Anda di halaman 1dari 14

Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Mobilisasi Dini Dengan Perilaku 1

Pelaksanaan Tindakan Mobilisasi Dini Post Operasi Laparatomi Di Ruang Kanthil 1


RSUD Karanganyar Tahun 2016 (Suparsi)

PENELITIAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG MOBILISASI


DINI DENGAN PERILAKU PELAKSANAAN TINDAKAN MOBILISASI DINI
POST OPERASI LAPARATOMI DI RUANG KANTHIL 1
RSUD KARANGANYAR
Suparsi.*
Wahyu Rima A, S.Kep., Ns., M.Kep**
Joko Kismanto, S.Kep.,Ns***

Abstrak

Mobilisasi dini sebagai suatu usaha untuk mempercepat penyembuhan dari


suatu penyakit tertentu yang telah merubah cara hidupnya yang normal. Pasien
dengan post operasi laparatomi ini lebih cenderung berbaring di tempat tidur
karena kurangnya pemahaman pasien dan keluarga mengenai mobilisasi dini juga
menyebabkan pasien enggan untuk melakukan pergerakan post operasi. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan tingkat pengetahuan
pasien tentang mobilisasi dini dengan perilaku pelaksanaan tindakan mobilisasi
dini post operasi laparatomi di ruang Kantil 1 RSUD karanganyar. Penelitian ini
menggunakan desain studi korelasional dengan pendekatan cross-sectional yang
menggunakan instrumen berupa kuesioner. Subyek penelitian adalah pasien yang
post operasi laparatomi yaitu 28 responden. Uji statistik menggunakan Chi Square
untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan pasien tentang mobilisasi dini
dengan perilaku pelaksanaan tindakan mobilisasi dini post operasi laparatomi di
ruang Kantil 1 RSUD karanganyar. Hasil penelitian didapatkan tingkat
pengetahuan baik yaitu 25 pasien (89%) memiliki tingkat pengetahuan yang baik
dan berperilaku baik dalam pelaksanaan mobilisasi dini post operasi laparatomi
yaitu 20 pasien (71%). Hasil uji Chi Square didapatkan nilai X² sebesar 41,43 dan
ρ value 0,113. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa X² hitung lebih kecil dari
X² tabel (41,43<48,75) dan ρ value lebih kecil dari 0,05 sehingga H0 ditolak yang
berarti ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan pasien tentang
mobilisasi dini dengan perilaku pelaksanaan tindakan mobilisasi dini post operasi
laparatomi di ruang Kantil 1 RSUD karanganyar. Kesimpulan terdapat hubungan
yang signifikan antara tingkat pengetahuan pasien tentang mobilisasi dini dengan
perilaku pelaksanaan tindakan mobilisasi dini post operasi laparatomi di ruang
Kantil 1 RSUD karanganyar.

Kata Kunci: Tingkat Pengetahuan, Mobilisasi Dini dan Perilaku


Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Mobilisasi Dini Dengan Perilaku 2
Pelaksanaan Tindakan Mobilisasi Dini Post Operasi Laparatomi Di Ruang Kanthil 1
RSUD Karanganyar Tahun 2016 (Suparsi)

Relation Between Knowledge Level of Early Mobilization And Its


Implementation behaviour on Post Laparatomi Surgical Patient In Kanthil 1
ward RSUD Karanganyar

Suparsi

Abstract

Early mobilization as an effort to booster treatment from certain disease


had changed from normal life. Patient of post laparotomy surgical tend to lie on
the bed because patient and his family had lack of knowledge about early
mobilization. It caused patient do not need to do post surgical movement.
The aim of this research was to identify the relation between patient
knowledge level about early mobilization and its implementation behaviour on
post Laparatomi surgical patient in Kanthil ward RSUD Karanganyar.
The result found that there were 25 patients (89%) had good knowledge
and 20 patients (71%) had good behaviour on post laparatomi surgical. The Chi
Square test results found that X² 41.43 and ρ value 0,113. The results showed that
X² is rejected. It mean that there was significant relation between knowledge level
of early mobilization and this implementation behaviour on post Laparatomi
surgical patient in Kantil ward RSUD Karanganyar.
It could be concluded that there was significant relation between
knowledge level of early mobilization and its implementation behaviour on post
Laparatomi surgical patient in Kanthil ward RSUD Karanganyar

Keywords : Knowledge Level, Early Mobilization and Behavior


Bibliography : (2010 – 2014)
Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Mobilisasi Dini Dengan Perilaku 3
Pelaksanaan Tindakan Mobilisasi Dini Post Operasi Laparatomi Di Ruang Kanthil 1
RSUD Karanganyar Tahun 2016 (Suparsi)

PENDAHULUAN pasien setiap bulannya, sedangkan


Keperawatan merupakan suatu berdasarkan data yang didapat
seni dan ilmu yang mencakup selama periode 3 bulan (Oktober –
berbagai aktivitas, konsep, dan Desember 2015) terdapat 30 pasien
ketrampilan yang berhubungan yang menjalani operasi laparatomi
dengan ilmu sosial dan fisik dasar dengan perawatan 10 hari.
etika dan isu – isu yang beredar Berdasarkan hasil studi
serta dalam bidang lain (Potter, pendahuluan yang dilakukan ruang
2013). Mobilisasi dini yaitu proses bedah kanthil 1 RSUD Karanganyar
aktivitas yang dilakukan post dengan melakukan observasi dan
pembedahan dimulai dari latihan wawancara pada dua orang pasien
ringan di tempat tidur (latih pasca operasi laparatomi diperoleh
pernafasan, latihan batuk efektif dan data bahwa pasien hanya terlentang
menggerakkan tungkai) sampai di tempat tidur, terkadang mengubah
dengan pasien bisa turun dari atas posisi miring kanan dan kiri dengan
tempat tidur, berjalan ke kamar wajah tampak meringis dan takut
mandi dan berjalan keluar kamar untuk melakukan pergerakan. Salah
(Smeltzer, 2012). seorang keluarga pasien
Laparatomi merupakan bedah mengetahui bahwa pergerakan
abdomen yang sering dilakukan di pasca operasi sangat penting untuk
berbagai negara di seluruh dunia. Di mempercepat proses penyembuhan
Amerika Serikat, lebih dari 250.000 sehingga tidak memperpanjang
operasi lapatatomi dikerjakan tiap lamanya hari perawatan, akan tetapi
tahunnya (Nursalam, 2013). karena pasien merasa kondisinya
Pasien dengan post operasi lemah dan khawatir jahitan pada
laparatomi ini lebih cenderung luka terlepas, pasien enggan untuk
berbaring di tempat tidur karena melakukan mobilisasi meskipun
pasien masih mempunyai rasa takut keluarga telah membantu untuk
untuk bergerak. Di samping itu, mobilisasi, tetapi pada akhirnya
kurangnya pemahaman pasien dan pasien menyadari dan mau untuk
keluarga mengenai mobilisasi dini melakukan mobilisasi pada hari
juga menyebabkan pasien enggan keempat pasca operasi dengan
untuk melakukan pergerakan post turun dari tempat tidur hingga
operasi. Pada pasien post operasi berjalan sampai keluar dari kamar
seperti laparatomi, sangat penting perawatan. Salah seorang pasien
untuk melakukan pergerakan atau yang lain mengatakan bahwa ia
mobilisasi. Banyak masalah yang tidak berani untuk melakukan
akan timbul jika pasien post operasi pergerakan karena takut luka
tidak melakukan mobilisasi sesegera jahitannya lepas. Selain itu
mungkin, seperti pasien tidak lekas kurangnya informasi dari petugas
flatus, tidak dapat BAK (retensi urin), kesehatan mengenai mobilisasi dini
perut menjadi kaku (distended juga membuat pasien tersebut tidak
abdomen), terjadi kekauan otot dan melakukan mobilisasi.
sirkulasi darah tidak lancar Berdasarkan hal tersebut maka
(Smeltzer, 2010). peneliti tertarik untuk melakukan
Berdasarkan hasil wawancara penelitian dengan judul Hubungan
pada salah satu perawat yang Tingkat Pengetahuan Pasien
bekerja di ruang bedah kanthil 1, Tentang Mobilisasi Dini Dengan
jumlah pasien pasca operasi Perilaku Pelaksanaan Tindakan
laparatomi tidak kurang dari 10 Mobilisasi Dini Post Operasi
Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Mobilisasi Dini Dengan Perilaku 4
Pelaksanaan Tindakan Mobilisasi Dini Post Operasi Laparatomi Di Ruang Kanthil 1
RSUD Karanganyar Tahun 2016 (Suparsi)

Laparatomi Di Ruang Kanthil 1 abdomen. Teknik insisi abdomen


RSUD Karanganyar. ada dua, yaitu insisi abdomen atas
merupakan jenis insisi yang
LANDASAN TEORI digunakan untuk pembedahan
kandung empedu, lambung
Laparatomi deudonum, limpa dan hati,
Laparatomi adalah jenis operasi sedangkan insisi abdomen bawah
yang dilakukan untuk membuka digunakan untuk pembedahan pada
abdomen (bagian perut). Kata pasien dengan obstruksi usus atau
“Laparatomi” pertama kali digunakan gangguan pelvis (terutama kasus
untuk merujuk operasi semacam ini obstetri dan gynecologi).
tahun 1978 oleh seorang ahli bedah Menurut Ahli Bedah UnHas
Inggris Thomas Bryant. Kata (2013), teknik sayatan dapat
tersebut terbentuk dari dua kata dilakukan pada bedah digestive dan
Yunani “lapara” yang berarti bagian kandungan, dimana arah sayatan
lunak dari tubuh yang terletak meliputi :
diantara tulang rusuk dan pinggul. 1. Midline Epigastric Incision (irisan
Sedangkan “tome” berarti media atas)
pemotongan (Kamus Kedokteran, 2. Sub-umbilical Incision (irisan
2011). media bawah)
Bedah laparatomi merupakan 3. Lateral Paramedian Incision
operasi pada daerah abdomen. 4. Vertical Muscle Spliting Incision
Laparatomi yaitu insisi pembedahan (paramedian transreect)
melalui pinggang, tapi lebih umum 5. Kocher Subcostal Incision
pembedahan perut (Harjono, 2010). 6. McBurney Gridiron (Irisan
Ramali Ahmad (2012) mengatakan oblique)
bahwa laparatomi yaitu pembedaan 7. Rocky devis
perut, membuka selaput perut 8. Pfannentiel Incision
dengan operasi. 9. Insisi thoracoabdominal

Indikasi Jenis tindakan operasi laparatomi


Tindakan laparatomi biasa menurut indikasi
dipertimbangkan atas beberapa Tindakan bedah digestive yang
indikasi, diantaranya : sering dilakukan dengan teknik
1. Appendicitis sayatan arah laparatomi yaitu :
2. Hernia 1. Herniotomi
3. Kista Ovarium 2. Gastrektomi
4. Kanker Uterus 3. Kolesistoduodenostomi
5. Kanker Lambung 4. Heparektomi
6. Kanker Colon 5. Heparektomi
7. Kehamilan Ektopik 6. Splenorafi atau splenotomi
8. Mioma Uteri 7. Apendiktomi
9. Peritonitis, dan 8. Kolostomi
10. Illeus (Hidayat 2014). 9. Hemoroidektomi
10. Fistulotomi (Nuryanti, 2014).
Teknik insisi laparatomi
Menurut Sjamsuhidayat dan
Jong (2014), bedah laparatomi
merupakan teknik sayatan atau insisi
yang dilakukan pada dinding
Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Mobilisasi Dini Dengan Perilaku 5
Pelaksanaan Tindakan Mobilisasi Dini Post Operasi Laparatomi Di Ruang Kanthil 1
RSUD Karanganyar Tahun 2016 (Suparsi)

Komplikasi post laparatomi atau tidak tersedianya fasilitas


1. Stitch Absces atau sarana kesehatan
2. Infeksi luka (puskesmas, obat – obatan, alat
3. Gas Gargrene kontrasepsi, jamban) dan
4. Hematoma sebagainya.
5. Keloid scar 3. Faktor pendorong (reinforcing
6. Abdominal wound disruption and factors) yang terwujud dalam
evisceration (Hidayat 2014). sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau petugas lain yang
Proses penyembuhan luka merupakan kelompok referensi
Penyembuhan merupakan suatu dari perilaku masyarakat.
proses dari jaringan yang hidup. Hal Perilaku berawal dari adanya
ini juga bisa diartikan sebagai pengalaman seseorang serta faktor
pembentukan kembali atau di luar lingkunggan tersebut baik fisik
pembaharuan dari jaringan tersebut. maupun non fisik, kemudian
Dalam Potter dan Pery (2011), pengalaman dan lingkungan yang
disebutkan bahwa proses diketahui, dipersepsikan, diyakini,
penyembuhan luka dapat dibagi sehingga menimbulkan motivasi, niat
menjadi 3 fase, yaitu : untuk bertindak yang pada akhirnya
1. Fase peradangan (inflamasi) terwujudlah niat yang berupa
2. Fase regenerasi (proliferasi) perilaku. Faktor penentu atau
3. Fase remodeling (maturasi) determinan perilaku manusia sulit
(Hidayat 2014). untuk dibatasi karena perilaku
merupakan hasil dari perubahan
Perilaku (attitude) berbagai faktor, baik internal
Perilaku merupakan suatu maupun eksternal (lingkungan).
kegiatan atau aktivitas manusia, baik Pada garis besarnya perilaku
yang dapat diamati secara langsung manusia dapat terlihat dari tiga
maupun tidak dapat diamati oleh aspek yaitu fisik, psikis dan sosial.
pihak luar. Perilaku terdiri dari Akan tetapi dari aspek tersebut sulit
persepsi (perception), respon untuk ditarik garis yang tegas dalam
terpimpin (guided respons), mempengaruhi perilaku manusia.
mekanisme (mechanism), adaptasi Secara lebih terperinci perilaku
(adaptation) (Notoatmodjo, 2012). manusia sebenarnya merupakan
Perilaku seseorang atau subyek referensi dari berbagai gejala
dipengaruhi atau ditentukan oleh kejiwaan seperti pengetahuan,
faktor – faktor baik dari dalam kehendak, minat, motivasi, persepsi
maupun dari luar subyek. Menurutt dan sikap (Notoatmodjo, 2012).
Lawrence Green (1980) dalam Dari segi biologis, perilaku
Pratiwi (2013), perilaku ini sendiri adalah suatu kegiatan atau aktivitas
ditentukan atau terbentuk dari tiga organisme (makhluk hidup). Oleh
faktor meliputi : sebab itu, dari sudut pandang
1. Faktor predisposisi (predispasing biologis semua makhluk hidup mulai
factors), yang terwujud dalam dari tumbuhan, binatang sampai
pengetahuan, sikap, keyakinan, dengan manusia itu berperilaku,
kepercayaan, nilai – nilai dan karena mereka mempunyai aktivitas
sebagainya. masing – masing. Sehingga yang
2. Faktor pendukung (enabling dimaksud perilaku manusia pada
factors), yang terwujud hakekatnya adalah tindakan atau
dalamlingkungan fisik, tersedia aktivitas manusia itu sendiri yang
Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Mobilisasi Dini Dengan Perilaku 6
Pelaksanaan Tindakan Mobilisasi Dini Post Operasi Laparatomi Di Ruang Kanthil 1
RSUD Karanganyar Tahun 2016 (Suparsi)

mempunyai bentangan yang sangat 5. Memperlancar eliminasi alvi dan


luas antara lain berjalan, menangis, urin
tertawa, bekerja, kuliah, menulis, 6. Mengembalikan aktivitas tertentu
membaca dan sebagainya. Dari sehingga pasien dapat kembali
uraian ini dapat disimpulkan bahwa normal dan atau dapat memenuhi
perilaku (attitude) adalah semua kebutuhan gerak harian
kegiatan atau aktivitas manusia, baik 7. Memberi kesempatan perawat
yang dapat diamati langsung dan pasien untuk berinteraksi
maupun yang tidak dapat diamati atau berkomunikasi.
oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2012). (Susan, 2014)

Mobilisasi dini Jenis mobilisasi


Mobilisasi merupakan suatu Jenis mobilisasi menurut
kemampuan individu untuk bergerak Hidayat (2012) ada dua macam
secara bebas, mudah dan teratur yaitu:
dengan tujuan memenuhi kebutuhan 1. Mobilisasi penuh
aktifitas dalam rangka 2. Mobilisasi sebagian
mempertahankan kesehatannya a. Mobilitas sebagian temporer,
(Hidayat, 2012). b. Mobilitas sebagian
Menurut Dewi dan Ratnawati permanen,
(2013) mobilisasi dini merupakan
kebijakan untuk secepat mungkin Faktor yang mempengaruhi
membimbing penderita keluar dari mobilisasi
tempat tidurnya dan membimbing Faktor yang mempengaruhi
secepat mungkin untuk berjalan. mobilisasi menurut Hidayat (2012),
Menurut Febriyanti dan yaitu :
Masruroh (2014) mobilisasi dini 1. Gaya hidup
adalah suatu aspek yang terpenting 2. Proses penyakit/injury
pada fungsi fisiologis karena hal itu 3. Tingkat energi
esensial untuk mempertahankan 4. Kebudayaan
kemandirian. Dari definisi tersebut 5. Usia
dapat disimpulkan bahwa mobilisasi
dini adalah suatu upaya Pelaksanaan mobilisasi dini
mempertahankan kemandirian sedini Pelaksanaan mobilisasi dini
mungkin dengan cara membimbing terdapat tiga langkah penting, yaitu:
penderita untuk sedini mungkin 1. Pemanasan
dengan cara membimbing penderita 2. Gerakan inti
untuk mempertahankan fungsi 3. Pendinginan (Hidayat, 2012)
fisiologis dan mencegah terjadinya
komplikasi. Manfaat melakukan mobilisasi
Penelitian Prayitno dan Haryati
Tujuan mobilisasi dini (2013), menyebutkan bahwa
1. Mempertahankan fungsi tubuh manfaat ambulasi dini adalah untuk
2. Memperlancar peredaran darah memperbaiki sirkulasi, mengurangi
sehingga mempercepat proses komplikasi imobilisasi post operasi,
penyembuhan luka mempercepat pemulihan pasien
3. Membantu pernafasan menjadi paska operasi.
lebih baik Menurut Aziz (2011),
4. Mempertahankan tonus otot menjelaskan manfaat dari latihan
mobilisasi dapat mencegah
Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Mobilisasi Dini Dengan Perilaku 7
Pelaksanaan Tindakan Mobilisasi Dini Post Operasi Laparatomi Di Ruang Kanthil 1
RSUD Karanganyar Tahun 2016 (Suparsi)

komplikasi sirkulasi, merangsang 3. Sistem respirasi


peristaltik, serta mengurangi nyeri. Terjadi penurunkan kapasitas
Resiko bila tidak melakukan vital, penurunkan ventilasi
mobilisasi. volunter maksimal, penurunan
Dampak imobilisasi menurut ventilasi/perfusi setempat dan
Asmadi (2012), terhadap fisik atau mekanisme batuk yang
tidak melakukan mobilisasi dini menurun.
pasien paska operasi terhadap 4. Sistem pencernaan
tubuh, yaitu : Penurunan kebutuhan kalori
1. Sistem integumen pada klien imobilisasi
Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kehilangan
menyebabkan kerusakan nafsu makan (anoreksia).
integritas kulit, seperti abrasi Kurang bergerak, perubahan
dan dekubitus. Hal tersebut makanan dan minuman,
disebabkan oleh karena pada meningkatnya abrobsi air, serta
imobilisasi terjadi gesekan, rendahnya intake cairan dan
tekanan, jaringan bergeser satu serat yang mendukung
dengan yang lain, dan terjadinya konstipasi. Kecepatan
penurunan sirkulasi darah pada metabolisme mengalami
area yang tertekan, sehingga penurunan energi yang
terjadi iskhemia pada jaringan dibutuhkan oleh sel tubuh yang
yang tertekan. Selain itu, disebabkan oleh penurunan
sirkulasi darah yang lambat mobilitas, sehingga
mengakibatkan kebutuhan metabolisme karbohidrat, lemak
oksigen dan nutrisi pada area dan protein terganggu
yang tertekan menurun 5. Sistem perkemihan
sehingga laju metabolisme Imobilisasi menyebabkan
jaringan menurun. perubahan pada eliminasi urin.
2. Sistem kardiovaskular Ureter lalu ke blader yang
Dampak imobilisasi terhadap disebabkan karena adanya gaya
sistem kardiovaskular yaitu : gravitasi. Namun pada posisi
a. Penurunan kardiac reserve terlentang, ginjal dan ureter
Imobilisasi mengakibatkan berada pada posisi yang sama
pengaruh simpatis atau sehingga urine tidak dapat
sistem adrenergik lebih melewati ureter dengan baik
besar daripada sistem (urin menjadi statis). Akibatnya
kolinergik atau sistem vagal. urine banyak tersimpan dalam
Hal ini menyebabkan pelvis renal. Kondisi ini
peningkatan denyut jantung. berpotensi tinggi untuk
b. Peningkatan beban kerja menyebabkan terjadinya infeksi
jantung saluran kemih.
Pada kondisi bedrest yang 6. Sistem muskuloskeletal
lama, jantung bekerja lebih Imobilisasi menyebabkan
keras dan kurang efisien, penurunan masa otot (atrofi
disertai curah kardiac yang otot) sebagai akibat dari
turun selanjutnya akan kecepatan metabolisme yang
menurunkan efisiensi turun dan kurang aktivitas,
jantung dan meningkatkan sehingga mengakibatkan
beban kerja jantung. berkurangnya kekuatan otot
Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Mobilisasi Dini Dengan Perilaku 8
Pelaksanaan Tindakan Mobilisasi Dini Post Operasi Laparatomi Di Ruang Kanthil 1
RSUD Karanganyar Tahun 2016 (Suparsi)

sampai akhirnya memburuknya lebih langgeng dari pada perilaku


koordinasi pergerakan. yang tidak didasari oleh
7. Sistem neurosensoris pengetahuan. Penelitian Roger
Dampak terhadap sistem (1974) mengungkapkan bahwa
neurosensoris tampak nyata sebelum orang mengadopsi perilaku
pada klien imobilisasi yang baru (berperilaku baru), dalam diri
dipasang gips akibat fraktur. orang tersebut terjadi proses yang
berurutan yang disebut AIETA, yaitu:
Tahap mobilisasi dini 1. Awarenes (kesadaran), dimana
Menurut Rustianawati dan orang tersebut menyadari dalam
Himawan (2013), menjelaskan arti mengetahui terlebih dahulu
bahwa mobilisasi dini post operasi terhadap stimulus (obyek).
laparatomi dapat dilakukan secara 2. Interest (merasa tertarik)
bertahap, yaitu : terhadap stimulus atau obyek
1. Setelah operasi, 6 jam pertama tersebut. Disini sikap subyek
pasien harus tirah baring dulu. sudah mulai timbul.
Mobilisasi dini yang dapat 3. Evaluation (menimbang)
dilakukan adalah menggerakkan terhadap baik dan tidaknya
lengan tangan, ujung kaki dan stimulus tersebut bagi dirinya.
memutar pergelangan kaki, Hal ini berarti sikap responden
mengangkat tumit, sudah lebih baik lagi.
menegangkan otot betis serta 4. Trial, dimana subyek mulai
menekuk dan menggeser kaki. mencoba melakukan sesuatu
2. Setelah 6 – 10 jam, pasien sesuai dengan apa yang
diharuskan untuk dapat miring dikehendaki oleh stimulus.
kiri dan kanan untuk mencegah 5. Adaption, dimana subyek telah
trombosis dan tromboemboli berperilaku baru sesuai dengan
3. Setelah 24 jam pasien pengetahuan, kesadaran dan
dianjurkan untuk dapat belajar sikapnya terhadap stimulus.
duduk (Notoatmodjo, 2011).
4. Setelah duduk tanpa pusing,
maka pasien dianjurkan untuk Tingkat pengetahuan
belajar berjalan. Menurut Notoatmodjo (2011),
pengetahuan mempunyai 6
Tingkat pengetahuan tingkatan, yaitu :
Pengetahuan merupakan hasil 1. Tahu (know)
“tahu” pengindraan manusia 2. Memahami (comprehension)
terhadap suatu obyek tertentu. 3. Aplikasi (aplication)
Proses pengindraan terjadi melalui 4. Analisis (analysis)
panca indra manusia, yakni indra 5. Sintesis (synthesis)
penglihatan, pendengaran, 6. Evaluasi (evaluation)
penciuman, rasa dan perabaan.
Pengetahuan atau kognitif Pengukuran pengetahuan
merupakan domain yang sangat Pengukuran pengetahuan dapat
penting untuk terbentuknya tindakan dilakukan dengan wawancara atau
seseorang (overing behaviour) angket yang menanyakan tentang isi
(Notoatmodjo, 2011) materi yang akan diukur dari subyek
Karena dari pengalaman dan penelitian atau responden.
penelitian ternyata perilaku yang Kedalaman pengetahuan yang ingin
didasarkan oleh pengetahuan akan kita ketahui atau kita ukur dapat kita
Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Mobilisasi Dini Dengan Perilaku 9
Pelaksanaan Tindakan Mobilisasi Dini Post Operasi Laparatomi Di Ruang Kanthil 1
RSUD Karanganyar Tahun 2016 (Suparsi)

sesuaikan dengan tingkatan diatas operasi laparatomy) dan


(Notoatmodjo, 2011). menganalisa atau menguji hipotesis
yang dirumuskan. (Notoatmodjo,
Faktor yang mempengaruhi 2012)
tingkat pengetahuan
Faktor yang mempengaruhi Populasi dan Sampel
tingkat pengetahuan seseorang
menurut Mubarak et.al(2007) yang Populasi dalam penelitian yang
dikutip oleh Hendra (2014), yaitu : akan dilakukan dari bulan Februari –
April 2016 dengan jumlah pasien 30
1. Umur / usia
2. Intelegensi pasien. Jadi besar sampel yang
digunakan 28 orang di ruang Kanthil
3. Lingkungan
4. Sosial budaya 1 RSUD Kabupaten Karanganyar
5. Pendidikan dengan metode Purposive Sampling
yaitu teknik pengambilan sampel
6. Informasi
yang dikehendaki peneliti
Hipotesis (tujuan/masalah dalam penelitian),
sehingga dapat mewakili
karakteristik yang populasi yang
H0 : Tidak ada hubungan antara
telah dikenal sebelumnya
Tingkat Pengetahuan Pasien
(Nursalam, 2013).
Tentang Mobilisasi Dini
.
dengan Perilaku Pelaksanaan
Tindakan Mobilisasi Dini Post
Instrumen Penelitian
Operasi Laparatomi
Penelitian ini menggunakan alat ukur
Ha : Ada hubungan antara Tingkat
berupa kuesioner tertutup.
Pengetahuan Pasien Tentang
Mobilisasi Dini dengan
Analisis Data
Perilaku Pelaksanaan
Tindakan Mobilisasi Dini Post
Analisa data pada penelitian ini
Operasi Laparatomi
adalah bivariat. Untuk dapat menguji
dan menganalisa data digunakan
tehnik Chi Square.
METODELOGI PENELITIAN
HASIL PENELITIAN DAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan
PEMBAHASAN
penelitian survey analitik, yaitu
survey atau penelitian yang Analisis Univariate
mencoba menggali bagaimana dan
mengapa fenomena kesehatan itu Deskripsi Tingkat Pengetahuan
terjadi. Kemudian melakukan analisa
dinamika korelasi antara fenomena Tabel 1. Tingkat Pengetahuan
No Tingkat Jumlah %
tersebut. Penelitian ini
Pengetahuan
menghubungkan antara dua variabel 1. Buruk 25 89
yaitu variabel independen (tingkat 2. Baik 3 11
pengetahuan tentang mobilisasi dini Jumlah 28 100
post operasi laparatomy) dan Deskripsi pasien yang
variabel dependen (perilaku dalam mempunyai tingkat pengetahuan
melaksanakan mobilisasi dini post baik yaitu 25 pasien (89%).
Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Mobilisasi Dini Dengan Perilaku 10
Pelaksanaan Tindakan Mobilisasi Dini Post Operasi Laparatomi Di Ruang Kanthil 1
RSUD Karanganyar Tahun 2016 (Suparsi)

Deskripsi Perilaku pengetahuan baik serta baik dalam


Tabel 2. Perilaku pelaksanaan mobilisasi dini, 3
N Tingkat Jumlah % responden dengan tingkat
o kecemasan pengetahuan kurang baik (11%)
1. Baik 20 71 tidak baik dalam pelaksanaan
2. Kurang baik 8 29
Jumlah 28 100
mobilisasi dini. Hasil uji Chi Square
Distribusi frekuensi responden didapatkan nilai X² sebesar 41,43
berdasarkan perilaku dapat dan ρ value 0,113. Dari hasil
disimpulkan pasien yang berperilaku tersebut menunjukkan bahwa X²
baik dalam pelaksanaan mobilisasi hitung lebih kecil dari X² tabel
dini post operasi laparatomi yaitu 20 (41,43<48,75) dan ρ value lebih kecil
pasien (71%). dari 0,05 sehingga H0 ditolak yang
berarti ada hubungan yang signifikan
antara tingkat pengetahuan tentang
Analisis Bivariat mobilisasi dini dengan perilaku
Penelitian ini bertujuan pelaksanaan mobilisasi dini pada
membuktikan hubungan tingkat pasien post operasi laparatomi di
pengetahuan tentang mobilisasi dini RSUD Karanganyar.
dengan perilaku pelaksanaan
mobilisasi dini pada pasien post Pembahasan
operasi laparatomi di ruang Kanthil Hasil penelitian menunjukkan
1 RSUD Karanganyar. Pengujian bahwa pasien mayoritas mempunyai
hubungan tingkat pengetahuan tingkat pengetahuan baik yaitu 25
tentang mobilisasi dini dengan pasien (89%). Hal ini sejalan dengan
perilaku pelaksanaan mobilisasi dini penelitian Grace dan Nasution
pada pasien post operasi laparatomi (2012) dari hasil penelitian diketahui
menggunakan alat statistik uji Chi bahwa tingkat pengetahuan ibu
Square. Pengujian Chi Square pasca persalinan dengan sectio
menggunakan program komputer sesaria mengenai mobilisasi dini di
SPSS 18.00 for Windows. RSUD dr. Pringadi Medan mayoritas
Tabel. 3. Distribusi dalam kategori baik. Pengetahuan
Dukungan keluarga dengan tingkat merupakan hasil tahu yang terjadi
kecemasan setelah orang melakukan
Perilaku T x² Ρ value pengindraan terhadap suatu objek
pelaksanaan o
mobilisasi t dan secara teori pengetahuan
Vari abel
dini a seseorang sangat dipengaruhi oleh
l pengalaman, informasi yang
Ba Ku
ik rang diperoleh dari guru, orang lain, buku,
baik media massa dan belajar seseorang
Ting Baik 18 7 2 41, 0,113 (Notoadmodjo, 2012).
kat 5 43
peng Ku 64, 25% 8 Perawat memiliki
etahu rang 2% 9 tanggungjawab utama dalam
an baik %
total 15 2 1 3
membantu pasien mencegah rasa
Hasil analisis hubungan antara sakit yang dialami pasca operasi,
tingkat pengetahuan tentang karenanya seorang perawat harus
mobilisasi dini dengan perilaku menerapkan pengetahuan terbaik
pelaksanaan mobilisasi dini pada yang dimilikinya dalam upaya
pasien post operasi laparatomi mencegah timbulnya penyakit
diperoleh bahwa sebanyak 25 (89%) penyerta pasca operasi. Perawat
responden dengan tingkat perlu memiliki sikap yang positif
Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Mobilisasi Dini Dengan Perilaku 11
Pelaksanaan Tindakan Mobilisasi Dini Post Operasi Laparatomi Di Ruang Kanthil 1
RSUD Karanganyar Tahun 2016 (Suparsi)

yang akan mempengaruhi didukung oleh penelitian Nova


perilakunya dalam mengatasi Salinding (2014), penelitian ini
timbulnya rasa sakit yang dialami tentang hubungan antara tingkat
pasien pasca operasi (Moore dan pengetahuan dengan sikap dan
Patricia, 2012). Sikap positif yang perilaku mobilisasi dini pada pasien
perlu dimiliki perawat pasca operasi apendiktomi di RSUD
dimanifestasikan dalam bentuk Tegalrejo Kabupaten Semarang
tanggapan atau respon perasaan menunjukkan bahwa ada hubungan
positif perawat terhadap tindakan- yang signifikan tentang tingkat
tindakan yang dilakukan kepada pengetahuan dengan sikap dan
pasien. perilaku mobilisasi dini pada pasien
Hasil penelitian menunjukkan pasca operasi apendiktomi,
bahwa sebagian besar responden sehingga semakin perawat bisa
yang berperilaku baik dalam meyakinkan dalam melakukan
pelaksanaan mobilisasi dini post perawatan pasien pasca operasi
operasi laparatomi yaitu 20 pasien maka akan menurunkan tingkat
(71%). Hasil penelitian ini sejalan infeksi yang dialami oleh pasien.
dengan penelitian yang dilakukan Proses adopsi yang diperoleh
oleh Candra (2011) yang dari pengalaman yang didasari oleh
menyebutkan bahwa mobilisasi dini pengetahuan akan lebih bertahan
dilakukan oleh pasien post operasi lama dari pada perilaku yang tidak
appendiktomi sebagian besar adalah didasari oleh pengetahuan.
baik. Hal ini dapat disimpulkan Pengetahuan merupakan domain
bahwa terdapat beberapa faktor yang sangat penting untuk
yang mempengaruhi mobilisasi dini terbentuknya tindakan, dan sebelum
diantaranya usia, tingkat tindakan terjadi proses diantaranya,
pengetahuan dan pengalaman. kesadaran, tertarik, menimbang dan
Melaksanakan mobilisasi dini terbentuk perilaku. Pengetahuan
mula – mula berawal dari ambulasi bukanlah fakta dari suatu kenyataan
dini (early ambulation) yang yang sedang dipelajari melainkan
merupakan pengembangan secara sebagai konstruktif kognitif
berangsur – angsur ke tahap seseorang terhadap obyek,
mobilisasi sebelumnya untuk pengalaman maupun lingkungannya
mencegah kemungkinan timbulnya (Notoatmodjo, 2012).
komplikasi pasca operasi (Hidayat, Menurut Moore dan Patricia
2012). (2012), menyatakan bahwa faktor-
Berdasarkan hasil penelitian faktor yang mempengaruhi perilaku
dengan uji Chi-Square didapatkan individu adalah karakteristik
nilai X² sebesar 41,43 dan ρ value demografik berupa usia, jenis
0,113. Dari hasil tersebut kelamin, status kawin, banyaknya
menunjukkan bahwa X² hitung lebih tanggungan dan masa kerja.
kecil dari X² tabel (41,43<48,75) dan Selanjutnya Bostrom (2011),
ρ value lebih kecil dari 0,05 mengemukakan bahwa faktor
sehingga H0 ditolak yang berarti ada pendidikan sangat berpengaruh
hubungan yang signifikan antara terhadap perbedaan perilaku
tingkat pengetahuan tentang seseorang.
mobilisasi dini dengan perilaku Terdapat hubungan yang
pelaksanaan mobilisasi dini pada signifikan antara tingkat
pasien post operasi laparatomi di pengetahuan tentang mobilisasi dini
RSUD Karanganyar. Penelitian ini yang berpengaruh terhadap perilaku
Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Mobilisasi Dini Dengan Perilaku 12
Pelaksanaan Tindakan Mobilisasi Dini Post Operasi Laparatomi Di Ruang Kanthil 1
RSUD Karanganyar Tahun 2016 (Suparsi)

pelaksanaan mobilisasi dini post laparatomi di RSUD


operasi laparatomi dimungkinkan Karanganyar
karena dari 28 responden yang
diteliti mayoritas memiliki pendidikan Saran
yang baik (SLTA - PT), serta 1. Bagi Pelayanan Kesehatan
mungkin mempunyai riwayat operasi RSUD Karanganyar
sebelumnya dan karena adanya Bagi pihak instansi pelayanan
sumber informasi yang difasilitasi kesehatan hendaknya
oleh perawat bangsal seperti memberikan informasi
pengertian dari mobilisasi dini, mengenai tindakan yang
tujuan, manfaat dan tahap – dilakukan kepada pasien atau
tahapannya. Selain itu dengan keluarga pasien secara lebih
tingginya tingkat pengetahuan yang mendetail dan bertahap dari
dimiliki maka semakin baik pula sebelum mulai operasi sampai
perilaku dalam melaksanakan perawatan setelah tindakan
mobiisasi dini pada psien post operasi baik formal maupun non
operasi laparatomi di RSUD formal agar pasien lebih siap
Karanganyar. menghadapi proses operasi dan
penyembuhan pasca operasi
terutama operasi laparatomi.
KESIMPULAN DAN SARAN 2. Bagi Institusi Pendidikan
Untuk mencari informasi
Kesimpulan masalah kesehatan yang
1. Tingkat pengetahuan pasien dihadapi baik kepada orang lain,
tentang mobilisasi dini pada keluarga atau perawat saat
pasien post operasi laparatomi sebelum dilakukan operasi atau
menunjukkan sebagian besar bisa mencari referensi terkait
tingkat pengetahuan baik yaitu tentang perawatan setelah
25 pasien (89%). operasi agar saat dirumah lebih
2. Perilaku pelaksanaan mobilisasi bisa dioptimalkan.
dini pada pasien post operasi 3. Bagi Pasien
laparatomi menunjukkan pasien Sebaiknya pasien yang
mampu berperilaku baik dalam berpengetahuan kurang baik
pelaksanaan mobilisasi dini post maupun baik mencari informasi
operasi laparatomi yaitu 20 sebelum operasi tentang cara
pasien (71%). mengenali apa masalah
3. Hasil analisis hubungan antara kesehatan yang dihadapi baik
tingkat pengetahuan tentang kepada orang lain, keluarga
mobilisasi dini dengan perilaku atau perawat saat sebelum
pelaksanaan mobilisasi dini dilakukan operasi atau bisa
pada pasien post operasi mencari referensi sebelumnya
laparatomi diperoleh bahwa terkait tentang perawatan
sebanyak 25 (89%) ρ value setelah operasi agar saat
lebih kecil dari 0,05 sehingga H0 dirumah lebih bisa dioptimalkan.
ditolak yang artinya terdapat 4. Bagi Peneliti lain
hubungan yang signifikan antara Hasil penelitian ini dapat
tingkat pengetahuan pasien menjadi pijakan untuk
tentang mobilisasi dini dengan melakukan penelitian lebih lanjut
perilaku pelaksanaan mobilisasi tentang mobilisasi dini yang erat
dini pada pasien post operasi kaitannya dengan perilaku
Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Mobilisasi Dini Dengan Perilaku 13
Pelaksanaan Tindakan Mobilisasi Dini Post Operasi Laparatomi Di Ruang Kanthil 1
RSUD Karanganyar Tahun 2016 (Suparsi)

pasien post operasi terutama praktek. Edisi 5 alih.


operasi laparatomi sehingga EGC. Jakarta.
diperoleh hasil penelitian yang
lebih baik. Hadi, M. 2013. Reliabilitas dan
5. Bagi Peneliti sendiri Validitas. Pustaka
Hasil penelitian ini dapat Pelajar: Yogyakarta.
menjadi rujukan yang erat
kaitannya dengan perilaku Hawari. 2013. Manajemen stress,
pasien post operasi terutama cemas dan depresi.
operasi laparatomi sehingga FKUI: Jakarta,
diperoleh hasil penelitian yang
lebih baik. Hidayat. A. 2010. Pengantar
kebutuhan dasar manusia
aplikasi, konsep dan
DAFTAR PUSTAKA
proses keperawatan.
Alimul. H. 2012. Buku saku Salemba: Jakarta
keperawatan dasar
manusia. Edisi Kelima. Indra. 2013. Perbedaan tingkat
Jakarta: EGC. kecemasan pasien pre
operasi setelah diberi
Arikunto. S. 2011. Prosedur informed consent di RS
penelitian suatu Telogo Rejo. Fakultas
pendekatan praktik. Kedokteran UNDIP:
Edisi 6. Rhineka Cipta: Semarang.
Jakarta.
Kusumawati. 2012. Hubungan
Asmadi. 2012. Hubungan tingkat dukungan keluarga
pengetahuan tentang dengan respon cemas
manfaat dan prosedur terhadap pemasangan
pemasangan infus intravena di RS Advent
dengan kecemasan di Medan. USU: Medan.
Ruang Anggrek RS
Kepolisian Pusat Raden Michele. 2015. Perbedaan tingkat
Sahid Sukanto. FKUI: kecemasan antara pria dan
Jakarta. wanita pre dan post
operasi dalam kondisi
Darmadi. 2012. Hubungan antara terpasang infus di RS
dukungan keluarga Sardjito: Fakultas
dengan kecemasan Kedokteran UGM:
dalam komunikasi Yogyakarta.
interpersonal. Fakultas
Kedokteran: Notoatmodjo. S. 2012. Metodologi
Yogyakarta. penelitian kesehatan. Rineka
Cipta: Jakarta.
Doughenty. 2011. Pemberian cairan
intravena. Vol I: EGC. Nursalam. 2013. Konsep-konsep
Jakarta. penerapan metodologi
Friedman, M. 2010. Keperawatan penelitian ilmu
keluarga : teori & keperawatan pedoman
skripsi, tesis dan instrumen
Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Mobilisasi Dini Dengan Perilaku 14
Pelaksanaan Tindakan Mobilisasi Dini Post Operasi Laparatomi Di Ruang Kanthil 1
RSUD Karanganyar Tahun 2016 (Suparsi)

penelitian keperawatan.
Salemba Medika: Jakarta. Tarwoto. 2013. Buku saku terapi
intravena. Edisi keenam.
Nursalam. 2011. Sikap manusia, EGC: Jakarta.
teori dan pengukurannya.
Pustaka pelajar yogya Tomth Sidabutar. 2013. Pengaruh
offset: Yogyakarta. pemberian inform
consent terhadap
Potter dan Perry. 2010. Buku ajar tingkat kecemasan
fundamental pasien pre operasi di
keperawatan, konsep, RS Kariadi Semarang.
proses dan praktik Edisi Fakultas Kedokteran
5. EGC: Jakarta. UNDIP: Semarang.

Puskar. 2013. Kepribadian keluarga Tusaje & Joyce. 2013. Buku Ajar
dan dukungan sosial. Dasar Riset
Arca: Jakarta. Keperawatan. EGC.
Jakarta.
Riwidikdo. 2013. Prosedur dan
statistika kesehatan.
Rineka Cipta:
Yogyakarta.

Santoso. S. 2011. Panduan lengkap


menguasai SPSS 18.
Gramedia: Jakarta.

Rohani. 2010. Faktor-faktor yang


mempengaruhi
kecemasan pasien
dalam tindakan terapi
intravena di RS
Moewardi Surakarta.
Fakultas Kedokteran
UMS: Surakarta.

Sugiyono. 2012. Statistika untuk


penelitian kualitatif dan
kuantitatif. CV Alfabeta:
Bandung.

Supartini. W, 2014. Kecemasan.


Pustaka populer obor:
Jakarta.

Suyanto. 2013. Metodologi


penelitian bidang
kesehatan, keperawatan
dan kebidanan.
Fitramaya: Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai