2.1.1 Pengertian
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Microbakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga
memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat
kuman mycobakterium tuberkulosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh
dengan lokasi terbanyak di paru-paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif
Mansyur, 2000).
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meninges, ginjal,
tulang, dan nodus limfe. Tuberculosis merupakan penyakit infeksi saluran nafas bagian
bawah yang menyerang jaringan paru atau parenkim paru oleh hasil mycobakterium
tuberculosis, dapat mengenai hampir semua organ tubuh (meninges, ginjal, tulang, dan nodus
limfe, dan lain-lain) dengan lokasi terbanyak di paru, yang biasanya merupakan lokasi
primer. (Brunner & Suddart, 2003: hal 584).
2.1.2 Etiologi
Penyebab tuberkolosis adalah Mycobacterium tuberkolosis. Basil ini tidak berspora
sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet. Ada dua
macam mikrobakteria tuberkolosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada
dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkolosis usus. Basil tipe human bisa berada di
bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TBC terbuka dan orang yang
rentan terinfeksi TBC ini bila menghirup bercak ini. Perjalanan TBC setelah infeksi melalui
udara. Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat
dormant, tertidur lama selama beberapa tahun. (Wim de Jong et al. 2005).
a. Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Percikan
dahak yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan
mukosilierbronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana.
Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri
di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa
kuman TBC ke kelenjar limfe disekitar hilus paru dan ini disebut sebagai kompleks
primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah
sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari
banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitasseluler).
Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan
kuman TBC. Meskipun demikian ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman
persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tubuh tidak mampu menghentikan
perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan
menjadi penderita TBC.
b. Tuberkulosis Pasca Primer
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah
infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau
status gizi buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang
luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura. (Barbara, C.L. 1996. Perawatan Medikal
Bedah)
Mycobacterium tuberculosis
Daya tahan tubuh juga merupakan salah satu faktor yang bepengaruh dalam hal
penulanaran TBC, kemampuan untuk melawan infeksi adalah kemampuan pertahanan tubuh
untuk mengatasi organisme yang menyerang. Berikut adalah faktor-faktor orang terkena
TBC daya tahan tubuh yang kurang:
a. Gizi Buruk
Terdapat bukti sangat jelas bahwa kelaparan atau gizi buruk mengurangi daya tahan
terhadap penyakit ini. Faktor ini sangat penting pada masyarakat miskin, baik pada
orang dewasa maupun pada anak. Kompleks kemiskinan seluruhnya ini lebih
memudahkan TB berkembang menjadi penyakit. Namun anak dengan status gizi yang
baik tampaknya mampu mencegah penyebaran penyakit tersebut di dalam paru itu
sendiri.
b. Orang Berusia Lanjut atau Bayi Pengidap Infeksi HIV/AIDS
Pengaruh infeksi HIV/AIDS mengakibatkan kerusakan luas system daya tahan tubuh,
sehingga jika terjadi infeksi seperti tuberculosis maka yang bersangkutan akan menjadi
sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV
meningkat, maka jumlah penderita TBC akan meningkat, dengan demikian penularan
TBC di masyarakat akan meningkat pula.
1.1.6 Patofisiologi
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang
terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cenderung tertahan di hidung dan cabang
bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada di ruang alveolus biasanya di
bagian bawah lobus atas paru-paru atau di bagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak di daerah tersebut
dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama
leukosit akan digantikan oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi
dan timbul gejala peneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya,
sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar
getah bening regional. (Dannenberg, 1981 dikutip dalam Price, 1995).
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh
waktu 10-20 hari. Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang
biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi
di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang
berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya
akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakan fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi di
daerah nekrosis adalah pencairan di mana bahan cair lepas ke dalam bronkus dan
menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke
dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi ke bagian paru lain atau
terbawa ke bagian laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup
sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan
mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat
dekat dengan pembatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak
dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan
dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas.
Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan bronkus sehingga menjadi peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah
bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan
mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada organ lain.
Jenis penyebaran ini disebut limfohematogen yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran
hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis
milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak
organisme yang masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ lainnya.
(Barbara, C.L. 1996. Perawatan Medikal Bedah)
1.1.8 Penatalaksanaan/Pengobatan
Penderita TB harus diobati, dan pengobatannya harus adekuat. Pengobatan TB memakan
waktu minimal 6 bulan. Dalam memberantas penyakit tuberkolosis, negara mempunyai
pedoman dalam pengobatan TB yang disebut Program Pemberantasan TB. Prinsip
pengobatan TB adalah menggunakan multidrugs rigmen. Hal ini bertujuan untuk mencegah
terjadinya resistensi basil TB terhadap obat. Obat anti tuberculosis dibagi dalam dua
golongan besar, yaitu obat lini pertama dan obat lini kedua.
Yang termasuk obat anti TB lini pertama adalah : isoniazid (H), etambutol (E),
streptomisin (S), pirazinamid (Z), rifampisin (R), dan tioasetazon (T). sedangkan yang
termasuk obat lini kedua adalah etionamide, sikloserin, PAS, amikasin,, kanamisin,
kapreomisin, siprofloksasin, ofloksasin, klofazimin, dan rifabitun. Terdapat dua alternatif
terapi pada TB, yaitu :
a. Terapi jangka panjang
Terapi ini menggunakan isoniazid, etambutol, streptomisin, pirazinamid dalam jangka
waktu 24 bulan atau 2 tahun.
b. Terapi jangka pendek
Terapi ini menggunakan regimen refampisin, isoniazid, dan pirazinamid dalam
jangka waktu 6 bulan, dan terdapat kemungkinan bahwa terapi dilanjutkan 9 bulan.
Terapi jangka pendek memerlukan biaya yang mahal karena harga obat rifampisin
yang tinggi sehingga tidak setiap orang mampu membiayai pengobatannya. Pada
kondisi seperti ini, diberikan jangka panjang yang tidak terlalu berat pembiayaannya
dibandingkan terapi jangka pendek.
Dosis yang dianjurkan oleh International Union Against Tubercolosis adalah dosis
pemberian setiap hari dan dosis intermitten. Perlu diingat bahwa dosis pemberian setiap hari
berbeda dengan dosis intermitten.
Dosis obat lini kedua untuk mengobati pasien HIV yang terinfeksi oleh multidrug-
resistant tuberculosis
1.1.8 Komplikasi
a. Pneumonia (radang parenkim paru).
b. Efusi pleura (cairan yang keluar ke dalam rongga pleura).
c. Pneumotorak (adanya udara dan gas dalam rongga selaput dada).
d. Empiema.
e. Lasingitis.
f. Menjalar ke orang lain (spt, usus).
Komplikasi lanjut :
Arif, Mansjoer, dkk., ( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica Aesculpalus, FKUI,
Jakarta.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC:
Jakarta.
Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2. Jakarta : EGC, 2004. pp.519-37
Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan):
Bandung.
Price, Sylvia. A, Lorraine, M. Wilson. (1995). Buku 1 Patofisiologi “Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit”, edisi : 4. Jakarta : EGC.