Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN POST PARTUM

DENGAN SECTIO CAESARIA

A. KONSEP DASAR
1. DEFINISI
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002)

2. PENYEBAB / FAKTOR PREDISPOSISI


Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen,
perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal
distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea
diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1) CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang
yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin
ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau
panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami
sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan
bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi
abnormal.
2) PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi,
pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling
penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu
mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3) KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan
dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah
hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4) Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran
kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu
bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang
sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5) Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan
lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6) Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
(1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam
teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala
bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
(2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
(3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,
presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna
dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
4. KLASIFIKASI
a. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah
uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang.
Keunggulan pembedahan ini adalah:
 Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
 Bahaya peritonitis tidak besar.
 Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari
tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak
mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih
sempurna.
b. Sectio cacaria klasik atau section cecaria corporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang
agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk
melakukan section cacaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada
segmen atas uterus.
c. Sectio cacaria ekstra peritoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya
injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi
pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak
dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.
d. Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
 Atonia uteri
 Plasenta accrete
 Myoma uteri
 Infeksi intra uteri berat
5. GEJALA KLINIS
1) Bedah Caesar Klasik/ Corporal.
a) Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus
uteri diatas segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai
sepanjang kurang lebih 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua
jari operator.
b) Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan
meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan tersebut.
c) Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong
diantara kedua klem tersebut.
d) Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
e) Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
 Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan
menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
 Lapisan II
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert)
dengan benang yang sama.
 Lapisan III
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit secara jelujur
menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
f) Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan
air ketuban
g) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
2) Bedah Caesar Transperitoneal Profunda
a) Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang,
kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.
b) Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang lebih
1 cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar dengan
gunting sampai kurang lebih sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi
janin dengan dua jari operator.
c) Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan
dengan cara meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
d) Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
e) Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan
dipotong diantara kedua klem tersebut.
f) Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
g) Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
 Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan
menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
 Lapisan II
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert)
dengan benang yang sama.
 Lapisan III
Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur menggunakan
benang plain catgut no.1 dan 2
h) Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan
air ketuban
i) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

3) Bedah Caesar Ekstraperitoneal


a) Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudia
digeser kekranial agar terbebas dari dinding cranial vesika urinaria.
b) Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar
transperitoneal profunda demikian juga cara menutupnya.

4) Histerektomi Caersarian ( Caesarian Hysterectomy)


a) Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal demikian
juga cara melahirkan janinnya.
b) Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan menggunakan
klem secukupnya.
c) Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
d) Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2) pada
tepi segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas kedua klem
tersebut.
e) Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan pada
tunggul serviks uteri diatasi.
f) Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang sutera
no. 2.
g) Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan ( menggunakan chromic catgut
( no.1 atau 2 ) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.
h) Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul serviks
uteri.
i) Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan visera
abdominis.
j) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC / PENUNJANG


a. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang
radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht
bila menggunakan pemindaian CT.
d. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi
lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
e. Uji laboratorium
 Fungsi lumbal :
Menganalisis cairan serebrovaskuler
 Hitung darah lengkap :
Mengevaluasi trombosit dan hematocrit
 Panel elektrolit
 Skrining toksik dari serum dan urin
 AGD
 Kadar kalsium darah
 Kadar natrium darah
 Kadar magnesium darah
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Perawatan awal
 Letakan pasien dalam posisi pemulihan
 Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15
menit sampai sadar
 Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
 Transfusi jika diperlukan
 Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi,
berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
 Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
 Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
 Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
 Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
 Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari
ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Fungsi gastrointestinal
 Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
 Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
 Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
 Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
e. Perawatan fungsi kandung kemih
 Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah
semalam
 Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
 Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai
minimum 7 hari atau urin jernih.
 Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per oral
per hari sampai kateter dilepas
 Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
f. Pembalutan dan perawatan luka
 Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu
banyak jangan mengganti pembalut
 Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk
mengencangkan
 Ganti pembalut dengan cara steril
 Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
 Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit
dilakukan pada hari kelima pasca SC
g. Jika masih terdapat perdarahan
 Lakukan masase uterus
 Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60
tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
h. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas
demam selama 48 jam :
 Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
 Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
 Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
i. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
 Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
 Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
 Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
 Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu

8. KOMPLIKASI
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
1) Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi
menjadi:
a) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut
sedikit kembung
c) Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2) Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-
cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3) Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme
paru yang sangat jarang terjadi.
4) Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya
bisa terjadi ruptur uteri.
Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi
distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali
pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register ,
dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM,
TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar
pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC,
penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan
kepada klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan :
1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara
pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga
kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya,
terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah,
pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami
kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing
selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono,
yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi
karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya
kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan
orang lain.
7) Pola penagulangan steres
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan
nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara
terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri
antara lain dan body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau
fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan
nifas.

e. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat
adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena
adanya proses menerang yang salah
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kuning
4) Telinga
Bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan
yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola
mamae dan papila mamae. Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang
striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
7) Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.
8) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture
9) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya
uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Gangguan Eliminasi Urine berhubungan dengan gangguan sensorik motorik yang
ditandai dengan retensi urine.
b) Resiko syok yang ditandai dengan hipovolemik.
c) Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan kelemahan yang ditandai dengan
ketidakmampuan membasuh tubuh, ketidakmampuan mengenakan pakaian pada
bagian bawah tubh, ketidakmampuan melakukan hygiene eliminasi secara
komplet.
d) Ketidakefektifan Pemberian ASI berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
orangtua tentang pentingnya pemberian ASI yang ditandai dengan inefektif laktasi
e) Gangguan Pola tidur berhubungan dengan pola tidur tidak menyehatkan karena
tanggung jawab menjadi orang tua yang memiliki bayi yang baru lahir, yang
ditandai dengan tidak merasa cukup istirahat.
f) Bersihan jalan nafas tidak efektif yang ditandai dengan akumulasi sekret.
g) Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen yang ditandai dengan
bising usus hipoaktif.
h) Nyeri akut berhubungan dengan agens pencedera yang ditandai dengan ekspresi
wajah nyeri (meringis), perubahan posisi untuk menghindari nyeri, dan sikap
melindungi area nyeri.
i) Resiko infeksi yag ditadai dengan jaringan terbuka.
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Gangguan Eliminasi Urine Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ..... x 24 jam, NIC
berhubungan dengan gangguan diharapkan pasien mampu memenuhi kriteria hasil sbb : Katerisasi Urine : Sementara
sensorik motorik yang ditandai NOC 1. Monitor intake dan output
dengan retensi urine. Eliminasi Urin 2. Berikan privasi dan tutupi pasien dengan baik untuk
Kriteria Hasil : kesopanan.
1. Mampu mengosongkan kantong kemih sepenuhnya. 3. Isi bola kateter sebelum pemasangan kateter untuk
2. Jumlah urin yang keluar banyak. memeriksa ukuran dan kepatenan kateter.
3. Bau urin yang khas. 4. Posisikan pasien dengan tepat (misalnya, jika perempuan
terlentang dengan kedua kaki direnggangkan atau fleksi
pada bagian panggul dan lutut, jika laki-laki dengan posisi
terlentang)
5. Bersihkan daerah sekitar meatus urettra dengan larutan
anti-bakteri .
6. Gunakan kateter terkecil sesuai dengan ukuran.
7. Masukkan dengan lurus atau retensi kateter kedalam
kandung kemih.
8. Pastikan bahwa kateter yang dimasukkan cukup jauh
kedalam kandung kemih.
9. Isi bola kateter dengan cairan NaCl
10. Hubungkan kateter ke kantung sisi tempat tidur drainase
11. Amankan kateter pada kulit
2 Resiko syok yang ditandai Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ..... x 24 jam, NIC
dengan hipovolemik. diharapkan pasien mampu memenuhi kriteria hasil sbb : Manajemen Hipovolemik
NOC 1. Monitor adanya tanda-tanda dehidrasi .
Keparahan syok: hipovolemik. 2. Monitor adanya sumber-sumber kehilangan cairan .
Kriteria Hasil : 3. Monitor asupan dan pengeluaran .
1. Tidak dehidrasi. 4. Tawarkan pilihan minum setiap 1 sampai 2 am saat
2. Tidak ada penurunan kesadaran. terjaga, jika tidak ada kontraindikasi.
3. Tidak ada nyeri dada. 5. Tingkatkan integritas kulit pada pasien yang tidak dapat
4. Wajah tidak pucat. bergerak dan memiliki kulit kering dengan tepat.
6. Instruksikan pada pasien dan atau keluarga tindakan-
tindakan yang di lakukan untuk mengatasi hipovolemia .

3 Defisit Perawatan Diri Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ..... x 24 jam, NIC
berhubungan dengan kelemahan diharapkan pasien mampu memenuhi kriteria hasil sbb : Bantuan perawatan diri
yang ditandai dengan NOC 1. Monitor kemampuan perawatan diri secara mandiri
ketidakmampuan membasuh 1. Perawatan diri : berpakaian 2. Monitor kebutuhan pasien terkait dengan alat kebersihan
tubuh, ketidakmampuan 2. Perawatan diri : Mandi diri , alat bantu untuk berpakaian , berdandan , eliminasi .
mengenakan pakaian pada 3. Perawatan diri : eliminasi
bagian bawah tubh, Kriteria Hasil 3. Pertimbangkan budaya pasien ketika meningkatkan
ketidakmampuan melakukan 1. Mengambil pakaian. aktifitas perawatan diri .
hygiene eliminasi secara 2. Memakai pakaian bagian bawah. 4. Berikan lingkungan yang terapeutik dengan memastikan
komplet. 3. Masuk dan keluar dari kamar mandi. lingkungan yang hangan , santai , tertutup , dan
4. Mengambil alat/bahan mandi. berdasarkan pengalaman individu .
5. Mencuci badan bagian atas dan bawah. 5. Bantu pasien menerima kebutuhan pasien terkait dengan
6. Membersihkan area perineum kondisi ketergantunganya .
7. Mengeringkan badan. 6. Ajarkan orang tua tau keluarga untuk mendukung
8. Merespon saat kandung kemih penuh dengan tepat waktu. kemandirian dengan membantu hanya ketika pasien tak
9. Mengosongkan kandung kemih. mampu melakukan perawatan diri .
10. Mengosongkan usus.
11. Mengelap sendiri setelah buang urin dan buang air besar.
4 Ketidakefektifan Pemberian ASI Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ..... x 24 jam, NIC
berhubungan dengan kurangnya diharapkan pasien mampu memenuhi kriteria hasil sbb : Supresi laktasi
pengetahuan orangtua tentang NOC 1. Diskusikan pilihan untuk mengeluarkan ASI ( misalnya
pentingnya pemberian ASI yang Keberhasilan Menyusui : Bayi menggunakan tangan , manual , dan memompa listrik )
ditandai dengan inefektif laktasi Kriteria Hasil : 2. Anjurkan pasien untuk mengeluarkan ASI yang cukup
1. Berat badan bayi bertambah sesuai usia. melalui tangan , manual atau memompalistrik untuk
2. Feses cair, kuning dan berserat perhari sesuai dengan usia. mengurangi tekanan payudara tapi tidak untuk
mengosongkan payudara.
3. Bantu pasien dalam menentukan jadwal (misalnya,
frekuensi dan durasi) untuk mengeluarkan ASI
berdasarkan faktor individu (misalnya lamanya waktu
sejak persalinan, frekuensi mengosongkan payudara, dan
jumlah ASI yang saat ini sedang diproduksi).
4. Berikan obat supresi laktasi, jka tepat.
5. Berikan bimbingan antisipatif terhadap perubahan
fisiologis (kram rahim dan adanya ASI yang sedikit pasca
supresi laktasi)
5 Gangguan Pola tidur Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ..... x 24 jam, NIC
berhubungan dengan pola tidur diharapkan pasien mampu memenuhi kriteria hasil sbb : Peningkatan Tidur
tidak menyehatkan karena NOC 1. Tentukan pola tidur/aktivitas pasien.
tanggung jawab menjadi orang Tidur 2. Dorong pasien untuk menetapkan rutinitas tidur untuk
tua yang memiliki bayi yang baru Kriteria Hasil : memfasilitasi perpindahan dari terjaga menuju tidur.
lahir, yang ditandai dengan tidak 1. Mengatur jam tidur. 3. Bantu meningkatkan jumlah jam tidur, jika diperlukan.
merasa cukup istirahat. 2. Poal tidur tidak terganggu. 4. Ajarkan pasien dan orang terdekat mengenai faktor yang
berkontribusi terjadinya gangguan pola tidur (misalnya,
fisiologis, psikologis, pola hidup, perubahan shift kerja
yang panjang dan berlebihan, dan faktor lingkungan
lainnya0.
5. Diskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai teknik
untuk meningkatkan tidur
6 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ..... x 24 jam, NIC
agens pencedera yang ditandai diharapkan pasien mampu memenuhi kriteria hasil sbb : Pemberian Analgesik
dengan ekspresi wajah nyeri NOC 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan keparahan
(meringis), perubahan posisi 1. Pain control nyeri.
untuk menghindari nyeri, dan 2. Tingkat Nyeri 2. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis dan
sikap melindungi area nyeri. Kriteria Hasil: frekuensi.
1. Mengenali kapan nyeri terjadi. 3. Cek adanya riwayat alergi obat.
2. Menggambarkan faktor penyebab. 4. Tentukan pilihan obat analgesik.
3. Menggunakan tindakan pencegahan. 5. Berikan analgesik sesuai waktunya.
4. Menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa
analgetik.
5. Ekspresi nyeri wajah berkurang.
C. DAFTAR PUSTAKA

Huda,Amin. Kusuma,Hardhi. 2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan NANDA NIC-NOC Edisi revisi Jilid 3. Jakarta : Mediaction4
Bulechek,Gloria M dkk. 2013.Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi keenam.
United Kingdom : Elsevier.
Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka
Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Carpenito. 2011. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan
dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2010. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana. Jakarta : EGC
Muchtar. 2005. Obstetri patologi. Cetakan I. Jakarta : EGC
Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal.Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai