NYERI KEPALA
Pembimbing:
DISUSUN OLEH:
Ati Artati
113170011
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS
Nama : Tn.H.S
Umur : 26 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kareng wareng, Cirebon.
Pekerjaan : Wiraswasta
Status marital : Belum Menikah
Agama : Islam
2. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Nyeri Kepala
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli saraf RSUD Waled dengan keluhan nyeri
kepala yang dirasakan sejak 3 minggu yang lalu, nyeri dirasakan berdenyut-
denyut di kepala bagian depan dan belakang secara tiba-tiba dan terkadang
menjalar ke bagian leher belakang, nyeri dirasakan hilang timbul. nyeri
berkurang ketika pasien meminum obat dan beristirahat, nyeri bertambah
berat ketika pasien melakukan aktivitas rutin. nyeri dirasakan memberat
sejak 1 minggu terakhir. selain itu pasien juga mengeluh pengelihatan
buram sejak 3 bulan yang lalu, pengelihatan buram dimulai dari mata kanan
pasien lalu semakin lama pengelihatan kedua mata pasien buram.
keluhan pusing berputar disangkal, mual-muntah disangkal, keluhan
kejang disangkal, dan tidak ada penurunan kesadaran. Keluhan lemah pada
anggota gerak disangkal, demam disangkal, bicara pelo disangkal, BAB dan
BAK tidak ada keluhan
3. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Nadi : 84x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : 36,2oC
Kepala, Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, lensa jernih +/+
B. Status Neurologis
Sensasi nyeri
N N
N N
Sensasi suhu tidak dilakukan
Sensasi getar tidak dilakukan
Arah gerak sendi
N N
N N
4. DIAGNOSIS BANDING
Nyeri Kepala Sekunder Ec Suspek Neuritis retrobulbar
Nyeri Kepala Sekunder Ec Suspek Viral Infection
Nyeri Kepala Sekunder Ec Suspek Bacterial Infection
5. USULAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah rutin
Pemeriksaan CT-scan kepala
6. DIAGNOSIS KERJA
Nyeri Kepala Sekunder Ec Susp. Neuritis Retrobulbar
7. PENATALAKSANAAN
Meloksikam 15 mg 1x1
Metil prednisolone 8 mg 3x1
Eperisone 3x1
Amitriptilin 0-0-1/2
8. PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : Dubia Ad Bonam
Quo Ad Functionam : Dubia Ad Bonam
Quo Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam
Saraf Ambarawa
Iklan
IDENTITAS
Nama : Ny. MD
Umur : 48 tahun
Agama : Islam
No. RM : 059987-2014
ANAMNESA
Autoanamnesa dan alloanamnesa yang diperoleh dari suami pasien. (16 Juni 2014)
Keluhan utama
Pusing berputar
3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien sering mengeluh pusing, pusing dirasakan
seperti berputar. Namun pasien masih dapat menahan rasa sakitnya. Pusing dirasakan
ketika beraktifitas dan terasa lebih baik jika pasien beristirahat tiduran. Pasien merasa
pusing berputar seperti mau jatuh, keluhan timbul secara mendadak, hilang timbul dan
keluhan bertambah jika pasien berubah posisi dari duduk berdiri atau sebaliknya atau
jika pasien menggerakan kepala secara cepat. Karena keluhannya tersebut pasien
memeriksakan diri ke dokter namun belum ada perbaikan. Kemudian pasien beraktifitas
seperti biasa. Satu hari sebelum masuk rumah sakit pasien bekerja sampai larut malam,
keluhan pusing berputar dirasakan semakin memberat sehingga pasien memutuskan
untuk datang ke rumah sakit.
4 jam sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan pusing berputar, mual, muntah
lebih dari 8 x, berkeringat dingin, bila berjalan merasa mau jatuh serta tidak kuat untuk
berdiri terlalu lama. Dalam perjalanan ke rumah sakit dengan mobil pasien mengalami
muntah sebanyak 5x.
(Riwayat keluhan serupa diakui, namun pasien tidak jelas mengingat seberapa sering,
seingat pasien, sekitar dua bulan yang lalu tapi keluhan tidak separah sekarang dan
berobat ke dokter atau beli obat di warung).
Riwayat tekanan darah tinggi : diakui, tetapi pasien tidak rutin memeriksakan
penyakitnya ke dokter dan tidak minum obat anti hipertensi secara rutin.
Riwayat sakit telinga : pasien mengeluh telinga berdengung sekitar 3 bulan yang lalu dan
hilang timbultetapi pasien bertanya kepada orang sekitar pasien menganggap hal itu
biasa dan pasien mengabaikan penyakitnya.
Resume anamnesis
3 hari sebelum masuk rumah sakit seorang perempuan usia 48 tahun mengeluh pusing
berputar. Pasien merasa pusing berputar seperti mau jatuh, keluhan timbul secara
mendadak, hilang timbul dan keluhan bertambah jika pasien berubah posisi dari duduk
berdiri atau sebaliknya atau jika pasien menggerakan kepala secara cepat. Pasien
memeriksakan diri ke dokter namun belum ada perbaikan.1 hari sebelum masuk rumah
sakit pasien bekerja sampai larut malam, keluhan pusing berputar dirasakan semakin
memberat sehingga pasien memutuskan untuk datang ke rumah sakit. 4 jam sebelum
masuk rumah sakit pasien merasakan pusing berputar, mual, muntah lebih dari 8 x,
berkeringat dingin, bila berjalan merasa mau jatuh serta tidak kuat untuk berdiri terlalu
lama. Dalam perjalanan ke rumah sakit dengan mobil pasien mengalami muntah
sebanyak 5x. Riwayat keluhan serupa sebelumnya diakui dan tekanan darah tinggi
diakui. Disangkal adanya telinga berdenging, pandangan kabur, gangguan pendengaran,
kejang, demam, rasa baal, batuk, pilek, dan trauma kepala.
DISKUSI I
VERTIGO
Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar mengelilingi pasien
atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan sekitar (Wreksoatmodjo, 2009).
Vertigo berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar merujuk pada sensasi
berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan
oleh gangguan pada sistim keseimbangan (Wreksoatmodjo, 2009). Vertigo merupakan
suatu gejala dengan sederet penyebab antara lain akibat kecelakaan, stres, gangguan
pada telinga dalam. Obat-obatan, terlalu sedikit atau banyak aliran darah ke otak dan
lain-lain. Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui saraf yang
berhubungan dengan area tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan
didalam telinga, didalam saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan didalam
otak itu sendiri (Mardjono, 2008).
Informasi yang berguna akan ditangkap oleh reseptor alat keseimbangan tubuh
(reseptor vestibuler memiliki kontribusi paling besar, sekitar 50%, disusul reseptor visual
dan reseptor propioseptik). Arus informasi berjalan intensif bila ada gerakan/perubahan
gerakan pada kepala atau tubuh. Akibat gerakan ini menyebabkan perpindahan cairan
endolimfe di labirin dan selanjutnya cilia dari hair cell akan menekuk, Tekukan cillia akan
menyebabkan perubahan permeabilitas membran hair cell sehingga ion Ca2+ masuk ke
dalam sel (influks). Influks Ca akan menyebabkan depolarisasi dan juga merangsang
pelepasan neurotransmiter eksitatorik (glutamat, aspartat, asetilkolin, histamin,
substansia P, dan lainnya) yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensorik ini lewat
saraf aferen (vestibularis) ke pusat alat keseimbangan di otak dan timbullah persepsi.
Bila dalam keadaan sinkron dan wajar maka muncul respon berupa penyesuaian otot
mata dan penggerak tubuh, tidak terjadi vertigo (Joesoef, 2003).
Pusat integrasi pertama diduga berada pada inti vestibularis, menerima impuls aferen
dari propioseptif, visual dan vestibuler. Serebelum selain merupakan pusat integrasi
kedua juga merupakan pusat komparasi informasi yang sedang berlangsung dengan
informasi gerakan yang sudah lewat, karena memori gerakan yang dialami di masa lalu
diduga tersimpan di vestibuloserebeli. Selain serebelum, informasi tentang gerakan juga
tersimpan di pusat memori prefrontal korteks memori (Keith, 2001).
Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak di telinga dalam (labirin), terlindung oleh
tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah telinga
dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri
atas labirin tulang dan labirin membran. Labirin membran terletak dalam labirin tulang
dan bentuknya hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin membran dan
labirin tulang terdapat perilimfa, sedang endolimfa terdapat di dalam labirin membran.
Berat jenis cairan endolimfa lebih tinggi daripada cairan perilimfa. Ujung saraf vestibuler
berada dalam labirin membran yang terapung dalam perilimfa, yang berada dalam
labirin tulang. Setiap labirin terdiri dari 3 kanalis semi-sirkularis (kss), yaitu kss horizontal
(lateral), kss anterior (superior) dan kss posterior (inferior).Selain 3 kanalis ini terdapat
pula utrikulus dan sakulus (Sherwood,1996).
Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan pelebaran
labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada tiap pelebarannya
terdapat makula utrikulus yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor keseimbangan.
Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat
pelebaran yang ber¬hubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat
krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan se-luruhnya
tertutup oleh suatu substansi gelatin yang disebut kupula (Sherwood,1996).
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan
endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia
menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke
dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolari-sasi dan akan merangsang
pelepasan neurotransmiter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris
melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke
arah berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi (Sherwood,1996).
Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik akibat
rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi energi
biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat
per-cepatan linier atau percepatan sudut.Dengan demikian dapat memberi informasi
mengenai semua gerak tubuh yang sedang berlangsung (Sherwood,1996).
Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga kelainannya
dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan. Gejala yang timbul dapat
berupa vertigo, rasa mual dan muntah.Pada jantung berupa bradikardi atau takikardi
dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin (Sherwood,1996).
Dalam kondisi alat keseimbangan baik sentral maupun perifer yang tidak normal atau
adanya gerakan yang aneh /berlebihan, maka tidak terjadi proses pengolahan yang
wajar dan muncul vertigo. Selain itu terjadi pula respon penyesuaian otot-otot yang
tidak adekuat, sehingga muncul gerakan abnormal dari mata (nistagmus),
unsteadiness/ataksia waktu berdiri/berjalan dan gejala lainnya. Sebab pasti mengapa
terjadi gejala tersebut belum diketahui (Perdossi, 2000).
Teori Neural Mismatch: reaksi timbul akibat rangsang gerakan yang sedang dihadapi
tidak sesuai dengan harapan yang sudah tersimpan di memori dari pengalaman gerak
sebelumnya. Pengalaman gerak dimemori di cerebelum dan korteks cerebri. Lama
kelamaan akan terjadi penyusunan kembali pola gerakan yang sedang dihadapi sama
dengan pola yang ada di memori. Orang menjadi beradaptasi. Makin besar
ketidaksesuaian pola gerakan yang dialami dengan memori maka makin hebat sindroma
yang muncul. Makin lama proses sensory rearrangement maka makin lama pula adaptasi
orang tersebut terjadi.
Teori sinaps
Merupakan pengembangan dari teori sebelumnya yang meninjau peranan
neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses
adaptasi, belajar dan daya ingat.
Vertigo akan timbul bila terdapat ketidaksesuaian dalam informasi yang oleh susunan
aferen disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting adalah
susunan vestibuler yang secara terus menerus menyampaikan impuls ke pusat
keseimbangan. Susunan lain yang berperan adalah susunan optik dan susunan
propioseptik yang melibatkan jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan
nuklei n III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis (Joesoef, 2003).
Saraf aferen berperan dalam proses transmisi. Terdiri dari saraf vestibularis, saraf
optikus dan saraf spino-vestibulo-serebelaris.
Vertigo secara etiologi dibedakan tipe perifer dan sentral. Vertigo perifer bila lesi pada
labirin dan nervus vestibularis sedangkan sentral bila lesi pada batang otak sampai ke
korteks.Vertigo bukan suatu gejala pusing saja, tetapi merupakan suatu kumpulan gejala
atau satu sindroma yang terdiri dari gejala somatik ( nistagmus, unstable), otonomik
(pucat, peluh dingin, mual dan muntah), dan pusing.
VERTIGO SENTRAL
Penyebab vertigo jenis sentral biasanya ada gangguan di batang otak atau di serebelum.
Untuk menentukan gangguan di batang otak, apakah terdapat gejala lain yang khas
misalnya diplopia, parestesia, perubahan sensibilitas dan fungsi motorik, rasa lemah
(Mardjono,2008)
VERTIGO PERIFER
Paling sering disebabkan oleh vertigo posisional benigna. Dapat dicetuskan oleh
perubahan posisi kepala. Berlangsung beberapa detik dan kemudian mereda. Paling
sering penyebabnya idiopatik, namun dapat juga akibat trauma kepala, pembedahan di
telinga atau oleh neuronitis vestibular. Prognosis umumnya baik, gejala menghilang
secara spontan.
Dapat dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati berulang. Penyakit meniere
mempunyai trias gejala yaitu ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo dan
tinitus.
Neuritis vestibular merupakan keluhan yang sering datang ke unit darurat. Pada
penyakit ini, mulainya vertigo dan nausea serta muntah yang menyertainya ialah
mendadak dan gejala lain dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.
Fungsi pendengaran tidak terganggu. Pada pemeriksaan fisik mungkin dapat dijumpai
nistagmus.
Vertigo vestibular menyebabkan nausea dan muntah, setidaknya pada awalnya, serta
kecenderungan untuk jatuh ke sisi lesi. Nistagmus yang menyertainya menginnduksi ilusi
pergerakan lingkungan (0silopsia). Sehingga, pasien memilih untukk menutup matanya,
dan untuk menghindari iritasi lebih lanjut pada sistem vestibular dengan menjaga kepala
pada posisi yang terfiksasi, dengan telinga yang abnormal terletak dibagian paling atas
(Baehr, Frotscher, 2010).
Penyebab perifer Vertigo
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) disebabkan oleh pergerakan otolit dalan
kanalis semisirkularis pada telinga dalam. Hal ini terutama akan mempengaruhi kanalis
posterior dan menyebabkan gejala klasik tapi ini juga dapat mengenai kanalis anterior
dan horizontal.Otoli mengandung Kristal-kristal kecil kalsium karbonat yang berasal dari
utrikulus telinga dalam .Pergerakan dari otolit distimulasi oleh perubahan posisi dan
menimbulkan manifestasi klinik vertigo dan nistagmus.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) biasanya idiopatik tapi dapat juga diikuti
trauma kepala, infeksi kronik telinga, operasi dan neuritis vestibular sebelumny,
meskipun gejala benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) tidak terjadi bertahun-
tahun setelah episode.
Ménière’s disease
Ménière’s disease ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti dengan keluhan
pendengaran .Gangguan pendengaran berupa tinnitus (nada rendah), dan tuli sensoris
pada fluktuasi frekuensi yang rendah, dan sensasi penuh pada telinga.Ménière’s disease
terjadi pada sekitar 15% pada kasus vertigo otologik.
Ménière’s disease merupakan akibat dari hipertensi endolimfatik.Hal ini terjadi karena
dilatasi dari membrane labirin bersamaan dengan kanalis semisirularis telinga dalam
dengan peningkatan volume endolimfe.Hal ini dapat terjadi idiopatik atau sekunder
akibat infeksi virus atau bakteri telinga atau gangguan metabolic.
Vestibular Neuritis
Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia, dan nistagmus.Hal ini
berhubungan dengan infeksi virus pada nervus vestibularis. Labirintis terjadi dengan
komplek gejala yang sama disertai dengan tinnitus atau penurunan pendengaran.
Keduanya terjadi pada sekitar 15% kasus vertigo otologik.
Perifer Sentral
Gejala otonom ++ –
Gangguan pendengaran + –
Lesi Sistem vestibuler (telinga dalam, saraf perifer) Sistem vertebrobasiler dan
gangguan vaskular (otak, batang otak, serebelum)
Habituasi Ya Tidak
vertigo paroksismal
vertigo yang kronis
Vertigo paroksismal
Ciri khas: serangan mendadak, berlangsung beberapa menit atau hari, menghilang
sempurna, suatu ketika muncul lagi, dan diantara serangan penderita bebas dari
keluhan. Berdasar gejala penyertanya dibagi:
Dengan keluhan telinga, tuli atau telinga berdenging: sindrome Meniere, arahnoiditis
pontoserebelaris, TIA vertebrobasiler, kelainan odontogen, tumor fossa posterior
Tanpa keluhan telinga: TIA vertebrobasiler, epilepsi, migraine, vertigo anak, labirin picu
Vertigo Kronis
Ciri khas: vertigo menetap lama, keluhan konstan tidak membentuk serangan-serangan
akut.
Dengan keluhan telinga: OMC, tumor serebelopontin, meningitis TB, labirinitis kronik,
lues serebri.
Tanpa keluhan telinga: kontusio serebri, hipoglikemia, ensefalitis pontis, kelainan okuler,
kardiovaskuler dan psikologis, post traumatik sindrom, intoksikasi, kelainan endokrin.
Tanpa keluhan telinga: neuritis vestibularis, sklerosis multipel, oklusi arteri serebeli
inferior posterior,encefalitis vestibularis, sklerosis multiple, hematobulbi.
Pada umunya diagnosis vertigo tidaklah sulit. Tetapi akan sulit mendiagnosis lokalisasi
lesi dan sangat sulit mendiagnosis etiologinya. Anamnesis memegang peranan paling
vital dalam diagnosis vertigo, karena 50% lebih informasi yang berguna untuk diagnosis
berasal dari anamnesis. Di negara maju pun, anamnesis merupakan sumber informasi
paling penting. (Perdossi, 2000)
Pemeriksaan Keseimbangan
Nistagmus adalah gerak bola mata kian kemari yang terdiri dari dua fase, yaitu fase
lambat dan fase cepat. Fase lambat merupakan reaksi sistem vestibuler terhadap
rangsangan, sedangkan fase cepat merupakan reaksi kompensasinya. Nistagmus
merupakan parameter yang akurat untuk menentukan aktivitas sistem vestibuler.
Tes kobrak
Posisi pasien tidur telentang, dengan kepala fleksi 30 derajat, atau duduk dengan kepala
ekstensi 60 derajat. Digunakan semprit 5 atau 10 mL, ujung jarum disambung dengan
kateter. Perangsangan dilakukan dengan mengalirkan air es (00 derajat C), sebanyak 5
mL, selama 20 detik. Nilai dihitung dengan mengukur lama nistagmus, dihitung sejak
mulai air dialirkan samapai nistagmus berhenti. Normalnya, 120-150 detik. Harga yang
kurang dari 120 detik disebut paresis kanal.
Tes kalori bitermal
Tes kalori ini diajurkan oleh Dick dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2 macam air, dingin
dan panas. Suhu air dingin adalah 30 derajat C, sedangkan suhu air panas adalah 44
derajat C. Volume air yang dialirkan ke dalam liang telinga masing-masing 250 mL, dalam
waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama nistagmus timbul. Setelah telinga kiri
diperiksa dengan air dingin, periksa telinga kanan dengan air digin juga. Kemudian
telinga kiri dengan air panas lalu telinga kanan. Pada tiap-tiap selesai pemeriksaan
(telinga kana atau kiri atau air panas atau air dingin)pasien diistirahatkan selama 5
menit. (untuk menghilangkan pusingnya).
Keterangan: L: left
R: right
Tes Bera
BRAIN Evoked Response Audiometry atau BERA merupakan alat yang bisa digunakan
untuk mendeteksi dini adanya gangguan pendengaran, bahkan sejak bayi baru saja
dilahirkan. Istilah lain yang sering digunakan yakni Brainstem Auditory Evoked Potential
(BAEP) atau Brainstem Auditory Evoked Response Audiometry (BAER). Alat ini efektif
untuk mengevaluasi saluran atau organ pendengaran mulai dari perifer sampai batang
otak.
Tes BERA ini dapat menilai fungsi pendengaran bayi atau anak yang tidak kooperatif.
Yang tidak dapat diperiksa dengan cara konvensionil. Berbeda dengan audiometry, alat
ini bisa digunakan pada pasien yang kooperatif maupun non-kooperatif seperti pada
anak baru lahir, anak kecil, pasien yang sedang mengalami koma maupun stroke,tidak
membutuhkan jawaban atau respons dari pasien seperti pada audiometry karena pasien
harus memencet tombol jika mendengar stimulus suara. Alat ini juga tidak
membutuhkan ruangan kedap suara khusus.
Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) merupakan tes neurologik untuk fungsi
pendengaran batang otak terhadap rangsangan suara (click). Pertama kali diuraikan oleh
Jewett dan Williston pada tahun 1971, BERA merupakan aplikasi yang paling umum
digunakan untuk menilai respon yang dibangkitkan oleh rangsangan suara. Administrasi
dan pelaksanaan tes ini biasanya oleh para ahli audiologi. Berbagai kondisi yang
dianjurkan untuk pemeriksaan BERA antara lain bayi baru lahir untuk mengantisipasi
gangguan perkembangan bicara/bahasa. Jika ada anak yang mengalami gangguan atau
lambat dalam berbicara, mungkin salah satu sebabnya karena anak tersebut tidak
mampu menerima rangsangan suara karena adanya gangguan di telinga.
BERA mengarah pada pembangkitan potensial yang ditimbulkan dengan suara singkat
atau nada khusus yang ditransmisikan dari transduser akustik dengan menggunakan
earphone atau headphone (headset). Bentuk gelombang yang ditimbulkan dari respon
tersebut dinilai dengan menggunakan elektrode permukaan yang biasannya diletakkan
pada bagian vertex kulit kepala dan pada lobus telinga. Pencatatan rata-rata grafiknya
diambil berdasarkan panjang gelombang/amplitudo (microvoltage) dalam waktu
(millisecond), mirip dengan EEG. Puncak dari gelombang yang timbul ditandai dengan I-
VII. Bentuk gelombang tersebut normalnya muncul dalam periode waktu 10 millisecond
setelah rangsangan suara (click) pada intensitas tinggi (70-90 dB tingkat pendengaran
normal/normal hearing level.
Diagnosis Sementara
Diagnosis klinis : pusing berputar onset akut berulang paroksismal, mual, muntah
(Sindroma vertigo perifer)
PEMERIKSAAN FISIK
Mata : edema palpebra -/- conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Mulut : bibir sedikit kering, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang,
Leher : Simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada devias
trakea, tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Abdomen : I = datar
A= bising usus (+)
P = dinding perut supel, turgor kulit lebih baik., hepar dan lien tidak
teraba
P = timpani
Ekstremitas : Edema tungkai (-/-), sianosis (-), Capilarry refill < 2 detik, akral
hangat
Status Neurologis
Saraf otak
Kanan Kiri
N . II Daya penglihatan N N
Penglihatan warna N N
Lapang pandang N N
N . III Ptosis N N
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Strabismus divergen – –
Strabismus konvergen N N
Menggigit N N
Membuka mulut N N
V Sensibilitas muka N N
Refleks kornea N N
VI Trismus – –
Strabismus konvergen N N
Lipatan nasolabial N N
Sudut mulut N N
Mengerutkan dahi N N
Menutup mata N N
Meringis N N
Menggembungkan pipi N N
Tes Rinne + +
Tes Swabach N N
N. IX Arkus faring N
Refleks muntah –
Tersedak –
Arkus faring N
Bersuara N
Menelan N
N. XI Memalingkan kepala N
Sikap bahu N
Mengangkat bahu N
Menjulurkan lidah N
Fasikulasi lidah N
B B 5555 5555
Tn = N NTr= E E
N N EE
RF = + + RP= – –
+ + – –
Cl -/-
Pemeriksaan tambahan
Nistagmus =+
Dismetri =-
Disdiadokokinesia =-
Romberg test =+
Lermit =-
Stepping test =+
Hasil Laboratorium
MCH 32 27-34 pg
Kimia Klinik
Glukosa 2 jam PP 75
Kesan
Aligment lurus
Tak tampak kompresi, listesis, maupun penyempitan diskus dan foramen intervertebralis
cervical
Hasil Konsultasi:
Diplopia (-)
Glaucoma (-)
Parese N III, IV, VI (-)
Hasil konsultasi:
Vertigo Exercise
Mobilisasi bertahap
Edukasi keluarga
DISKUSI II
Pemeriksaan fisik harus difokuskan pada sifat nistagmus, beratnya ataksia, ada tidaknya
gejala yang berhubungan dengan gangguan serebellum misalnya dismetri dan
abnormalitas nervus kraniales misalnya ophtalmoplegi, diplopia atau disartri, serta pada
pemeriksaan fisik juga ditemukan tes lermit (-) sesuai dengan hasil rontgen sehingga
tidak ada etiologi berdasarkan servikogenik.Pada pemeriksaan juga didapatkan sistem
motoric dalam batas normal sehingga melemahkan ke arah vertigo sentral. Tes romberg
(+), gangguan pendengaran(-),stepping tes(+), dan dix hallpike maneuver (+) pada saat
keadaan pasien membaik maka hasil ini mendukung ke arah Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV).
Secara lebih sederhana, Eaton dan Rolandmembedakan vertigo sentral dan perifer
sebagai berikut:
Berikut ini tabel untuk membedakan vertigo perifer dari vertigo sentral.
13. Gaya berjalan Lambat, tegak dan berhati-hati Lambat, tegak dan berhati-hati
Bergerak menyimpang ke satu arah, ataksik
Sumber: Hamid,2003., Sidharta, 1999., Perdossi, 2000., Greenberg, 2001
Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal Positional
Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai.Gejala yang
dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala.Vertigo
pada BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga dalam,
yaitu pada sistem vestibularis.BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun
1921. Karakteristik nistagmus dan vertigo berhubungan dengan posisi dan menduga
bahwa kondisi ini terjadi akibat gangguan otolit
PATOFISIOLOGI
Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk menerangkan
BPPV.Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsiurn karbonat dari
fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang sudah
berdegenerasi, menernpel pada permukaan kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis
semisirkularis posterior menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada
kupula. Hal ini analog dengan keadaan benda berat diletakkan di puncak tiang, bobot
ekstra ini menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah cenderung miring. Pada saat
miring partikel tadi mencegah tiang ke posisi netral.Ini digambarkan oleh nistagmus dan
rasa pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti
pada tes Dix-Hallpike).KSS posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula
bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan pusing
(vertigo). Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang
menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.
Teori Canalithiasis
Lepasnya debris otolith dapat menempel pada cupula (cupulolithiasis) atau dapat
mengambang bebas di kanal semisirkular (canalolithiasis) Penelitian patologis telah
menunjukkan bahwa kedua kondisi tersebut dapat terjadi. Debris otholith menyingkir
dari cupula dan memberikan sensasi berputar melalui efek gravitasi langsung pada
cupula atau dengan menginduksi aliran endolymph selama gerakan kepala di arah
gravitasi Menurut teori cupulolithiasis, deposit cupula (heavy cupula) akan memicu efek
gravitasi pada krista. Namun, gerakan debris yang bebas mengambang adalah
mekanisme patofisiologi yang saat ini diterima sebagai ciri khas BPPV.Menurut teori
canalolithiasis, partikel mengambang bebas bergerak di bawah pengaruh gravitasi ketika
merubah posisi kanal dalam bidang datar vertical.Tarikan hidrodinamik partikel
menginduksi aliran endolymph, menghasilkan perpindahan cupular dan yang penting
mengarah ke respon yang khas diamati.
Pemeriksaan fisis standar untuk BPPV adalah Dix-Hallpike. Cara melakukannya sebagai
berikut:
– Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau KSS posterior yang terlibat). Ini akan
menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau ia memang sedang
berada di KSS posterior.
– Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan
sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
– Komponen cepat nistagmus harusnya “up-bet” (ke arah dahi) dan ipsilateral.
– Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang yang berlawanan
dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke arah berlawanan.
– Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45o dan
seterusnya
Diagnosis Akhir
Diagnosis klinik : Pusing berputar onset akut berulang paroksismal, mual, muntah
(Sindroma vertigo perifer)
Penatalaksanaan
Pada pasien ini diberikan terapi :
Betahistin 3×1
Clobazame 2x 5 mg
Antacid 3 x 1
Metilprednisolon 2 x 8
Piracetam digunakan untuk pada level neuronal berikatan dengan kepala polar
phospholipid membran, memperbaiki fluiditas membran sel, memperbaiki
neurotranmisi, menstimulasi adenylate kinase yang mengkatalisa konversi ADP menjadi
ATP.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo dikatakan adalah suatu penyakit yang ringan dan
dapat sembuh secara spontan dalam beberapa bulan. Namun telah banyak penelitian
yang membuktikan dengan pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel/ Particle
Repositioning Maneuver (PRM) dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV,
meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari
manuver-manuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-100%. Beberapa efek samping
dari melakukan manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal
ini terjadi karena adanya debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang
lebih sempit misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcasio. Setelah
melakukan manuver, hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk minimal 10
menit untuk menghindari risiko jatuh (Bittar, 2011).
Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel ke posisi
awalnya yaitu pada makula utrikulus. Ada lima manuver yang dapat dilakukan
tergantung dari varian BPPV nya (Bittar, 2011).
Manuver Epley
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal. Pasien diminta
untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 450, lalu pasien berbaring dengan
kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan 900 ke sisi
sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahan 30-60
detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi
duduk secara perlahan (Bittar, 2011).
Manuver Semont
Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan posterior. Jika kanal
posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu kepala dimiringkan 450 ke sisi yang
sehat, lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-3
menit. Ada nistagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke posisi
berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk lagi (Bittar, 2011).
Gambar 2. Manuver Semont (Bittar, 2011).
Manuver Lempert
Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral. Pasien berguling
3600, yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien menolehkan kepala 900 ke sisi yang
sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu kepala
menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral dekubitus. Pasien kemudian
menoleh lagi 900 dan tubuh kembali ke posisi lateral dekubitus lalu kembali ke posisi
supinasi. Masing-masing gerakan dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat
dari partikel-partikel sebagai respon terhadap gravitasi (Bittar, 2011).
Manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral. Tujuannya adalah untuk
mempertahankan kekuatan dari posisi lateral dekubitus pada sisi telinga yang sakit dan
dipertahankan selama 12 jam (Bittar, 2011).
Brandt-Daroff exercise
Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat dilakukan sendiri
oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang tetap simptomatik setelah
manuver Epley atau Semont. Latihan ini juga dapat membantu pasien menerapkan
beberapa posisi sehingga dapat menjadi kebiasaan (Bittar, 2011).
Farmakologi
Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk BPPV tidak secara rutin dilakukan. Beberapa
pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk gejala-gejala vertigo, mual dan
muntah yang berat yang dapat terjadi pada pasien BPPV, seperti setelah melakukan
terapi PRM. Pengobatan untuk vertigo yang disebut juga pengobatan suppresant
vestibular yang digunakan adalah golongan benzodiazepine (diazepam, clonazepam) dan
antihistamine (meclizine, dipenhidramin). Benzodiazepines dapat mengurangi sensasi
berputar namun dapat mengganggu kompensasi sentral pada kondisi vestibular perifer.
Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga dapat mengurangi
mual dan muntah karena motion sickness. Harus diperhatikan bahwa benzodiazepine
dan antihistamine dapat mengganggu kompensasi sentral pada kerusakan vestibular
sehingga penggunaannya diminimalkan (Bhattacharyya ,2008).
Operasi
Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik dan sangat sering
mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah melakukan manuver-manuver
yang telah disebutkan di atas. Dari literatur dikatakan indikasi untuk melakukan operasi
adalah pada intractable BPPV, yang biasanya mempunyai klinis penyakit neurologi
vestibular, tidak seperti BPPV biasa.
Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilih, yaitu singular
neurectomy (transeksi saraf ampula posterior) dan oklusi kanal posterior semisirkular.
Namun lebih dipilih teknik dengan oklusi karena teknik neurectomi mempunyai risiko
kehilangan pendengaran yang tinggi (Leveque, 2007).
Prognosis
FOLLOW UP
Tanda vital 17 Juni 2014 18 Juni 2014 19 Juni 2014 20 Juni 2014
Tekanan darah 150/90 mmHg 140/80 mmHg 130/90 mmHg 150/90 mmHg
Mual ++ + – –
Muntah– – – –
Penglihatan ganda – – – –
Telinga berdenging – – – –
Kaku leher – – – –
Nistagmus + + + +
Px Lermit – – – –
Px Dismetri – – – –
Px Disdiadokokinesia – – – –
Injeksi piracetam
2×3 gr
√ √ √ ü
Antasid 3 x 1 – √ √ ü
Injeksi mechobalamin 1 x 1 √ √ √ ü
Clobazame 2×1 √ √ √ ü
Betahistin 3 x 1 ü ü 3x2 ü
Metilprednisolon 1x 8 – – √ ü
DAFTAR PUSTAKA
ABTA, 2002, Brain Tumor Basics in Research Resources Information, American Brain
Tumor Association (abta.org)
Adams R.D., Victor M., Rooper A.H., 2001, Disease of N. VIII in Principles of Neurology,
7th ed. McGraw-Hill, New York
Delaney KA, Bedside diagnosis of vertigo : value of the history and neurological
examination. Academic Emergency Medicine. 2003;10:1388-95
Eaton DA, Roland PS, Dizziness in the older adult, part 1 : Evaluation and general
treatment strategies. Geriatric. 2003;58:28-38
Hoffman DA, Stockdale S, Hicks LL, Schwaninger JE, 1996, Diagnosis and Treatment of
Head Injury, Journal of Neurotherapy, Reprint (1-1)3
Huff S.J, 2001, Vertigo and Dizzy in eMedicine Journal ; Volume 2 Number 5
Joesoef AA., Tinjauan Neurobiologi Molekuler dari Vertigo, 2003, Makalah Konas V
Perdossi, Bali
Sidharta,P., 1999, Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi, PT Dian Rakyat, Jakarta
Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary care, BJMP
2010;3(4):a351
Soepardi EA, Inskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga,Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Edisi 6. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta.
Wreaksoatmodjo, 2004. Vertigo : aspek neurologi. Bogor : Cermin Dunia Kedokteran No.
144.
Iklan
Saraf Ambarawa
Kembali ke atas
Iklan