C. Cramerella - Feny Amini
C. Cramerella - Feny Amini
Indonesia telah tercatat sebagai negara penghasil kakao terbesar nomor tiga di
dunia, sehingga produk kakaonya tidak diragukan lagi di kancah perdagangan
internasional. Tetapi, ada salah satu kendala dalam pengembangan budidaya tanaman
kakao yang dapat menurunkan kuantitas dan kualitas produk yaitu serangan hama
penggerek buah kakao atau yang dikenal dengan PBK.
Kerusakan buah kakao disebabkan oleh larva PBK dengan cara membuat liang
gerekan di bawah kulit buah dan di antara biji serta memakan daging buah. Pada buah
yang relatif muda, hal itu menyebabkan biji melekat pada kulit buah dan melekat satu
sama lain, sedang pada buah matang tidak menimbulkan kerusakan berarti pada biji tapi
dapat menurunkan mutu biji. Gerekan pada buah muda menyebabkan biji tidak
berkembang, lebih-lebih apabila terjadi perusakan pada saluran makanan yang menuju
biji (Wardojo, 1984). Sedangkan menurut Lim (1984) serangan larva PBK pada buah
bagian anterior akan menyebabkan kerusakan lebih serius terhadap perkembangan biji
atau bahkan menyebabkan pembusukan (Lim, 1984).
Gejala serangan PBK mengakibatkan buah kakao berwarna agak jingga atau
pucat keputihan, buah menjadi lebih berat dan bila diguncang tidak terdengar suara
ketukan antara biji dengan dinding buah. Hal itu terjadi karena timbulnya lendir dan
kotoran pada daging buah dan rusaknya biji-biji di dalam buah. Kerusakan daging buah
akibat serangan PBK disebabkan oleh enzim heksokinase, malate dehidrogenase,
fluorescent esterase dan malic polymorphisme yang disekresikan oleh PBK (Suparno,
2009).
Tetapi jika dibandingkan dengan Triwulan IV tahun 2013, terjadi penurunan luas
serangan serta tingkat serangan hama ini, seperti pada Tabel 2. Luas serangan pada TW
IV 2013 tercatat 432.25 Ha mengalami penurunan menjadi 422.22 Ha pada TW I 2014.
Begitu pula tingkat serangan hama ini pada TW I 2014 juga mengalami penurunan
sebesar 0.99%.
TEKNIK PENGENDALIAN
Salah satu faktor yang mempengaruhi fluktuasi serangan hama PBK adalah luas
pengendalian serta teknik pengendalian yang diterapkan. Pada TW I ini, tercatat luas
serangan adalah 422.22 Ha sedangkan luas pengendalian yang dilakukan sebesar
272.32 Ha. Jadi hanya sekitar 64.50% kebun terserang yang dilakukan pengendalian
(Tabel 3). Tentunya hal ini sangat mempengaruhi keberadaan hama di lapang.
Tabel 3. Perbandingan Luas serangan dan Luas pengendalian PBK
No Nama OPT Perbandingan Persentase LP : LS
Luas Serangan Luas Pengendalian Rasio Pengendalian
1 Conopomorpha cramerella 422.22 272.32 64.50%
(Sumber: Bidang Proteksi BBPPTP Surabaya, 2014)
Konsep pengendalian hama hendaknya dilakukan secara terpadu. Dalam hal ini
yang penting adalah melakukan pengamatan perkembangan populasi hama. Menurut
Pristiarini (2012), beberapa teknik pengendalian yang dapat diterapkan antara lain
dengan cara :
1. Karantina, yaitu dengan mencegah masuknya bahan tanaman kakao dari daerah
terserang PBK;
2. Pemangkasan bentuk dengan membatasi tinggi tajuk tanaman maksimum 4 m
sehingga memudahkan saat pengendalian dan panen;
3. Mengatur cara panen, yaitu dengan melakukan panen sesering mungkin (7 hari
sekali) lalu buah dimasukkan dalam karung sedangkan kulit buah dan sisa-sisa
panen dibenam atau akan lebih baik jika sisa panen tersebut disemprot/ditabur
dengan jamur antagonis Trichoderma sp.;
4. Penyelubungan buah (kondomisasi), caranya dengan mengguna-kan kantong
plastik dan cara ini dapat menekan serangan 95-100 %. Selain itu sistem ini dapat
juga mencegah serangan hama Helopeltis dan tikus;
5. Secara biologis/hayati adalah dengan pemanfaatan jamur entomopatogen jenis
Verticillium sp., Beauveria bassiana serta Spicaria sp.;
6. Kimiawi, dengan menggunakan insektisida berbahan aktif deltametrin (Decis 2,5
EC), sihalotrin (Matador 25 EC), betasiflutrin (Buldok 25 EC) dengan volume
semprot 250 l/ha dan frekuensi 10 hari sekali.
DAFTAR PUSTAKA
Lim, G. T. 1984 . The Behavioural Studies on Cocoa Pod Borer Acrocercops
cramerella Snellen. 9th International Cocoa Research Conference, Togo. (1984):
539-542.