
Mencermati paparan di atas dan bab-bab terdahulu,
maka pelaksanaan kegiatan mengajar belajar konsep
matematika di kelas dapat ditempuh sebagai berikut.
42
mengetahui definisi konsep dan komponen-komponen
definisi dari konsep yang dibahas.
Selanjutnya siswa diberi bimbingan belajar.
Bimbingan belajar diarahkan pada penyajian objek-objek
yang relevan dengan konsep dan menunjukkan contoh
dan non-contoh dari konsep. Melalui bimbingan belajar
ini siswa diharapkan lebih mendalami konsep yang
disajikan serta mampu mengembangkan contoh-contoh
dan noncontoh.
Pada bagian ini diberikan beberapa contoh lain
yang memenuhi kriteria konsep yang dibahas dan
beberapa contoh yang tidak memenuhi. Guru meminta
kepada siswa menunjukkan contoh yang memenuhi
kriteria konsep sebagai contoh konsep dan contoh yang
tidak memenuhi kriteria konsep sebagai noncontoh
konsep.
Setelah itu guru memberi umpan balik terhadap
jawaban siswa, dan melakukan koreksi terhadap setiap
jawaban yang diberikan serta menuntun siswa untuk
memperbaiki kesalahan yang dilakukan.
Alih belajar
Guru memberikan soal latihan yang berkaitan
dengan konsep yang dibahas, memberikan penilaian
terhadap hasil pekerjaan siswa. Selan-jutnya siswa
diarahkan untuk melakukan generalisasi konsep serta
43
menerapkan konsep yang baru diperoleh. Hal ini dapat
dilakukan dengan ujian tentang konsep yang baru
dibahas
Skema alur kegiatan mengajar belajar konsep
matematika sbb:
Pesiapan belajar
Guru Siswa
Stimulus Kondisi internal
Kondisi eksternal Hasil belajar
- Menarik perhatian - Ada harapan
- Menyampaikan tujuan - Ada konsep
- Membangkitkan konsep prasyarat
prasyarat
Perolehan dan perbuatan
- Hubungan konsep pra- - Siap menerima
syarat dengan konsep pelajarn
baru - Konep prasayarat
- Uraian komponen muncul
konsep
- Definisi konsep
- Contoh/mencontoh
Generalisasi
44
C. Contoh Pengajaran Konsep
Konsep : Fungsi
Kelas : II SMU
A. Persiapan
1. Tujuan
Siswa dapat menunjukkan relasi yang merupakan
fungsi
2. Analisis konsep
Definisi :
Suatu fungsi f dari X ke Y ialah suatu aturan yang
memetakan setiap unsur ketepat satu unsur
. Unsur y ini disebut bayangan unsur x, atau
disebut juga nilai fungsi pada x, dan ditulis
Latar belakang : himpunan X, himpunan Y
Genus : aturan pemetaan
Simbol : , , ,
45
Noncontoh :
himpunan
himpunan
aturan pemetaan dari Y ke X
didefinisikan oleh
pemetaan dari Y ke X bukan fungsi
Ungkapan Notasi :
F fungsi dari X ke Y
46
Perolehan dan Perbuatan
Kondisi internal yang dimiliki siswa adalah
kesiapan untuk belajar konsep fungsi, dengan memiliki
konsep prasyarat yaitu konsep himpunan dan konsep
relasi.
Stimulus yang diperlukan adalah menunjukkan 2
himpunan yang saling berelasi, selanjutnya meminta
siswa untuk menunjukkan karakter khusus relasi
tersebut.
Misalnya : Siswa diminta memperhatikan gambar
berikut:
X Y
47
Hubungan (relasi) seperti ini disebut fungsi dari X ke Y.
Selanjutnya siswa diminta menyebutkan syarat-syarat
suatu relasi disebut fungsi.
Berdasarkan pemahaman tersebut guru
menguraikan komponen konsep fungsi dan meminta
siswa untuk mencoba mendefinisikan fungsi sebagai
suatu relasi khusus.
Selanjutnya ditunjukkan relasi yang merupakan
fungsi dan relasi yang bukan fungsi.
Misalnya:
Diberikan himpunan X = dan
Y=
Aturan pemetaan dari X ke Y didefinisikan oleh .
Melalui tanya jawab siswa diarahkan untuk
menunjukkan bahwa relasi yang didefinisikan oleh
merupakan fungsi X ke Y. Untuk noncontoh,
siswa diarahkan bahwa relasi dari Y ke X bukan fungsi.
Sasaran: Siswa memahami relasi yang merupakan fungsi
serta dapat menunjukkan suatu relasi yang merupakan
fungsi, dapat mengklasifikasi contoh dan noncontoh dari
suatu fungsi.
Alih Belajar
Kondisi internal pada diri siswa adalah
pemahaman terhadap konsep, dan kemampuan
48
mengklasifikasi relasi yang merupakan fungsi dan relasi
yang bukan fungsi.
Untuk menguatkan pemahaman tersebut guru
memberikan soal-soal latihan dan memberi penilaian
terhadap hasil pekerjaan siswa.
Misalnya:
a. Diberikan himpunan-himpunan dan
Y = { y / y € Real }
Relasi dari x ke Y didefinisikan oleh
y = X + 1.
Apakah relasi dari A ke B merupakan fungsi? Jelaskan
jawaban anda.
b. Diberikan himpunan-himpunan
X = { X / X € Asli }dan Y ={ y / y € Bulat }
relasi dari x ke Y didefinisikan oleh y = x .
Apakah relasi dari X ke Y merupakan fungsi? Jelaskan
jawaban anda.
Sasaran
Siswa dapat menanpilkan pencapaian tujuan yang
diinginkan dalam belajar konsep konsep fungsi, dan
selanjutnya menyimpan pada ingatan jangka panjang
sehingga dapat panggil kembali bila diperlukan.
49
50
BAB V
KESIMPULAN-DAN
SARAN-SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan paparan di bagian terdahulu, maka
dapat ditarik kesimpulan sbb:
1. Konsep merupakan salah satu objek matematika yang
memiliki peranan penting dalam membangun stuktur
matematika dan dalam mempelajari bagian
matematika lainnya, sehingga pemahaman konsep
perlu dimiliki oleh siswa untuk dapat mengem-
bangkan dan mempelajari matematika lebih lanjut.
2. Suatu konsep dalam matematika dapat dipahami dan
digunakan secara operasional melalui definisi,
sehingga untuk memahami suatu konsep diharapkan
siswa memahami definisi dari konsep tersebut.
Sedangkan difinisi dari suatu konsep dapat dipahami
melalui pembedahan difinisi kedalam komponen-
komponennya yang disertai dengan contoh dan non
contoh dari definisi tersebut.
3. Untuk mempelajari suatu konsep, Robert Gagne
menawarkan suatu alternatif belajar konsep melalui
51
teori belajarnya yang dikembengkan berdasarkan
proses belajar dengan memperhatikan komponen-
komponen pembelajaran, yaitu kondisi internal,
kondidi eksternal dan hasil belajar.
4. Hasil belajar maksimal dapat dicapai oleh siswa bila
guru dapat melakukan modifikasi terhadap kondisi
ekternal dengan memberikan stimulus sedemikian
sehingga terjadi interaksi antara kondisi eksternal
dengan kondidi internal.
5. Agar kondidi internal dan kondisi eksternal dapat
berinteraksi dengan baik, maka guru perlu
memperhatikan fase-fase belajar yang terjadi pada diri
siswa. Berdasarkan fase-fase tersebut dilakukan acara
pembelajaran yang berseesuaian dengan setiap fase.
6. Kegiatan belajar mengajar konsep matematika dengan
menerapkan teori Gagne dibagi atas dua bagian, yaitu:
a. Persiapan mengajar yang meliputi, perumusan,
tujuan reformasi dan analisis definisi.
b. Pelaksanaan kegiatan mengajar, yang meliputi :
Persiapan dengan sasaran menarik perhatian dan
minat siswa untuk mempelajari konsep, dan
membangkitkan konsep prasyarat untuk memasuki
pembahasan konsep baru.
Perolehan dam perbuatan dengan sasaran
menunjukkan hubungan antara konsep prasyarat
52
dengan konsep baru, pemahaman terhadap
komponen konsep, definisi konsep dan pemberian
contoh/ non contoh konsep, pemberian bimbingan
belajar dan pemberian umpan balik terhadp hasil
belajar siswa.
Alih belajar dengan sasaran melatih pemahan siswa
terhadap konsep yang baru dibahas untuk
selanjutnya siswa dapat menyimpan konsep
tersebut dalam ingatan jangka panjang, sehingga
sewaktu-waktu dapat dipanggil pada saat
dibutuhkan.
B. Saran-saran
1. Kepada guru matematika diharapkan dapat
mempersiapkan secara maksimal bahan ajar
sebelumnya menyajikan konsep matematika di depan
kelas, dan melakukan perumusan tujuan dan
pembedaan terhadap difinisi konsep.
2. Kepada guru-guru matematika diharapkan
menyajikan konsep matematika dengan
memperhatikan komponen konsep, contoh noncontoh
konsep, fase-fase belajar dan acara pembelajaran yang
sesuai dengan fase-fase tersebut.
3. Kepada para ahli dan pengembangan pendidikan
matematika diharapkan untuk melakukan kajian teori-
53
teori belajar yang bersesuaian untuk setiap konsep
matematika.
4. Kepada para peneliti pendidikan matematika
diharapkan untuk melakukan kajian eksperimen
untuk menguji cobakan teori belajar Gagne dalam
mengajarkan konsep matematika
54
DAFTAR PUSTAKA
55
Gagne, Robert M And Briggs Leslie J. (1997). Principles Of
Intruction, Prentice Hall, Rinehart And Winston, New
York USA.
56
Willis Dahar, Ratna (1989). Teori-Teori Belajar. Erlangga
Jakarta.
57