Anda di halaman 1dari 23

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun
1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai « Global
Emergency ». Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis
pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia
tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182
kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000
pendduduk, seperti terlihat pada tabel 1

Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan
WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu
625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi
terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalens HIV yang cukup tinggi mengakibatkan
peningkatan cepat kasus TB yang muncul.
Tabel 1. Perkiraan insidens TB dan angka mortaliti, 2002
Jumlah kasus Kasus per 100 000 Kematian akibat TB
penduduk (termasuk kematian TB
(Ribu) pada penderita HIV)
Pembagian Semua Sputum Semua Sputum Jumlah Per 100 000
daerah WHO kasus (%) positif kasus (%) positif penduduk
(Ribu)
Afrika 2354 (26) 1000 350 149 556 83
Amerika 370 (4) 165 43 19 53 6
Mediteranian 622 (7) 279 124 55 143 28
timur
Eropa 472 (5) 211 54 24 73 8
Asia Tenggara 2890 (33) 1294 182 81 625 39
Pasifik Barat 2090 (24) 939 122 55 373 22
Global 8797 (100) 2887 141 63 1823 29
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan Cina. Setiap
tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis
adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.
1.2 DEFINISI

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex
1.3 BIOMOLEKULER M.Tuberculosis
Morfologi dan Struktur Bakteri
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak
berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1 – 4 mm. Dinding M. tuberculosis
sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M.
tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord
factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam
lemak berantai panjang (C60 – C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan
dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri
tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang

1
kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai
akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam – alkohol.
Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan
protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi
monoklonal . Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa,
38 kDa, 65 kDa yang memberikan sensitiviti dan spesifisiti yang bervariasi dalam mendiagnosis TB. Ada
juga yang menggolongkan antigen M. tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak
disekresi (somatik). Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen
30.000 a, protein MTP 40 dan lain lain.
Biomolekuler
Genom M. tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan kandungan guanin (G) dan
sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah diketahui lebih dari 165 gen dan penanda genetik
yang dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok 1 gen yang merupakan sikuen DNA mikobakteria yang selalu
ada (conserved) sebagai DNA target, kelompok II merupakan sikuen DNA yang menyandi antigen
protein, sedangkan kelompok III adalah sikuen DNA ulangan seperti elemen sisipan.
Gen pab dan gen groEL masing masing menyandi protein berikatan posfat misalnya protein 38 kDa dan
protein kejut panas (heat shock protein) seperti protein 65 kDa, gen katG menyandi katalase-peroksidase
dan gen 16SrRNA (rrs) menyandi protein ribosomal S12 sedangkan gen rpoB menyandi RNA polimerase.

Sikuen sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang mobile. Lebih dari 16 IS ada dalam mikobakteria
antara lain IS6110, IS1081 dan elemen seperti IS (IS-like element). Deteksi gen tersebut dapat dilakukan
dengan teknik PCR dan RFLP (dikutip dari 11).
1.4 PATOGENESIS
A. TUBERKULOSIS PRIMER
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan
terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin
timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan
kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti
oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan
limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu
nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang
perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :

a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya


Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya
bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi
pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar
sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan
pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau
tertelan
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan
tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan,
akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis
Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya,
misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini
mungkin berakhir dengan :
- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah
mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau

2
- Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.
B. TUBERKULOSIS POSTPRIMER
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer, biasanya
terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu
tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk
tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber
penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal
lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil.
Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan
fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang
tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti
bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul
dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian
dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi:
- meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini
akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas
- memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif
kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
- bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh
dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai
kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate
shaped).

Gambar 1. Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan


penyembuhannya

1.5 KLASIFIKASI TUBERKULOSIS


A. TUBERKULOSIS PARU

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura.

1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)

TB paru dibagi atas:


a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
3
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif

b. Tuberkulosis paru BTA (-)


- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan
kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis

2. Berdasarkan tipe pasien


Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien
yaitu :
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan.
b.
Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis
dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif /
perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
- Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)
- TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten menangani
kasus tuberkulosis
c.
Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2
bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
d.
Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir
bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.
e.
Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan
ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik
f.
Kasus Bekas TB:
- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologi
paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang
menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung
- Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2
bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi
B. TUBERKULOSIS EKSTRA PARU
Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya

4
kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain.
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi. Untuk kasus-
kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan
konsisten dengan TB ekstraparu aktif.

Gambar 2. Skema klasifikasi tuberkulosis


1.6 DIAGNOSIS
A. GAMBARAN KLINIK

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis/jasmani, pemeriksaan
bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya

Gejala klinik

Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ
yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)
1. Gejala respiratorik

- batuk lebih dari 2 minggu


- batuk darah
- sesak napas
- nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat
tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum
terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama
terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik

- Demam
- gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstraparu

5
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis
tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada
meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat
gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
Pemeriksaan Jasmani
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat.

Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal)
perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada
umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta
daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan
mediastinum.

Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura.
Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi
yang terdapat cairan.

Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan
kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat
menjadi “cold abscess”

Gambar 3. Paru : apeks lobus superior dan apeks lobus inferior

Pemeriksaan Bakteriologik

a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting
dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak,
cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan

Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):


- Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
- Pagi ( keesokan harinya )
- Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
atau setiap pagi 3 hari berturut-turut.

Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam pot yang


bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak
bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi)
sebelum dikirim ke laboratorium.
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk

6
kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke
laboratorium.
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang
akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identiti pasien yang sesuai dengan
formulir permohonan pemeriksaan laboratorium.
Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien, spesimen dahak
dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.
Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:
- Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya
- Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas saring
sebanyak + 1 ml
- Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang tidak
mengandung bahan dahak
- Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di dalam dus
- Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik kecil
- Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi kantong yang
terbuka dengan menggunakan lidi
- Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan dahak
- Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium.

c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.

Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor cerebrospinal,
bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi,
termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara
- Mikroskopik
- Biakan
Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk
screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif ® BTA positif
1 kali positif, 2 kali negatif ® ulang BTA 3 kali, kemudian
bila 1 kali positif, 2 kali negatif ® BTA positif
bila 3 kali negatif ® BTA negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO).

Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :


- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan
- Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
- Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
- Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)
Pemeriksaan biakan kuman:
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara :
- Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh
- Agar base media : Middle brook
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi
Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk
mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan,
menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta
melihat pigmen yang timbul

7
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-lordotik,
oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-
macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif


- Fibrotik
- Kalsifikasi
- Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed Lung ) :
- Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara
klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/
multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya
berdasarkan gambaran radiologi tersebut.
-
Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses penyakit
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sebagai
berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :
- Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih
dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua
depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta
tidak dijumpai kaviti
- Lesi luas
Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

8
Gambar 4. Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa

1.7 PENGOBATAN TUBERKULOSIS


Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan.
Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.
A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
Obat yang dipakai:

1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:

· INH
Rifampisin
· Pirazinamid
· Streptomisin
· Etambutol

2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)


· Kanamisin
· Amikasin
· Kuinolon
· Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin +
asam klavulanat
· Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :
o Kapreomisin
o Sikloserino
o PAS (dulu tersedia)

9
o Derivat rifampisin dan INH
o Thioamides (ethionamide dan prothionamide)

Kemasan

- Obat tunggal,
Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin, pirazinamid dan
etambutol.
- Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination – FDC)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet

Dosis OAT
Tabel 2. Jenis dan dosis OAT

Obat Dosis Dosis yg dianjurkan DosisMaks Dosis (mg) / berat


(mg) badan (kg)
(Mg/Kg Harian Intermitten < 40 40-60 >60
(mg/ (mg/Kg/BB/kali)
BB/Hari) kgBB /
hari)
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 150 300 450
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
Sesuai
S 15-18 15 15 1000 750 1000
BB
Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk menyembuhkan
pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk
mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama WHO. International Union Against Tuberculosis and
Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan
kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi
dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel 3. Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:
1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal
2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan pengobatan yang tidak
disengaja
3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan standar
4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit
5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan penggunaan
monoterapi
Tabel 3. Dosis obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap

Fase intensif Fase lanjutan


2 bulan 4 bulan
BB Harian Harian 3x/minggu Harian 3x/minggu
RHZE RHZ RHZ RH RH

150/75/400/275 150/75/400 150/150/500 150/75 150/150


30-37 2 2 2 2 2

38-54 3 3 3 3 3

55-70 4 4 4 4 4

>71 5 5 5 5 5

10
Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah ditentukan oleh
WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik.

Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus
dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang mampu menanganinya.
B. PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
· TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas

Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH


atau
2 RHZE/ 6HE
atau
2 RHZE / 4R3H3
Paduan ini dianjurkan untuk
a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru)

Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi
· TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal

Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau 6 RHE atau

2 RHZE/ 4R3H3
· TB paru kasus kambuh
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil
uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.
· TB Paru kasus gagal pengobatan
Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh paduan: 3-6 bulan kanamisin,
ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin). Dalam
keadaan tidak memungkinkan pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai
dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5
bulan.
- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal
- Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru
· TB Paru kasus putus berobat
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai
berikut :
a. Berobat > 4 bulan
1) BTA saat ini negatif
Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran
radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan
juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
2) BTA saat ini positif
Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang
lebih lama
b. Berobat < 4 bulan
1) Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka
waktu pengobatan yang lebih lama
2) Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan diteruskan
Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi terhadap OAT.
· TB Paru kasus kronik
- Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada
hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi
(minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon,
betalaktam, makrolid dll. Pengobatan minimal 18 bulan.
- Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup

11
- Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan
- Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru
Tabel 4. Ringkasan paduan obat

Kategori Kasus Paduan obat yang diajurkan Keterangan


I - TB paru BTA +, 2 RHZE / 4 RH atau 2 RHZE / 6 HE
*2RHZE / 4R3H3
BTA - , lesi
luas
II - Kambuh -RHZES / 1RHZE / sesuai hasil ujiBila streptomisin
resistensi atau 2RHZES / 1RHZE / 5 alergi, dapat diganti
- Gagal pengobatan RHE kanamisin

-3-6 kanamisin, ofloksasin, etionamid,


sikloserin / 15-18 ofloksasin,
etionamid, sikloserin atau 2RHZES /
1RHZE / 5RHE
II - TB paru putusSesuai lama pengobatan sebelumnya,
berobat lama berhenti minum obat dan keadaan
klinis, bakteriologi dan radiologi saat
ini (lihat uraiannya) atau

*2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3


III -TB paru BTA neg.2 RHZE / 4 RH atau 6 RHE atau
lesi minimal *2RHZE /4 R3H3

IV - Kronik RHZES / sesuai hasil uji resistensi


(minimal OAT yang sensitif) + obat
lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan)
IV - MDR TB Sesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau
H seumur hidup

Catatan : * Obat yang disediakan oleh Program Nasional TB

C. EFEK SAMPING OAT

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil
dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat
penting dilakukan selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek samping ringan dan
dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
1. Isoniazid (INH)

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil
dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat
penting dilakukan selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek samping ringan dan
dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
2. Rifampisin

Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simptomatis ialah :
- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare
- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
12
Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan penatalaksanaan
sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini terjadi,
rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air liur. Warna merah
tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada
pasien agar mereka mengerti dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid

Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan
khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan
arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.
Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
4. Etambutol

Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk
warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang
dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3
kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat
dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk
dideteksi
5. Streptomisin

Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan
pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang
digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi
ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan
keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr.
Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan
keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah
dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar
mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu
maka dosis dapat dikurangi 0,25gr
Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada perempuan hamil sebab
dapat merusak syaraf pendengaran janin.

Tabel 5. Efek samping OAT dan Penatalaksanaannya


Efek samping Kemungkinan Tatalaksana
Penyebab
Minor OAT diteruskan

Tidak nafsu makan, mual, sakit perut Rifampisin Obat diminum malam
sebelum tidur
Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin
/allopurinol
Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki INH Beri vitamin B6
(piridoksin) 1 x 100
mg perhari

13
Warna kemerahan pada air seni Rifampisin Beri penjelasan, tidak
perlu diberi apa-apa

Mayor Hentikan obat

Gatal dan kemerahan pada Semua jenis OAT Beri antihistamin dan
kulit dievaluasi ketat
Tuli Streptomisin Streptomisin
dihentikan
Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin
(vertigo dan nistagmus) dihentikan
Ikterik / Hepatitis Imbas Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT
Obat (penyebab lain sampai ikterik
disingkirkan) menghilang dan boleh
diberikan
hepatoprotektor
Muntah dan confusion Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT
(suspected drug-induced dan lakukan uji fungsi
pre-icteric hepatitis) hati
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutol
Kelainan sistemik, termasuk Rifampisin Hentikan rifampisin
syok dan purpura
D. PENGOBATAN SUPORTIF / SIMPTOMATIK
Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada
indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau
suportif/simptomatis untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.
1. Pasien rawat jalan
a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (pada
prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya)
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain.
2. Pasien rawat inap
Indikasi rawat inap :
TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
- Batuk darah masif
- Keadaan umum buruk
- Pneumotoraks
- Empiema
- Efusi pleura masif / bilateral
- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)

TB di luar paru yang mengancam jiwa :


- TB paru milier
- Meningitis TB
Pengobatan suportif / simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi rawat
D. TERAPI PEMBEDAHAN

lndikasi operasi

1. Indikasi mutlak
a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap positif
b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara
konservatif
2. lndikasi relatif

14
a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Sisa kaviti yang menetap.
Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)
· Bronkoskopi
· Punksi pleura
· Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)

1.8 EVALUASI PENGOBATAN

Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek samping obat, serta evaluasi
keteraturan berobat.

Evaluasiklinik
- Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan
- Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi
penyakit
- Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisis.
Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)

· Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak


· Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
- Sebelum pengobatan dimulai
- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
- Pada akhir pengobatan
· Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi
Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9 bulan pengobatan)

Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:


- Sebelum pengobatan
- Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan keganasan dapat
dilakukan 1 bulan pengobatan)
- Pada akhir pengobatan

Evaluasi efek samping secara klinik


. Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap
. Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah , serta asam
urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek
samping pengobatan
. Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
. Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada keluhan)
. Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri (bila ada
keluhan)
. Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut. Yang paling
penting
adalah evaluasi klinis kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada evaluasi klinis dicurigai
terdapat
efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan
efek
samping obat sesuai pedoman
Evalusi keteraturan berobat
- Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum / tidaknya obat tersebut.
Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan
berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan lingkungannya.
- Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.
Kriteria Sembuh
- BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan telah
mendapatkan pengobatan yang adekuat
- Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/ perbaikan

15
- Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif

Evaluasi pasien yang telah sembuh


Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun
pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi
adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopis BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan
(sesuai indikasi/bila ada gejala) setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan
setelah dinyatakan sembuh (bila ada kecurigaan TB kambuh).

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. IGAMD

Umur : 72 Tahun

Jenis Kelamin : Laki - laki

Agama : Hindu

Tanggal Pemeriksaan : 17 – 04 – 2018, Jam 10.15

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis
16
a. Keluhan Utama :
Demam

b. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD RSWP diantar oleh keluarganya. Keluarga pasien
mengatakan bahwa pasien demam naik turun sejak 10 hari yang lalu, semalam pasien
mengigil dan mengeluarkan keringat yang banyak. Keluhan ini disertai mual namun
tidak sampai muntah, nyeri ulu hati, nyeri kepala, dan penurunan nafsu makan.
Keluhan batuk berdahak dirasakan hanya kadang – kadang saja, begitupun dengan
keluhan sesak. Pasien memiliki riwayat sebagai perokok aktif sejak usia muda.
Keluhan buang air kecil dan buang air besar tidak ada.

c. Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal oleh pasien, begitupun
riwayat hipertensi dan diabetes mellitus juga disangkal.

d. Riwayat Pengobatan :
Pasien telah berobat ke klinik diberikan obat penurun panas dan obat mual,
namun setelah obat habis keluhan tidak berkurang.

III. ANAMNESIS SISTEM


Sistem Cerebrospinal Gelisah (-), Lemah (-), Demam (+), kaku kuduk
(-), nyeri kepala (+), kejang (-).

Sistem Cardiovaskular Sianosis (-), Anemis (-), Deg-Degan (-)

Sistem Respiratorius Batuk berdahak (kadang – kadang), Sesak nafas


(kadang - kadang), Mengi (-)

Sistem Genitourinarius BAK sulit (-), nyeri saat BAK (-)

Sistem Gastrointestinal Sebah (-), Nyeri perut (+), mual (+), muntah (-),
BAB sulit (-)

Sistem Muskoloskeletal Badan terasa lemas (+), atrofi otot (-)

Ekstremitas Atas Nyeri (-), Kesemutan (-), bengkak (-)

Ekstremitas Bawah Nyeri (-), Kesemutan (-), bengkak (-)

Sistem Integumentum Sikatrik (-)

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis

- Keadaan Umum: Tampak sakit sedang


- Kesadaran : Composmentis
- Vital Sign
Tekanan Darah : 100/70
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,5 C

17
- Kepala : Normocepahli
- Mata : Konjungtiva tidak pucat, kelopak mata cekung -/-,
sklera ikterik -/-, pupil isokor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+, oedem palpebra
-/-
- Telinga : Normotia, liang telinga lapang, serumen -/-, sekret -/-
- Hidung : Cavum nasi lapang, sekret -/-, deviasi septum (-),
pernafasan cuping hidung (-)
- Bibir : Mukosa bibir kering (-), sianosis (-)
- Lidah : Coated tongue (-)
- Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
- Faring : Hiperemis (-)
- Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar
- Paru - Paru
• Inspeksi : Pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris
Retraksi (-)
• Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri sama
• Perkusi : Perkusi perbandingan kanan dan kiri sonor - sonor
• Auskultasi : Bunyi napas dasar ves +/+, rh -/-, wh -/-
- Jantung
• Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
• Palpasi : Ictus cordis teraba di IC V lateral midclavicula sinistra
• Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
• Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
• Inspeksi : Perut tampak datar (lingkar perut = 63 cm)
• Auskultasi : Bising usus (+) 3 x/menit
• Palpasi : Supel, nyeri tekan + (regio epigastrica),
hepatosplenomegali (-)
• Perkusi : Thympani, nyeri ketuk (-)

- Kulit : Warna sawo matang, ikterik (-), petechie spontan (-),


rumple leed (-)
- Ekstremitas : Deformitas (-), akral hangat, sianosis (-),
CRT < 2”/<2’’

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Darah Lengkap
Pemeriksaan Angka Satuan Nilai Normal

Hemoglobin 11,6 g/dl 11,5 – 16,5

Hematokrit 33,5 % 35 - 55

Leukosit 21,4 (H) 109/l 3,5 – 10

granulosit 20 (H) 109/l 1,2 – 8

Granulosit% 93,5 (H) % 35 – 80

Limfosit% 3,9 (L) % 15 – 50

18
Trombosit 431 109/l 145 - 450

- Pemeriksaan Widal
Pemeriksaan Angka Angka Normal

S. thypi O (-) Titer O<1/160 atau kenaikan titer <


4x

S. Par A-O (-) Titer O<1/160 atau kenaikan titer <


4x

S. Par B-O (+) 1/160 Titer O<1/160 atau kenaikan titer <
4x

S. Par C-O (-) Titer O<1/160 atau kenaikan titer <


4x

S. Thypi H (+) 1/160 Titer O<1/160 atau kenaikan titer <


4x

S. Par A-H (-) Titer O<1/160 atau kenaikan titer <


4x

S. Par B-H (-) Titer O<1/160 atau kenaikan titer <


4x

S. Par C-H (-) Titer O<1/160 atau kenaikan titer <


4x

VI. RESUME
1. Anamnesis
Pasien datang ke IGD RSWP diantar oleh keluarganya. Keluarga pasien
mengatakan bahwa pasien demam naik turun sejak 10 hari yang lalu, semalam pasien
mengigil dan mengeluarkan keringat yang banyak. Keluhan ini disertai mual namun
tidak sampai muntah, nyeri ulu hati, nyeri kepala, dan penurunan nafsu makan.
Keluhan batuk berdahak dirasakan hanya kadang – kadang saja, begitupun dengan
keluhan sesak. Pasien memiliki riwayat sebagai perokok aktif sejak usia muda.
Keluhan buang air kecil dan buang air besar tidak ada. Riwayat keluhan yang sama
sebelumnya disangkal oleh pasien, begitupun riwayat hipertensi dan diabetes mellitus
juga disangkal. Pasien telah berobat ke klinik diberikan obat penurun panas dan obat
mual, namun setelah obat habis keluhan tidak berkurang.

2. Pemeriksaan Penunjang
- Darah Lengkap
- Tes Widal
3. Saran Pemeriksaan Penunjang
- GDS
- BUN
- Creatinin
19
- SGOT
- SGPT
- RO Thorak
4. Diagnose Kerja
- Sepsis
- Demam tifoid
- Susp. Pneumonia
5. Diagnosis Banding
- TB Paru
6. Penatalaksanaan
Konsul dr. Dwija Sp. PD

- IVFD Nacl 0.9% 20 tpm


- Cepraz 2 x 1 gr IV
- Ranitidin 2 x 1 amp IV
- Ambroxol 3 x CI
- Cek Lab : GDS, BUN, Creatinin, SGOT, SGPT

- GDS, BUN, SC, SGOT, SGPT


Pemeriksaan Angka Satuan Nilai Normal

GDS 149 mg% 75 - 155

BUN 34 mg% 10 – 39

Creatinin 1,0 mg% 0,71 – 1,1

SGOT 35 U/L 10 - 35

SGPT 36 U/L 9 - 41

- Cek RO Thorak (17/04/2018)


Pemeriksaan - tampak bercak infiltrate terselubung
tersebar pada kedua lapang paru
- Cor : Dalam batas normal
- Kedua diafragma dan sinus baik
- Tulang – tulang intak
Kesan - sesuai gambaran TB Paru Duplex aktif
(konfirmasi BTA)
- Cor Normal

- Cek Sputum BTA

20
VII. FOLLOW UP

Tanggal S O A P

17/04/2018 Panas KU : TSS Sepsis + - sanmol forte 3 x


badan Demam 650mg PO
Jam 15.00 menggigil Kes : CM thypoid +
TB Paru
PF :
Terapi lainnya
TD : 100/70 Dalam lanjut.
batas
S : 38,9 normal
N : 80x/mnt

RR : 20x/mnt

18/04/2018 Panas KU : TSS TB Paru + -IVFD Nacl 0.9% :


badan Pneumonia D5% (1:1) 20 tpm
berkurang, Kes : CM
-diet TKTP
TD : 100/70 Batuk PF :
berdahak, -rawat isolasi
S : 36,5 Dalam
dahak batas -cek sputum
N : 80x/mnt susah normal
keluar,
RR : 20x/mnt mual

19/04/2018 Batuk KU : TSS TB Paru + -terapi tetap

21
berdahak Kes : CM Pneumonia -antasida syr 3xCI

TD : 100/70 PF : -cek sputum

S : 36,5 Dalam
batas
N : 80x/mnt normal
RR : 20x/mnt

20/04/2018 Batuk KU : TSS TB paru -OAT Kategori I


berdahak Kasus Baru Fase Intensif
Kes : CM +
Pneumonia -terapi lainnya tetap
TD : 100/70 PF :
-domperidone 3x10
S : 36,5 Dalam mg PO
batas
N : 80x/mnt normal -sukralfat 3xCI
RR : 20x/mnt

BTA (+)

21/04/2018 Panas KU : TSS TB paru -OAT Kategori I


badan Kasus Baru Fase Intensif
Kes : CM +
Pneumonia -terapi lainnya tetap
TD : 100/70 PF :
- tambah obat
S : 37,5 Dalam metilprednisolon
batas 2x31,25mg
N : 80x/mnt normal
RR : 20x/mnt

22/04/2018 Bab cair 3x KU : TSS TB paru -Cepraz (STOP!)


Kasus Baru
Kes : CM + -terapi lainnya
Pneumonia lanjut
TD : 100/70 PF :
-tambah obat new
S : 36,5 Dalam diatab 3x1
batas
N : 80x/mnt normal -besok boleh
pulang bila tidak
RR : 20x/mnt
ada keluhan.

23/04/2018 Tidak ada KU : TSS TB paru -boleh pulang


keluhan Kasus Baru
Kes : CM + - pengobatan oat
Pneumonia berikutnya ke

22
TD : 100/70 PF : Puskesmas

S : 36,5 Dalam
batas
N : 80x/mnt normal
RR : 20x/mnt

DAFTAR PUSTAKA

http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html

23

Anda mungkin juga menyukai