Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan, sebanyak 19 provinsi
memiliki prevalensi gizi buruk dan gizi kurang diatas prevalensi nasional, yaitu
Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi tengah. Sulawesi
Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan
Papua. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional
Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007, prevalensi gizi buruk
nasional berdasarkan presentase berat badan per umur (BB/U) pada anak balita
mencapai 5.4% dan gizi kurang sebesar 13% (Kemenkes RI, 2011).
Menurut WHO lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi
kurang dan gizi buruk, oleh karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat
dan tepat (KEMENKES RI, 2011). Menurut data dariWorld Hunger Organization,
terdapat empat jenis masalah kekuranan gizi utama dan berpengaruh pada
golongan berpendapatan rendah di negara berkembang.
Gizi kurang belum dijumpai gejala klinis yang khas, namun gizi buruk
disamping gejala klinis didapatkan pula kelainan biokimia sesuai dengan bentuk
klinis. Kwashiokor, marasmus, dan kombinasi kwasiokor-marasmur merupakan
bentuk klinis dari gizi buruk(Mengistu K, Alemu K, Destaw B., 2013).
Marasmus adalah permasalahan serius yang terjadi di negara-negara
berkembang. Menurut data WHO sekitar 49% dari 10,4 juta kematian yang terjadi
pada anak-anak di bawah usia 5 tahun di negara berkembang berkaitan dengan
defisiensi energi dan protein sekaligus. Masalah malnutrisi atau kekurangan
nutrisi pada anak usia bawah lima tahun dapat mengganggu proses tumbuh
kembang secara fiskal maupun mental. Hal ini dapat memberikan dampak yang
negatif pada sumber daya manusia pada masa mendatang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
2.1.1 Gizi Buruk
Gizi buruk akut atau malnutrisi akut berat (MAB) menurut WHO adalah
keadaan dimana seseorang tampak sangat kurus, ditandai dengan BB/PB < - 3 SD
dari median WHO child growth standard, atau didapatkan edema nutrisional, dan
pada anak umur 5-59 bulan lingkar lengan atas (LLA) < 110 mm.Secara
mendetail, klasifikasi status gizi anak berdasarkan berat derajatnyadijelaskan pada
tabel berikut ini :
Indeks Simpangan Baku Status Gizi
≥ 2 SD Gizi Lebih
-2 SD sampai +2 SD Gizi Baik
BB / U
<-2 SD sampai -3SD Gizi Kurang
<-3 SD Gizi Buruk
-2 SD sampai +2 SD Normal
TB / U
< -2 SD Pendek
≥ 2 SD Gemuk
-2 SD sampai +2 SD Normal
BB / TB
< -2 SD sampai -3 SD Kurus
< -3 SD Sangat Kurus
Tabel 1. Klasifikasi Status Gizi

Berikut klasifikasi penentuan gizi buruk pada anak menurut (Direktorat Jenderal
Bina Gizi dan KIA, KEMENKES RI, 2011)

2
2.1.2 Marasmus
Malnutrisi Energi-Protein (MEP) adalah defisiensi yang disebabkan oleh
ketidakcukupan asupan protein, sumber energi, atau keduanya. MEP juga dapat
dideskripsikan sebagai keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak
memenuhi angka kecukupan gizi. Defisiensi protein dan energi dapat terjadi
bersamaan, namun bila defisiensi salah satu di antara nutrisi tersebut lebih berat,
maka disebut dengan marasmus atau kwarshiorkor (Müller O, Krawinkel M,
2005).
Marasmus adalah salah satu bentuk MEP yang terutama disebabkan oleh
kekurangan kalori berat dalam jangka waktu lama dan ditandai dengan retardasi
pertumbuhan dan pengurangan lemak bawah kulit dan otot secara progresif.
Marasmus adalah malnutrisi energi protein berat yang disebabkan oleh defisiensi
makanan sumber energi (kalori) dapat terjadi bersamaan/tanpa disertai defisiensi
protein (Mengistu K, Alemu K, Destaw B., 2013).
2.2.2 Gejala
Pertumbuhan berkurang atau berhenti, anak masih menangis walaupun
telah mendapatkan minum atau disusui, sering bangun pada waktu malam.
Konstipasi dan diare. Bila anak menderita diare maka akan terlihat bercak hijau
tua yang terdiri dari lendir dan sedikit tinja. Kulit kehilangan turgonya dan
keriput. Vena superfisialis tampak jelas, ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan
dagu kelihatan menonjol, mata tampak besar dan dalam. Ujung tangan dan kaki
terlihat sianosis dan dingin. Perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus
yang jelas.

3
1.1.3 Kwasiorkor
Kwasiorkor merupakan salah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh
defisiensi protein. Penampilan pada anak-anak kwasiorkor seperti anak yang
gemuk (suger baby), bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping
kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya
terlihat adanya atrofi. Anak dengan kwasiorkor biasa tampak sangat kurus dan
atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh.
Penampakan klinis pada anak dengan kwasiorkor :
 Edema
 Perubahan mental
 Perubahan rambut
 Perlemakan hati
 Dermatosis (skin lesions)
 Infeksi
(Keith P et al, 2006)

2.2 Epidemiologi
Malnutrisi Energi-Protein (MEP) merupakan salah satu dari empat
masalah gizi utama di Indonesia di samping anemia gizi, defisiensi vitamin A,
dan gangguan akibat kekurangan Iodium (GAKI). Prevalensi yang tinggi terdapat
pada anak di bawah umur 5 tahun (balita), ibu hamil dan menyusui (Marcdante
KJ., et al., 2013).
Berdasarkan data stastistik Departemen Kesehatan RI tahun 2005 dari
241,97 juta penduduk Indonesia, menunjukkan penderita gizi kurang ditemukan di
72% kabupaten di Indonesia dengan perbandingan 2-4 dari 10 balita menderita
gizi kurang. Sedangkan angka lain menunjukkan sebesar 6% atau sekitar 14,5 juta
orang menderita gizi buruk. Penderita gizi buruk pada umumnya anak-anak
dibawah usia 5 tahun (balita). Marasmus adalah salah satu bentuk kekurangan gizi
buruk yang paling sering ditemui pada balita. Sebagai contoh, ditemukan 47%
dari kasus gizi buruk RS DR. Soetomo Surabaya dan 42% dari kasus gizi buruk
RS. Dr. Pirngadi Medan adalah gizi buruk jenis marasmus (KEMENKES RI,
2011).

4
2.3 Etiologii
Marasmus merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan
makanan dan penyakit infeksi. Masukan kalori yang tidak cukup dan diet yang
tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka yang
hubungan orang tua- anak terganggu atau karena kelainan metaboli dan
malformasi kongenital.
ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir
yang diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar,
berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya marasmus(Mclaren
DS., et al., 1967):
a) Faktor diet
Rendahnya kualitas dan kuantitas diet yang dikonsumsi.
b) Faktor sosial
 Pantangan mengkonsumsi bahan makanan tertentu yang sebenarnya
memiliki kandungan energi tinggi oleh karena tradisi
 Kebiasaan/pola makan yang tidak tepat
 Hubungan orang tua dengan anak terganggu dapat menurunkan nafsu
makan anak
 Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua mengenai pemberian
makanan sesuai kebutuhan anak
 Kemiskinan atau penghasilan yang rendah sehingga menyebabkan
ketidakmampuan memenuhi ketersediaan makanan yang bernilai gizi
baik dalam rumah tangga
 Lingkungan padat penduduk menyebabkan buruknya higienitas
sehingga meningkatkan resiko terjadinya infeksi
c) Faktor lain
 Faktor pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir yang diduga
berpengaruh terhadap terjadinya marasmus
 Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan
yang cukup
 Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, hiperkalsemia idiopatik,
galaktosemia, intoleransi laktosa.

5
 Tumor hipotalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan
bila penyebab maramus yang lain disingkirkan
 Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan
tambahan yang kurang

2.4 Patofisiologi
pada keadaan ini yang menyolok ialah pertumbuhan yang kurang atau
terhenti disertai atrofi oto dan menghilangnya lema dibawah kulit. Pada mulanya
kelainan demikian merupakan proses fisiologi. Untuk kelangsungan hidup
jaringan, tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang
diberikan, sehingga harus didapat dari tubuh sendiri, sehingga cadangan protein
digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut.
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu
memenuhi kebutuhan energi, akan tetapi juga untuk memungkinkan sintesis
glukosa dan metabolik esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen
homeostatik. Oleh karena itu marasmus berat, kadang masih ditemukan asam
amino yang normal, sehingga hati dapat membentuk cukup albumin

2.5 Penegakan Diagnosis


Pada anamnesis sering didapatkan keluhan pertumbuhan dan
perkembangan terganggu, tubuh kurus, berat badan yang kurang atau sukar
bertambah, serta anak sering rewel. Pada anamnesis juga diperoleh informasi
bahwa sering terjadi infeksi berulang atau penyakit lain seperti diare atau
konstipasi (WHO, 2009).
Pada pemeriksaan fisik, penting untuk melakukan penilaian status
antropometri yang meliputi pengukuran berat badan (BB), tinggi atau panjang
badan (TB/PB), lingkar lengan atas (LLA). LLA dapat digunakan untuk
menentukan status gizi yang dapat memperkirakan jumlah otot rangka dalam
tubuh (lean body mass atau massa tubuh tidak berlemak). Perlu dilakukan juga
pengukuran ketebalan lipatan kulit di lengan atas bagian posterior (lipatan trisep)
yang ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak subkutan dapat diukur
menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak di bawah kulit banyaknya adalah

6
50% dari lemak tubuh. Lipatan kulit normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan 2,5
cm pada perempuan (WHO, 2009).
Berikut Kriteria Anak Gizi Buruk menurut KEMENKES, 2011
1. Gizi Buruk Tanpa Komplikasi
a. BB/TB : < -3SD dan atau;
b. Terlihat sangat Kurus dan atau;
c. Adanya edema dan atau;
d. LILA <11,5 cm untuk anak 6 – 59 bulan
2. Gizi Buruk dengan komplikasi
Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah satu atau
lebih dari tanda komplikasi medis berikut :
a. Anoreksia
b. Pneumonia berat
c. Anemia berat
d. Dehidrasi berat
e. Demam sangat tinggi
f. Penurunan kesadaran
(KEMENKES, 2011)
Alur pemeriksaan anak gizi buruk, KEMENKES, 2011 (Direktorat
jenderal gizi)

7
2.6 Tatalaksana Gizi Buruk
Penanganan umum gizi buruk meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 3
fase yaitu fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi seperti pada tabel
berikut :

Tabel 3. Alur Tatalaksana Gizi Buruk (Direktorat Bina Gizi – Direktorat


Jenderal Bina Gizi KIA, 2011)

Jika ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes mata
kloramfenikol/tetrasiklin dan atropin, tutup mata dengan kassa yang telah dibasahi
dengan larutan garam normal, dan balutlah (WHO, 2009).
Perhitungan kebutuhan gizi menurut fase PMT
Energi Protein Cairan
80 – 100 100 – 130
Stabilisasi 1 – 1,5 g/kg/hari
kkal/kg/hari ml/kg/hari
100 – 150
Transisi 2 – 3 g/kg/hari 150 ml/kg/hari
kkal/kg/hari
Rehabilitasi 150 – 200 4 – 6 g/kg/hari 150 – 200

8
kkal/kg/hari ml/kg/hari

2.6.1 Hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah <
3 mmol/L atau < 54 mg/dl) yang sering kali menyebabkan kematian pada 2 hari
pertama perawatan (WHO, 2009). Tanda-tanda hipoglikemi pada anak tidak selalu
diikuti dengan berkeringat dan pucat. Anak dengan letargis, nadi lemah, dan
kehilangan kesadaran merupakan tanda-tanda yang harus diwaspadai terjadinya
hipoglikemi, bahkan terkadang tanda-tanda hipoglikemi pada anak hanya ditandai
dengan mengantuk.
Tanda hipoglikemia pada anak menurut usia :
 Neonatus : Tremor, sianosis, hipotermia, kejang, apneu atau pernapasan tidak
teratur, letargi atau apatis, berkeringat, takipneau atau takikardia, tidak mau
minum.
 Balita : Kejang, letargi, pucat, berkeringat dingin, hipotermia, takikardia,
lemah, gangguan bicara, dan koma
Diagnosis hipoglikemia pada anak :
1) Adanya gejala klinis hipoglikemia
2) Kadar gula plasma darah <50mg/dL
3) Respon klinis baik terhadap pemberian gula
Berikut tatalaksana anak gizi buruk dengan hipoglikemia:

Bila anak sadar dan dapat minum Bila anak tidak sadar
 Bolus 50 ml larutan glukosa 10%  Glukosa 10% intra vena (5mg/ml)
atau sukrosa 10% peroral atau diikuti 50 ml Glukosa 10% atau
dengan pipa NGT kemudian mulai sukrosa lewat pipa NGT. Kemudian
pemberian F75 setiap 2 jam. mulai pemberian F75 setiap 2 jam
 Antibiotik spektrum luas  Antibiotik spektrum luas
 Pemberian makan per 2 jam  Pemberian makanan per 2 jam
Tabel 3. Penanganan hipoglikemia pada anak dengan gizi buruk (WHO, 2009).
Pemantauan yang perlu dilakukan adalah setelah 2 jam ulangi pemeriksaan
kadar gula darah. Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi

9
pemberian 50 ml bolusglukosa 10% atau larutan sukrosa, lanjutkan pemberian
makan F75 setiap 2 jam hingga anak stabil. Jika suhu rektal < 35.5° C atau bila
kesadaran memburuk, mungkin hipoglikemia disebabkan oleh hipotermia, ulangi
pengukuran kadar gula darah dan tangani sesuai keadaan (hipotermia dan
hipoglikemia).
Sebagai pencegahan, beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai
sesegera mungkin atau jika perlu lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan
harus teratur setiap 2-3 jam siang malam.

2.6.2 Hipotermia
Hipotermia didefinisikan sebagai suhu aksilar terukur < 35.5° C. Cara
mengukur suhu aksilar dengan meletakkan termometer selama 5 menit di ketiak.
Hipotermia biasanya terjadi bersama-sama dengan hipoglikemia. Hipotermia dan
hipoglikemia pada anak gizi buruk biasanya merupakan tanda dari adanya infeksi
sistemik yang serius. Semua anak gizi buruk dengan hipotermia harus mendapat
pengobatan untuk mengatasi hipoglikemia dan infeksi.
Cadangan energi anak gizi buruk sengat terbatas, sehingga tidak mampu
memproduksi panas untuk mempertahankan suhu tubuh. Setiap anak gizi buruk
harus dipertahankan suhunya dengan menutup tubuhnya dengan penutup yang
memadai. Tidakan menghangatkan tubuh adalah usaha untuk menghemat
penggunaan cadangan energi pada anak tersebut.
Bila terjadi hipotermia, maka tatalaksananya :
1. Segera beri makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu).
2. Hangatkan anak. Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk kepalanya).
Tutup dengan selimut hangat dan letakkan pemanas (tidak mengarah
langsung kepada anak) atau lampu di dekatnya, atau letakkan anak
langsung pada dada atau perut ibunya (dari kulit ke kulit: metode
kanguru).
3. Beri antibiotik sesuai spektrum luas.
Pemantauan yang perlu dilakukan antara lain melakukan pengukuran suhu
tiap setengah jam hingga mencapai suhu 36.5° C, memastikan anak selalu tertutup

10
pakaian atau selimut terutama pada malam hari, dan memeriksa kadar gula darah
bila ditemukan hipotermia.
Sebagai pencegahan, maka perlu meletakkan tempat tidur di area yang
hangat, di bagian bangsal yang bebas angin dan pastikan anak selalu tertutup
pakaian/selimut, mengganti pakaian dan seprai yang basah, jaga agar anak dan
tempat tidur tetap kering, menghindarkan anak dari suasana dingin (misalnya:
sewaktu dan setelah mandi, atau selama pemeriksaan medis), memastikan anak
tidur dengan dipeluk orang tuanya agar tetap hangat, terutama di malam hari, serta
memberi makan F-75 atau modifikasinya setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin
(pemberian makan awal), sepanjang hari, siang dan malam.

2.6.3 Dehidrasi
Diagnosis
Tidak mudah menentukan adanya dehidrasi pada anak dengan gizi buruk
karena tanda dan gejala dehidrasi seperti turgor kulit dan mata cekung sering
didapati pada anak dengan gizi buruk walaupun tidak dehidrasi. Tanda-tanda
dehidrasi pada anak pada umumnya sebagai berikut :

Tanda Cara Melihat dan Menentukan


Letargis Anak yang letargis tidak bisa bangun
dan apatis. Dia tampak mengantuk dan
tidak menunjukkan ketertarikan
terhadap kejadian disekelilingnya
Anak gelisah dan rewel Anak selalu gelisah dan rewel terutama
bila disentuh atau dipegang untuk suatu
tindakan
Tidak ada air mata Lihat ada air matanya atau tidak pada
saat anak menangis
Mata cekung Mata anak yang gizi buruk selalu
tampak cekung, mirip tanda anak
dehidrasi. Tanya ibu apakah mata
cekung tersebut sudah ada seperti

11
biasanya ataukah baru beberapa saat
timbulnya.
Mulut dan lidah kering Raba dengan jari yang kering dan
bersih untuk menentukan apakah lidah
dan mulutnya kering
Haus Lihat apakah anak ingin meraih cangkir
saat anda beri ReSoMal. Saat cangkir
itu disingkirkan, lihat apakah anak
masih ingin minum lagi.
Kembalinya cubitan / turgor kulit Gunakan ibu jari dan jari telunjuk saat
lambat mencubit kulit perut bagian tengah
antara umbilicus dan sisi perut.
Posisikan tangan anda sejajar/lurus
dengan garis tubuh, bukan melintang.
Tarik lapisan kulit dan jaringan bawah
kulit pelan-pelan. Cubit selama 1 detik
dan lepaskan. Jika kulit masih terlipat
(belum balik rata selama >2 detik),
dikatakan cubitan kulit / turgor kulit
lambat.

Diagnosis pasti adanya dehidrasi adalah dengan pengukuran berat jenis


urin (> 1, 030) selain tanda dan gejala klinis khas, antara lain tampak haus dan
mukosa kering (WHO, 2009; IDAI, 2011).
Tatalaksana
Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat
dibanding jika melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.
- beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama
- setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5–10 ml/kgBB/jam berselang-seling dengan
F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam. Jumlah yang pasti
tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja yang keluar dan apakah
anak muntah.

12
- Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam sesuai tabel 1. Jika masih
diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 th: 50-100 ml setiap
buang air besar, usia ≥ 1 th: 100-200 ml setiap buang air besar (IDAI, 2011).
Resep Resomal
ReSoMal mengandung 37.5 mmol Na, 40 mmol K, dan 3 mmol Mg per liter
(WHO, 2009).
Bahan Jumlah
Oralit WHO * 1 sachet (200ml)
Gula Pasir 10 g
Larutan mineral-mix 8 ml
Ditambah air sampai menjadi 400 ml
Tabel 4. Resep ReSoMal (WHO, 2009).

Bila mineral-mix tidak tersedia, sebagai pengganti ReSoMal dapat dibuat larutan
berikut:
Bahan Jumlah
Oralit 1 sachet (200ml)
Gula Pasir 10 g
Bubuk KCl 0.8 g
Ditambah air sampai menjadi 400
Tabel 5. Resep larutan pengganti ReSoMal (WHO, 2009).

Oleh karena larutan pengganti tidak mengandung Mg, Zn, dan Cu, maka
dapat diberikan makanan yang merupakan sumber mineral tersebut. contoh
makanan yang banyak mengandung sumber mineral adalah :

 Magnesium :
Sayuran berwarna hijau (brokoli, bayam, selada), kacang-kacangan (kenari,
almond, kacang mete, kacang tanah, kedelai), ikan, buah (alpukat, kismis,
tomat, labu), dan produk susu.
 Zinc :

13
Daging (sapi, ayam), makanan laut (tiram, lobster, kepiting), produk susu,
kacang-kacangan (kedelai)
 Tembaga :
Kerang, biji-bijian (wijen, bunga matahari), kacang-kacangan (kacang mete,
kedelai, kacang polong, kacang merah, kacang merah, walnut), alpukat, keju,
jamur shitake, sayur hijau, kentang, daging, kelapa, pepaya, apel.
Dapat pula diberikan MgSO4 40% IM 1 x/hari dengan dosis 0.3 ml/kg BB,
maksimum 2 ml/hari (WHO, 2009).
Pemantauan
Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap
setengah jam selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam berikutnya.
Monitoring 2 jam pertama Jam ke (10 jam berikutnya)
Waktu 09. 09. 10. 10. 11. 12. 13. 14. 15 16. 17. 18. 19. 20. 21.
00 30 00 30 00 00 00 00 .0 00 00 00 00 00 00
0
Pernafasan
Denyut Nadi
Produksi urin :ya
tidak
Frekuensi BAB
Frekuensi Muntah
Tanda Rehidrasi
Asupan ReSoMal - X - X - X - X - X
(ml)
Asupan F-75 (ml) X - X - X - X - X -

Waspada terhadap gejala kelebihan cairan, yang sangat berbahaya dan bisa
mengakibatkan gagal jantung dan kematian (IDAI, 2011). Selalu evaluasi
mengenaifrekuensi napas, frekuensi nadi, frekuensi miksi dan jumlah produksi
urin, frekuensi buang air besar dan muntah.
Adanya air mata, mukosa mulut yang lembab, mata dan fontanella yang
sudah tidak cekung dan perbaikan turgor kulit merupakan tanda-tanda
keberhasilan rehidrasi, tetapi anak gizi buruk seringkali tidak memperlihatkan
tanda tersebut walaupun rehidrasi penuh telah terjadi, sehingga sangat penting
untuk memantau berat badan.

14
Jika ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi napas meningkat
5x/menit dan frekuensi nadi 15x/menit), hentikan pemberian cairan/ReSoMal
segera dan lakukan penilaian ulang setelah 1 jam (WHO, 2009).
Pencegahan
Cara mencegah dehidrasi akibat diare yang berkelanjutan sama dengan pada anak
dengan gizi baik (Rencana Terapi A), kecuali penggunaan cairan ReSoMal
sebagai pengganti larutan oralit standar.
— Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI
— Pemberian F-75 sesegera mungkin
— Beri ReSoMal sebanyak 50-100 ml setiap buang air besar cair (WHO, 2009).

2.6.4 Gangguan Keseimbangan Elektrolit


Semua anak dengan gizi buruk mengalami defisiensi elektrolit yang
mungkin membutuhkan waktu 2 minggu atau lebih untuk memperbaikinya.
Terdapat kelebihan natrium total dalam tubuh, walaupun kadar natrium serum
mungkin rendah. Edema dapat diakibatkan oleh keadaan ini. Janganobati edema
dengan diuretikum. Namun perlu diingat pemberian natrium berlebihan dapat
menyebabkan kematian (WHO, 2009).
Tatalaksana
- Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan kalium dan magnesium, yang
sudah terkandung di dalam larutan Mineral-Mix yang ditambahkan ke dalam
F-75, F-100 atau ReSoMal.
- Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi.
- Siapkan makanan tanpa menambahkan garam (NaCl) (IDAI, 2011).

2.6.5 Infeksi
Pada gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti demam,
seringkali tidak ada, dan infeksi sering tersembunyi (IDAI, 2011). Infeksi
merupakan komplikasi utama pada anak dengan MEP, namun seringkali tidak
menunjukkan tanda dan gejala klasik. MEP juga menjadi penyebab umum kedua
dari defisiensi imun sehingga penderita rentan mengalami infeksi.

15
Anak dengan malnutrisi berada dalam kondisi imunokompromais karena
malnutrisi yang tejadi mempengaruhi pertumbuhan timus, organ limfoid peifer,
dan limpa. Hal ini menyebabkan defek sistem imun jangka panjang yang ditandai
oleh leukopenia, penurunan rasio CD4/CD8, penurunan produksi antibodi,
penurunan produksi sitokin proinflamasi, dan penurunan mekanisme pertahanan
oleh epithelial barrier. Karena defek tersebut maka anak dengan malnutrisi rentan
terhadap infeksi, namun tidak menunjukkan gejala klinis yang khas seperti anak
sehat karena respon imun dan produksi sitokin proinflamasi yang menurun tadi.
Maka konsekuensinya, WHO merekomendasikan bahwa semua anak yang
didiagnosis MEP harus mendapatkan antibiotik parenteral.
Tatalaksana
Berikan pada semua anak dengan gizi buruk:
- Antibiotik spektrum luas
- Vaksin campak jika anak berumur ≥ 6 bulan dan belum pernah
mendapatkannya, atau jika anak berumur > 9 bulan dan sudah pernah diberi
vaksin sebelum berumur 9 bulan. Tunda imunisasi jika anak syoK (IDAI,
2011).
Pilihan antibiotik spektrum luas
- Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri Kotrimoksazol per
oral (25 mg sulfamethoxazole + 5 mg trimethoprim/kgBB setiap 12 jam
selama 5 hari.
- Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis atau
tampak sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:
- Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkan
dengan Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari) atau, jika
tidak tersedia amoksisilin, beri Ampisilin per oral (50 mg/kgBB setiap 6 jam
selama 5 hari) sehingga total selama 7 hari, ditambah:
- Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari.
Catatan: Jika anak anuria/oliguria, tunda pemberian gentamisin dosis ke-2
sampai ada diuresis untuk mencegah efek samping/toksik gentamisin.
- Jika anak tidak membaik dalam waktu 48 jam, tambahkan Kloramfenikol (25
mg/kgBB IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari (IDAI, 2011).

16
Pengobatan terhadap parasit cacing
Jika terdapat bukti adanya infestasicacing, beri mebendazol (100
mg/kgBB) selama 3 hari atau albendazol (20 mg/kgBB dosis tunggal). Beri
mebendazol setelah 7 hari perawatan, walaupun belum terbukti adanya
infestasicacing (WHO, 2009).
Jika anak berumur 4 bulan atau lebih dan belum pernah mendapatkan obat
pirantel pamoat dalam 6 bulan terakhir, dengan hasil pemeriksaan tinjanya positif,
beri pirantel pamoat di klinik sebagai dosis tunggual (Diberikan pada fase transisi)
Umur Berat Badan Pirantel Pamoat (125 mg/tab)
Dosis Tunggal
4-9 bln 6 - < 8 Kg ½ tablet
9-12 bln 8 - < 10 Kg ¾ tablet
1-3 thn 10 - < 14 Kg 1 tablet
3-5 thn 14 - < 19 Kg 1 ½ tablet

Pemantauan
Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibiotik di atas, lanjutkan
pengobatan sampai seluruhnya 10 hari penuh. Jika nafsu makan belum membaik,
lakukan penilaian ulang menyeluruh pada anak (WHO, 2009).

2.6.6 Koreksi Defisiensi Mikronutrien


Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral.
Meskipunsering ditemukan anemia, tidak boleh diberikan preparat besi pada
periode awal (stabilisasi, transisi), tetapi tunggusampai anak mempunyai nafsu
makan yang baik dan mulai bertambah beratbadannya (biasanya pada minggu
kedua, mulai fase rehabilitasi). Pemberian preparatbesi dapat memperburuk
keadaan infeksi serta terjadinya reaksi oksidatif oleh besi bebas yang akan
merusak membran sel dan berakibat fatal (IDAI, 2011).
Tatalaksana
Pemberian pada hari 1:
- Asam folat 5 mg, oral

17
- Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan
sebelum dirujuk) (IDAI, 2011), dengan dosis seperti di bawah ini :

Umur Dosis (IU)


< 6 bulan 50 000 (1/2 kapsul Biru)
6–12 bulan 100 000 (1 kapsul Biru)
1-5 tahun 200 000 (1 kapsul Merah)

Tabel 6. Dosis vitamin A sesuai dengan usia anak (IDAI, 2011)


Pemberian harianselama 2 minggu:
- Asam folat 1 mg/hari
- Suplemen multivitamin
- Zinc (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)
- Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)
- Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (pada fase rehabilitasi)
Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3 bulan
terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2, dan 15 (IDAI,
2011).

2.6.7 Pemberian Makan Awal


Pada fase stabilisasi, pemberian makan (formula) harus diberikan secara
hati-hati sebab keadaan fisiologis anak masih rapuh dan kapasitas homeostasisnya
berkurang. Pemberian makan sebaiknya dimulai sesegera mungkin setelah pasien
masuk dan harus dirancang untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein
secukupnya untuk mempertahankan proses fisiologi dasar (IDAI, 2011).
Tatalaksana
Gambaran hal-hal penting dalam pemberian makan pada fase stabilisasi adalah
sebagai berikut:
- Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dengan osmolaritasrendahdan
rendah laktosa (F-75)

18
- Pemberian makan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan
parenteral
- Energi: 80 –100 kkal/kgBB/hari
- Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari
- Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100 ml/kgBB/hari)
- Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlahF-
75yang ditentukan harus dipenuhi (IDAI, 2011).
Tabel 7. Jadwal pemberian F-75 (WHO, 2009)
HARI
FREKUENSI VOLUME/KGBB/PEMBERIAN VOLUME/KGBB/HARI
KE
1-2 setiap 2 jam 11 ml 130 ml
3-5 setiap 3 jam 16 ml 130 ml
6 dst setiap 4 jam 22 ml 130 ml

Formula awal F-75 sesuai resep (Tabel 8) dan jadwal makan (Tabel 7)
dibuat untuk mencukupi kebutuhan zat gizi pada fase stabilisasi. Pada F-75 yang
berbahan serealia, sebagian gula diganti dengan tepungberas atau maizena
sehingga lebih menguntungkan karena mempunyaiosmolaritas yang lebih rendah,
tetapi perlu dimasak dulu. Formula ini baikbagi anak gizi buruk dengan diare
persisten (WHO, 2009).
Formula F-75 mengandung 75 kkal/100 ml dan 0,9 gram protein / 100 ml cukup
memenuhi kebutuhan bagi sebagian besar anak. Berikan dengan menggunakan
cangkir atau sendok. Anak yang sangat lemah, mungkin perlu diberikan dengan
sendok atau secara drop atau dengan spuit (IDAI, 2011).

Cara Membuat Formula WHO (F-75, F-100)


- Campurkan gula dan minyak sayur, aduk sampai rata dan masukkan susu
bubuk sedikit demi sedikit, aduk sampai kalis dan berbentuk gel.Tambahkan
air hangat dan larutan mineral-mix sedikit demi sedikitsambil diaduk sampai
homogen dan volumenya menjadi 1000 ml.Larutan ini bisa langsung diminum
atau dimasak selama 4 menit.

19
- Untuk F-75 yang menggunakan campuran tepung beras atau maizena,larutan
harus dididihkan (5-7 menit) dan mineral-mix ditambahkansetelah larutan
mendingin.
- Apabila tersedia blender, semua bahan dapat dicampur sekaligusdengan air
hangat secukupnya. Setelah tercampur homogen baruditambahkan air hingga
volume menjadi 1000 ml. Apabila tidaktersedia blender, gula dan minyak
sayur (dianjurkan minyak kelapa)harus diaduk dahulu sampai rata, baru
tambahkan bahan lain dan air hangat (WHO, 2009).
Jika jumlah petugas terbatas, beri prioritas untuk pemberian makan setiap2
jam hanya pada kasus yang keadaan klinisnya paling berat, dan bilaterpaksa
upayakan paling tidak tiap 3 jam pada fase permulaan. Libatkan danajari orang tua
atau penunggu pasien.Pemberian makan sepanjang malam hari sangat penting
agar anak tidakterlalu lama tanpa pemberian makan (puasa dapat meningkatkan
risiko kematian) (WHO, 2009).
Apabila pemberian makanan per oral pada fase awal tidak mencapaikebutuhan
minimal (80 kkal/kgBB/hari), berikan sisanya melalui NGT. Janganmelebihi 100
kkal/kgBB/hari pada fase awal ini. Pada cuaca yang sangat panas dan anak
berkeringat banyak maka anakperlu mendapat ekstra air/cairan.
Pemantauan
- Pantau dan catat setiap hari:
- Jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan
- Muntah
- Frekuensi defekasi dan konsistensi feses
- Berat badan (WHO, 2009).

2.6.8 Tumbuh Kejar


Pada fase rehabilitasi perlu pendekatan yang baik untuk pemberian makan
dalam pencapaian asupan yang tinggi dan kenaikan berat badan yang cepat (>10
g/kg/hari). Formula yang dianjurkan pada fase ini adalah F100 yang mengandung
100 kkal/100 ml dan 2,9 g protein/100 ml (IDAI, 2011).
Kesiapan untuk memasuki fase rehabilitasi ditandai dengan kembalinya
nafsu makan, biasanya sekitar satu minggu setelah perawatan. Transisi yang

20
bertahap direkomendasikan untuk mencegah risiko gagal jantung yang dapat
muncul bila anak mengonsumsi makanan langsung dalam jumlah banyak (IDAI,
2011).
Untuk mengubah dari pemberian makanan awal ke makanan tumbuh kejar
(transisi) :
- Ganti F 75 dengan F 100. Beri F-100 sejumlah yang sama dengan F-
75selama 2 hari berturutan.
- Selanjutnya naikkan jumlah F-100 bertahap sebanyak 10-15 ml setiap kali
pemberianhingga mencapai pemberian formula mencapai 150
kkal/kgBB/hari (volume minimum pada tabel pemberian F-100).
- Energi: 100-150 kkal/kgBB/hari
- Protein: 2-3 g/kgBB/hari.
- Bila anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI, tetapi pastikan
anaksudah mendapat F-100 sesuai kebutuhan karena ASI tidak
mengandungcukup energi untuk menunjang tumbuh-kejar. Makanan-
terapeutik-siap-saji(ready to use therapeutic food = RUTF) yang
mengandung energi sebanyak500 kkal/sachet 92 g juga dapat digunakan
pada fase rehabilitasi.

ZAT STABILISASI TRANSISI REHABILITASI


GIZI
Energi 80-100 kkal/kgBB/hr 100-150 150-220
kkal/kgBB/hr kkal/kgBB/hr
Protein 1-1.5 g/kgBB/hr 2-3 g/kgBB/hr 4-6 g/kgBB/hr
Cairan 130 ml/kgBB/hr atau 150 ml/kgBB/hr 150-200
100 ml/kgBB/hr bila ml/kgBB/hr
edema berat
Tabel 10. Kebutuhan zat gizi anak gizi buruk menurut fase pemberian makanan
(WHO, 2011)

Pemantauan
Monitor selama fase transisi terhadap tanda gagal jantung (WHO, 2009):

21
- Frekuensi napas
- Frekuensi nadi
Bila frekuensi napas meningkat lima kali atau lebih/menit dan frekuensi nadi 25
atau lebih/menit selama 2 kali pemantauan dalam 4 jam berturut-turut, maka hal
ini merupakan tanda bahaya (cari penyebabnya). Lakukan segera pengurangan
volume makanan per kali makan kemudian ditingkatkan perlahan-lahan sebagai
berikut:
- berikan tiap 4 jam F100 16 ml/kgbb/makan selama 24 jam
- 19 ml/kgbb/makan selama 24 jam berikutnya
- 22 ml/kgbb/makan selama 48 jam berikutnya
- kemudian tingkatkan jumlah pemberian makan 10 ml tiap kali pemberian
seperti dijelaskan sebelumnya
Setelah fase transisi, anak masuk ke fase rehabilitasi (IDAI, 2011):
- Lanjutkan menambah volume pemberian F-100 hingga ada makanan sisa
yang tidak termakan oleh anak (anak tidak mampu menghabiskan
porsinya). Tahapan ini biasanya terjadi pada saat pemberian makanan
mencapai 30 ml/kgbb/makan (200 ml/kgbb/hari).
- Pemberian makan yang sering (sedikitnya tiap 4 jam) dari jumlah formula
tumbuh-kejar
- Energi : 150-220 kkal/kg/hari
- Protein : 4-6 gram protein/kg/hari
- Bila anak masih mendapat ASI tetap berikan diantara pemberian formula
(catatan: ASI tidak memiliki energi dan protein yang cukup untuk
mendukung tumbuh kejar yang cepat)

Monitor kemajuanterapi
Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan be rat badan setelah tahaptransisi
dan mendapat F-100:
- Timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum diberi makan, plot pada
formulir pemantauan berat badan.
- Tiap minggu hitung dan catat pertambahan berat badan dalam satuan
gram/kgbb/hari

22
- Jika kenaikan berat badan:
- buruk (< 5 g/kgBB/hari), anak membutuhkan penilaian ulang lengkap,
periksa apakah target asupan terpenuhi, atau mungkin ada infeksi yang
tidak terdeteksi.
- sedang (5-10 g/kgBB/hari), lanjutkan tatalaksana
- baik (> 10 g/kgBB/hari), lanjutkan tatalaksana (IDAI, 2011).

2.6.9 Stimulasi Sensorik


Pada anak gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan
perilaku karenanya harus diberikan :
- Perawatan kasih sayang
- Lingkungan yang ceria dan nyaman
- Terapi bermain terstruktur selama 15–30 menit per hari
- Aktivitas fisik segera setelah cukup sehatsesuai kemampuan psikomotor anak
- Keterlibatan ibu sesering mungkin (misal menghibur, memberi makan,
memandikan, bermain) (WHO, 2009).

2.6.10 Persiapan Tindak Lanjut setelah Perawatan


Bila anak sudah mencapai persentil 90% BB/TB (setara -1SD) maka anak
sudah pulih dari keadaan malnutrisi, walaupum mungkin BB/U masih rendah
karena umumnya anak pendek (TB/U rendah). Pola makan yang baik dan
stimulasi fisik dan sensorik dapat dilanjutkan di rumah. Tunjukkan kepada orang
tua atau pengasuh bagaimana:
- Pemberian makan secara sering dengan kandungan energi dan nutrien
memadai
- Berikan terapi bermain yang terstruktur
Saran untuk orangtua atau pengasuh:
- Membawa anak kontrol secara teratur
- Memberikan imunisasi booster
- Memberikan vitamin A setiap 6 bulan (WHO, 2009).

2.7 Kriteria sembuh

23
Bila BB/TB atau BB/PB >-2 SD dan tidak ada gejala klinis dan memenuhi
kriteria pulang sebagai berikut (KEMENKES RI, 2011) Direktorat Bina Gizi
2011
a) Edema sdah berkurang atau hilang, anak sadar, dan aktif
b) BB/PB atau BB/TB >-3 SD
c) Komplikasi sudah teratasi
d) ibu telah mendapat konseling gizi
e) ada kenaikan BB sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-
turut
f) selera makan sudah membak, makanan yang diberikan dapat dhabiskan

2.8 Pencegahan
Menurut IDAI (2009), malnutrisi energi protein berat salah satunya adalah
marasmus, merupakan masalah gizi yang multifaktorial. Tindakan pencegahan
bertujuan untuk mengurangi insiden dan menurunkan angka kematian. Oleh
karena ada beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya masalah tersebut,
maka untuk mencegahnya dapat dilakukan beberapa langkah, antara lain :
1. Pola makan
Penyuluhan pada masyarakat mengenai gizi seimbang (perbandingan jumlah
karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral berdasarkan umur dan berat
badan).
2. Pemantauan tumbuh kembang dan penentuan status gizi secara berkala
(sebulan sekali pada tahun pertama)
3. Faktor sosial
Mencari kemungkinan adanya pantangan untuk menggunakan bahan makanan
tertentu yang sudah berlangsung secara turun-temurun dan dapat menyebabkan
terjadinya MEP.
4. Faktor ekonomi
Dalam World Food Conference di Roma tahun 1974 telah dikemukakan bahwa
meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan
bertambahnya persediaan bahan makanan setempat yang memadai merupakan
sebab utama krisis pangan, sedangkan kemiskinan penduduk merupakan akibat

24
selanjutnya. Perlu ditekankan pula perlunya bahan makanan yang bergizi baik
di samping kuantitasnya
5. Faktor infeksi
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan status gizi, walaupun
dalam derajat ringan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

Penyakit KEP atau Protein Energy Malnutrition (kekurangan energi dan


protein) merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang penting bagi negara-
negara tertinggal maupun negara berkembang seperti Indonesia dan lainnya.
Prevalensi tertinggi terdapat pada anak-anak dibawah umur lima tahun (balita),
dan ibu yang sedang mengandung atau menyusui. Pada kondisi ini ditemukan
berbagai macam keadaan patologis disebabkan oleh kekurangan energi maupun
protein dalam tingkat yang bermacam-macam. Akibat dari kondisi tersebut,
ditemukan malnutrisi dari derajat yang ringan hingga berat. Pada keadaan yang
sangat ringan tidak ditemukan kelainan dan hanya terdapat pertumbuhan yang
kurang sedangkan kelainan biokimiawi dan gejala klinis tidak terlihat. Pada
keadaan yang berat ditemukan dua tipe malnutrisi, yaitu marasmus dan
kwashiokor, serta diantara keduanya terdapat suatu keadaan dimana ditemukan
percampuran ciri-ciri kedua tipe malnutrisi tersebut yang dinamakan marasmus-
kwashiokor. Masing-masing dari tipe itu mempunyai gejala-gejala klinis yang
khas. Pada semua derajat maupun tipe malnutrisi ini mempunyai persamaan
bahwa adanya gangguan pertumbuhan pada penderitanya. Untuk membedakan
tipe ataupun derajat beratnyamalnutrisi terdapat beberapa cara maupun klasifikasi,
salah satunya menurut Gomez atau Wellcome trust dan yang biasa dipakai sehari-
hari menurut perhitungan antropometri. Banyak faktor yang mempengaruhi
terjadinya malnutrisi pada anak, terutama adalah peranan diet sehari-hari yang
kurang mencukupi kebutuhan gizi seimbang anak pada masa usia pertumbuhan,
adanya penyakit penyerta yang memperburuk keadaan gizi serta peranan sosial
ekonomi yang mempunyai peranan tinggi terutama kemiskinan dalam hal
mempengaruhi status gizi seseorang. Gejala klinis yang timbul pada kekurangan

25
gizi tipe marasmus mempunyai gambaran yang khas dalam hal membedakannya
dengan kekurangan gizi tipe kwashiokor. Pada tipe marasmus, gejala klinis yang
lebih menonjol bahwa penderita terlihat wajahnya seperti orang tua dan anak
sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan atrofi dari otot-ototnya.
Sedangkan pada tipe kwashiokor, gejala klinis yang lebih terlihat adalah
penampilannya yang gemuk disertai adanya edema ringan maupun berat dan
adanya ascites dikarenakan kekurangan protein, disamping itu juga terlihat
perubahan warna rambut menjadi merah seperti rambut pada jagung serta mudah
dicabut. Pengobatan marasmus adalah dengan pemberian diet tinggi protein,
sedangkan pada malnutrisi tipe kwashiokor terutama dengan pemberian diet tinggi
protein disertai pemberian cairan untuk menanggulangi dehidrasi jika ada. Selain
itu juga diberikan vitamin A untuk mencegah terjadinya kebutaan pada matanya
dan pemberian mineral lain untuk membantu meningkatkan gizi penderita.
Penyakit ini mempunyai komplikasi dari yang ringan seperti infeksi traktus
urinarius hingga yang berat seperti tuberkulosis. Penatalaksanaannya dilakukan
secara bersama-sama dengan memperbaiki keadaan gizinya. Walaupun
prognosisnya terlihat buruk tetapi dengan penganganan yang cepat dan tepat dapat
menghindarkan penderitanya dari kematian.1,2,7,9

SARAN
Penyakit marasmus ini merupakan penyakit kekurangan gizi yang banyak
sekali terjadi di Indonesia dan terutama anak-anaklah yang banyak terkena kondisi
gizi buruk atau malnutrisi ini. Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut maka akan
banyak sekali anak indonesia yang terhambat perkembangan dan pertumbuhannya
dalam menatap masa depannya, sehingga diperlukan usaha yang ekstra untuk
menanggulangi permasalahan tersebut, diantaranya adalah:4,7,9
1. Anak-anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangan sebaiknya
mendapatkan asupan gizi yang adekuat sesuai “gizi seimbang”, yaitu
kecukupan karbohidrat, lemak, protein, serat, vitamin, mineral dan
terutama air.
2. Orang tua harus lebih memperhatikan asupan anak-anaknya apakah
makanan yang diberikan sudah mencukupi nutrisi yang dibutuhkan dalam

26
masa tumbuh kembangnya, selain itu orang tua sebaiknya memeriksakan
anak-anaknya ke pusat kesehatan terdekat seperti posyandu atau
puskesmas secara rutin untuk memantau tumbuh kembang anak-anaknya.
3. Pemerintah bersama-sama dengan masyarakat melalui posyandu dan
puskesmas turut berperan serta aktif sebagai basis terdepan dalam usaha
meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama anak-anak dalam menuju
indonesia sehat di masa yang akan datang.
4. Pemerintah menggalakan kembali program Keluarga Berencana melalui
puskesmas-puskesmas yang tersebar di kota maupun di daerah tertinggal
untuk menekan tingkat pertumbuhan penduduk sehingga dengan
rendahnya pertumbuhan penduduk maka akan meningkatkan tingkat
kesejahteraan individu dan keluarga terutama anak-anak. Sehingga kasus
gizi buruk pada anak-anak dapat ditekan serendah-rendahnya.

27
28

Anda mungkin juga menyukai