Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KASUS

NYERI KEPALA

Pembimbing:

dr. Hendri Gunawan Sp. S

DISUSUN OLEH:

Ati Artati

113170011

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SWADAYA
GUNUNG JATI
RSUD WALED – CIREBON
2018

LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS
Nama : Tn.H.S
Umur : 26 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kareng wareng, Cirebon.
Pekerjaan : Wiraswasta
Status marital : Belum Menikah
Agama : Islam

2. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Nyeri Kepala
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli saraf RSUD Waled dengan keluhan nyeri
kepala yang dirasakan sejak 3 minggu yang lalu, nyeri dirasakan berdenyut-
denyut di kepala bagian depan dan belakang secara tiba-tiba dan terkadang
menjalar ke bagian leher belakang, nyeri dirasakan hilang timbul. nyeri
berkurang ketika pasien meminum obat dan beristirahat, nyeri bertambah
berat ketika pasien melakukan aktivitas rutin. nyeri dirasakan memberat
sejak 1 minggu terakhir. selain itu pasien juga mengeluh pengelihatan
buram sejak 3 bulan yang lalu, pengelihatan buram dimulai dari mata kanan
pasien lalu semakin lama pengelihatan kedua mata pasien buram.
keluhan pusing berputar disangkal, mual-muntah disangkal, keluhan
kejang disangkal, dan tidak ada penurunan kesadaran. Keluhan lemah pada
anggota gerak disangkal, demam disangkal, bicara pelo disangkal, BAB dan
BAK tidak ada keluhan

C. Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya
 Riwayat Trauma disangkal
 Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
 Riwayat DM disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa disangkal

E. Riwayat Pribadi dan Sosial


 Riwayat Merokok disangkal
 Riwayat konsumsi alkohol (+)
 Pasien memiliki penyakit pada matanya sejak 3 bulan yang lalu
dan sedang dalam pengobatan di poli mata RSUD waled

3. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang

Tanda Vital : Tekanan darah : 110/80 mmHg

Nadi : 84x/menit

Nafas : 20x/menit

Suhu : 36,2oC

Kepala, Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, lensa jernih +/+

Leher : Pembesaran kgb -

Dada : Paru : sonor, vesikuler diseluruh lap. paru, suara tambahan


(-).

Jantung : SI- S II reguler, murmur - , gallop -

Abdomen : Inspeksi : Dalam Batas Normal


Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : thimpany seluruh lapang abomen

Palpasi : Supel, nyeri tekan - , hepar dan lien tak teraba

Ekstremitas : Edema (-)

B. Status Neurologis

Kesadaran : compos mentis , E4V5M6 (GCS 15)


a. Meningeal Sign
 Kaku kuduk (-)
 lasegue sign (-)
 brudzinski 1 ( - )
 brudzinski 2 ( - )
b. Refleks Fisiologis:
 Bisep N/ N
 Trisep N/ N
 Patella N / N
 Achilles N/N
 Brachioradialis N/N
c. Refleks Patologis:
 Babinski: -/-
 Chadodock: -/-
 Oppenheim -/-
 Trommer -/-
d. Pemeriksaan motorik
5 5
5 5
Atrofi otot - / -
Tonus otot N /N
e. Pemeriksaan sensorik

 Sensasi nyeri
N N

N N
 Sensasi suhu tidak dilakukan
 Sensasi getar tidak dilakukan
 Arah gerak sendi

N N

N N

f. Pemeriksaan Keseimbangan Dalam Batas Normal

Nervi Cranialis Kanan Kiri


NI Daya Penghidu N N
N II Daya Penglihatan N N
Medan Penglihatan N N
Pengenalan warna N N
N III Ptosis (-) (-)
Gerakan Mata N N
Ukuran Pupil 3 mm 3 mm
Bentuk Pupil Bulat Bulat
Refleks Cahaya (+) (+)
Refleks Akomodasi (+) (+)
N IV Strabismus Divergen (-) (-)
Gerakan Mata Ke Lateral Bawah (+) (+)
Nervi Cranialis Kanan Kiri
Strabismus Konvergen (-) (-)
NV Menggigit (+) (+)
Membuka Mulut (+) (+)
Sensibilitas Muka N N
Refleks Cornea (+) (+)
Trismus (-) (-)
N VI Gerakan Mata Ke Lateral (+) (+)
Strabismus Konvergen (-) (-)
Diplopia (-) (-)
N VII Kedipan Mata (+) (+)
Lipatan Nasolabial Simetris
Sudut Mulut Simetris
Mengerutkan Dahi (+) (+)
Mengerutkan Alis (+) (+)
Menutup Mata (+) (+)
Meringis (+) (+)
Menggembungkan Pipi (+) (+)
Daya Kecap Lidah 2/3 Depan Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
N VIII Mendengar Suara Berbisik (+) (+)
Tes Rinne Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Tes Weber Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Tes Schwabach Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
N IX Arkus Faring N N
Daya Kecap Lidah 1/3 Belakang Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Nervi Cranialis Kanan Kiri
Refleks Muntah (+) (+)
Suara Sengau (-) (-)
Tersedak (+) (+)
Arkus Faring N N
Bersuara N N
Menelan (+) (+)
N XI Memalingkan Kepala (+) (+)
Sikap Bahu N N
Mengangkat Bahu (+) (+)
XII Sikap Lidah Ditengah
Tremor Lidah (-)
Menjulurkan Lidah Simetris

4. DIAGNOSIS BANDING
Nyeri Kepala Sekunder Ec Suspek Neuritis retrobulbar
Nyeri Kepala Sekunder Ec Suspek Viral Infection
Nyeri Kepala Sekunder Ec Suspek Bacterial Infection

5. USULAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah rutin
Pemeriksaan CT-scan kepala

6. DIAGNOSIS KERJA
Nyeri Kepala Sekunder Ec Susp. Neuritis Retrobulbar

7. PENATALAKSANAAN
 Meloksikam 15 mg 1x1
 Metil prednisolone 8 mg 3x1
 Eperisone 3x1
 Amitriptilin 0-0-1/2

8. PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : Dubia Ad Bonam
Quo Ad Functionam : Dubia Ad Bonam
Quo Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam

Saraf Ambarawa

Laporan Kasus Vertigo Perifer – Fakhri Hamdi


DEPARTEMEN NEUROLOGI AMBARAWA

3 tahun yang lalu

Iklan

IDENTITAS

Nama : Ny. MD

Umur : 48 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Status marital : Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Alamat : Banaran RT 01 RW 03Gemawang Jambu Kab Semarang

Tanggal masuk RS : 16 Juni 2014 pukul 11.00

No. RM : 059987-2014
ANAMNESA

Autoanamnesa dan alloanamnesa yang diperoleh dari suami pasien. (16 Juni 2014)

Keluhan utama

Pusing berputar

Riwayat Penyakit Sekarang

3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien sering mengeluh pusing, pusing dirasakan
seperti berputar. Namun pasien masih dapat menahan rasa sakitnya. Pusing dirasakan
ketika beraktifitas dan terasa lebih baik jika pasien beristirahat tiduran. Pasien merasa
pusing berputar seperti mau jatuh, keluhan timbul secara mendadak, hilang timbul dan
keluhan bertambah jika pasien berubah posisi dari duduk berdiri atau sebaliknya atau
jika pasien menggerakan kepala secara cepat. Karena keluhannya tersebut pasien
memeriksakan diri ke dokter namun belum ada perbaikan. Kemudian pasien beraktifitas
seperti biasa. Satu hari sebelum masuk rumah sakit pasien bekerja sampai larut malam,
keluhan pusing berputar dirasakan semakin memberat sehingga pasien memutuskan
untuk datang ke rumah sakit.

4 jam sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan pusing berputar, mual, muntah
lebih dari 8 x, berkeringat dingin, bila berjalan merasa mau jatuh serta tidak kuat untuk
berdiri terlalu lama. Dalam perjalanan ke rumah sakit dengan mobil pasien mengalami
muntah sebanyak 5x.

Saat diperiksa, pasien mengeluh pusing dirasakan berputar, merasakan lemas,


berkeringat dingin, pasien menyangkal adanya pandangan kabur, penglihatan ganda,
kelemahan anggota gerak, telinga berdenging, penurunan pendengaran, demam,
kejang, ataupun sakit kepala. Pasien juga menyangkal adanya rasa baal, kesemutan,
tidak ada penurunan berat badan, batuk, pilek, sakit tenggorokan, sesak nafas. Buang air
kecil dan buang air besar tidak terdapat keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat keluhan serupa sebelumnya : diakui

(Riwayat keluhan serupa diakui, namun pasien tidak jelas mengingat seberapa sering,
seingat pasien, sekitar dua bulan yang lalu tapi keluhan tidak separah sekarang dan
berobat ke dokter atau beli obat di warung).

Riwayat stroke sebelumnya : disangkal

Riwayat penyakit kencing manis : disangkal

Riwayat tekanan darah tinggi : diakui, tetapi pasien tidak rutin memeriksakan
penyakitnya ke dokter dan tidak minum obat anti hipertensi secara rutin.

Riwayat cedera kepala/trauma kepala : disangkal

Riwayat operasi : disangkal

Riwayat batuk lama : disangkal

Riwayat gangguan tidur dan perilaku : disangkal

Riwayat sakit telinga : pasien mengeluh telinga berdengung sekitar 3 bulan yang lalu dan
hilang timbultetapi pasien bertanya kepada orang sekitar pasien menganggap hal itu
biasa dan pasien mengabaikan penyakitnya.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluhan serupa pada keluarga : disangkal

Riwayat stroke pada keluarga : disangkal

Riwayat kencing manis pada keluarga : disangkal

Riwayat tekanan darah tinggi pada keluarga : diakui (Ibu)


Anamnesis Sistem

Sistem serebrospinal : pusing berputar

Sistem kardiovaskuler : tidak ada keluhan

Sistem respirasi : tidak ada keluhan

Sistem gastrointestinal : mual (+), muntah (+),

Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan

Sistem integumentum : keringat dingin

Sistem urogenital : tidak ada keluhan

Resume anamnesis

3 hari sebelum masuk rumah sakit seorang perempuan usia 48 tahun mengeluh pusing
berputar. Pasien merasa pusing berputar seperti mau jatuh, keluhan timbul secara
mendadak, hilang timbul dan keluhan bertambah jika pasien berubah posisi dari duduk
berdiri atau sebaliknya atau jika pasien menggerakan kepala secara cepat. Pasien
memeriksakan diri ke dokter namun belum ada perbaikan.1 hari sebelum masuk rumah
sakit pasien bekerja sampai larut malam, keluhan pusing berputar dirasakan semakin
memberat sehingga pasien memutuskan untuk datang ke rumah sakit. 4 jam sebelum
masuk rumah sakit pasien merasakan pusing berputar, mual, muntah lebih dari 8 x,
berkeringat dingin, bila berjalan merasa mau jatuh serta tidak kuat untuk berdiri terlalu
lama. Dalam perjalanan ke rumah sakit dengan mobil pasien mengalami muntah
sebanyak 5x. Riwayat keluhan serupa sebelumnya diakui dan tekanan darah tinggi
diakui. Disangkal adanya telinga berdenging, pandangan kabur, gangguan pendengaran,
kejang, demam, rasa baal, batuk, pilek, dan trauma kepala.

DISKUSI I

Dari data anamnesis didapatkan keterangan mengenai seorang pasien perempuan,


umur 48 tahun datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan keluhan berupa suatu kumpulan
gejala berupa pusing berputar, mual, muntah, bertambah jika pasien berubah posisi,
membaik jika berbaring, tidak disertai penglihatan ganda, telinga berdenging, gangguan
pendengaran. Keluhan utama yang dialami pasien adalah pusing berputar atau yang
disebut dengan vertigo. Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa
berputar mengelilingi pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan sekitar
(Sura, 2010). Keluhan vertigo harus benar-benar dicermati pada saat anamnesis karena
sering kali dikacaukan dengan nyeri kepala atau keluhan lain yang bersifat psikosomatis.
Riwayat sakit serupa sebelumnya serta adanya rasa berdengung yang diabaikan pasien
mungkin dapat menjadi salah satu faktor risiko terhadap beratnya penyakit yang dialami
pasien saat ini.

VERTIGO

Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar mengelilingi pasien
atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan sekitar (Wreksoatmodjo, 2009).
Vertigo berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar merujuk pada sensasi
berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan
oleh gangguan pada sistim keseimbangan (Wreksoatmodjo, 2009). Vertigo merupakan
suatu gejala dengan sederet penyebab antara lain akibat kecelakaan, stres, gangguan
pada telinga dalam. Obat-obatan, terlalu sedikit atau banyak aliran darah ke otak dan
lain-lain. Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui saraf yang
berhubungan dengan area tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan
didalam telinga, didalam saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan didalam
otak itu sendiri (Mardjono, 2008).

Fisiologi Alat Keseimbangan

Informasi yang berguna akan ditangkap oleh reseptor alat keseimbangan tubuh
(reseptor vestibuler memiliki kontribusi paling besar, sekitar 50%, disusul reseptor visual
dan reseptor propioseptik). Arus informasi berjalan intensif bila ada gerakan/perubahan
gerakan pada kepala atau tubuh. Akibat gerakan ini menyebabkan perpindahan cairan
endolimfe di labirin dan selanjutnya cilia dari hair cell akan menekuk, Tekukan cillia akan
menyebabkan perubahan permeabilitas membran hair cell sehingga ion Ca2+ masuk ke
dalam sel (influks). Influks Ca akan menyebabkan depolarisasi dan juga merangsang
pelepasan neurotransmiter eksitatorik (glutamat, aspartat, asetilkolin, histamin,
substansia P, dan lainnya) yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensorik ini lewat
saraf aferen (vestibularis) ke pusat alat keseimbangan di otak dan timbullah persepsi.
Bila dalam keadaan sinkron dan wajar maka muncul respon berupa penyesuaian otot
mata dan penggerak tubuh, tidak terjadi vertigo (Joesoef, 2003).

Pusat integrasi pertama diduga berada pada inti vestibularis, menerima impuls aferen
dari propioseptif, visual dan vestibuler. Serebelum selain merupakan pusat integrasi
kedua juga merupakan pusat komparasi informasi yang sedang berlangsung dengan
informasi gerakan yang sudah lewat, karena memori gerakan yang dialami di masa lalu
diduga tersimpan di vestibuloserebeli. Selain serebelum, informasi tentang gerakan juga
tersimpan di pusat memori prefrontal korteks memori (Keith, 2001).

Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak di telinga dalam (labirin), terlindung oleh
tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah telinga
dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri
atas labirin tulang dan labirin membran. Labirin membran terletak dalam labirin tulang
dan bentuknya hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin membran dan
labirin tulang terdapat perilimfa, sedang endolimfa terdapat di dalam labirin membran.
Berat jenis cairan endolimfa lebih tinggi daripada cairan perilimfa. Ujung saraf vestibuler
berada dalam labirin membran yang terapung dalam perilimfa, yang berada dalam
labirin tulang. Setiap labirin terdiri dari 3 kanalis semi-sirkularis (kss), yaitu kss horizontal
(lateral), kss anterior (superior) dan kss posterior (inferior).Selain 3 kanalis ini terdapat
pula utrikulus dan sakulus (Sherwood,1996).

Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya


tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visual dan
proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP,
sehingga menggam¬barkan keadaan posisi tubuh pada saat itu.

Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan pelebaran
labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada tiap pelebarannya
terdapat makula utrikulus yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor keseimbangan.
Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat
pelebaran yang ber¬hubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat
krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan se-luruhnya
tertutup oleh suatu substansi gelatin yang disebut kupula (Sherwood,1996).
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan
endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia
menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke
dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolari-sasi dan akan merangsang
pelepasan neurotransmiter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris
melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke
arah berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi (Sherwood,1996).

Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik akibat
rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi energi
biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat
per-cepatan linier atau percepatan sudut.Dengan demikian dapat memberi informasi
mengenai semua gerak tubuh yang sedang berlangsung (Sherwood,1996).

Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga kelainannya
dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan. Gejala yang timbul dapat
berupa vertigo, rasa mual dan muntah.Pada jantung berupa bradikardi atau takikardi
dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin (Sherwood,1996).

Patologi gangguan keseimbangan

Dalam kondisi alat keseimbangan baik sentral maupun perifer yang tidak normal atau
adanya gerakan yang aneh /berlebihan, maka tidak terjadi proses pengolahan yang
wajar dan muncul vertigo. Selain itu terjadi pula respon penyesuaian otot-otot yang
tidak adekuat, sehingga muncul gerakan abnormal dari mata (nistagmus),
unsteadiness/ataksia waktu berdiri/berjalan dan gejala lainnya. Sebab pasti mengapa
terjadi gejala tersebut belum diketahui (Perdossi, 2000).

Vertigo disebabkan oleh gangguan keseimbangan tubuh yang mengakibatkan


ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh
susunan saraf pusat. Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian tersebut,
diantaranya ;
Teori konfliks sensoris : rangsang diatas ambang fisiologis akan mengakibatkan banjir
informasi di pusat kesimbangan, sehingga meningkatkan kegiatan SSP, koordinasi dan
menjalar ke sekitarnya, terutama saraf otonom, korteks dan timbul sindroma vertigo.

Teori Neural Mismatch: reaksi timbul akibat rangsang gerakan yang sedang dihadapi
tidak sesuai dengan harapan yang sudah tersimpan di memori dari pengalaman gerak
sebelumnya. Pengalaman gerak dimemori di cerebelum dan korteks cerebri. Lama
kelamaan akan terjadi penyusunan kembali pola gerakan yang sedang dihadapi sama
dengan pola yang ada di memori. Orang menjadi beradaptasi. Makin besar
ketidaksesuaian pola gerakan yang dialami dengan memori maka makin hebat sindroma
yang muncul. Makin lama proses sensory rearrangement maka makin lama pula adaptasi
orang tersebut terjadi.

Ketidakseimbangan saraf Otonomik: sindrome terjadi karena ketidakseimbangan saraf


otonom akibat rangsang gerakan. Bila ketidakseimbangan mengarah ke saraf
parasimpatis maka muncul gejala dan bila mengarah ke dominasi saraf simpatis
sindrome menghilang.

Teori neurohumoral: munculnya sindrome vertigo berawal dari pelepasan Corticotropin


releasing hormon(CRH) dari hipothalamus akibat rangsang gerakan. CRH selanjutnya
meningkatkan aktifitas saraf simpatis di locus coeruleus , hipokampus dan korteks
serebri melalui mekanisme influks calcium. Akibatnya keseimbangan saraf otonon
mengarah ke dominasi saraf simpatis dan timbul gejala pucat, rasa dingin di kulit,
keringat dingin dan vertigo. Bila dominasi mengarah ke saraf parasimpatis sebagai akibat
otoregulasi, maka muncul gejala mual, muntah dan hipersalivasi. Rangsangan ke locus
coerulus juga berakibat panik. CRH juga dapat meningkatkan stress hormon lewat jalur
hipothalamus-hipofise-adrenalin. Rangsangan ke korteks limbik menimbulkan gejala
ansietas dan atau depresi. Bila sindroma tersebut berulang akibat rangsangan atau
latihan, maka siklus perubahan dominasi saraf simpatis dan parasimpatis bergantian
tersebut juga berulang sampai suatu ketika terjadi perubahan sensitifitas reseptor
(hiposensitif) dan jumlah reseptor (down regulation) serta penurunan influks calsium.
Dalam keadaan ini pasien tersebut telah mengalami adaptasi (Perdossi, 2000).

Teori rangsang berlebihan (overstimulation)

Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsangan yang berlebihan menyebabkan


hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu, akibatnya akan timbul
vertigo, nistagmus, mual dan muntah.

Teori sinaps
Merupakan pengembangan dari teori sebelumnya yang meninjau peranan
neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses
adaptasi, belajar dan daya ingat.

Vertigo akan timbul bila terdapat ketidaksesuaian dalam informasi yang oleh susunan
aferen disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting adalah
susunan vestibuler yang secara terus menerus menyampaikan impuls ke pusat
keseimbangan. Susunan lain yang berperan adalah susunan optik dan susunan
propioseptik yang melibatkan jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan
nuklei n III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis (Joesoef, 2003).

Jaringan saraf yang terlibat dalam proses timbulnya vertigo adalah:

Reseptor alat keseimbangan tubuh. Berperan dalam mengubah rangsang menjadi


bioelektrokimia, terdiri dari reseptor mekanis di vestibulum, reseptor cahaya di retina
dan reseptor mekanis/ propioseptik di kulit, otot, dan sendi.

Saraf aferen berperan dalam proses transmisi. Terdiri dari saraf vestibularis, saraf
optikus dan saraf spino-vestibulo-serebelaris.

Pusat keseimbangan. Berperan dalam modulasi, komparasi, koordinasi dan persepsi.


Terletak pada inti vestibularis, serebelum, korteks serebri, hipothalamus, inti
okulomtorius dan formatio retikularis (Joesoef, 2003).

Vertigo secara etiologi dibedakan tipe perifer dan sentral. Vertigo perifer bila lesi pada
labirin dan nervus vestibularis sedangkan sentral bila lesi pada batang otak sampai ke
korteks.Vertigo bukan suatu gejala pusing saja, tetapi merupakan suatu kumpulan gejala
atau satu sindroma yang terdiri dari gejala somatik ( nistagmus, unstable), otonomik
(pucat, peluh dingin, mual dan muntah), dan pusing.

VERTIGO SENTRAL

Penyebab vertigo jenis sentral biasanya ada gangguan di batang otak atau di serebelum.
Untuk menentukan gangguan di batang otak, apakah terdapat gejala lain yang khas
misalnya diplopia, parestesia, perubahan sensibilitas dan fungsi motorik, rasa lemah
(Mardjono,2008)
VERTIGO PERIFER

Lamanya vertigo berlangsung :

Episode (serangan) vertigo yang berlangsung beberapa detik

Paling sering disebabkan oleh vertigo posisional benigna. Dapat dicetuskan oleh
perubahan posisi kepala. Berlangsung beberapa detik dan kemudian mereda. Paling
sering penyebabnya idiopatik, namun dapat juga akibat trauma kepala, pembedahan di
telinga atau oleh neuronitis vestibular. Prognosis umumnya baik, gejala menghilang
secara spontan.

Episode vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam

Dapat dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati berulang. Penyakit meniere
mempunyai trias gejala yaitu ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo dan
tinitus.

Serangan vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu

Neuritis vestibular merupakan keluhan yang sering datang ke unit darurat. Pada
penyakit ini, mulainya vertigo dan nausea serta muntah yang menyertainya ialah
mendadak dan gejala lain dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.
Fungsi pendengaran tidak terganggu. Pada pemeriksaan fisik mungkin dapat dijumpai
nistagmus.

Vertigo vestibular menyebabkan nausea dan muntah, setidaknya pada awalnya, serta
kecenderungan untuk jatuh ke sisi lesi. Nistagmus yang menyertainya menginnduksi ilusi
pergerakan lingkungan (0silopsia). Sehingga, pasien memilih untukk menutup matanya,
dan untuk menghindari iritasi lebih lanjut pada sistem vestibular dengan menjaga kepala
pada posisi yang terfiksasi, dengan telinga yang abnormal terletak dibagian paling atas
(Baehr, Frotscher, 2010).
Penyebab perifer Vertigo

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan penyebab utama vertigo.


Onsetnya lebih seriang terjadi pada usia rata-rata 51 tahun (Mardjono, 2009).

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) disebabkan oleh pergerakan otolit dalan
kanalis semisirkularis pada telinga dalam. Hal ini terutama akan mempengaruhi kanalis
posterior dan menyebabkan gejala klasik tapi ini juga dapat mengenai kanalis anterior
dan horizontal.Otoli mengandung Kristal-kristal kecil kalsium karbonat yang berasal dari
utrikulus telinga dalam .Pergerakan dari otolit distimulasi oleh perubahan posisi dan
menimbulkan manifestasi klinik vertigo dan nistagmus.

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) biasanya idiopatik tapi dapat juga diikuti
trauma kepala, infeksi kronik telinga, operasi dan neuritis vestibular sebelumny,
meskipun gejala benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) tidak terjadi bertahun-
tahun setelah episode.

Ménière’s disease

Ménière’s disease ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti dengan keluhan
pendengaran .Gangguan pendengaran berupa tinnitus (nada rendah), dan tuli sensoris
pada fluktuasi frekuensi yang rendah, dan sensasi penuh pada telinga.Ménière’s disease
terjadi pada sekitar 15% pada kasus vertigo otologik.

Ménière’s disease merupakan akibat dari hipertensi endolimfatik.Hal ini terjadi karena
dilatasi dari membrane labirin bersamaan dengan kanalis semisirularis telinga dalam
dengan peningkatan volume endolimfe.Hal ini dapat terjadi idiopatik atau sekunder
akibat infeksi virus atau bakteri telinga atau gangguan metabolic.
Vestibular Neuritis

Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia, dan nistagmus.Hal ini
berhubungan dengan infeksi virus pada nervus vestibularis. Labirintis terjadi dengan
komplek gejala yang sama disertai dengan tinnitus atau penurunan pendengaran.
Keduanya terjadi pada sekitar 15% kasus vertigo otologik.

Klinis vertigo perifer dan sentral

Perifer Sentral

Bangkitan vertigo Mendadak Lambat

Derajat vertigo Berat Ringan

Pengaruh gerakan kepala + –

Gejala otonom ++ –

Gangguan pendengaran + –

Ciri-ciri Vertigo perifer Vertigo sentral

Lesi Sistem vestibuler (telinga dalam, saraf perifer) Sistem vertebrobasiler dan
gangguan vaskular (otak, batang otak, serebelum)

Penyebab Vertigo posisional paroksismal jinak (BPPV), penyakit maniere,


neuronitis vestibuler, labirintis, neuroma akustik, trauma iskemik batang otak,
vertebrobasiler insufisiensi, neoplasma, migren basiler

Gejala gangguan SSP Tidak ada Diantaranya :diplopia, parestesi, gangguan


sensibilitas dan fungsi motorik, disartria, gangguan serebelar

Masa laten 3-40 detik Tidak ada

Habituasi Ya Tidak

Berdasarkan gejala klinis yang menonjol, vertigo dibagi 3 kelompok

vertigo paroksismal
vertigo yang kronis

vertigo dengan serangan akut berangsur berkurang tanpa bebas keluhan

( Harsono, 2000.; Perdossi, 2000).

Vertigo paroksismal

Ciri khas: serangan mendadak, berlangsung beberapa menit atau hari, menghilang
sempurna, suatu ketika muncul lagi, dan diantara serangan penderita bebas dari
keluhan. Berdasar gejala penyertanya dibagi:

Dengan keluhan telinga, tuli atau telinga berdenging: sindrome Meniere, arahnoiditis
pontoserebelaris, TIA vertebrobasiler, kelainan odontogen, tumor fossa posterior

Tanpa keluhan telinga: TIA vertebrobasiler, epilepsi, migraine, vertigo anak, labirin picu

Timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi: vertigo posisional paroksismal benigna.

Vertigo Kronis

Ciri khas: vertigo menetap lama, keluhan konstan tidak membentuk serangan-serangan
akut.

Berdasar gejala penyertanya dibagi:

Dengan keluhan telinga: OMC, tumor serebelopontin, meningitis TB, labirinitis kronik,
lues serebri.

Tanpa keluhan telinga: kontusio serebri, hipoglikemia, ensefalitis pontis, kelainan okuler,
kardiovaskuler dan psikologis, post traumatik sindrom, intoksikasi, kelainan endokrin.

Timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi: hipotensi orthostatik, vertigo servikalis.

Vertigo yang serangannya akut

Berangsur-angsur berkurang tetapi tidak pernah bebas serangan.

Berdasar gejala penyertanya dibagi:


Dengan keluhan telinga: neuritis N. VIII, trauma labirin, perdarahan labirin, herpes
Zoster otikus.

Tanpa keluhan telinga: neuritis vestibularis, sklerosis multipel, oklusi arteri serebeli
inferior posterior,encefalitis vestibularis, sklerosis multiple, hematobulbi.

Pada umunya diagnosis vertigo tidaklah sulit. Tetapi akan sulit mendiagnosis lokalisasi
lesi dan sangat sulit mendiagnosis etiologinya. Anamnesis memegang peranan paling
vital dalam diagnosis vertigo, karena 50% lebih informasi yang berguna untuk diagnosis
berasal dari anamnesis. Di negara maju pun, anamnesis merupakan sumber informasi
paling penting. (Perdossi, 2000)

Penderita mengeluh adanya perasaan sensasi berputar, lingkungan sekitar dirasakan


berputar, bukan headache. perubahan posisi kepalamemperburuk keluhan, adanya mual
dan muntah dapat mendukung ke arah vertigo perifer walaupun vertigo central belum
dapat disingkirkan hanya dari anamnesis.

Pemeriksaan Keseimbangan

Nistagmus adalah gerak bola mata kian kemari yang terdiri dari dua fase, yaitu fase
lambat dan fase cepat. Fase lambat merupakan reaksi sistem vestibuler terhadap
rangsangan, sedangkan fase cepat merupakan reaksi kompensasinya. Nistagmus
merupakan parameter yang akurat untuk menentukan aktivitas sistem vestibuler.

Tes kobrak

Posisi pasien tidur telentang, dengan kepala fleksi 30 derajat, atau duduk dengan kepala
ekstensi 60 derajat. Digunakan semprit 5 atau 10 mL, ujung jarum disambung dengan
kateter. Perangsangan dilakukan dengan mengalirkan air es (00 derajat C), sebanyak 5
mL, selama 20 detik. Nilai dihitung dengan mengukur lama nistagmus, dihitung sejak
mulai air dialirkan samapai nistagmus berhenti. Normalnya, 120-150 detik. Harga yang
kurang dari 120 detik disebut paresis kanal.
Tes kalori bitermal

Tes kalori ini diajurkan oleh Dick dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2 macam air, dingin
dan panas. Suhu air dingin adalah 30 derajat C, sedangkan suhu air panas adalah 44
derajat C. Volume air yang dialirkan ke dalam liang telinga masing-masing 250 mL, dalam
waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama nistagmus timbul. Setelah telinga kiri
diperiksa dengan air dingin, periksa telinga kanan dengan air digin juga. Kemudian
telinga kiri dengan air panas lalu telinga kanan. Pada tiap-tiap selesai pemeriksaan
(telinga kana atau kiri atau air panas atau air dingin)pasien diistirahatkan selama 5
menit. (untuk menghilangkan pusingnya).

Kemudian hasil tes kalori dihitung dengan menggunakan rumus :

Sensitivitas L-R : (a+c) – (b+d) = < 40 detik

Keterangan: L: left

R: right

a: Waktu nistagmus pemeriksaan telinga kiri dengan suhu air dingin

b: Waktu nistagmus pemeriksaantelinga kanan dengan suhu air dingin

c: Waktu nistagmus pemeriksaan telinga kiri dengan suhu air panas

d: Waktu nistagmus pemeriksaantelinga kanan dengan suhu air panas


dalam rumus ini dihitung selisih waktu nistagmus kiri dan kanan. Bila selisih kurang dari
40 detik maka berarti kedua fungsi vestibular masih dalam keadaan seimbang. Tetapi
bila selisih lebih dari 40 detik, maka berarti yang mempunyai waktu nistagmus lebih kecil
mengalami paresis kanal (Soepardi, 2007)

Tes Bera

BRAIN Evoked Response Audiometry atau BERA merupakan alat yang bisa digunakan
untuk mendeteksi dini adanya gangguan pendengaran, bahkan sejak bayi baru saja
dilahirkan. Istilah lain yang sering digunakan yakni Brainstem Auditory Evoked Potential
(BAEP) atau Brainstem Auditory Evoked Response Audiometry (BAER). Alat ini efektif
untuk mengevaluasi saluran atau organ pendengaran mulai dari perifer sampai batang
otak.

Tes BERA ini dapat menilai fungsi pendengaran bayi atau anak yang tidak kooperatif.
Yang tidak dapat diperiksa dengan cara konvensionil. Berbeda dengan audiometry, alat
ini bisa digunakan pada pasien yang kooperatif maupun non-kooperatif seperti pada
anak baru lahir, anak kecil, pasien yang sedang mengalami koma maupun stroke,tidak
membutuhkan jawaban atau respons dari pasien seperti pada audiometry karena pasien
harus memencet tombol jika mendengar stimulus suara. Alat ini juga tidak
membutuhkan ruangan kedap suara khusus.

Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) merupakan tes neurologik untuk fungsi
pendengaran batang otak terhadap rangsangan suara (click). Pertama kali diuraikan oleh
Jewett dan Williston pada tahun 1971, BERA merupakan aplikasi yang paling umum
digunakan untuk menilai respon yang dibangkitkan oleh rangsangan suara. Administrasi
dan pelaksanaan tes ini biasanya oleh para ahli audiologi. Berbagai kondisi yang
dianjurkan untuk pemeriksaan BERA antara lain bayi baru lahir untuk mengantisipasi
gangguan perkembangan bicara/bahasa. Jika ada anak yang mengalami gangguan atau
lambat dalam berbicara, mungkin salah satu sebabnya karena anak tersebut tidak
mampu menerima rangsangan suara karena adanya gangguan di telinga.

BERA juga dapat dimanfaatkan untuk menentukan sumber gangguan pendengaran


apakah di cochlea atau retro choclearis, mengevaluasi brainstem (batang otak), serta
menentukan apakah gangguan pendengaran disebabkan karena psikologis atau fisik.
Pemeriksaan ini relatif aman, tidak nyeri, dan tidak ada efek samping, sehingga bisa juga
dimanfaatkan untuk screening medical check up.

BERA mengarah pada pembangkitan potensial yang ditimbulkan dengan suara singkat
atau nada khusus yang ditransmisikan dari transduser akustik dengan menggunakan
earphone atau headphone (headset). Bentuk gelombang yang ditimbulkan dari respon
tersebut dinilai dengan menggunakan elektrode permukaan yang biasannya diletakkan
pada bagian vertex kulit kepala dan pada lobus telinga. Pencatatan rata-rata grafiknya
diambil berdasarkan panjang gelombang/amplitudo (microvoltage) dalam waktu
(millisecond), mirip dengan EEG. Puncak dari gelombang yang timbul ditandai dengan I-
VII. Bentuk gelombang tersebut normalnya muncul dalam periode waktu 10 millisecond
setelah rangsangan suara (click) pada intensitas tinggi (70-90 dB tingkat pendengaran
normal/normal hearing level.

Meskipun BERA memberikan informasi mengenai fungsi dan sensitivitas pendengaran,


namun tidak merupakan pengganti untuk evaluasi pendengaran formal, dan hasil yang
didapat harus dapat dihubungkan dengan hasil audiometri yang biasa digunakan, jika
tersedia (Bhattacharyya, 2008).

Diagnosis Sementara

Diagnosis klinis : pusing berputar onset akut berulang paroksismal, mual, muntah
(Sindroma vertigo perifer)

Diagnosis topic : organ vestibularis

Diagnosis etiologi : vertigo perifer dd central

PEMERIKSAAN FISIK

(Dilakukan tanggal 16 Juni 2014)


Status generalis : Baik, gizi baik

Keadaan umum : GCS E4V5M6

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital : Tekanan darah = 130/80 mmHg Pernapasan =20x/menit

Nadi =86x/menit Suhu = 36,50

Kulit : turgor kulit supel

Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah


dicabut.

Wajah : Simetris, ekspresi wajar

Mata : edema palpebra -/- conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Telinga : Bentuk normal, simetris, lubang lapang dan serumen (-/-)

Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi

Mulut : bibir sedikit kering, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang,
Leher : Simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada devias
trakea, tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

Thorak : retraksi suprasternal (-)

Pulmo : I = thorax simetris dengan ekspansi baik

P = fremitus takstil kanan=kiri, ekspansi dinding dada

P = sonor di seluruh lapang paru

A= vesikuler (+/+) , ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Cor : I = Tidak tampak iktus cordis

P = iktus cordis tidak teraba

P = Batas atas ICS III linea parasternal sinistra

Batas kiri ICS VI linea midclavicula sinistra

Batas kanan ICS IV linea sternalis dextra.

A = BJ I dan II regular, Gallop (-/-), murmur (-/-)

Abdomen : I = datar
A= bising usus (+)

P = dinding perut supel, turgor kulit lebih baik., hepar dan lien tidak
teraba

P = timpani

Ekstremitas : Edema tungkai (-/-), sianosis (-), Capilarry refill < 2 detik, akral
hangat

Status Neurologis

Sikap tubuh : normal

Gerakan abnormal : tidak ada

Kepala : pusing berputar

Saraf otak

Kanan Kiri

N.I Daya penghidu N N

N . II Daya penglihatan N N

Penglihatan warna N N

Lapang pandang N N
N . III Ptosis N N

Gerakan mata ke medial N N

Gerakan mata ke atas N N

Gerakan mata ke bawah N N

Ukuran pupil 3 mm 3 mm

Refleks cahaya langsung N N

Refleks cahaya konsensuil N N

Strabismus divergen – –

IV Gerakan mata ke lateral bawah N N

Strabismus konvergen N N

Menggigit N N

Membuka mulut N N

V Sensibilitas muka N N

Refleks kornea N N

VI Trismus – –

Gerakan mata ke lateral N N

Strabismus konvergen N N

N VII Kedipan mata N N

Lipatan nasolabial N N

Sudut mulut N N

Mengerutkan dahi N N

Menutup mata N N

Meringis N N

Menggembungkan pipi N N

Daya kecap kidah 2/3 N N


N. VIII Mendengar suara berbisik N N

Mendengar detik arloji N N

Tes Rinne + +

Tes Swabach N N

Tes Weber Simetris Simetris

N. IX Arkus faring N

Daya kecap lidah 1/3 belakang N

Refleks muntah –

Tersedak –

N. X Denyut nadi 80x

Arkus faring N

Bersuara N

Menelan N

N. XI Memalingkan kepala N

Sikap bahu N

Mengangkat bahu N

Trofi otot bahu N

N. XII Sikap lidah N

Menjulurkan lidah N

Trofi otot lidah N

Fasikulasi lidah N

Leher : kaku Leher (+)

Ekstremitas : dalam batas normal


G= B B K = 5555 5555

B B 5555 5555

Tn = N NTr= E E

N N EE

RF = + + RP= – –

+ + – –

Cl -/-

Sensibilitas : masih dalam batas normal

Vegetative : dalam batas normal

Pemeriksaan tambahan

Nistagmus =+

Dismetri =-

Disdiadokokinesia =-
Romberg test =+

Lermit =-

Stepping test =+

Dix hallpike maneuver= +

Hasil Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Hemoglobin 14,3 12-16 g/dl

Lekosit 6,8 4,0-10 ribu

Eritrosit 4,47 4,2-5,4 juta

Hematokrit 43,6 37-43 %

Trombosit 289 150-400 ribu

MCV 97,5 80-90 mikro m3

MCH 32 27-34 pg

MCHC 32,8 32-36 g/dl

RDW 12,8 10-16 %

MPV 8,6 7-11 mikro m3

Limfosit2,1 1,7-3,5 10^3/mikroL

Monosit 0,4 0,2-0,6 10^3/mikroL

Granulosit 0,2 2,5-7 10^3/mikroL


Eosinofil 0,2 0,004-0,8 10^3/mikroL

Basofil 0,0 0-0,2 10^3/mikroL

Neutrofil 4,2 1,8-7,5 10^3/mikroL

Limfosit % 31,2 (L)25-35 %

Monosit % 5,2 4-6%

Eosinofil % 2,3 2-4 %

Basofil % 0,1 0-1 %

Neutrofil % 61,2 50-70 %

PCT 0,247 0,2-0,9 %

PDW 14,1 10-15 %

Kimia Klinik

Glukosa Puasa 87 70-100 mg/dl

Glukosa 2 jam PP 75

Ureum 17,4 10-50 mg/dl

Creatinin 0,76 0,45-1,1 mg/dl

SGOT 19 0-50 U/L

SGPT 15 0-50 IU/L

Uric acid 3,5 2-7 mg/dL

Cholesterol 180 <245 mg/dL

HDL Cholesterol19 34-87 mg/dL

LDL Cholesterol 143 <150 mg/dL

X- FOTO CERVICAL AP, LATERAL, OBLIG

X-Foto Cervical AP/Lateral/Oblique


Aligment lurus

Tak tampak penyempitan voramen intervertebralis

Tak tampak penyempitan diskus

Tak tampak osteofit

Tak tampak kalsifikasi ligamentum nuchae

Tak tampak nuchae maupun listesis

Kesan

Aligment lurus

Tak tampak kompresi, listesis, maupun penyempitan diskus dan foramen intervertebralis
cervical

Konsultasi dr.Spesialis Mata

Hasil Konsultasi:

Visus Od> 2/60

Visus Os > 2/60

Diplopia (-)

Glaucoma (-)
Parese N III, IV, VI (-)

Konsultasi dr.Spesialis Rehab Medik

Hasil konsultasi:

Program rehab medik (fisioterapi):

Positioning alih baring

Vertigo Exercise

Mobilisasi bertahap

Edukasi keluarga

DISKUSI II

Berdasarkan pada data-data di atas, seorang perempuan berusia 48 tahun sebelum


masuk rumah sakit mengalami pusing berputar, disertai mual dan muntah, pusing
dipengaruhi oleh perubahan posisi kepala, tidak terdapat riwayat trauma, tidak ada
penglihatan kabur atau penglihatan ganda sehingga dari anamnesis lebih menguatkan
kepada vertigo perifer.

Pemeriksaan fisik harus difokuskan pada sifat nistagmus, beratnya ataksia, ada tidaknya
gejala yang berhubungan dengan gangguan serebellum misalnya dismetri dan
abnormalitas nervus kraniales misalnya ophtalmoplegi, diplopia atau disartri, serta pada
pemeriksaan fisik juga ditemukan tes lermit (-) sesuai dengan hasil rontgen sehingga
tidak ada etiologi berdasarkan servikogenik.Pada pemeriksaan juga didapatkan sistem
motoric dalam batas normal sehingga melemahkan ke arah vertigo sentral. Tes romberg
(+), gangguan pendengaran(-),stepping tes(+), dan dix hallpike maneuver (+) pada saat
keadaan pasien membaik maka hasil ini mendukung ke arah Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV).
Secara lebih sederhana, Eaton dan Rolandmembedakan vertigo sentral dan perifer
sebagai berikut:

Kausa Mual dan muntah Ataksia Tuli Gejala neurologis Kompensasi

Vertigo perifer Berat Jarang Sering Jarang Cepat

Vertigo Sentral Sedang Sering Jarang Sering Lambat

(Dikutip dari Eaton dan Roland)

Berikut ini tabel untuk membedakan vertigo perifer dari vertigo sentral.

Tanda dan Gejala Vertigo Perifer Pasien Vertigo Sentral

1. Serangan Intermiten intermiten Konstan

2. Pusing berputar Hebat hebat Tidak terlalu hebat

3. Mual muntah Hebat hebat Ringan

4. Nistagmus Selalu ada Ada Ada/tidak ada

5. Ciri Nistagmus tidak pernah vertikal horisontal sering vertikal

6.Kurang pendengaran / tinitus Sering ada Tidak ada Jarang ada

7. Tanda Lesi batang otak Tidak ada Tidak ada Ada

8. Disartria Tidak ada Tidak ada Ada

9. Defek Visual Tidak ada Tidak ada Ada

10. Diplopia Tidak ada Tidak ada Ada

11. Drop attack Tidak ada Tidak ada Ada

12. Ataksia Tidak ada Tidak ada Ada

13. Gaya berjalan Lambat, tegak dan berhati-hati Lambat, tegak dan berhati-hati
Bergerak menyimpang ke satu arah, ataksik
Sumber: Hamid,2003., Sidharta, 1999., Perdossi, 2000., Greenberg, 2001

Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal Positional
Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai.Gejala yang
dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala.Vertigo
pada BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga dalam,
yaitu pada sistem vestibularis.BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun
1921. Karakteristik nistagmus dan vertigo berhubungan dengan posisi dan menduga
bahwa kondisi ini terjadi akibat gangguan otolit

PATOFISIOLOGI

Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, antara lain :

Teori Cupulolithiasis

Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk menerangkan
BPPV.Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsiurn karbonat dari
fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang sudah
berdegenerasi, menernpel pada permukaan kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis
semisirkularis posterior menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada
kupula. Hal ini analog dengan keadaan benda berat diletakkan di puncak tiang, bobot
ekstra ini menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah cenderung miring. Pada saat
miring partikel tadi mencegah tiang ke posisi netral.Ini digambarkan oleh nistagmus dan
rasa pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti
pada tes Dix-Hallpike).KSS posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula
bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan pusing
(vertigo). Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang
menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.

Teori Canalithiasis

Tahun1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith bergerak bebas di


dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini berada pada posisi
yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke
belakang partikel ini berotasi ke atas sarnpai ± 900 di sepanjang lengkung KSS. Hal ini
menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula
membelok (deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi
waktu kepala ditegakkan kernbali, terjadi pembalikan pembelokan kupula, muncul
pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Model gerakan partikel begini
seolah-olah seperti kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil terangkat
sebentar lalu jatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu
organ saraf dan menimbulkan pusing. Dibanding dengan teori cupulolithiasis teori ini
lebih dapat menerangkan keterlambatan “delay” (latency) nistagmus transient, karena
partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi manuver kepala, otolith
menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan vertigo serta
nistagmus. Hal inilah yag dapat menerangkan konsep kelelahan “fatigability” dari gejala
pusing.

Lepasnya debris otolith dapat menempel pada cupula (cupulolithiasis) atau dapat
mengambang bebas di kanal semisirkular (canalolithiasis) Penelitian patologis telah
menunjukkan bahwa kedua kondisi tersebut dapat terjadi. Debris otholith menyingkir
dari cupula dan memberikan sensasi berputar melalui efek gravitasi langsung pada
cupula atau dengan menginduksi aliran endolymph selama gerakan kepala di arah
gravitasi Menurut teori cupulolithiasis, deposit cupula (heavy cupula) akan memicu efek
gravitasi pada krista. Namun, gerakan debris yang bebas mengambang adalah
mekanisme patofisiologi yang saat ini diterima sebagai ciri khas BPPV.Menurut teori
canalolithiasis, partikel mengambang bebas bergerak di bawah pengaruh gravitasi ketika
merubah posisi kanal dalam bidang datar vertical.Tarikan hidrodinamik partikel
menginduksi aliran endolymph, menghasilkan perpindahan cupular dan yang penting
mengarah ke respon yang khas diamati.

Beberapa studi telah berusaha untuk mengidentifikasi utrikular (otolithic) abnormalitas


di BPPV, tetapi telah menghasilkan hasil yang tidak konsisten. Pasien dengan BPPV dapat
menunjukkan kelainan di vestibular yang menimbulkan potensial myogenic, horizontal
visual subjektif dan “gain during off-vertical axis rotation”

Pemeriksaan fisis standar untuk BPPV adalah Dix-Hallpike. Cara melakukannya sebagai
berikut:

– Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan vertigo


mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik.
– Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi
terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o – 40o, penderita diminta tetap membuka
mata untuk melihat nistagmus yang muncul.

– Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau KSS posterior yang terlibat). Ini akan
menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau ia memang sedang
berada di KSS posterior.

– Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan
sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.

– Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut dipertahankan


selama 10-15 detik.

– Komponen cepat nistagmus harusnya “up-bet” (ke arah dahi) dan ipsilateral.

– Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang yang berlawanan
dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke arah berlawanan.

– Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45o dan
seterusnya

Diagnosis Akhir

Diagnosis klinik : Pusing berputar onset akut berulang paroksismal, mual, muntah
(Sindroma vertigo perifer)

Diagnosis topic : Organ vestibularis

Diagnosis etiologic : BPPV

Penatalaksanaan
Pada pasien ini diberikan terapi :

Injeksi piracetam 2 x 3 gram

Injeks ranitidine 2×1 amp

Injeksi mechobalamin 1 x 1 amp

Betahistin 3×1

Clobazame 2x 5 mg

Antacid 3 x 1

Metilprednisolon 2 x 8

Piracetam digunakan untuk pada level neuronal berikatan dengan kepala polar
phospholipid membran, memperbaiki fluiditas membran sel, memperbaiki
neurotranmisi, menstimulasi adenylate kinase yang mengkatalisa konversi ADP menjadi
ATP.

Ranitidine merupakan antagonis reseptor H2 (AH2) yang bekerja menghambat sekresi


asam lambung. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam lambung,
dengan pemberian ranitidine maka reseptor tersebut akan dihambat secara selektif dan
reversible sehingga sekresi asam lambung dihambat. Ranitidine diberikan sebagai
gastroprotektor dan mencegah efek samping dan interaksi obat lain.

Betahistin merupakan obat antivertigo yang bekerja dengan memperlebar sphincter


prekapiler sehingga meningkatkan alira darah pada telinga bagian dalam, dengan
demikian menghilagkan endolymphatic hydrops. Betahistin juga memperbaiki sirkulasi
serebral dan meningkatkan aliran darah arteri karotis interna. Pemberian betahistin
diindikasikan untuk mengurang vertigo yang berhubungan dengan gangguan
keseimbangan yang terjadi pada gangguan sirkulasi darah atau sindroma meniere dan
vertigo perifer.

Clobazam merupakan golongan benzodiazepine yang bekerja berdasarkan potensial


inhibisi neuron dengan asam gama- aminobutirat (GABA) sebagai mediator. Klobazam
memiliki efek antikonvulsi, ansiolitik, sedative, dan relaksasi otot. Pemberian obat ini
diindikasikan untuk mengatasi asietas da psikoneuroti yang disertai ansietas.

TATA LAKSANA BPPV


Non-Farmakologi

Benign Paroxysmal Positional Vertigo dikatakan adalah suatu penyakit yang ringan dan
dapat sembuh secara spontan dalam beberapa bulan. Namun telah banyak penelitian
yang membuktikan dengan pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel/ Particle
Repositioning Maneuver (PRM) dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV,
meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari
manuver-manuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-100%. Beberapa efek samping
dari melakukan manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal
ini terjadi karena adanya debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang
lebih sempit misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcasio. Setelah
melakukan manuver, hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk minimal 10
menit untuk menghindari risiko jatuh (Bittar, 2011).

Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel ke posisi
awalnya yaitu pada makula utrikulus. Ada lima manuver yang dapat dilakukan
tergantung dari varian BPPV nya (Bittar, 2011).

Manuver Epley

Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal. Pasien diminta
untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 450, lalu pasien berbaring dengan
kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan 900 ke sisi
sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahan 30-60
detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi
duduk secara perlahan (Bittar, 2011).

Gambar 1. Manuver Epley (Bittar, 2011).

Manuver Semont

Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan posterior. Jika kanal
posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu kepala dimiringkan 450 ke sisi yang
sehat, lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-3
menit. Ada nistagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke posisi
berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk lagi (Bittar, 2011).
Gambar 2. Manuver Semont (Bittar, 2011).

Manuver Lempert

Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral. Pasien berguling
3600, yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien menolehkan kepala 900 ke sisi yang
sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu kepala
menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral dekubitus. Pasien kemudian
menoleh lagi 900 dan tubuh kembali ke posisi lateral dekubitus lalu kembali ke posisi
supinasi. Masing-masing gerakan dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat
dari partikel-partikel sebagai respon terhadap gravitasi (Bittar, 2011).

Gambar 3. Manuver Lempert (Bhattacharyya ,2008)

Forced Prolonged Position

Manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral. Tujuannya adalah untuk
mempertahankan kekuatan dari posisi lateral dekubitus pada sisi telinga yang sakit dan
dipertahankan selama 12 jam (Bittar, 2011).

Brandt-Daroff exercise

Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat dilakukan sendiri
oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang tetap simptomatik setelah
manuver Epley atau Semont. Latihan ini juga dapat membantu pasien menerapkan
beberapa posisi sehingga dapat menjadi kebiasaan (Bittar, 2011).

Gambar 4. Brandt-Daroff Exercise (Bittar, 2011).

Farmakologi

Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk BPPV tidak secara rutin dilakukan. Beberapa
pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk gejala-gejala vertigo, mual dan
muntah yang berat yang dapat terjadi pada pasien BPPV, seperti setelah melakukan
terapi PRM. Pengobatan untuk vertigo yang disebut juga pengobatan suppresant
vestibular yang digunakan adalah golongan benzodiazepine (diazepam, clonazepam) dan
antihistamine (meclizine, dipenhidramin). Benzodiazepines dapat mengurangi sensasi
berputar namun dapat mengganggu kompensasi sentral pada kondisi vestibular perifer.
Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga dapat mengurangi
mual dan muntah karena motion sickness. Harus diperhatikan bahwa benzodiazepine
dan antihistamine dapat mengganggu kompensasi sentral pada kerusakan vestibular
sehingga penggunaannya diminimalkan (Bhattacharyya ,2008).

Operasi

Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik dan sangat sering
mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah melakukan manuver-manuver
yang telah disebutkan di atas. Dari literatur dikatakan indikasi untuk melakukan operasi
adalah pada intractable BPPV, yang biasanya mempunyai klinis penyakit neurologi
vestibular, tidak seperti BPPV biasa.

Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilih, yaitu singular
neurectomy (transeksi saraf ampula posterior) dan oklusi kanal posterior semisirkular.
Namun lebih dipilih teknik dengan oklusi karena teknik neurectomi mempunyai risiko
kehilangan pendengaran yang tinggi (Leveque, 2007).

Prognosis

Death : dubia ad bonam

Disease : dubia ad bonam

Disability : dubia ad bonam


Discomfort : dubia ad bonam

Dissatisfaction : dubia ad bonam

Destitution : dubia ad bonam

FOLLOW UP

Tanda vital 17 Juni 2014 18 Juni 2014 19 Juni 2014 20 Juni 2014

Tekanan darah 150/90 mmHg 140/80 mmHg 130/90 mmHg 150/90 mmHg

Nadi 84 x/menit 86 x/menit 80x/ menit 80x/mnt

Pernapasan 20 x/menit 18x / menit 20x/ menit 20x/menit

Suhu 36,50 36,00 36,30 36,5

S 17 Juni 2014 18 Juni 2014 19 Juni 2014 20 Juni 2014

Pusing berputar +++ ++ + +

Mual ++ + – –

Muntah– – – –

Penglihatan ganda – – – –

Telinga berdenging – – – –

Kaku leher – – – –

O 17 Juni 2014 18 Juni 2014 19 Juni 2014 20 Juni 2014

Nistagmus + + + +
Px Lermit – – – –

Px Dismetri – – – –

Px Disdiadokokinesia – – – –

Px Romberg ++ (jatuh ke kanan) + – –

A Vertigo perifer Vertigo perifer Vertigo perifer Vertigo perifer

P 17 Juni 2014 18 Juni 2014 19 Juni 2014 20 Juni 2014

Injeksi piracetam

2×3 gr

√ √ √ ü

Injeksi ranitidine 2×1 amp √ √ √ ü

Antasid 3 x 1 – √ √ ü

Injeksi mechobalamin 1 x 1 √ √ √ ü

Clobazame 2×1 √ √ √ ü

Betahistin 3 x 1 ü ü 3x2 ü

Metilprednisolon 1x 8 – – √ ü
DAFTAR PUSTAKA
ABTA, 2002, Brain Tumor Basics in Research Resources Information, American Brain
Tumor Association (abta.org)

Adams R.D., Victor M., Rooper A.H., 2001, Disease of N. VIII in Principles of Neurology,
7th ed. McGraw-Hill, New York

Baehr, Frotscher, 2010. Diagnosis topic neurologi Duus.Jakarta : EGC

Bhattacharyya N, Baugh F R, Orvidas L. Clinical Practice Guideline: Benign Paroxysmal


Positional Vertigo. Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2008;139: S47-S81.

Bhattacharyya, Neil, Auditory Brainstem Response Audiometry, dikutp dari situs:


http://emedicine.medscape.com, 2008

Bittar et al. Benign Paroxysmal Positional Vertigo: Diagnosis and Treatment.


International Tinnitus Journal. 2011;16(2): 135-45.

Delaney KA, Bedside diagnosis of vertigo : value of the history and neurological
examination. Academic Emergency Medicine. 2003;10:1388-95

Eaton DA, Roland PS, Dizziness in the older adult, part 1 : Evaluation and general
treatment strategies. Geriatric. 2003;58:28-38

Ernoehazy W., 2001, Brain Abscess in eMedicine Journal ; Volume 2 Number 12

Greenberg, 2001, Handbook of Neurosurgery 5thed, Thieme Medical Publications

Hain, Timothy, 2003, Benign Paroxysmal Positional Vertigo @NEUROLOGY \A\BPPV.htm


Hamid. Muhammad, 2003, Dizziness, Vertigo, and Imbalance @ NEUROLOGY\
Neurotoksikologi dan Vertigo \eMedicine

Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada university Press

Hoffman DA, Stockdale S, Hicks LL, Schwaninger JE, 1996, Diagnosis and Treatment of
Head Injury, Journal of Neurotherapy, Reprint (1-1)3

Huff S.J, 2001, Vertigo and Dizzy in eMedicine Journal ; Volume 2 Number 5

Joesoef AA., Tinjauan Neurobiologi Molekuler dari Vertigo, 2003, Makalah Konas V
Perdossi, Bali

Keith, Marill, 2001, Central verigo, @ NEUROLOGY\ Neurotoksikologi dan Vertigo\


eMedicine – Central Vertigo.htm

Leveque et al. Surgical Therapy in Intractable Benign Paroxysmal Positional Vertigo.


Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2007;136:693-698.

Mardjono, 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat

Perdossi, 2000, Vertigo Patofisiologi, Diagnosis dan Terapi, Jansen Pharmaceiuticals

Sardjono , 2007. Farmakologi dan terapi.Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Sidharta,P., 1999, Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi, PT Dian Rakyat, Jakarta
Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary care, BJMP
2010;3(4):a351

Soepardi EA, Inskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga,Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Edisi 6. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta.

Wreaksoatmodjo, 2004. Vertigo : aspek neurologi. Bogor : Cermin Dunia Kedokteran No.
144.

Iklan

Kategori: Laporan Kasus

Tag: Laporan Kasus, Vertigo, Vertigo perifer

Tinggalkan sebuah Komentar

Saraf Ambarawa

Kembali ke atas

Iklan

Anda mungkin juga menyukai