Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi
1. Jantung

Jantung manusia memiliki berongga dengan 2 atrium dan 2 ventrikel.


Jantung merupakan organ berotot yang mampu mendorong darah ke berbagai
bagian tubuh. Jantung manusia berbentuk seperti kerucut dan berukuran sebesar
kepalan tangan, terletak di rongga dada sebalah kiri. Jantung dibungkus oleh suatu
selaput yang disebut perikardium. Jantung bertanggung jawab untuk
mempertahankan aliran darah dengan bantuan sejumlah klep yang
melengkapinya. Untuk menjamin kelangsungan sirkulasi, jantung berkontraksi
secara periodik.
a. Bentuk Serta Ukuran Jantung
Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskuler.
Jantung dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium
kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung panjangnya
kira-kira 12 cm, lebar 8-9 cm seta tebal kira-kira 6 cm. Berat jantung sekitar
7-15 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit lebih besar dari kepalan
tangan. Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode
itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara dengan 7.571 liter darah.
Posisi jantung terletak diantar kedua paru dan berada ditengah tengah
dada, bertumpu pada diaphragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas
processus xiphoideus.Pada tepi kanan cranial berada pada tepi cranialis pars
cartilaginis costa III dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan
caudal berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari
tepi lateral sternum. Tepi kiri cranial jantung berada pada tepi caudal pars
cartilaginis costa II sinistra di tepi lateral sternum, tepi kiri caudal berada
pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9 cm di kiri linea medioclavicularis.
Selaput yang membungkus jantung disebut perikardium dimana terdiri
antara lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardii berisi 50 cc yang
berfungsi sebagai pelumas agar tidak ada gesekan antara perikardium dan
epikardium. Epikardium adalah lapisan paling luar dari jantung, lapisan
berikutnya adalah lapisan miokardium dimana lapisan ini adalah lapisan yang
paling tebal. Lapisan terakhir adalah lapisan endokardium.

b. Ruang Dalam Jantung


Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu disebut
atrium dan sisanya adalah ventrikel. Pada orang awam, atrium dikenal dengan
serambi dan ventrikel dikenal dengan bilik. Kedua atrium merupakan ruang
dengan dinding otot yang tipis karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan
oleh atrium. Sebaliknya ventrikel mempunyai dinding otot yang tebal
terutama ventrikel kiri yang mempunyai lapisan tiga kali lebih tebal dari
ventrikel kanan. Kedua atrium dipisahkan oleh sekat antar atrium (septum
interatriorum), sementara kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat antar
ventrikel (septum inter-ventrikulorum). Atrium dan ventrikel pada masing-
masing sisi jantung berhubungan satu sama lain melalui suatu penghubung
yang disebut orifisium atrioventrikuler. Orifisium ini dapat terbuka atau
tertutup oleh suatu katup atrioventrikuler (katup AV). Katup AV sebelah kiri
disebut katup bikuspid (katup mitral) sedangkan katup AV sebelah kanan
disebut katup trikuspid.

c. Katup-Katup Jantung
1) Katup Trikuspidalis
Katup trikuspidalis berada diantara atrium kanan dan ventrikel
kanan. Bila katup ini terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan
menuju ventrikel kanan. Katup trikuspid berfungsi mencegah kembalinya
aliran darah menuju atrium kanan dengan cara menutup pada saat
kontraksi ventrikel. Sesuai dengan namanya, katup trikuspid terdiri dari 3
daun katup.
2) Katup pulmonal
Setelah katup trikuspid tertutup, darah akan mengalir dari dalam
ventrikel kanan melalui trunkus pulmonalis. Trunkus pulmonalis
bercabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang akan
berhubungan dengan jaringan paru kanan dan kiri. Pada pangkal trunkus
pulmonalis terdapat katup pulmonalis yang terdiri dari 3 daun katup yang
terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi dan menutup bila ventrikel
kanan relaksasi, sehingga memungkinkan darah mengalir dari ventrikel
kanan menuju arteri pulmonalis.
3) Katup bikuspidalis
Katup bikuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium
kiri menuju ventrikel kiri.. Seperti katup trikuspid, katup bikuspid
menutup pada saat kontraksi ventrikel. Katup bikuspid terdiri dari dua
daun katup.
4) Katup Aorta
Katup aorta terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal
aorta. Katup ini akan membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi
sehingga darah akan mengalir keseluruh tubuh. Sebaliknya katup akan
menutup pada saat ventrikel kiri relaksasi, sehingga mencegah darah
masuk kembali kedalam ventrikel kiri.

d. Komponen Sistem Induksi Jantung


1) Sinoatrial
2) Atrioventrikular
3) RA, LA, RV, LV

e. Peace Meker ( Pusat Picu Jantung )


Fungsi utama jantung adalah memompa darh ke seluruh tubuh dimana
pada saat memompa jantung otot-otot jantung (miokardium) yang bergerak.
Untuk fungsi tersebut, otot jantung mempunyai kemampuan untuk
menimmbulkan rangsangan listrik. Aktifitas kontraksi jantung untuk
memompa darah keseluruh tubuh selalu didahului oleh aktifitas listrik.
Aktifitas listrik inidimulai pada nodus sinoatrial (nodus SA) yang terletak
pada celah antara vena cava suiperior dan atrium kanan. Pada nodus SA
mengawali gelombang depolarisasi secara spontan sehingga menyebabkan
timbulnya potensial aksi yang disebarkan melalui sel-sel otot atrium, nodus
atrioventrikuler (nodus AV), berkas His, serabut Purkinje dan akhirnya ke
seluruh otot ventrikel.

2. Pembuluh Darah
Pembuluh darah adalah bagian dari sistem sirkulasi dan berfungsi
mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Jenis-jenis yang paling penting, arteri dan
vena, juga disebut demikian karena mereka membawa darah keluar atau masuk ke
jantung. Kerja pembuluh darah membantu jantung tuk mengedarkan sel darah
merah atau eritrosit ke seluruh tubuh.dan mengedarkan sarimakanan, oksigen dan
membawa keluar karbon dioksida.
a. Pembuluh Nadi (Arteri)
1) Membawa darah bersih (oksigen) kecuali arteri pulmonalis
2) Mempunyai dinding yang tebal
3) Mempunyai jaringan yang elastic
4) Katup hanya pada pemulaan keluar dari jantung
5) Menunjukkan adanya tempat untuk mendengarkan denyut jantung
6) Pembuluh darah arteri yang terbesar adalah Aorta ( yang keluar dari
ventrikel sinistra) dan arteri pulmonalis (yang keluar dari ventrikel
dekstra).
7) Cabang dari arteri disebut Arteriola yang selanjutnya menjadi kapiler.
8) Arteri membawa darah dari jantung menuju ke seluruh tubuh.
9) Arteri terbesar: aorta.
10) Aorta berasal dari ventrikel kiri jantung, pangkal aorta : aorta asenden—
arcus aorta—aorta desendens (aorta torakalis di rongga dada dan aorta
abdominalis di rongga perut) lalu berakhir sebagai a. iliaca komunis kiri
dan kanan di rongga panggul.

b. Pembuluh Balik (Vena)


1) Mengembalikan darah ke jantung dilengkapi dengan katup
2) Membawa darah kotor (sisa metabolisme dan CO2), kecuali vena
pulmonalis
3) Mempunyai dinding yg tipis
4) Jaringannya kurang elastic
5) Mempunyai katup-katup sepanjang jalan yang mengarah ke jantung
6) Tidak menunjukkan adanya tempat mendengar denyut jantung.
7) Pembuluh darah vena yang ukurannya besar adalah vena kava dan vena
pulmonalis.
8) Cabang dari vena disebut venolus/ venula yang selanjutnya menjadi
kapiler.
c. Kapiler
1) Disebut juga pembuluh rambut
2) Terdiri dari sel-sel endotel
3) Diameter kira-kira 0,008 mm
4) Alat penghubung antara pembuluh darah arteri dan vena
5) Tempat terjadinya pertukaran zat-zat antara darah dan cairan jaringan
6) Mengambil hasil-hasil dari kelenjar
7) Menyerap zat makanan yang terdapat di usus
8) Menyaring darah yang terdapat di ginjal

Semua pembuluh darah kecuali kapiler terdiri atas tiga lapisan yaitu :
a. Tunika intima/ interna, lapisan dalam yang mempunyai lapisan endotel dan
berhubungan dgn darah.
b. Tunika media, lapisan tengah, terdiri dari jaringan otot, sifatnya elastis dan
termasuk otot polos.
c. Tunika adventisia/ eksterna, lapisan luar, terdiri dari jaringan ikat yang
berguna menguatkan dinding arteri (Syaifuddin, 2014).

I. HIPERTENSI
A. Definisi
Suatu keadaan dimana tekanan systole dan diastole mengalami kenaikan yang
melebihi batas normal ( tekanan systole diatas 140 mmHg dan tekanan diastole diatas
90 mmHg) (Murwani, 2009).
Kondisi abnormal dari hemodinamik, dimana menurut WHO tekanan sistolik
≥140 mmHg dan atau tekanan diastolic >90 mmHg (untuk usia <60 tahun) dan
tekanan sistolik ≥160 mmHg dan atau tekanan diastolic >95 mmHg (untuk usia >60
tahun) (Nugroho, 2011).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal yang ditunjukan oleh angka systolic (bagian atas) dan
bawah (diastolic) (Pudiastuti, 2011).

B. Etiologi/Predisposisi
Menurut penyebabnya ada 2 jenis yaitu:
1. Hipertensi primer (essensial) :
a. Keturunan
b. Umur
c. Psikis
2. Hipertensi sekunder:
a. Penyakit ginjal (glumerulus nephitis akuta/kronika)
b. Tumor dalam rongga kepala
c. Penyakit syaraf
d. Toxemia gravidarum
Factor yang menunjang:
1. Adakah riwayat penyakit system kardiovaskuler atau ginjal sebelumnya
2. Obesitas
3. Aktivitas yang terlalu melelahkan (gerak badan)
4. Emosional/ketegangan mental
5. Umur semakin tua makin bertambah desakan (50-60)
(Arita Murwani, 2009).

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan –
perubahan pada :
1. Elastisitas dinding aorta menurun
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
(Nurarif, 2015).

C. Manifestasi Klinis/ Tanda dan Gejala


Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah :
1. Tekanan darah >140 mmHg sistol
2. Sakit kepala dan pusing
3. Epistaksis
4. Sesak napas
5. Emosi meningkat (tidak labil)
6. Susah tidur
7. Pandangan menjadi kabur kabur
8. Tegang pada leher.
(Mansjoer, 2010)

D. Patofisiologi
Tekanan akan sangat mempengaruhi terhadap tingginya desakan darah.
Tekanan ini terjadi pada pembuluh darah perifer. Tahanan terbesar di alami oleh
arteriolae sehingga perbedaan desakan besar bila arteriolae menyempit akan
menaikkan desakan darah. Stadium pertama dari hipertensi sensiil adalah
kenaikan tonus dari arteriolae. (Arita Murwani, 2009).
Hipertensi disebabkan oleh banyak faktor penyebab seperti penyempitan
arteri renalis atau penyakit parenkim ginjal, berbagai obat, disfungsi organ, tumor
dan kehamilan. Gangguan emosi, obesitas, konsumsi alkohol yang berlebihan,
rangsangan kopi yang berlebihan, tembakau dan obat-obatan dan faktor
keturunan, faktor umur. Faktor penyebab diatas dapat berpengaruh pada sistem
saraf simpatis.
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor pada medula diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula
jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medula spinalis ke ganglia simpatis ditoraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
sistem jarak simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan kontriksi
pembuluh darah. Pada saat bersamaan sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi kelenjar adrenal terangsang,
vasokonstriksi bertambah. Medula adrenal mensekresi epinofrin menyebabkan
vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid yang memperkuat
respons vasokontriksi dan mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal
merangsang pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiptensin I dan
diubah menjadi angiotensin II yang mengakibatkan retensi natrium dan air yang
menimbulkan odema.
Vasokontriksi pembuluh darah juga mengakibatkan peningkatan tahanan
perifer, meningkatnya tekanan arteri juga meningkatkan aliran balik darah vena
ke jantung dalam keadaan ini tubuh akan berkompensasi untuk meningkatkan
curah jantung mengalami penurunan. Hal ini mempengaruhi suplai O2
miokardium berkurang yang menimbulkan manifestasi klinis cianosis, nyeri dada/
angina, sesak dan juga mempengaruhi suplai O2 ke otak sehingga timbul spasme
otot sehingga timbul keluhan nyeri kepala/pusing, sakit pada leher. Tingginya
tekanan darah yang terlalu lama akan merusak pembuluh darah diseluruh tubuh
seperti pada mata menimbulkan gangguan pada penglihatan, jantung, ginjal dan
otak karena jantung dipaksa meningkatkan beban kerja saat memompa melawan
tingginya tekanan darah. Diotak tekanan darah tinggi akan meningkatkan tekanan
intra kranial yang menimbulkan manifestasi klinis penurunan kesadaran, pusing,
mual/muntah dan gangguan pada penglihatan kadang-kadang sampai
menimbulkan kelumpuhan. (Smeltzer, 2012).
Pertimbangan gerontologist, perubahan stuktural dan fungsional pada
sistem pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat, ddan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada giliranya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
( volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan
tahan perifer (Brunner & Suddarth, 2012).

E. Pathway
Terlampir

F. Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik


1. Pemeriksaan penunjang menurut Murwani (2009):
a. Mengukur tekanan darah, pada kedua tangan ketika pasien terlentang dan tegak
setiap 1-2 jam sekali
b. Mengukur berat badan,tinggi badan ( BB ideal, gemuk, obesitas)
c. Pemeriksaan khusus:
1) Jantung ( pada gagal jantung kanan terjadi oedema perifer, sesak napas)
2) ECG
3) Foto Thorax
4) Echocardiogram
5) Pada mata fundus copi (pembuluh darah pada retina menjadi tipis)
d. Pemeriksaan darah : cholesterol, uric acid, gula darah, creatinin, ureum,
clearance, trigliserida, electrolit.
e. Pemeriksaan IVP.
2. Kriteria diagnostik dan pemeriksaan penunjang menurut Nugroho (2011):
a. Kriteria diagnostik:
1) Tekanan darah diatas normal
2) Sebagian kecil mengeluh : sakit kepala, berdebar-debar, dll.
3) Gejala yang muncul tergantung organ yang terkena
b. Pemeriksaan penunjang:
1) Mencari factor resiko: kolesterol serum, trigliserida, gula darah.
2) Mencari komplikasi : ureum, kreatinin, proteinuria, ronsen torak

G. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Pengobatan hipertensi sekunder lebih mengutamakan pengobatan causal
b. Pengobatan hipertensi primer ditujukan untuk enurunkan tekanan darah dengan
harapan meprpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi.
c. Upaya menurnkan tekanan darah ilakukan dengan mengunakan obat anti
hipertensi selain dengan perubaha gaya hidup.
d. Pengobatan hipertensi primer adalah pengobatan jangka panjang dengan
memunkginakn besat untuk seumur hidup.
e. Terapi :
1) Diet rendah garam
2) Penurunan berat badan, olahraga, latihan jiwa ( yoga, dll.)
3) Diuretic
4) Penghambat adrenergic
5) Penyekat alfa 1
6) Penyekat beta
7) Vasodilator
8) Penghambat ACE
9) Penghambat kalsium
f. Penyulit :
1) Perdarahan otak, perdarahan retina, dekompensasi cordis.
2) Stroke, penyakit jantung, gagal ginjal.
g. Lama Perawatan : 1 minggu.

2. Keperawatan
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
1) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
2) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
3) Penurunan berat badan
4) Penurunan asupan etanol
5) Menghentikan merokok
b. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk
penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu :
1) Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda,
berenang dan lain-lain
2) Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau
72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan.
3) Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan
4) Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu
c. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
1) Tehnik Biofeedback --> Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai
untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang
secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal. Penerapan biofeedback
terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala
dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan
ketegangan.
2) Tehnik relaksasi --> Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang
bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara
melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh
menjadi rileks
d. Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien
tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat
mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
e. Kolaborasi dengan dokter mengenai terapi obat dan fisioterapi (Pudiastuti,
2011).
II. SVT
A. DEFINISI
Supraventricular tachycardia (SVT) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai
dengan perubahan denyut jantung yang mendadak bertambah cepat. Perubahan denyut
jantung pada bayi dengan SVT umumnya menjadi berkisar antara 220 kali/menit sampai 280
kali/menit (Doniger & Sharieff, 2006). Sedangkan, denyut jantung pada anak-anak yang
berusia lebih dari 1 tahun umumnya lebih lambat, yaitu berkisar 180 kali/menit sampai
dengan 240 kali/menit (Schlechte, et al., 2008).
Kelainan pada SVT mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian atas
bundel HIS. Pada kebanyakan SVT mempunyai kompleks QRS normal. Kelainan ini sering
terjadi pada demam, emosi, aktivitas fisik dan gagal jantung (Schlechte, et al., 2008).

B. ETIOLOGI
1. Idiopatik, ditemukan pada hampir setengah jumlah pasien. Tipe idiopatik ini biasanya
terjadi lebih sering pada bayi daripada anak.
2. Sindrom Wolf Parkinson White (WPW) terdapat pada 10-20% kasus dan terjadi hanya
setelah konversi menjadi sinus aritmia. Sindrom WPW adalah suatu sindrom dengan
interval PR yang pendek dan interval QRS yang lebar; yang disebabkan oleh hubungan
langsung antara atrium dan ventrikel melalui jaras tambahan.
3. Beberapa penyakit jantung bawaan (anomali Ebstein’s, single ventricle, L-TGA)

C. KLASIFIKASI
Berikut ini adalah jenis takikardia supraventrikular:
1) SVT yang melibatkan jaringan sinoatrial :
a. Sinus tachycardia
b. Inappropriate sinus tachycardia
c. Sinoatrial node reentrant tachycardia (SANRT)
2) SVT yang melibatkan jaringan atrial :
a. Atrial tachycardia (Unifocal) (AT)
b. Multifocal atrial tachycardia (MAT)
c. Atrial fibrillation
d. Atrial flutter
3) SVT yang melibatkan jaringan nodus atrioventrikular :
a. AV nodal reentrant tachycardia (AVNRT)
b. AV reentrant tachycardia (AVRT)
c. Junctional ectopic tachycardia
D. ELEKTROFISIOLOGI
Gangguan irama jantung secara elektrofisiologi disebabkan oleh gangguan
pembentukan rangsang, gangguan konduksi rangsang dan gangguan pembentukan serta
penghantaran rangsang.
1) Gangguan pembentukan rangsang
Gangguan ini dapat terjadi secara pasif atau aktif. Bila gangguan rangsang terbentuk
secara aktif di luar urutan jaras hantaran normal, seringkali menimbulkan gangguan irama
ektopik dan bila terbentuk secara pasif sering menimbulkan escape rhytm (irama
pengganti).
- Irama ektopik timbul karena pembentukan rangsang ektopik secara aktif dan
fenomena reentry
- Escape beat (denyut pengganti) ditimbulkan bila rangsang normal tidak atau belum
sampai pada waktu tertentu dari irama normal, sehingga bagian jantung yang belum
atau tidak mendapat rangsang itu bekerja secara otomatis untuk mengeluarkan
rangsangan instrinsik yang memacu jantung berkontraksi.
- Active ectopic firing terjadi pada keadaan dimana terdapat kenaikan kecepatan
automasi pembentukan rangsang pada sebagian otot jantung yang melebihi keadaan
normal.
- Reentry terjadi bila pada sebagian otot jantung terjadi blokade unidirectional (blokade
terhadap rangsang dalam arah antegrad) dimana rangsang dari arah lain masuk
kembali secara retrograd melalui bagian yang mengalami blokade tadi setelah masa
refrakternya dilampaui. Keadaan ini menimbulkan rangsang baru secara ektopik. Bila
reentry terjadi secara cepat dan berulang-ulang, atau tidak teratur (pada beberapa
tempat), maka dapat menimbulkan keadaan takikardi ektopik atau fibrilasi.
2) Gangguan konduksi
Kelainan irama jantung dapat disebabkan oleh hambatan pada hantaran (konduksi) aliran
rangsang yang disebut blokade. Hambatan tersebut mengakibatkan tidak adanya aliran
rangsang yang sampai ke bagian miokard yang seharusnya menerima rangsang untuk
dimulainya kontraksi. Blokade ini dapat terjadi pada tiap bagian sistem hantaran rangsang
mulai dari nodus SA atrium, nodus AV, jaras HIS, dan cabang-cabang jaras kanan kiri
sampai pada percabangan purkinye dalam miokard.
3) Gangguan pembentukan dan konduksi rangsangan
Gangguan irama jantung dapat terjadi sebagai akibat gangguan pembentukan rangsang
bersama gangguan hantaran rangsang.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Denyut nadi cepat, regular.
2. Palpitasi secara tiba-tiba
3. Takikardia yang terus menerus, berkelanjutan dan berulang jika takikardia atrium
disebabkan peningkatan otomatisasi.
4. Dispnoe, pusing, lemas, nyeri dada dalam episode palpitasi
5. Sinkop : hipotensi berat.
F. PATOFISIOLOGI SVT
Mekanisme tersering yang menyebabkan timbulnya supraventrikular takikardi adalah
atrioventricular nodal reentrant tachycardia (AVNRT), atrioventricular reciprocating
(reentrant) tachycardia (AVRT), and atrial tachycardia (Link, 2012).
1) Atrioventricular Nodal Reentrant Tachycardia (AVNRT)
AVNRT timbul karena adanya sebuah lingkaran reentrant yang menghubungkan
antara nodus AV dan jaringan atrium. Pada pasien dengan takikardi jenis tersebut, nodus
AV memiliki dua jalur konduksi yaitu jalur konduksi cepat dan jalur konduksi lambat.
Jalur konduksi lambat yang terletak sejajar dengan katup trikuspid, memungkinkan
sebuah lingkaran reentrant sebagai jalur impuls listrik baru melalui jalur tersebut, keluar
dari nodus AV secara retrograde (yaitu, mundur dari nodus AV ke atrium) dan secara
anterograde (yaitu, maju ke atau dari nodus AV ke ventrikel) pada waktu yang
bersamaan. Akibat depolarisasi atrium dan ventrikel yang bersamaan, gelombang P
jarang terlihat pada gambaran EKG, meskipun pada depolarisasi atrium kadang-kadang
akan memunculkan gelombang P pada akhir kompleks QRS pada lead V1 (Link, 2012).

Gambar 1. Proses terjadinya atrioventricular nodal reentrant tachycardia dan gambaran


EKG yang timbul

2) Atrioventricular Reciprocating (Reentrant) Tachycardia (AVRT)


AVRT merupakan takikardi yang disebabkan oleh adanya satu atau lebih jalur
konduksi aksesori yang secara anatomis terpisah dari sistem konduksi jantung normal.
Jalur aksesori merupakan sebuah koneksi miokardium yang mampu menghantarkan
impuls listrik antara atrium dan ventrikel pada suatu titik selain nodus AV. AVRT terjadi
dalam dua bentuk yaitu orthodromik dan antidromik (Doniger & Sharieff, 2006).
Pada AVRT orthodromik, impuls listrik akan dikonduksikan turun melewati nodus
AV secara antegrade seperti jalur konduksi normal dan menggunakan sebuah jalur
aksesori secara retrograde untuk masuk kembali ke atrium. Karakteristik jenis ini adalah
adanya gelombang P yang mengikuti setiap kompleks QRS yang sempit karena adanya
konduksi retrograde (Kantoch, 2005; Doniger & Sharieff, 2006).
Sedangkan impuls listrik pada AVRT antidromik akan dikonduksikan berjalan
turun melalui jalur aksesori dan masuk kembali ke atrium secara retrograde melalui
nodus AV. Karena jalur aksesori tiba di ventrikel di luar bundle His, kompleks QRS akan
menjadi lebih lebar dibandingkan biasanya (Kantoch, 2005; Doniger & Sharieff, 2006).
Gambar 2. Proses terjadinya atrioventricular reciprocating (reentrant) tachycardia dan
gambaran EKG yang timbul

3) Atrial tachycardia
Terdapat sekitar 10% dari semua kasus SVT, namun SVT ini sukar diobati.
Takikardi ini jarang menimbulkan gejala akut. Penemuannya biasanya karena
pemeriksaan rutin atau karena ada gagal jantung akibat aritmia yang lama. Pada takikardi
atrium primer, tampak adanya gelombang P yang agak berbeda dengan gelombang P
pada waktu irama sinus, tanpa disertai pemanjangan interval PR. Pada pemeriksaan
elektrofisiologi intrakardiak tidak didapatkan jaras abnormal (jaras tambahan) (Manole &
Saladino, 2007).
Takikardi atrial adalah takikardi fokal yang dihasilkan dari adanya sebuah sirkuit
reentrant mikro atau sebuah fokus otomatis. Atrial flutter disebabkan oleh sebuah ritme
reentry di dalam atrium, yang menimbulkan laju detak jantung sekitar 300 kali/menit dan
bersifat regular atau regular-ireguler. Pada gambaran EKG akan tampak gelombang P
dengan penampakan “sawtooth”. Perbandingan antara gelombang P dan QRS yang
terbentuk biasanya berkisar 2:1 sampai dengan 4:1. Karena rasio gelombang P terhadap
QRS cenderung konsisten, atrial flutter biasanya lebih regular bila dibandingkan dengan
atrial fibrillation. Atrial fibrillation dapat menjadi SVT jika respon ventrikel yang terjadi
lebih besar dari 100 kali per menit. Takikardi jenis ini memiliki karakteristik ritme
ireguler-ireguler baik pada depolarisasi atrium maupun ventrikel (Doniger & Sharieff,
2006; Link, 2012).

Gambar 3. Proses terjadinya atrial tachycardia dan gambaran EKG yang timbul
G. PENATALAKSANAAN

Gambar Algoritma tatalaksana takikardia

1. Manuver vagal
Manuver vagal dan adenosin merupakan pilihan terapi awal untuk terminasi
SVT stabil. Manuver vagal atau pijat sinus karotid akan menghentikan hingga
25% SVT.

2. Adenosin
Jika PSVT tidak respon dengan manuver vagal, maka berikan adenosin 6 mg

iv secara cepat melalui vena diameter besar (yaitu antekubitus) diikuti dengan

flush menggunakan cairan salin 20 ml. Jika irama tidak berubah dalam 1-2

menit, berikan adenosin 12 mg IV secara cepat menggunakan metode yang

sama. Pada saat pemberian adenosin pada pasien dengan WPW harus tersedia

defibrilator karena kemungkinan terjadinya fibrilasi atrial dengan respon

ventrikel cepat. Efek samping adenosin umum terjadi tetapi bersifat sementara

seperti flushing, dipsnea dan nyeri dada adalah yang paling sering terjadi.

Adenosin tidak boleh diberikan pada pasien dengan asma

3. Ca channel bloker dan beta bloker


Jika adenosin atau manuver vagal gagal mengubah SVT maka dapat digunakan

agen penghambat AV nodul kerja panjang seperti penghambat kanal kalsium

non dihidropiridin (verapamil dan diltiazem) atau penghambat beta. Verapamil

berikan 2,5 mg hingga 5 mg IV bolus selama 2 menit. Jika tidak ada respon

terapeutik dan tidak ada kejadian efek samping obat maka dosis berulang 5 mg

hingga 10 mg dapat diberikan 15-30 menit dengan dosis keseluruhan 20 mg.

Verapamil tidak boleh diberikan pada pasien dengan fungsi ventrikel menurun

atau gagal jantung. Diltiazem, diberikan dengan dosis 15 mg hingga 20 mg IV

selama 2 menit. Jika diperlukan dalam 15 menit berikan dosis tambahan 20 mg

hingga 25 mg IV. Dosis infus rumatan adalah 5 mg/jam hingga 15 mg/jam.

Berbagai jenis penghambat beta tersedia untuk penanganan takiaritmia

supraventrikel yaitu metoprolol, atenolol, esmolol dan labetalol. Pada

prinsipnya agen-agen ini mengeluarkan efeknya dengan melawan tonus

simpatetik pada jaringan nodus yang menghasilkan perlambatan pada

konduksi. Efek samping beta bloker meliputi bradikardia, keterlambatan

konduksi AV dan hipotensi.4

III. TINJAUAN ASKEP


A. Pengkajian
Adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya
sehingga dapat diketahui masalah kebutuhan perawat bagi klien.
1. Biodata yang berisi identitas klien : Nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medik, serta identitas penanggung
jawab dari klien
2. Alasan masuk rumah sakit : Pasien dengan hipertensi biasanya mengeluh pusing
dan nyeri kepala
3. Riwayat kesehatan sekarang : Pasien biasanya mengeluh merasakan pusing dan
nyeri yang terasa berat di tengkuk dan gejala tidak berhenti setelah pasien
melakukan aktivitas bahkan setelah pasien beristirahat
4. Riwayat kesehatan dahulu : Menggambarkan keadaan kesehatan sebelum klien di
rawat di rumah sakit.
5. Riwayat kesehatan keluarga yang berisi genogram tiga generasi yang
menggambarkan adanya anggota keluarga yang mengidap riwayat penyakit yang
sama. Pada pasien hipertensi biasanya ada/anggota keluarga yang mempunyai
riwayat hipertensi.
6. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan :
Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit.
Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai penyakit
tersebut mengganggu aktivitas pasien. Pada pasien dengan hipertensi
ditanyakan apakah mempunyai kebiasaan merokok, minum minuman
beralkohol dan bagaimana cara pasien memelihara kesehatannya.
b. Pola Nutrisi dan Metabolik
Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari pasien ( pagi,
siang dan malam ), bagaimana nafsu makan pasien, apakah ada mual muntah,
pantangan atau alergi. Tanyakan apakah klien mengalami gangguan dalam
menelan. Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan dan
sayur-sayuran yang mengandung vitamin antioksidant. Pada Pasien hipertensi
perlu ditanyakan apakah sering mengkonsumsi makanan yang tinggi akan
kadar garam seperti ikan asin, dan apakah pasien sangat sering mengkonsumsi
kopi atau minuman bersoda.
c. Pola Aktivitas dan Latihan
Pada pasien hipertensi biasanya mengalami kelemahan, letih, napas
pendek, gaya hidup monoton
d. Pola Tidur dan Istirahat
Tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien. Masalah Pola
Tidur : Tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur yang berhubungan
dengan penyakit hipertensi, bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur?
Apakah merasa segar atau tidak atau merasa pusing? Biasanya pasien dengan
hipertensi mengalami gangguan tidur
e. Pola Eliminasi
Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan karakteristiknya.
Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi. Adakah
masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah penggunaan alat bantu untuk
miksi dan defekasi.
f. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya sendiri,
apakah penyakit yang menimpa klien mengubah gambaran dirinya, tanyakan
apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa cemas, depresi atau takut,
Apakah ada hal yang menjadi pikirannya. Biasanya klien dengan hipertensi
merasa cemas, banyak pikiran dan gelisah.
g. Pola Peran Hubungan
Tanyakan apa pekerjaan pasien, tanyakan tentang system pendukung
dalam kehidupan klien seperti: pasangan, teman, dll. Tanyakan apakah ada
masalah keluarga berkenaan dengan perawatan penyakit klien.
h. Pola Seksualitas/Reproduksi
Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan
penyakitnya, tanyakan apakah klien sudah menopause dan masalah kesehatan
terkait dengan menopause, tanyakan apakah klien mengalami kesulitan/
perubahan dalam pemenuhan kebutuhan seks.
i. Pola Manajemen Koping
Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS ( financial
atau perawatan diri ), kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien
mengatasi kecemasannya (mekanisme koping klien ). Apakah ada penggunaan
obat untuk penghilang stress atau klien sering berbagi masalahnya dengan
orang-orang terdekat.
j. Pola Kognitif Perseptual
Kaji status mental klien, kaji kemampuan berkomunikasi dan
kemampuan klien dalam memahami sesuatu, kaji tingkat ansietas klien
berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara klien. Identifikasi penyebab
kecemasan klien.
k. Pola Nilai & Kepercayaan
Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam
beragama serta seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya. Orang yang
dekat kepada Tuhannya lebih berfikiran positif.
7. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi : Pasien tampak lemah, pucat, adanya sianosis, pasien tampak sesak
(adanya pernafasan cuping hidung, tampak ada retraksi dada, RR > 16 -
20 kali/menit), tampak odema pada ekstremitas.
b. Palpasi : Tekanan darah >160/90 mmHg, turgor kulit >2 detik, CRT > 2
detik, nadi teraba kuat, jelas, dan cepat, pembesaran ginjal.
c. Perkusi : Suara dullness pada paru.
d. Auskultasi : Terdengar suara jantung S3S4, terdengar suara crackles
pada paru, terdengar suara bruit pada abdomen.

B. Masalah Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola napas b.d. hiperventilasi, keletihan, nyeri, obesitas, ansietas.


2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d. hipertensi, gaya hidup kurang gerak,
merokok.
3. Kelebihan volume cairan b.d. gangguan mekanisme regulasi, kelebihan asupan
natrium, kelebihan asupan cairan.
4. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera (biologis, fisik, kimiawi).
5. Intoleransi aktivitas b.d. ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen,
gaya hidup kurang gerak.
6. Resiko penurunan curah jantung b.d. perubahan afterload.
7. Resiko jatuh b.d. gangguan visual, penyakit vascular.
(NANDA, 2015-2017)
C. Perencanaan

TUJUAN &
DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI
KRITERIA HASIL
NOC NIC
1. Ketidakefektifan pola napas A. Outcome untuk mengukur penyelesaian dari Intervensi keperawatan yang disarankan untuk menyelesaikan
Definisi: Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak diagnosis masalah:
memberi ventilasi adekuat. 1. Respon penyapihan ventilasi mekanik: 1. Manajemen jalan napas
Batasan karakteristik: dewasa a. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust,
1. Bradipnea 2. Status pernafasan sebagaimana mestinya
2. Dispnea 3. Status pernafasan: ventilasi b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Fase ekspirasi memanjang B. Outcome tambahan untuk mengukur batasan c. Identifikasi kebutuhan actual/potensial pasien untuk memasukkan
4. Ortopnea alat membuka jalan nafas
karakteristik
5. Penggunaan otot bantu pernapasan d. Masukkan alat nasopharyngeal airway (NPA) atau oropharyngeal
1. Respon alergi: sistemik
6. Penggunaan posisi tiga-titik airway (OPA), sebagaimana mestinya
2. Status pernafasan: kepatenan jalan nafas
7. Peningkatan diameter anterior-posterior e. Lakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya
3. Status pernafasan: pertukaran gas f. Buang secret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk
8. Penurunan kapasitas vital
4. Keparahan syok: anafilaksis atau menyedot lender
9. Penurunan tekanan ekspirasi
C. Outcome yang berkaitan dengan faktor yang g. Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar dan batuk
10. Penurunan tekanan inspirasi
11. Penurunan ventilasi semenit berhubungan atau oucome menengah h. Intruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif
12. Pernapasan bibir 1. Keparahan respirasi asidosis akut i. Bantu dengan dorongan spirometer, sebagaimana mestinya
13. Pernapasan cuping hidung 2. Keparahan respiratori alkalosis akut j. Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun atau
14. Perubahan ekskursi dada 3. Tingkat kecemasan tidak ada dan adanya suara tambahan
15. Pola napas abnormal (mis., irama, frekuensi, 4. Kognisi k. Lakukan penyedotan melalui endotrakea atau nasotrakea,
kedalaman) 5. Konservasi energy sebagaimana mestinya
16. Takipnea 6. Kelelahan: efek yang mengganggu l. Kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya
Faktor yang berhubungan: 7. Tingkat kelelahan m. Ajarkan pasien bagaimana menggunakan inhaler sesuai resep,
1. Ansietas 8. Status neurologi: ortonomik sebagaimana mestinya
2. Cedera medulla spinalis n. Kelola pengobatan aerosol, sebagaimana mestinya
9. Status neurologi: sensori tulang
3. Deformitas dinding dada o. Kelola nebulizer ultrasonic, sebagaimana mestinya
punggung/fungsi motorik
4. Deformitas tulang p. Kelola udara atau oksigen yang dilembabkan, sebagaimana
10. Tingkat nyeri
5. Disfungsi neuromuscular mestinya
11. Organisasi (pengelolaan) bayi premature q. Regulasi asupan cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan
6. Gangguan muskulokeletal
7. Gangguan neurologis (mis., 12. Manajemen diri: asma cairan
elektroensefalogram [EEG] positif, trauma 13. Manajemen diri: penyakit paru obstruktif r. Posisikan untuk meringankan sesak napas
kepala, gangguan kejang) kronik s. Monitor status pernapasan dan oksigenasi, sebagaimana mestinya
8. Hiperventilasi 14. Perilaku berhenti merokok 2. Penghisapan lendir pada jalan napas
9. Imaturitas neurologis 15. Berat badan: massa tubuh a. Lakukan tindakan cuci tangan
10. Keletihan b. Gunakan pelindung diri
11. Keletihan otot pernapasan c. Informasikan kepada keluarga pentingnya tindakan suction
12. Nyeri d. Gunakan alat steril setiap tindakan suction trakea
13. Obesitas 3. Manajemen alergi
14. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi 4. Manajemen anafilaksis
paru 5. Pengurangan kecemasan
15. Sindrom hipoventilasi 6. Manajemen jalan nafas buatan
7. Manajemen asma
a. Tentukan dasar status pernapasan sebagai titik pembanding
b. Dokumentasikan pengukuran dasar dalam catatan klinik
c. Bandingkan status saat ini dengan sebelumnya
d. Dapatkan pengukuran spirometri sebelum dan setelah
penggunaan bronkodilator
e. Monitor reaksi asma
f. Ajarkan teknik bernapas/relaksasi
g. Berikan pengobatan dengan tepat
8. Manajemen batuk
9. Manajemen ventilasi mekanik: invasive
10. Manajemen ventilasi mekanik: non invasif
11. Manajemen ventilasi mekanik: pencegahan pneumonia
12. Penyapihan ventilasi mekanik
13. Pemberian obat
14. Pemberian obat: hidung
15. Terapi oksigen
a. Bersihkan mulut, hidung, dan sekresi trakea dengan tepat
b. Batasi (aktivitas) merokok
c. Pertahankan kepatenan jalan napas
d. Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui system humidifier
e. Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan
f. Monitor aliran oksigen
g. Monitor posisi perangkat (alat) pemberian oksigen
h. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis., tekanan oksimetri,
ABGs) dengan tepat
i. Pastikan penggantian masker oksigen/kanul nasal setiap kali
perangkat diganti
j. Rubah perangkat pemberian oksigen dari masker ke kanul nasal
saat makan
k. Amati tanda-tanda hipoventilasi induksi oksigen
l. Pantau adanya tanda keracunan oksigen dan kejadian atelektasis
m. Sediakan oksigen ketika pasien dibawa/dipindahkan
16. Monitor pernapasan
a. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas
b. Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot
bantu nafas, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta
c. Monitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi
d. Monitor pola nafas (mis., bradipneau, takipneau, hiperventilasi,
pernafasan kusmaul, pernafasan 1:1, apneustik, respirasi biot, dan
pola ataxic)
e. Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi (seperti,
SaO2, SvO2, SpO2) sesuai dengan protocol yang ada
f. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
g. Perkusi toraks anterior dan posterior, dari apeks ke basis paru,
kanan dan kiri
h. Catat lokasi trakea
i. Monitor kelelahan otot-otot diapragma dengan pergerakan
parasoksikal
j. Auskultasi suara nafas, catat area dimana terjadinya penurunan
atau tidak adanya ventilasi dan keberadaan suara nafas tambahan
k. Monitor kemampuan batuk efektif pasien
l. Monitor sekresi pernapasan pasien
m. Monitor keluhan sesak napas pasien, termasuk kegiatan yang
meningkatkan atau memperburuk sesak nafas tersebut
17. Surveilans
a. Kaji resiko kesehatan pasien dengan tepat
b. Kaji adanya tanda-tanda awal yang harus di tangani
c. Monitor kestabilan pasien yang kritis
18. Bantuan ventilasi
19. Monitor tanda-tanda vital
Pilihan intervensi tambahan:
1. Monitor asam basa
2. Stabilisasi dan membuka jalan nafas
3. Pemberian analgesic
4. Pencegahan aspirasi
5. Fisioterapi dada
6. Perawatan gawat darurat
7. Dukungan emosional
8. Ekstubasi endotrakea
9. Manajemen energy
10. Monitor cairan
11. Manajemen pengobatan
12. Monitor neurologi
13. Manajemen nyeri
14. Phlebotomy: sampel darah arteri
15. Phlebotomy: sampel darah vena
16. Pengaturan posisi
17. Menghadirkan diri
18. Relaksasi otot progresif
19. Resusitasi
20. Bantuan penghentian merokok
21. Perawatan selang: dada
2. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer A. Outcome untuk mengukur penyelesaian dari A. Intervensi keperawatan yang disarankan untuk menyelesaikan
Definisi: Penurunan sirkulasi darah ke perifer yang diagnosis masalah:
dapat mengganggu kesehatan 1. Perfusi jaringan : perifer 1. Manajemen asam basa
B. Outcome tambahan untuk mengukur batasan a. Pertahankan kepatenanan jalan nafas
Batasan Karakteristik: karakteristik b. Posisikan klien untuk mendapatkan ventilasi yang
1. Tidak ada nadi perifer 1. Ambulasi adekuat
2. Perubahan fungsi motoric 2. Status sirkulasi c. Monitor gas darah arteri
3. Perubahan karakteristik kulit 3. koordinasi pergerakan d. Monitor pola pernafasan
(warna, elastisitas, rambut, 4. Keparahan cairan berlebihan 2. Monitor asam-basa
kelembapan, kuku, sensasi, suhu) 5. Tingkat nyeri 3. Tes laboratorium di samping tempat tidur
4. Indeks ankle-brakhial <0,90 6. Keparahan penyakit arteri perifer 4. Perawatan sirkulasi: insufisiensi arteri
5. Perubahan tekanan darah di 7. Fungsi sensori : taktil a. Lakukan pemeriksaan fisik sistem kardiovaskuler atau
ekstremitas 8. Integritas jaringan : kulit & membrane penilaian yang komperensif pada sirkulasi perifer
6. Waktu pengisian kapiler >3 detik mukosa
b. Insfeksi kulit untuk adanya luka pada arteri
c. Monitor tingkat ketidaknyamanan
7. Klaudikasi intermitten 9. Perfusi jaringan
d. Ubah posisi pasien setidaknya setiap 2 jam dengan tepat
8. Warna tidak kembali ke tungkai 1 10. Perfusi jaringan : seluler
5. Perawatan sirkulasi: alat bantu mekanik
menit saat tungkai diturunkan 11. Tanda-tanda vital 6. Perawatan sirkulasi: insufisiensi vena
9. Kelambatan penyembuhan luka 12. Penyembuhan luka : primer a. Lakukan penilaian sirkulasi perifer secara komprehensif
perifer 13. Penyembuhan luka : sekunder b. Nilai udem dan nadi perifer
10. Penurunan nadi perifer C. Outcome berkaitan dengan faktor yang c. Inspeksi kulit apakah terdapat luka tekan atau jaringan yang
11. Edema berhubungan atau outcome menengah tidak utuh
12. Nyeri ekstremitas 1. Koagulasi darah d. Monitor level ketidaknyamanan atau nyeri
13. Bruit femoral 2. Keefektifan pompa jantung e. Tinggikan kaki 20˚ atau lebih tinggi dari jantung
14. Pemendekan jarak total yang 3. Partisipasi latihan f. Ubah posisi tiap 2 jam sekali
ditempuh dalam uji berjalan 6 menit 4. Keparahan hipertensi g. Dukung latihan ROM pasif dan aktif
15. Pemendekan jarak bebas nyeri yang 5. Pengetahuan : manajemen penyakit kronis 7. Perawatan sirkumsisi
ditempuh dalam uji berjalan 6 6. Pengetahuan : manajemen diabetes a. Verivikasi bahwa ijin untuk dilakukan pembedahan telah
menit 7. Pengetahuan : proses penyakit di tandatangani
16. Parastesia 8. Pengetahuan : promosi kesehatan b. Berikan pengontrol nyeri sebelum prosedur sekitar 1 jam
17. Warna kulit pucat saat elevasi 9. Pengetahuan : diet sehat c. Posisikan pasien pada posisi yang nyaman selama
prosedur
10. Pengetahuan : manajemen hipertensi
d. Monitor tanda-tanda vital
Factor yang berhubungan: 11. Pengetahuan : manajemen gangguan lipid
8. Perawatan gawat darurat
1. Kurang pengetahuan tentang factor 12. Pengetahuan : manajemen penyakit arteri 9. Manajemen elektrolit/cairan
pemberat (mis., merokok, gaya perifer 10. Manajemen cairan
hidup monoton, trauma, obesitas, 13. Pergerakan 11. Monitor cairan
asupan garam, imobilitas) 14. Keparahan cedera fisik 12. Perawatan kaki
2. Kurang pengetahuan tentang proses 15. Manajemen diri : diabetes 13. Pengaturan hemodinamik
penyakit (mis.,diabetes, 16. Manajemen diri : hipertensi 14. Manajemen hipervolemia
hyperlipidemia) 17. Manajemen diri : kelainan lipid 15. Manjemen hipovolemia
3. Diabetes mellitus 18. Manajemen diri : penyakit arteri perifer 16. Monitor hemodinamik invasive
4. Hipertensi 19. Perilaku berhenti merokok 17. Interpretasi data laboratorium
5. Gaya hidup kurang gerak 20. Berat badan : massa tubuh 18. Monitor ekstremitas bawah
6. Merokok 19. Monitor neurologi
20. Manajemen nutrisi
21. Terapi oksigen
a. Bersihkan mulut, hidung, dan sekresi trakea dengan tepat
b. Batasi (aktivitas) merokok
c. Pertahankan kepatenan jalan napas
d. Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui system
humidifier
e. Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan
f. Monitor aliran oksigen
g. Monitor posisi perangkat (alat) pemberian oksigen
h. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis., tekanan oksimetri,
ABGs) dengan tepat
i. Pastikan penggantian masker oksigen/kanul nasal setiap kali
perangkat diganti
j. Rubah perangkat pemberian oksigen dari masker ke kanul
nasal saat makan
k. Amati tanda-tanda hipoventilasi induksi oksigen
l. Pantau adanya tanda keracunan oksigen dan kejadian
atelektasis
m. Sediakan oksigen ketika pasien dibawa/dipindahkan
22. Manajemen sensasi perifer
a. Monitor sensasi tumpul atau tajam dan panas atau dingin
b. Monitor adanya parasthesia dengan tepat
c. Gunakan alat yang dapat mengurangi penekanan yang sesuai
d. Imobilisasikan kepala, leher dan punggung dengan tepat
e. Monitor tromboplebitis dan tromboemboli pada vena
23. Perlindungan terhadap torniket pneumatic
24. Pengaturan posisi
a. Berikan matras yang lembut
b. Dorong pasien untuk terlibat dalam perubahan posisi
c. Monitor status oksigenasi
d. Tempatkan pasien pada posisi terapeutik yang sudah di
rancang
e. Posisikan pasien untuk mengurangi dyspnea
25. Pencegahan luka tekan
26. Resusitasi
27. Resusitasi : neonates
28. Manajemen syok
29. Manajemen syok: jantung
30. Manajemen syok: vasogenik
31. Pengecekan kulit
a. Monitor warna dan suhu kulit
b. Monitor kulit untuk adanya kekeringan yang berlebihan
c. Monitor sumbertekanan dan gesekan
d. Monitor infeksi terutama dari daerah edema
32. Bantuan berhenti merokok
33. Pengajaran: proses penyakit
34. Monitor tanda-tanda vital
B. Pilihan intervensi tambahan :
1. Perawatan emboli : perifer
2. Pencegahan emboli
3. Peningkatan latihan
4. Terapi latihan: ambulasi
5. Terapi latihan: keseimbangan
6. Terapi latihan: pergerakan sendi
7. Terapi latihan: control otot
8. Pemasangan infuse
9. Terapi intravena (IV)
10. Pemberian obat
11. Manajemen pengobatan
12. Manajemen nyeri
13. Perawatan penyisipan kateter sentral perifer
14. Phlebotomy: sampel darah arteri
15. Phlebotomy: pembuluh darah yang terkanulasi
16. Phlebotomy: sampel darah vena
17. Surveilans
18. Pengaturan suhu
19. Pemberian nutrisi total parenteral (TPN)
3. Kelebihan volume cairan A. Outcome untuk mengukur penyelesaian dari Intervensi keperawatab yang disarankan untuk menyelesaikan masalah:
Definisi: peningkatan retensi cairan isotonik diagnosis
1. Manajemen asam basa
Batasan Karakteristik: 1. Keseimbangan cairan
2. Manajemen elektrolit
1. Ada bunyi jantung S3 B. Outcome tambahan untuk mengukur batasan 3. Manajemen elektrolit: hiperkalsemia
2. Anasarka karakteristik 4. Manajemen elektrolit: hiperkalemia
3. Ansietas 1. Tingkat agitasi 5. Manajemen elektrolit: hipermagnesemia
4. Asupan melebihi haluaran 2. Tingkat kecemasan 6. Manajemen elektrolit: hipernatremia
5. Azotemia 3. Status jantung paru 7. Manajemen elektrolit: hiperfosfatemia
6. Bunyi napas tambahan 4. Tingkat delirium 8. Manajemen elektrolit: hipokalsemia
7. Dispneu 5. Keseimbangan elektrolit 9. Manajemen elektrolit: hipokalemia
8. Dispneu nocturnal paroksismal 6. Keparahan hipertensi 10. Manajemen elektrolit: hipomagnesemia
9. Distensi vena jugularis 7. Status pernapasan 11. Manajemen elektrolit: hiponatremia
10. Edema 8. Status pernapasan: pertukaran gas 12. Manajemen elektrolit: hipofosfatemia
11. Efusi pleura 9. Status pernapasan: ventilasi 13. Monitor elektrolit
12. Gangguan pola napas 10. Eliminasi urin 14. Manajemen elektrolit/cairan
13. Gangguan tekanan darah 11. Tanda-tanda vital 15. Manajemen cairan
14. Gelisah 12. Berat badan: massa tubuh a. Timbang berat badan setiap hari dan monitor status pasien
15. Hepatomegali C. Outcome yang berkaitan dengan faktor yang b. Hitung atau timbang popok dengan baik
16. Ketidakseimbangan elektrolit
c. Jaga intake/asupan yang akurat dan dan catat output
berhubungan atau oucome menengah
d. Masukkan kateter urin
17. Kongesti pulmonal 1. Keefektifan pompa jantung
e. Monitor status hidrasi (mis, membrane mukosa lembat,
18. Oliguria 2. Perilaku patuh: diet yang disarankan
denyut nadi adekuat, dan TD ortostatik)
19. Ortopneau 3. Keseimbangan elektrolit & asam/basa
f. Monitor hasil laboratorium yang relevan dengan retensi
20. Penambahan berat badan dalam 4. Keparahan cairan berlebihan cairan
waktu sangat singkat 5. Keparahan hipernatremia g. Monitor status hemodinamik
21. Peningkatan tekanan vena sentral 6. Fungsi ginjal h. Monitor tanda-tanda vital
22. Penurunan hematokrit 7. Pengetahuan: manajemen gagal jantung i. Monitor indikasi kelebihan cairan/retensi
23. Penurunan hemoglobin 8. Pengetahuan: manajemen hipertensi j. Monitor perubahan berat badan pasien sebelum dan setelah
24. Perubahan berat jenis urine 9. Status nutrisi: asupan makanan & cairan dialysis
25. Perubahan status mental 10. Status nutrisi: asupan nutrisi k. Kaji lokasi dan luasnya edema, jika ada
26. Perubahan tekanan arteri 11. Manajemen diri: gagal jantung l. Monitor makanan/cairan yang dikonsumsi dan hitung asupan
pulmonal 12. Manajemen diri: hipertensi kalori harian
27. Refleks hepatojugular positif m. Berikan terapi IV, seperti yang ditentukan
Factor yang berhubungan: n. Monitor status gizi
1. Gangguan mekanisme regulasi o. Berikan cairan, dengan tepat
2. Kelebihan asupan cairan p. Berikan diuretic yang diresepkan
3. Kelebihan asupan natrium
q. Berikan cairan IV sesuai suhu kamar
r. Tingkatkan asupan oral
s. Arahkan pasien mengenai status NPO
t. Berikan penggantian nasogastrik yang diresepkan
berdasarkan output pasien
u. Distribusikan asupan cairan selama 24 jam
v. Dukung pasien dan keluarga untuk membantu dalam
pemberian makan dengan baik
w. Tawari makanan ringan
x. Konsultasikan dengan dokter jika tanda-tanda dan gejala
kelebihan volume cairan menetap atau memburuk
y. Atur ketersediaan produk darah untuk transfusi, jika perlu
z. Berikan produk-produk darah
16. Manajemen hipervolemia
a. Monitor berat badan tiap hari di waktu yang sama
b. Monitor status hemodinamik
c. Monitor pola pernapasan untuk mengetahui adanya gejala
edema pilmonar
d. Monitor suara paru abnormal
e. Monitor suara jantung abnormal
f. Monitor distensi vena jugularis
g. Monitor edema perifer
h. Monitor data laboratorium yang menandakan adanya
hemokonsentrasi
i. Monitor data laboratorium yang menandakan adanya potensi
terjadinya peningkatan tekanan onkolitik plasma
j. Monitor data laboratorium tentang penyebab yang mendasari
terjadinya hipervolemia
k. Monitor intake dan output
l. Berikan obat yang diresepkan untuk mengurangi preload
m. Monitor tanda berkurangnya preload
n. Monitor adanya efek pengobatan yang berlebihan
o. Instruksikan pasien mengenai penggunaan obat untuk
mengurangi preload
p. Berikan infuse IV secara perlahan untuk mencegah
peningkatan preload yang cepat
q. Batasi intake cairan bebas pada pasien dengan hyponatremia
dilusi
r. Hindari penggunaan cairan IV hipotonik
s. Tinggikan kepala tempat tidur untuk memperbaiki ventilasi,
sesuai kebutuhan
t. Siapkan pasien untukdilakukan dialysis, sesuai kebutuhan
u. Pertahankan alat akses vascular dialysis
v. Reposisi pasien dengan edema dependent secara teratur,
sesuai kebutuhan
w. Monitor integritas kulit pada pasien yang mengalami
imobilisasi dengan edema dependent
x. Tingkatkan integritas kulit pada pasien yang mengalami
imobilisasi dengan edema dependent, sesuai kebutuhan
y. Instruksikan pasien dan keluarga penggunaan catatan asupan
dan output, sesuai kebutuhan
z. Batasi asupan natrium, sesuai indikasi
17. Pemasangan infuse
18. Terapi intravena (IV)
19. Monitor tanda-tanda vital
Pilihan intervensi tambahan:
1. Sampel darah kapiler
2. Manajemen edema serebral
3. Pemeliharaan akses dialysis
4. Manajemen disritmia
5. Pemberian makan
6. Intubasi gastrointestinal
7. Terapi hemodialisa
8. Pengaturan hemodinamik
9. Monitor hemodinamik invasive
10. Manajemen pengobatan
11. Monitor neurologi
12. Manajemen nutrisi
13. Perawatan penyisipan kateter sentral perifer
14. Terapi dialisa peritoneal
15. Phlebotomi: sampel darah arteri
16. Phlebotomi: pembuluh darah yang terkanulasi
17. Phlebotomi: sampel darah vena
18. Pengaturan posisi
19. Pengecekan kulit
20. Pemberian nutrisi total parenteral (TPN)
21. Perawatan selang: gastrointestinal
22. Kateterisasi urin
23. Manajemen berat badan
24. Perawatan luka
4. Nyeri Akut NOC NIC

Definisi: pengalaman sensori dan emosional Outcome untuk mengukur penyelesaian dari 1. Akupressur
2. Pemberian anlagesik
tidak menyenangkan yang muncul akibat diagnosa a. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, keparahan nyeri
kerusakan jaringan aktual atau pontensial atau sebelum mengobati pasien
 Kontrol Nyeri b. Cek adanya riwayat alergi obat
yang digambarkan sebagai kerusakan c. Pilih analgesic atau kombinasi analgesic yang sesuai ketika
 Tingkat Nyeri lebih dari satu diberikan
(International Association for the Study of Pain);
Ooutcome tambahan untuk mengukur batasan 3. Pemberian analgesik: intraspinal
awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas karakterisktik 4. Pemberian anastesi
5. Pengurangan kecemasan
ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
 Tingkat Kecemasan a. Gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan
diantisipasi atau diprediksi b. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku klien
 Nafsu Makan c. Jelaskan semua tentang prosedur dan sensai yang akan
Batasan Karakteristik:  Kepuasan Klien: Manajemen Nyeri dirasakan
d. Berada di sisi klien untuk meningkatkan rasa aman dan
 Kepuasan Klien: Kontrol Gejala mengurangi ketakutan
 Bukti nyeri dengan mengguanakan standar
e. Dengarkan klien
 Status Kenyamanan
daftar periksa nyeri untuk pasien yang tidak 6. Stimulasi kutaneus
dapat mengungkapkannya (mis., Neonatal  Tingkat Ketidaknyamanan 7. Manajemen lingkungan: kenyamanan
8. Pengurangan perut kembung
Infant Pain Scale, Pain Assessment  Pergerakan 9. Aplikasi panas/dingin
Checklist for Senior with Limited Ability to  Keparahan Mual & Muntah 10. Pemberian obat
11. Pemberian obat: intramuskular (IM)
Communicate)  Nyeri: Respon Psikologis Tambahan 12. Pemberian obat: intravena (IV)
 13. Pemberian obat: oral
 Diaforesis Nyeri: Efek Yang Mengganggu
14. Manajemen pengobatan
 Dilatasi pupil  Tidur 15. Peresepan obat
16. Manajemen Nyeri
 Ekspresi wajah nyeri (mis., mata kurang  Kontrol Gejala
a. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
bercahaya, tampak kacau, gerakan mata  Keparahan Gejala karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri dan factor pencetus
berpencar atau tetap pada satu fokus,  Tanda-tanda Vital b. Pastikan perawatan analgesic bagi pasien dilakukan dengan
meringis) Outcome yang berkaitan dengan faktor yang pemantauan yang ketat
c. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri
 Fokus menyempit (mis., persepsi waktu, berhubungan atau outcome menengah d. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri,
proses berpikir, interaksi dengan orang dan berapa lama nyeri akan dirasakan dan antisipasi akibat
 Pemulihan Luka Bakar ketidaknyamanan akibat prosedur
lingkungan) e. Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi
 Fungsi Gastrointestinal
 Fokus pada diri sendiri respon pasien terhadap ketidaknyamanan
 Fungsi Ginjal f. Ajarkan prinsip – prinsip manajemen nyeri
 Keluhan tentang intensitas menggunakan g. Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim kesehatan
standar skala nyeri (mis., skala Wong-  Pengetahuan: Manajemen Penyakit Akut lainnya untuk memilih dan mengimplementasikan tindakan
penurunan nyeri nonfarmakologi dan farmakologi
Baker FACES, skala analog visual, skala  Pengetahuan: Manajemen Penyakit 17. Bantuan pasien untuk mengontrol pemberian analgesik
penilaian numerik) Peradangan Usus 18. Manajemen prolaps rektum
19. Manajemen Sedasi
 Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan  Pengetahuan: Manajemen Nyeri 20. Stimulasi listrik syaraf transkutaneus (TENS)
menggunakan standar instrumen nyeri  Respon Pengobatan Pilihan Intervensi Tambahan:
1. Mendengar aktif
(mis., McGill Pain Questionnaire, Brief  Status Neurologi 2. Terapi bantuan hewan
Pain Inventory)  Keparahan Cedera Fisik 3. Latihan autogenik
4. Memandikan
 Laporan tentang perilaku nyeri/ perubahan  Manajemen Diri: Penyakit Akut 5. Biofeedback
aktivitas (mis., anggota keluarga, pemberi  Tingkat Stres 6. Peningkatan mekanika tubuh
7. Manajemen saluran cerna
asuhan)  Pemulihan Pembedahan: Penyembuhan 8. Peningkatan koping
 Mengekspresikan perilaku (mis., gelisah, 9. Pengalihan
 Pemulihan Pembedahan: Segera Setelah
10. Dukungan emosional
merengek, menangis, waspada) Operasi 11. Manajemen energi
 Perilaku distraksi 12. Manajemen lingkungan
 Integritas Jaringan: Kulit & Membran
13. Peningkatan latihan
 Perubahan pada parameter fisiologis (mis., Mukosa 14. Peningkatan latihan: peregangan
tekanan darah, frekuensi jantung, frekuensi 15. Terapi latihan: ambulasi
 Perfusi Jaringan 16. Terapi latihan: keseimbangan
pernafasan, saturasi oksigen, dan endtidal
 Perfusi Jaringan: Organ Abdominal 17. Terapi latihan: pergerakan sendi
karbon dioksida [CO2]) 18. Terapi latihan: kontrol otot
 Perfusi Jaringan: Kardiak 19. Fasilitasi proses berduka
 Perubahan posisi untuk menghindari nyeri 20. Imajinasi terbimbing
 Perfusi Jaringan: Seluler
 Perubahan selera makan 21. Inspirasi harapan
 Perfusi Jaringan: Perifer 22. Humor
 Putus asa 23. Hipnosis
 Penyembuhan Luka: Primer
 Sikap melindungi area nyeri 24. Perawatan intrapartum: risiko tinggi melahirkan
 Penyembuhan Luka: Sekunder 25. Supresi laktasi
 Sikap tubuh melindungi 26. Pemijatan
Faktor yang Berhubungan : 27. Fasilitasi meditasi
28. Terapi musik
 Agens cedera biologis (mis., infeksi, 29. Pemulihan kesehatan mulut
30. Terapi oksigen
iskemia, neoplasma) 31. Pengaturan posisi
 Agens cedera fisik (mis., abses, amputasi, 32. Perawtan paska anastesi
33. Persiapan informasi sensorik
luka bakar, terpotong, mengangkat berat, 34. Menghadirkan diri
prosedur bedah, trauma, olahraga 35. Relaksasi otot progresif
36. Terapi relaksasi
berlebihan) 37. Peningkatan keamanan
 Agens cedera kimiawi (mis., luka bakar, 38. Fasilitasi hipnosis diri
39. Peningkatan tidur
kapsaisin, metilen klorida, agens mustard) 40. Bermain terapeutik
41. Sentuhan terapeutik
42. Sentuhan
43. Monitor tanda tanda vital
5. Intoleran Aktivitas Outcome untuk mengukur penyelesaian dari Intervensi keperawatan yang disarankan untuk menyelesaikan
Definisi: Ketidakcukupan energy psikologis atau diagnosis masalah:
fisiologis untuk mempertahankan atau 1. Toleransi terhadap aktivitas 1. Terapi aktivitas
menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang a. Pertimbangkan kemampuan klien dalam berpartisipasi melalui
2. Daya tahan
harus atau yang ingin dilakukan kegiatan spesifik
3. Energy psikomotor b. Berkolaborasi dengan (ahli) terapis fisik, okupasi, dan terapis
Batasan karakteristik: rekreasional dalam perencanaan dan pemantauan program
1. Dispnea setelah beraktivitas Outcome tambahan untuk mengukur batasan aktivitas, jika memang diperlukan
2. Keletihan karakteristik c. Pertimbangkan komitmen klien untuk meningkatkan frekuensi
3. Ketidaknyamanan setelah beraktivitas 1. Keefektifan pompajantung dan jarak aktivitas
4. Perubahan elektrokardiogram (EKG) (mis., 2. Status jantung paru d. Bantu klien untuk memilih aktivitas dan pencapaian tujuan
aritmia, abnormalitas konduksi, iskemia) melalui aktivitas yang konsisten dengan kemampuan fisik,
3. Tingkat ketidaknyamanan
5. Respons frekuensi jantung abnormal fisiologis dan sosial
terhadap aktivitas 4. Konservasi energy e. Bantu klien untuk tetap focus pada kekuatan (yang dimilikinya)
6. Respons tekanan darah abnormal terhadap 5. Kelelahan: efek yang mengganggu dibandingkan dengan kelemahan (yang dimilikinya)
aktivitas 6. Tingkat kelelahan f. Dorong aktivitas kreatif yang tepat
Faktor yang berhubungan: 7. Status pernafasan: pertukaran gas g. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang diinginkan
1. Gaya hidup kurang gerak h. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang bermakna
2. Imobilitas 8. Istirahat i. Intruksikan pasien dan keluarga untuk melaksanakan aktivitas
3. Ketidakseimbangan antara suplai dan 9. Status perawatan diri yang diinginkan maupun yang (telah) diresepkan
kebutuhan oksigen 10.Perawatan diri: aktivitas sehari-hari (ADL) j. Bantu dengan aktivitas fisik secara teratur (misalnya, ambulasi,
4. Tirah baring transfer/berpindah, berputar dan kebersihan diri), sesuai dengan
11.Perawatan diri: instrumental aktivitas sehari-hari
kebutuhan.
(IADL) k. Berikan aktivitas motorik untuk mengurangi terjadinya kejang
12. Tanda-tanda vital otot
Outcome yang berkaitan dengan faktor yang l. Monitor respon emosi, fisik, sosial dan spiritual terhadap aktivitas
berhubungan atau oucome menengah m. Bantu klien dan keluarga memantau perkembangan klien
1. Ambulasi terhadap pencapaian tujuan (yang diharapkan)
2. Ambulasi: kursi roda 2. Peningkatan mekanika tubuh
a. Kaji komitmen pasien untuk belajar menggunakan postur tubuh
3. Kepuasan klien: bantuan fungsional
yang benar
4. Perilaku patuh: aktifitas yang disarankan b. Kaji pemahaman pasien mengenai mekanika tubuh dan latihan
5. Partisipasi latihan c. Instruksikan pada pasien untuk menghindari tidur dengan posisi
6. Konsekuensi imobilitas: fisiologi telungkup
7. Pergerakan d. Monitor perbaikan postur tubuh pasien
8. Status nutrisi: energy 3. Perawatan jantung: rehabilitasi
9. Status kesehatan pribadi 4. Manajemen energy
5. Manajemen lingkungan
10. Kebugaran fisik
a. Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien
11. Status pernafasan b. Damping pasien selama tidak ada kegiatan bangsal
12. Manajemen diri: asma c. Letakakan benda yang sering digunakan dalam jangkaun pasien
13. Manajemen diri: penyakit jantung d. Sediakan tempat tidur dan lingkungan yang bersih dan nyaman
14. Manajemen diri: multiple sklerosis 6. Peningkatan latihan: latihan kekuatan
15. Manajemen diri: osteoporosis 7. Bantuan pemeliharaan rumah
8. Manajemen alam perasaan
9. Bantuan perawatan diri
10. Bantuan perawatan diri: IADL
11. Perawatan diri: transfer
12. Peningkatan tidur
13. Pengajaran: peresepan latihan
Pilihan intervensi tambahan:
1. Terapi bantuan hewan
2. Manajemen disritmia
3. Manajemen lingkungan: kenyamanan
4. Peningkatan latihan
a. Hargai keyakinan individu terkait latihan fisik
b. Gali hambatan untuk melakukan latihan
c. Dukung individu untuk memulai atau melanjutkan latihan
d. Lakukan latihan bersama individu jika diperlukan
5. Peningkatan latihan: peregangan
6. Terapi latihan: ambulasi
7. Terapi latihan: keseimbangan
8. Terapi latihan: pergerakan sendi
9. Terapi latihan: control otot
10. Peningkatan keterlibatan keluarga
11. Manajemen pengobatan
12. Fasilitasi meditasi
13. Terapi music
14. Pengaturan tujuan saling menguntungkan
15. Manajemen nutrisi
16. Terapi oksigen
17. Manajemen nyeri
18. Relaksasi otot progresif
a. Pilih lingkungan yang nyaman
b. Instruksikan pasien menggunakan pakaian yang nyaman dan
tidak ketat
c. Instruksikan pasien untuk melakukan relaksasi rahang
19. Bantuan penghentian merokok
20. Dukungan spiritual
21. Fasilitasi kunjungan
22. Manajemen berat badan
6. Risiko penurunan curah jantung  Mempertahankan tekanan darah dalam rentang 1. Pantau tekanan darah.
Definisi: Rentan terhadap ketidakadekuatan jantung 2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan individu yang dapat diterima. 3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas.
metabolisme tubuh, yang dapat mengganggu 4. Amati warna kulit, kelembaban suhu, dan masa pengisian kapiler.
kesehatan.  Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung 5. Catat edema umum/tertentu.
Faktor risiko:
stabil dalam rentang dan pasien. 6. Beri lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktifitas/keributan
1. Perubahan afterload
2. Perubahan frekuensi jantung lingkungan dan batasi jumlah pengunjung dan lamannya tinggal.
3. Perubahan irama jantung 7. Pertahankan pembatasan aktifitas (jadwal istirahat tanpa gangguan,
istirahat di tempat tidur/kursi), bantu pasien melakukan aktifitas
4. Perubahan kontraktilitas perawatan diri sesuai kebutuhan.
5. Perubahan preload 8. Lakukan tindakan yang nyaman (pijatan punggung dan leher,
6. Perubahan volume sekuncup meninggikan kepala tempat tidur).
9. Anjurkan tehnik relaksasi, distraksi, dan panduan imajinasi.
10. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah.
11. Kolaborasi dalam pemberian obat-obat sesuai indikasi seperti:
Diuretik tiazoid: diuril, esidrix, bendroflumentiazoid
12. Kolaborasi dalam memerikan pembatasan cairan dan diet natrium
sesuai indikasi.
13. Siapkan untuk pembedahan bila ada indikasi.

7. Risiko jatuh NOC Intervensi keperawatan yang disarankan untuk menyelesaikan


Definisi: rentan terhadap peningkatan masalah:
resiko jatuh yang dapat menyebabkan 1. Trauma risk for
bahaya fisik dan gangguan kesehatan 2. Injury risk for 1. Pembatasan area
Faktor risiko:
2. Peningkatan mekanika tubuh
Dewasa: Kriteria hasil:
a. Kaji komitmen pasien untuk belajar menggunakan postur tubuh
1. Penggunaan alat bantu (mis., walker,
1. Keseimbangan: kemampuan untuk yang benar
tongkat, kursi roda)
b. Kaji pemahaman pasien mengenai mekanika tubuh dan latihan
2. Prosthesis eksremitas bawah mempertahankan ekuilibrium c. Instruksikan pada pasien untuk menghindari tidur dengan posisi
3. Riwayat jatuh
2. Perilaku keselamatan pribadi telungkup
4. Tinggal sendiri
d. Monitor perbaikan postur tubuh pasien
5. Usia ≥ 65 tahun
3. Kejadian jatuh: tidak ada kejadian jatuh 3. Manajemen demensia
Anak:
1. Jenis kelamin laki-laki berusia < 1 tahun 4. Pengetahuan: keamanan pribadi 4. Manajemen demensia: memandikan
2. Kurang pengawasan 5. Manajemen lingkungan: Keselamatan
3. Kurangnya pengekang pada mobil 5. Gerakan terkoordinasi: kemampuan otot untuk 6. Terapi latihan: keseimbangan
4. Tidak ada pagar pada tangga 7. Terapi latihan: control otot
bekerja sama secara volunteer untuk
5. Tidak ada terali pada jendela 8. Pencegahan jatuh
6. Usia ≤ 2 tahun melakukan gerakan yang bertujuan. a. Identifikasi kekurangan baik kognitif atau fisik dari pasien
Kognitif: yang mungkin meningkatkan potensi jatuh pada lingkungan
Gangguan fungsi kognitif tertentu
Lingkungan: b. Identifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi risiko
1. Lingkungan yang tidak terorganisasi
jatuh
2. Kurang pencahayaan
c. Kaji ulang riwayat jatuh bersamadengan pasien dan keluarga
3. Kurang material antislip di kamar d. Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang mungkin
mandi meningkatkan potensi jatuh
4. Penggunaan restrain e. Monitor gaya berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan
5. Penggunaan karpet yang tidak dengan ambulasi
rata/terlipat f. Tanyakan pasien mengenai persepsi keseimbangan, dengan
6. Ruang yang tidak dikenal
tepat
7. Pemajanan pada kondisi cuaca tidak
aman (mis., lantai basah, es) g. Sarankan perubahan gaya berjalan pada pasien
Agens farmaseutikal: h. Ajarkan pasien untuk beradaptasi terhadap modifikasi gaya
1. Penggunaan alcohol berjalan yang disarankan
2. Agens farmaseutikal i. Bantu ambulasi individu yang memiliki ketidakseimbangan
Fisiologis: j. Sediakan alat bantu untuk menyeimbangkan gaya berjalan
1. Anemia k. Dukung pasien untuk menggunakan tongkat atau walker,
2. Arthritis dengan tepat
3. Deficit proprioseptif l. Rawat alat bantu dalam kondisi siap pakai
4. Diare m. Kunci kursi roda, tempat tidur atau brankar selama
5. Gangguan keseimbangan melakukan pemindahan pasien
6. Gangguan mendengar
n. Letakkan benda dalam jangkauan pasien
7. Gangguan mobilitas
8. Gangguan pada kaki o. Instruksikan pasien untuk memanggil bantuan terkait
9. Gangguan visual pergerakan, dengan tepat
10. Hipotensi ortostatik p. Ajarkan pasien bagaimana jika jatuh, untuk meminimalkan
11. Inkotinensia cedera
12. Kesulitan gaya berjalan q. Jawab panggilan lampu pemanggil segera
13. Mengantuk r. Bantu eliminasi dengan frekuensi dan interval terjadwal
14. Neoplasma s. Sediakan pencahayaan yang cukup dalam rangka
15. Neuropati meningkatkan pandangan
16. Penurunan kekuatan ekstremitas bawah t. Sediakan permukaan lantai yang tidak licin dan anti selip
17. Penyakit vascular u. Lakukan program latihan fisik rutin yang meliputi berjalan
18. Periode pemulihan pasca operasi
v. Orientasikan pasien pada lingkungan fisik
19. Perubahan kadar gula darah
20. Pusing saat mengekstensikan leher 9. Manajemen pengobatan
21. Pusing saat menolehkan leher 10. Pengaturan posisi
22. Sakit akut 11. Pengaturan posisi: kursi roda
23. Urgensi berkemih 12. Identifikasi risiko
13. Pencegahan kejang
14. Bantuan perawatan diri: eliminasi
15. Perawatan diri: transfer
16. Pengajaran: keselamatan bayi 0-3 bulan
17. Pengajaran: keselamatan bayi 4-6 bulan
18. Pengajaran: keselamatan bayi 7-9 bulan
19. Pengajaran: keselamatan bayi 10-12 bulan
20. Pengajaran: keselamatan bayi 13-18 bulan
21. Pengajaran: keselamatan bayi 19-24 bulan
22. Pengajaran: keselamatan bayi 25-36 bulan
23. Transfer
24. Bantuan perawatan diri
25. Monitor tanda tanda vital
Pilihan intervensi tambahan:
1. Manajemen saluran cerna
2. Perawatan sirkulasi: insufisiensi arteri
3. Perawatan sirkulasi: insufisiensi vena
4. Stimulasi kognitif
5. Peningkatan komunikasi: kurang pendengaran
6. Peningkatan komunikasi: kurang penglihatan
7. Manajemen delirium
8. Manajemen diare
9. Peningkatan latihan
10. Peningkatan latihan: laihan kekuatan
11. Peningkatan latihan: peregangan
12. Terapi latihan: ambulasi
13. Terapi latihan: pergerakan sendi
14. Manajemen hipoglikemia
15. Manajemen nyeri
16. Bantuan perawatan diri
17. Peningkatan tidur
D. Implementasi
Dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah disusun
E. Evaluasi
Dx. Keperawatan Evaluasi Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola napas b.d. hiperventilasi, keletihan, 1. Pola napas efektif, Respon penyapihan ventilasi mekanik: dewasa, Status
nyeri, obesitas, ansietas. pernafasan, Status pernafasan: ventilasi
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d. hipertensi, gaya 2. Perfusi jaringan baik, CRT < 3 detik, turgor kulit elastis
hidup kurang gerak, merokok. 3. Cairan seimbang, edema tidak ada
3. Kelebihan volume cairan b.d. gangguan mekanisme regulasi, 4. Nyeri pasien terkontrol. Klien melaporkan nyeri berkurang. Ekspresi wajah
kelebihan asupan natrium, kelebihan asupan cairan. rileks. Berpartisipasi dalam aktivitas dengan tepat.
4. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera (biologis, fisik, 5. Dapat beraktivitas secara mandiri, ADL terpenuhi, Toleransi terhadap aktivitas,
kimiawi). Daya tahan, Energy psikomotor

5. Intoleransi aktivitas b.d. ketidakseimbangan antara suplai dan 6. Tidak terjadi penurunan curah jantung, Mempertahankan tekanan darah

kebutuhan oksigen, gaya hidup kurang gerak. dalam rentang individu yang dapat diterima, Memperlihatkan irama dan

6. Resiko penurunan curah jantung b.d. perubahan afterload. frekuensi jantung stabil dalam rentang dan pasien.

7. Resiko jatuh b.d. gangguan visual, penyakit vascular. 7. Klien tidak mengalami jatuh. Gerakan terkoordinasi. Perilaku keselamatan
diri
Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth. (2012). Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, EGC:
Jakarta.
Bulechek, G.M., Butcher, H.K, Dochterman, J.M, & Wagner, C.M. (2016). Nursing
Interventions Classification (NIC) Edisi Keenam. Mocomedia: Yogyakarta.
Herdman, T. Heather. (2015). Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan:
Definisi & Klasifikasi 2015-2017. EGC: Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. (2010). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aeculapius FKUI:
Jakarta.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes
Classification (NOC) Edisi Kelima. Mocomedia: Yogyakarta.
Murwani, A. (2009). Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Mitra Cendikia:
Yogyakarta.
Nugroho, T. (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan Penyakit
Dalam. Nuha Medika: Yogyakarta.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. (2015). Asuhan Keperawatan Praktis,
Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam Berbagai Kasus,
Edisi Revisi Jilid 2. Mediaction: Yogyakarta.
Pudiastuti, R.D. (2011). Penyakit Pemicu Stroke. Nuha Medika: Yogyakarta.
Smeltzer, C. Suzanne & Bare, Brenda G. (2012). Keperawatan Medikal-Bedah edisi
8 volume 2. EGC: Jakarta.
Syaifuddin. (2014). Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan.
Salemba Medika : Jakarta

American Heart Association, 2005. Guidelines for cardiopulmonary resuscitation and


emergency cardiovascular care: Pediatric advanced life support. Circulation,
Volume 112, pp. 167-187.

Chun, T. U. H. & Van Hare, G. F., 2004. Advances in the approach to treatment of
supraventricular tachycardia in the pediatric population. Current Cardiology
Reports, Volume 6, pp. 322-326.

Delacrétaz, E., 2006. Supraventricular Tachycardia. New England Journal of


Medicine, 354(10), pp. 1039-1051.

Link, M. S., 2012. Evaluation and Initial Treatment of Supraventricular Tachycardia.


The New England Journal of Medicine, 367(15), pp. 1438-1448.

Manole, M. D. & Saladino, R. A., 2007. Emergency Department Management of the


Pediatric Patient With Supraventricular Tachycardia. Pediatric Emergency
Care, 23(3), pp. 176-189.

Moghaddam, M. Y. A., Dalili, S. M. & Emkanjoo, Z., 2008. Efficacy of Adenosine


for Acute Treatment of Supraventricular Tachycardia in Infants and Children.
The Journal of Tehran University Heart Center, Volume 3(3), pp. 157-162.
Schlechte, E. A., Boramanand, N. & Funk, M., 2008. Supraventricular Tachycardia in
the Pediatric Primary Care Setting: Agerelated Presentation, Diagnosis, and
Management. Journal of Pediatric Health Care, 22(5), pp. 289-299.

Anda mungkin juga menyukai