Anda di halaman 1dari 6

SERANGAN PENGGEREK BUAH KAKAO Conopomorpha cramerella Snellen.

DI SENTRA PERKEBUNAN KAKAO JAWA TIMUR

Oleh: Erna Zahro’in,SP dan Vidiyastuti Ari Yustiani,SP

Indonesia telah tercatat sebagai negara penghasil kakao terbesar nomor tiga di
dunia, sehingga produk kakaonya tidak diragukan lagi di kancah perdagangan
internasional. Tetapi, ada salah satu kendala dalam pengembangan budidaya tanaman
kakao yang dapat menurunkan kuantitas dan kualitas produk yaitu serangan hama
penggerek buah kakao atau yang dikenal dengan PBK.

PENGGEREK BUAH KAKAO Conopomorpha cramerella


Produk kakao Indonesia telah tersohor di luar negeri dalam kancah perdagangan
internasional. Indonesia tercatat sebagai penghasil kakao nomor tiga di dunia setelah
Pantai Gading dan Ghana. Produksinya terus tumbuh rata-rata 3,5% per tahun. Pada
tahun 2010 produksi kakao Indonesia mencapai 574 ribu ton atau menyumbang 16%
produksi kakao dunia, sedangkan Pantai Gading di peringkat pertama dengan 1,6 juta
ton, atau menyumbang sebesar 44% ( Nico, 2012).
Salah satu kendala dalam pengembangan tanaman kakao adalah serangan hama
penggerek buah kakao (PBK) yang disebabkan oleh C. cramerella. Sebelum PBK masuk
menjadi hama baru pada perkebunan kakao di Indonesia pada bulan September 1994,
yang menjadi hama utama kakao adalah kepik penghisap buah kakao Helopeltis
theobromae. Hingga saat ini PBK masih sebagai hama penting pada pertanaman kakao
di Filipina, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Jawa, Sumatera Utara, dan Sabah (Malaysia).
Akibat serangan PBK dapat menurunkan produksi sampai 80% dan kerusakan biji sampai
82%, sehingga ditakuti oleh petani dan pengusaha perkebunan kakao (Pristiarini, 2012).

GEJALA SERANGAN PBK

Kerusakan yang ditimbulkan


oleh larva PBK berupa rusaknya biji,
mengeriputnya biji dan timbulnya warna
gelap pada kulit biji yang
mengakibatkan turunnya berat dan
mutu produk. Kerugian yang
disebabkan oleh PBK merupakan
resultante dari turunnya berat dan mutu
perkebunan.litbang.deptan.go.id produk serta meningkatnya biaya panen
karena akan membutuhkan waktu cukup lama dalam pemisahan biji sehat dari biji yang
rusak (Pristiarini, 2012).

Kerusakan buah kakao disebabkan oleh larva PBK dengan cara membuat liang
gerekan di bawah kulit buah dan di antara biji serta memakan daging buah. Pada buah
yang relatif muda, hal itu menyebabkan biji melekat pada kulit buah dan melekat satu
sama lain, sedang pada buah matang tidak menimbulkan kerusakan berarti pada biji tapi
dapat menurunkan mutu biji. Gerekan pada buah muda menyebabkan biji tidak
berkembang, lebih-lebih apabila terjadi perusakan pada saluran makanan yang menuju
biji (Wardojo, 1984). Sedangkan menurut Lim (1984) serangan larva PBK pada buah
bagian anterior akan menyebabkan kerusakan lebih serius terhadap perkembangan biji
atau bahkan menyebabkan pembusukan (Lim, 1984).

Gejala serangan PBK mengakibatkan buah kakao berwarna agak jingga atau
pucat keputihan, buah menjadi lebih berat dan bila diguncang tidak terdengar suara
ketukan antara biji dengan dinding buah. Hal itu terjadi karena timbulnya lendir dan
kotoran pada daging buah dan rusaknya biji-biji di dalam buah. Kerusakan daging buah
akibat serangan PBK disebabkan oleh enzim heksokinase, malate dehidrogenase,
fluorescent esterase dan malic polymorphisme yang disekresikan oleh PBK (Suparno,
2009).

Di Jawa Timur kakao dibudidayakan di beberapa kabupaten yaitu Pacitan,


Trenggalek dan Madiun dengan luas areal antara 2.500 – 5.000 Ha. Kabupaten Malang,
Blitar, Kediri, Ponorogo, Nganjuk dan Ngawi dengan luas areal antara 1.000-2.500 Ha,
dan luas areal kurang dari 1000 Ha terdapat di Kabupaten Banyuwangi, Lumajang,
Tulungagung, Magetan, Jombang dan Mojokerto, dan kabupaten yang lain tidak
dilaporkan ada luas areal perkebunan kakao (Bidang Proteksi BBPPTP Surabaya, 2014).
TINGKAT SERANGAN C. cramerella
Pada beberapa sentra perkebunan kakao, serangan hama C. cramerella
menunjukkan tingkat serangan tinggi yaitu di Kabupaten Jombang, Malang dan
Lumajang. Hal ini disebabkan karena ketersediaan pakan yaitu buah kakao tetap ada
dilapang, sehingga memicu serangan hama tersebut di lapang. Jika dilihat secara
ekonomi, hama PBK merupakan hama penting pada perkebunan kakao. Hal ini
disebabkan larva PBK menyerang buah kakao yang yang menyebabkan kerusakan biji
kakao yang memiliki nilai ekonomis tinggi, sehingga serangan hama ini cukup merugikan,
Berdasar tingkat serangan PBK di Jawa Timur, hal yang perlu diwaspadai adalah
penyebaran serangan hama ini terutama pada daerah dengan serangan tinggi (zona
merah) sebagai sumber infeksi. Misalnya untuk Mojokerto yang masih berstatus aman
dari serangan hama ini, perlu waspada terhadap serangan PBK dimana wilayah ini
berbatasan langsung dengan Jombang. Begitupun pada daerah kabupaten yang lain.
Jika dibandingkan dengan serangan pada Triwulan (TW) I tahun 2013, pada 2014 ini
terdapat peningkatan serangan baik luas serangan maupun tingkat serangan seperti
terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Fluktuasi Serangan hama PBK pada TW I 2013 dan TW I 2014

No Nama OPT Luas Serangan Tingkat Serangan


Triwulan I- Triwulan I- Triwulan I- Triwulan I- Fluktuasi Ket
2013 2014 2013 2014
Conopomorpha
1 cramerella 381.01 422.22 1.21 1.83 51.41 Naik
(Sumber: Bidang Proteksi BBPPTP Surabaya, 2014)

Tetapi jika dibandingkan dengan Triwulan IV tahun 2013, terjadi penurunan luas
serangan serta tingkat serangan hama ini, seperti pada Tabel 2. Luas serangan pada TW
IV 2013 tercatat 432.25 Ha mengalami penurunan menjadi 422.22 Ha pada TW I 2014.
Begitu pula tingkat serangan hama ini pada TW I 2014 juga mengalami penurunan
sebesar 0.99%.

Tabel 2. Fluktuasi serangan hama PBK pada TW IV 2013 dan TW I 2014

No Nama OPT Luas Serangan Tingkat Serangan


Triwulan Triwulan I- Triwulan IV- Triwulan I- Fluktuasi Ket
IV-2013 2014 2013 2014
Conopomorpha
1 cramerella 432.25 422.22 1.85 1.83 -0.99 Turun
(Sumber: Bidang Proteksi BBPPTP Surabaya, 2014)

TEKNIK PENGENDALIAN
Salah satu faktor yang mempengaruhi fluktuasi serangan hama PBK adalah luas
pengendalian serta teknik pengendalian yang diterapkan. Pada TW I ini, tercatat luas
serangan adalah 422.22 Ha sedangkan luas pengendalian yang dilakukan sebesar
272.32 Ha. Jadi hanya sekitar 64.50% kebun terserang yang dilakukan pengendalian
(Tabel 3). Tentunya hal ini sangat mempengaruhi keberadaan hama di lapang.
Tabel 3. Perbandingan Luas serangan dan Luas pengendalian PBK
No Nama OPT Perbandingan Persentase LP : LS
Luas Serangan Luas Pengendalian Rasio Pengendalian
1 Conopomorpha cramerella 422.22 272.32 64.50%
(Sumber: Bidang Proteksi BBPPTP Surabaya, 2014)

Konsep pengendalian hama hendaknya dilakukan secara terpadu. Dalam hal ini
yang penting adalah melakukan pengamatan perkembangan populasi hama. Menurut
Pristiarini (2012), beberapa teknik pengendalian yang dapat diterapkan antara lain
dengan cara :
1. Karantina, yaitu dengan mencegah masuknya bahan tanaman kakao dari daerah
terserang PBK;
2. Pemangkasan bentuk dengan membatasi tinggi tajuk tanaman maksimum 4 m
sehingga memudahkan saat pengendalian dan panen;
3. Mengatur cara panen, yaitu dengan melakukan panen sesering mungkin (7 hari
sekali) lalu buah dimasukkan dalam karung sedangkan kulit buah dan sisa-sisa
panen dibenam atau akan lebih baik jika sisa panen tersebut disemprot/ditabur
dengan jamur antagonis Trichoderma sp.;
4. Penyelubungan buah (kondomisasi), caranya dengan mengguna-kan kantong
plastik dan cara ini dapat menekan serangan 95-100 %. Selain itu sistem ini dapat
juga mencegah serangan hama Helopeltis dan tikus;
5. Secara biologis/hayati adalah dengan pemanfaatan jamur entomopatogen jenis
Verticillium sp., Beauveria bassiana serta Spicaria sp.;
6. Kimiawi, dengan menggunakan insektisida berbahan aktif deltametrin (Decis 2,5
EC), sihalotrin (Matador 25 EC), betasiflutrin (Buldok 25 EC) dengan volume
semprot 250 l/ha dan frekuensi 10 hari sekali.

DAFTAR PUSTAKA
Lim, G. T. 1984 . The Behavioural Studies on Cocoa Pod Borer Acrocercops
cramerella Snellen. 9th International Cocoa Research Conference, Togo. (1984):
539-542.

Nico, A. 2012. 5 Komoditas Pertanian dan Perkebunan Yang Mendunia.


http://nico03soil.wordpress.com/2012/11/06/5-komoditas-pertanian-dan-
perkebunan-indonesia-yang-mendunia/. Diakses Tanggal 1 Juni 2014.

Pristiarini, W. 2012. Pengenalan Hama Penting Kopi dan Kakao. http://wanty-


pristiarini.blogspot.com/2012/01/laporan-7.html. Diakses Tanggal 1 Juni 2014.
Suparno, T. 1990. Perlindungan buah kakao de-ngan kantung plastik di Kebun
Kakao ADC Kurotidur.Bengkulu Utara (Tidak dipublikasi).

Wardojo, S. 1984. Kemungkinan pembebasan Maluku Utara dari pada masalah


penggerek buah cokelat Acrocercops cramerella Sn. Menara Perkebunan 52:
57-64.

Anda mungkin juga menyukai