DEMAM THYPOID
Oleh :
1. STIKes BANYUWANGI
Mengetahui
_________________________ _________________________
Kepala Ruangan
___________________________
SATUAN ACARA PENYULUHAN
DEMAM THYPOID
Tema : THYPOID
Efektif Sasaran : Pasien & Keluarga Pasien
Hari/tanggal : Jumat, 19 Juli 2018
Waktu : 08.00 – 08.30 WIB (30 menit)
Tempat : Di Ruang 7B RS Saiful Anwar Malang
Perbedaan antara demam tifoid pada anak dan dewasa adalah mortalitas
(kematian) demam tifoid pada anak lebih rendah bila dibandingkan dengan
dewasa. Risiko terjadinya komplikasi fatal terutama dijumpai pada anak besar
dengan gejala klinis berat, yang menyerupai kasus dewasa. Demam tifoid pada
anak terbanyak terjadi pada umur 5 tahun atau lebih dan mempunyai gejala klinis
ringan.
Hasil survei yang di lakukan di ruang alamanda, dari 68 pasien rawat inap di
peroleh 10 pasien dengan diagnosa demam thypoid. Rata-rata usia pasien yang
menderita demam thypoid adalah di bawah usia lima (5) tahun.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan 1 kali pertemuan ini diharapkan
orangtua mengetahui dan memahami tentang penyakit thipoid dan
mengetahui hal yang harus dilakukan jika terkena thipoid serta cara
mengatasi masalah tersebut.
1.3.4 Pengobatan
a. Pemberian antibiotik yang tepat.
Antibiotik yang banyak digunakan adalah kloaramfnikol.
b. Istirahat yang cukup bahkan bila perlu tirah baring ( tidur terlentang )
selama beberapa hari sampai demam mereda.
c. Intake/pemasukan cairan untuk mencegah dehidrasi ( kekurangan
cairan ) akibat demam tinggi.
d. Pengaturan makan tinggi kalori berupa nasi,agak lembek. Daging,telur
ikan,ayam,tahu,tempe,sedikit sayur dan buah boleh dikonsumsi.hindari
makanan yang pedas yang pedas dan keras.
1.3.5 Pencegahan
a. Food / makanan
Biasakan mengkonsumsi makanan yang terjamin bersihnya.
b. Fluid / cairan
Sediakan air minum yang memenuhi syarat,yaitu memasak air hingga
mendidih ( 100 C )
c. Finger / kebersihan tangan dan kuku
Biasakan selalu mencuci tangan mencuci tangan setelah buang air
besar mau pun sebelum dan sesudah makan.
d. Feses / tinja
Tidak boleh buang air besar di sembarang tempat,harus di toilet.
e. Fly / lalat
Bila di rumah banyak lalat,basmi hingga tuntas ( lalat bisa menjadi
perantara perpindahan kuman ke makanan
1.4 Metode
a. Ceramah
b. Diskusi
c. Tanya jawab
1.5 Media
Media : Leaflet
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas
berkepanjangan,ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial
atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit
mononuklear dari limpa,kelenjar limfe usus dan Peyer’s patch. Terjadinya
penularan salmonella typhi sebagian besar melalui makanan / minuman yang
tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman, biasanya
keluar bersama-sama dengan tinja (melalui rute oral fekal = jalur oro-fekal).
Gejala klinis pada anak umumnya bersifat lebih ringan dan lebih bervariasi bila
dibandingkan dengan penderita dewasa. Bila hanya berpegang pada gejala atau
tanda klinis, akan lebih sulit untuk menegakkan diagnosis demam tifoid pada
anak, terutama pada penderita yang lebih muda, seperti pada tifoid kongenital
ataupun tifoid pada bayi. Masa inkubasi rata-rata bervariasi antara 7 – 20 hari,
dengan masa inkubasi terpendek 3 hari dan terpanjang 60 hari. Dikatakan bahwa
masa inkubasi mempunyai korelasi dengan jumlah kuman yang ditelan, keadaan
umum/status gizi serta status imunologis penderita. Walaupun gejala demam tifoid
pada anak lebih bervariasi, secara garis besar gejala-gejala yang timbul dapat
dikelompokkan :
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada
umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare,konstipasi.
Pada pemeriksaan fisik, hanya didapatkan suhu badan yang meningkat. Setelah
minggu kedua, gejala/ tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten,
lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung mungkin disertai ganguan
kesadaran dari yang ringan sampai berat.
Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti pada orang
dewasa, kadang-kadang mempunyai gambaran klasik berupa stepladder pattern,
dapat pula mendadak tinggi dan remiten (39 – 41oC) serta dapat pula bersifat
ireguler terutama pada bayi yang tifoid kongenital. Lidah tifoid biasanya terjadi
beberapa hari setelah panas meningkat dengan tanda-tanda antara lain, lidah
tampak kering, dilapisi selaput tebal, di bagian belakang tampak lebih pucat, di
bagian ujung dan tepi lebih kemerahan.Bila penyakit makin progresif, akan terjadi
deskuamasi epitel sehingga papilla lebih prominen. Roseola lebih sering terjadi
pada akhir minggu pertama dan awal minggu kedua. Merupakan suatu nodul kecil
sedikit menonjol dengan diameter 2 – 4 mm, berwarna merah pucat serta hilang
pada penekanan. Roseola ini merupakan emboli kuman yang didalamnya
mengandung kuman salmonella, dan terutama didapatkan di daerah perut, dada,
kadang-kadang di bokong, ataupun bagian fleksor lengan atas.
Limpa umumnya membesar dan sering ditemukan pada akhir minggu pertama dan
harus dibedakan dengan pembesaran karena malaria. Pembesaran limpa pada
demam tifoid tidak progresif dengan konsistensi lebih lunak. Rose spot, suatu
ruam makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran 1 – 5 mm, sering kali
dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas dan punggung pada orang
kulit putih, tidak pernah dilaporkan ditemukan pada anak Indonesia. Ruam ini
muncul pada hari ke 7 – 10 dan bertahan selama 2 -3 hari.
Demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan
bahkan asimtomatik. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi namun gejala yang
timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam demam, gangguan saluran pencernaan,
dan gangguan kesadaran.
Timbulnya gejala klinis biasanya bertahap dengan manifestasi demam dan gejala
konstitusional seperti nyeri kepala, malaise, anoreksia, letargi, nyeri dan kekakuan
abdomen, pembesaran hati dan limpa, serta gangguan status mental. Sembelit
dapat merupakan gangguan gastointestinal awal dan kemudian pada minggu kedua
timbul diare. Diare hanya terjadi pada setengah dari anak yang terinfeksi,
sedangkan sembelit lebih jarang terjadi. Dalam waktu seminggu panas dapat
meningkat. Lemah, anoreksia, penurunan berat badan, nyeri abdomen dan
diare,menjadi berat. Dapat dijumpai depresi mental dan delirium. Keadaan suhu
tubuh tinggi dengan bradikardia lebih sering terjadi pada anak dibandingkan
dewasa. Rose spots (bercak makulopapular) ukuran 1-6 mm, dapat timbul pada
kulit dada dan abdomen, ditemukan pada 40-80% penderita dan berlangsung
singkat (2-3hari). Jika tidak ada komplikasi dalam 2-4 minggu, gejala dan tanda
klinis menghilang namun malaise dan letargi menetap sampai 1-2 bulan.
Gambaran klinis lidah tifoid pada anak tidak khas karena tanda dan gejala
klinisnya ringan bahkan asimtomatik.
Sering terjadi kesulitan dalam menegakkan diagnosis bila hanya berdasarkan
gejala klinis. Oleh karena itu untuk menegakkan diagnosis demam tifoid perlu
ditunjang pemeriksaan laboratorium yang diandalkan. Pemeriksaan laboratorium
untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid meliputi pemeriksaan darah
tepi, bakteriologis, dan serologis.
a. solasi kuman penyebab demam tifoid melalui biakan kuman dari spesimen
penderita, seperti darah, sumsum tulang, urin, tinja, cairan duodenum dan rose
spot. Berkaitan dengan patogenesis, maka kuman lebih mudah ditemukan
didalam darah dan sumsum tulang di awal penyakit, sedangkan pada stadium
berikutnya didalam urin dan tinja. Hasil biakan yang positif memastikan
demam tifoid, namun hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena
hasilnya tergantung dari beberapa faktor.
b. Uji serologi untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen S.typhi dan
menentukan adanya antigen spesifik dari Salmonella typhi. Uji serologi
standar yang rutin digunakan untuk mendeteksi antibody terhadap kuman
S.typhi yaitu uji Widal. Prinsip uji Widal adalah serum penderita dengan
pengenceran yang berbeda ditambah dengan antigen dalam jumlah yang sama.
Jika pada serum terdapat antibodi maka akan terjadi aglutinasi. Di Indonesia
pengambilan angka titer O aglutinin ≥ 1/40 dengan memakai uji widal slide
aglutination (prosedur pemeriksaan membutuhkanwaktu 45 menit)
menunjukkan nilai ramal positif 96%. Artinya apabila hasil tes positif, 96%
kasus benar sakit demam tifoid, akan tetapi apabila negatif tidak
menyingkirkan. Banyak referensi yang mengemukakan apabila titer O
agglutinin sekali periksa ≥ 1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4
kali maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak
dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedang Vi
aglutinin dipakai pada deteksi pembawa kuman S. typhi (karier).
a. Perforasi usus halus dilaporkan dapat terjadi pada 0,5 – 3%, sedangkan
perdarahan usus pada 1 – 10% kasus dema tifoid anak. Penyulit ini biasanya
terjadi pada minggu ke-3 sakit, walau pernah dilaporkan terjadi pada minggu
pertama. Komplikasi di dahului dengan penurunan suhu, tekanan darah dan
peningkatan frekuensi nadi. Pada perforasi usus halus ditandai oleh nyeri
abdomen lokal pada kuadran kanan bawah akan tetapi dilaporkan juga nyeri
yang menyelubung. Kemudian akan diikuti muntah, nyeri pada perabaan
abdomen, defance muskulare, hilangnya keredupan hepar dan tanda-tanda
peritonitis yang lain. Beberapa kasus perforasi usus halus mempunyai
manifestasi klinis yang tidak jelas.
b. Komplikasi pada neuropsikiatri. Sebagian besar bermanifestasi gangguan
kesadaran, disorientasi, delirium, obtundasi, stupor bahkan koma. Beberapa
penulis mengaitkan manifestasi klinis neuropsikiatri dengan prognosis buruk.
Penyakit neurologi lain adalah rombosis sereberal, afasia, ataksia sereberal
akut, tuli, mielitis tranversal, neuritis perifer maupun kranial, meningitis,
ensefalomielitis, sindrom Guillain-Barre. Dari berbagai penyakit neurologik
yang terjadi, jarang dilaporkan gejala sisa yang permanen (sekuele).
c. Miokarditis. Dapat timbul dengan manifestasi klinis berupa aritmia, perubahan
ST-T pada EKG, syok kardiogenik, infiltrasi lemak maupun nekrosis pada
jantung.
d. Hepatitis tifosa asimtomatik juga dapat dijumpai pada kasus demam tifoid
ditandai peningkatan kadar transaminase yang tidak mencolok.
e. Ikterus dengan atau tanpa disertai kenaikan kadar transaminase, maupun
kolesistitis akut juga dapat dijumpai, sedang kolesistitis kronik yang terjadi
pada penderita setelah mengalami demam tifoid dapat dikaitkan dengan adanya
batu empedu dan fenomena pembawa kuman (karier).
f. Sistitis bahkan pielonefritis dapat juga merupakan penyulit demam tifoid.
g. Proteinuria transien sering dijumpai, sedangkan glomerulonefritis yang dapat
bermanifestasi sebagai gagal ginjal maupun sindrom nefrotik mempunyai
prognosis buruk.
h. Pneumonia sebagai komplikasi sering dijumpai pada demam tifoid. Keadaan ini
dapat ditimbulkan oleh kuman Salmonella typhi, namun sering kali sebagai
akibat infeksi sekunder oleh kuman lain.
i. Penyulit lain yang dapat dijumpai adalah trombositopenia, koagulasi
intrvaskular diseminata, Hemolytic Uremic Syndrome (HUS), fokal infeksi di
beberapa lokasi sebagai akibat bakteremia misalnya infeksi pada tulang,otak,
hati, limpa, otot, kelenjar ludah dan persendian.
Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah baring,
isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta pemberian
antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat dirumah sakitagar
pemenuhan kebutuhan cairan, elektrolit serta nutrisi disamping observasi
kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan dengan seksama.
Pengobatanantibiotik merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya
patogenesis infeksi Salmonella typhi berhubungan dengan keadaan
bakteriemia.Obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara lain :
a. Kloramfenikol
c. Kotrimoksasol
f. Sefotaksim
Dosis yang dianjurkan adalah 150 – 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3- 4dosis
iv.
g. Siprofloksasin
Dosis yang dianjurkan adalah 2 x 200 – 400 mg oral pada anak berumur lebih
dari 10 tahun.
Pencegahan adalah segala upaya yang dilakukan agar setiap anggota masyarakat
tidak tertular oleh bakteri Salmonella. Ada 3 pilar strategis yang menjadi
program pencegahan yakni:
a. Mengobati secara sempurna pasien dan carrier demam tifoid.
b. Mengatasi faktor-faktor yang berperan terhadap rantai penularan.
c. Perlindungan dini agar tidak tertular.
Hindari makanan yang telah disimpan lama dan disajikan pada suhu ruang.
Yang terbaik adalah makanan yang masih panas. Walaupun tidak ada
jaminan makanan yang disajikan di restoran itu aman, hindari membeli
makanan dari penjual di jalanan yang lebih mungkin terkontaminasi.
Jika anda adalah pasien demam tifoid atau baru saja sembuh dari demam
tifoid, berikut beberapa tips agar anda tidak menginfeksi orang lain:
Ini adalah cara penting yang dapat anda lakukan untuk menghindari
penyebaran infeksi ke orang lain. Gunakan air (diutamakan air mengalir)
dan sabun, kemudian gosoklah tangan selama minimal 30 detik, terutama
sebelum makan dan setelah menggunakan toilet.
Bersihkan toilet, pegangan pintu, telepon, dan keran air setidaknya sekali
sehari.
Sediakan handuk, seprai, dan peralatan lainnya untuk anda sendiri dan
cuci dengan menggunakan air dan sabun.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika.
Hidayat, Aziz Alimul A. 2007. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Edisi 1. Jakarta:
Salemba Medika.
Aru W, Sudoyo, dkk ; editor ; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; Jilid III, edisi
IV;Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta : 2007
Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics
Update. Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : 2003
Rampengan. T H : Penyakit infeksi Tropis pada Anak ; edisi 2. Jakarta : EGC 2007