TINJAUAN PUSTAKA
1.1 EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun
1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai « Global
Emergency ». Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis
pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia
tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182
kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000
pendduduk, seperti terlihat pada tabel 1
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan
WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu
625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi
terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalens HIV yang cukup tinggi mengakibatkan
peningkatan cepat kasus TB yang muncul.
Tabel 1. Perkiraan insidens TB dan angka mortaliti, 2002
Jumlah kasus Kasus per 100 000 Kematian akibat TB
penduduk (termasuk kematian TB
(Ribu) pada penderita HIV)
Pembagian Semua Sputum Semua Sputum Jumlah Per 100 000
daerah WHO kasus (%) positif kasus (%) positif penduduk
(Ribu)
Afrika 2354 (26) 1000 350 149 556 83
Amerika 370 (4) 165 43 19 53 6
Mediteranian 622 (7) 279 124 55 143 28
timur
Eropa 472 (5) 211 54 24 73 8
Asia Tenggara 2890 (33) 1294 182 81 625 39
Pasifik Barat 2090 (24) 939 122 55 373 22
Global 8797 (100) 2887 141 63 1823 29
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan Cina. Setiap
tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis
adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.
1.2 DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex
1.3 BIOMOLEKULER M.Tuberculosis
Morfologi dan Struktur Bakteri
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak
berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1 – 4 mm. Dinding M. tuberculosis
sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M.
tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord
factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam
lemak berantai panjang (C60 – C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan
dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri
tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang
1
kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai
akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam – alkohol.
Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan
protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi
monoklonal . Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa,
38 kDa, 65 kDa yang memberikan sensitiviti dan spesifisiti yang bervariasi dalam mendiagnosis TB. Ada
juga yang menggolongkan antigen M. tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak
disekresi (somatik). Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen
30.000 a, protein MTP 40 dan lain lain.
Biomolekuler
Genom M. tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan kandungan guanin (G) dan
sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah diketahui lebih dari 165 gen dan penanda genetik
yang dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok 1 gen yang merupakan sikuen DNA mikobakteria yang selalu
ada (conserved) sebagai DNA target, kelompok II merupakan sikuen DNA yang menyandi antigen
protein, sedangkan kelompok III adalah sikuen DNA ulangan seperti elemen sisipan.
Gen pab dan gen groEL masing masing menyandi protein berikatan posfat misalnya protein 38 kDa dan
protein kejut panas (heat shock protein) seperti protein 65 kDa, gen katG menyandi katalase-peroksidase
dan gen 16SrRNA (rrs) menyandi protein ribosomal S12 sedangkan gen rpoB menyandi RNA polimerase.
Sikuen sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang mobile. Lebih dari 16 IS ada dalam mikobakteria
antara lain IS6110, IS1081 dan elemen seperti IS (IS-like element). Deteksi gen tersebut dapat dilakukan
dengan teknik PCR dan RFLP (dikutip dari 11).
1.4 PATOGENESIS
A. TUBERKULOSIS PRIMER
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan
terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin
timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan
kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti
oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan
limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu
nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang
perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
2
- Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.
B. TUBERKULOSIS POSTPRIMER
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer, biasanya
terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu
tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk
tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber
penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal
lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil.
Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan
fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang
tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti
bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul
dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian
dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi:
- meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini
akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas
- memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif
kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
- bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh
dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai
kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate
shaped).
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura.
4
kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain.
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi. Untuk kasus-
kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan
konsisten dengan TB ekstraparu aktif.
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis/jasmani, pemeriksaan
bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya
Gejala klinik
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ
yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)
1. Gejala respiratorik
- Demam
- gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstraparu
5
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis
tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada
meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat
gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
Pemeriksaan Jasmani
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat.
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal)
perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada
umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta
daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan
mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura.
Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi
yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan
kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat
menjadi “cold abscess”
Pemeriksaan Bakteriologik
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting
dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak,
cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
6
kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke
laboratorium.
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang
akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identiti pasien yang sesuai dengan
formulir permohonan pemeriksaan laboratorium.
Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien, spesimen dahak
dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.
Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:
- Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya
- Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas saring
sebanyak + 1 ml
- Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang tidak
mengandung bahan dahak
- Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di dalam dus
- Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik kecil
- Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi kantong yang
terbuka dengan menggunakan lidi
- Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan dahak
- Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium.
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor cerebrospinal,
bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi,
termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara
- Mikroskopik
- Biakan
Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk
screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif ® BTA positif
1 kali positif, 2 kali negatif ® ulang BTA 3 kali, kemudian
bila 1 kali positif, 2 kali negatif ® BTA positif
bila 3 kali negatif ® BTA negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO).
7
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-lordotik,
oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-
macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
8
Gambar 4. Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa
· INH
Rifampisin
· Pirazinamid
· Streptomisin
· Etambutol
9
o Derivat rifampisin dan INH
o Thioamides (ethionamide dan prothionamide)
Kemasan
- Obat tunggal,
Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin, pirazinamid dan
etambutol.
- Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination – FDC)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet
Dosis OAT
Tabel 2. Jenis dan dosis OAT
38-54 3 3 3 3 3
55-70 4 4 4 4 4
>71 5 5 5 5 5
10
Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah ditentukan oleh
WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik.
Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus
dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang mampu menanganinya.
B. PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
· TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi
· TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal
2 RHZE/ 4R3H3
· TB paru kasus kambuh
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil
uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.
· TB Paru kasus gagal pengobatan
Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh paduan: 3-6 bulan kanamisin,
ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin). Dalam
keadaan tidak memungkinkan pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai
dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5
bulan.
- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal
- Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru
· TB Paru kasus putus berobat
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai
berikut :
a. Berobat > 4 bulan
1) BTA saat ini negatif
Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran
radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan
juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
2) BTA saat ini positif
Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang
lebih lama
b. Berobat < 4 bulan
1) Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka
waktu pengobatan yang lebih lama
2) Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan diteruskan
Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi terhadap OAT.
· TB Paru kasus kronik
- Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada
hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi
(minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon,
betalaktam, makrolid dll. Pengobatan minimal 18 bulan.
- Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
11
- Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan
- Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru
Tabel 4. Ringkasan paduan obat
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil
dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat
penting dilakukan selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek samping ringan dan
dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
1. Isoniazid (INH)
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil
dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat
penting dilakukan selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek samping ringan dan
dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simptomatis ialah :
- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare
- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
12
Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan penatalaksanaan
sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini terjadi,
rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air liur. Warna merah
tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada
pasien agar mereka mengerti dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan
khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan
arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.
Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk
warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang
dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3
kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat
dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk
dideteksi
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan
pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang
digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi
ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan
keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr.
Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan
keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah
dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar
mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu
maka dosis dapat dikurangi 0,25gr
Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada perempuan hamil sebab
dapat merusak syaraf pendengaran janin.
Tidak nafsu makan, mual, sakit perut Rifampisin Obat diminum malam
sebelum tidur
Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin
/allopurinol
Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki INH Beri vitamin B6
(piridoksin) 1 x 100
mg perhari
13
Warna kemerahan pada air seni Rifampisin Beri penjelasan, tidak
perlu diberi apa-apa
Gatal dan kemerahan pada Semua jenis OAT Beri antihistamin dan
kulit dievaluasi ketat
Tuli Streptomisin Streptomisin
dihentikan
Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin
(vertigo dan nistagmus) dihentikan
Ikterik / Hepatitis Imbas Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT
Obat (penyebab lain sampai ikterik
disingkirkan) menghilang dan boleh
diberikan
hepatoprotektor
Muntah dan confusion Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT
(suspected drug-induced dan lakukan uji fungsi
pre-icteric hepatitis) hati
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutol
Kelainan sistemik, termasuk Rifampisin Hentikan rifampisin
syok dan purpura
D. PENGOBATAN SUPORTIF / SIMPTOMATIK
Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada
indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau
suportif/simptomatis untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.
1. Pasien rawat jalan
a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (pada
prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya)
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain.
2. Pasien rawat inap
Indikasi rawat inap :
TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
- Batuk darah masif
- Keadaan umum buruk
- Pneumotoraks
- Empiema
- Efusi pleura masif / bilateral
- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
lndikasi operasi
1. Indikasi mutlak
a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap positif
b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara
konservatif
2. lndikasi relatif
14
a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Sisa kaviti yang menetap.
Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)
· Bronkoskopi
· Punksi pleura
· Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek samping obat, serta evaluasi
keteraturan berobat.
Evaluasiklinik
- Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan
- Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi
penyakit
- Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisis.
Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)
15
- Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. IGAMD
Umur : 72 Tahun
Agama : Hindu
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis
16
a. Keluhan Utama :
Demam
d. Riwayat Pengobatan :
Pasien telah berobat ke klinik diberikan obat penurun panas dan obat mual,
namun setelah obat habis keluhan tidak berkurang.
Sistem Gastrointestinal Sebah (-), Nyeri perut (+), mual (+), muntah (-),
BAB sulit (-)
17
- Kepala : Normocepahli
- Mata : Konjungtiva tidak pucat, kelopak mata cekung -/-,
sklera ikterik -/-, pupil isokor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+, oedem palpebra
-/-
- Telinga : Normotia, liang telinga lapang, serumen -/-, sekret -/-
- Hidung : Cavum nasi lapang, sekret -/-, deviasi septum (-),
pernafasan cuping hidung (-)
- Bibir : Mukosa bibir kering (-), sianosis (-)
- Lidah : Coated tongue (-)
- Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
- Faring : Hiperemis (-)
- Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar
- Paru - Paru
• Inspeksi : Pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris
Retraksi (-)
• Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri sama
• Perkusi : Perkusi perbandingan kanan dan kiri sonor - sonor
• Auskultasi : Bunyi napas dasar ves +/+, rh -/-, wh -/-
- Jantung
• Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
• Palpasi : Ictus cordis teraba di IC V lateral midclavicula sinistra
• Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
• Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
• Inspeksi : Perut tampak datar (lingkar perut = 63 cm)
• Auskultasi : Bising usus (+) 3 x/menit
• Palpasi : Supel, nyeri tekan + (regio epigastrica),
hepatosplenomegali (-)
• Perkusi : Thympani, nyeri ketuk (-)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Darah Lengkap
Pemeriksaan Angka Satuan Nilai Normal
Hematokrit 33,5 % 35 - 55
18
Trombosit 431 109/l 145 - 450
- Pemeriksaan Widal
Pemeriksaan Angka Angka Normal
S. Par B-O (+) 1/160 Titer O<1/160 atau kenaikan titer <
4x
VI. RESUME
1. Anamnesis
Pasien datang ke IGD RSWP diantar oleh keluarganya. Keluarga pasien
mengatakan bahwa pasien demam naik turun sejak 10 hari yang lalu, semalam pasien
mengigil dan mengeluarkan keringat yang banyak. Keluhan ini disertai mual namun
tidak sampai muntah, nyeri ulu hati, nyeri kepala, dan penurunan nafsu makan.
Keluhan batuk berdahak dirasakan hanya kadang – kadang saja, begitupun dengan
keluhan sesak. Pasien memiliki riwayat sebagai perokok aktif sejak usia muda.
Keluhan buang air kecil dan buang air besar tidak ada. Riwayat keluhan yang sama
sebelumnya disangkal oleh pasien, begitupun riwayat hipertensi dan diabetes mellitus
juga disangkal. Pasien telah berobat ke klinik diberikan obat penurun panas dan obat
mual, namun setelah obat habis keluhan tidak berkurang.
2. Pemeriksaan Penunjang
- Darah Lengkap
- Tes Widal
3. Saran Pemeriksaan Penunjang
- GDS
- BUN
- Creatinin
19
- SGOT
- SGPT
- RO Thorak
4. Diagnose Kerja
- Sepsis
- Demam tifoid
- Susp. Pneumonia
5. Diagnosis Banding
- TB Paru
6. Penatalaksanaan
Konsul dr. Dwija Sp. PD
BUN 34 mg% 10 – 39
SGOT 35 U/L 10 - 35
SGPT 36 U/L 9 - 41
20
VII. FOLLOW UP
Tanggal S O A P
RR : 20x/mnt
21
berdahak Kes : CM Pneumonia -antasida syr 3xCI
S : 36,5 Dalam
batas
N : 80x/mnt normal
RR : 20x/mnt
BTA (+)
22
TD : 100/70 PF : Puskesmas
S : 36,5 Dalam
batas
N : 80x/mnt normal
RR : 20x/mnt
DAFTAR PUSTAKA
http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html
23