Anda di halaman 1dari 18

Referat

OTOMIKOSIS

Oleh :

Nindya Aliza NIM I4A012005


Oktaviana Sidabutar NIM I4A012018
Muhammad Nizar NIM I4A012071

Pembimbing :
dr. Ida Bagus, Sp. THT-KL

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT THT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM-RSUD ULIN
BANJARMASIN
April, 2017
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................... 3

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA...................... 3

2.2 DEFINISI......................................................................... 7

2.3 EPIDEMIOLOGI............................................................. 8

2.4 ETIOLOGI....................................................................... 8

2.5 GEJALA KLINIS............................................................ 10

2.6 DIAGNOSIS.................................................................... 11

2.7 PENATALAKSANAAN................................................. 12

2.8 KOMPLIKASI................................................................. 14

2.9 PROGNOSIS................................................................... 14

BAB III PENUTUP.............................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Fungi, (bahasa latin dari jamur), adalah organism eukariotik, pembawa

spora, hanya sedikit mengandung klorofil, dan bereproduksi baik secara seksual

maupun aseksual.1

Otomikosis atau Otitis Eksterna yang disebabkan oleh jamur (fungal otitis

externa) digambarkan sebagai infeksi akut, subakut maupun kronik oleh jamur yang

menginfeksi epitel skuamosa pada kanalis auditorius eksternus dengan komplikasi

yang jarang melibatkan telinga tengah. Walaupun sangat jarang mengancam jiwa,

proses penyakit ini sering menyebabkan keputusasaan baik pada pasien maupun

ahli telinga hidung tenggorok karena lamanya waktu yang diperlukan dalam

pengobatan dan tindak lanjutnya, begitu juga dengan angka rekurensinya yang

begitu tinggi.2

Otomikosis adalah suatu bentuk penyakit yang umum ditemukan diseluruh

belahan dunia. Frekuensinya bervariasi tergantung pada perbedaan zona geografik,

faktor lingkungan, dan juga waktu. 3

Otomikosis adalah satu dari gejala umum yang sering dijumpai pada klinik-

klinik THT dan prevalensinya mencapai 9 % dari keseluruhan pasien yang

menunjukkan gejala dan tanda otitis eksterna. Walaupun terdapat perdebatan

pendapat bahwa jamur sebagai penyebab infeksi, melawan pendapat lain yang

menyatakan adanya koloni berbagai macam spesies sebagai respon host yang

immunocompromise terhadap infeksi bakteri, kebanyakan studi laboratorium dan

1
pengamatan secara klinis mendukung otomikosis sebagai penyebab patologis yang

sebenarnya, dengan Candida dan Aspergillus sebagai spesies jamur yang terbanyak

diperoleh dari isolatnya.2

Banyak faktor yang dikemukakan sebagai predisposisi terjadinya

otomikosis, termasuk cuaca yang lembab, adanya serumen, instrumentasi pada

telinga, status pasien yang immunocompromised , dan peningkatan pemakaian

preparat steroid dan antibiotik topikal. Pengobatan yang direkomendasikan

meliputi debridement lokal, penghentian pemakaian antibiotik topikal dan anti

jamur lokal atau sistemik. Berikut ini akan dibahas tentang anatomi telinga itu

sendiri, karakteristik, gejala klinis, faktor-faktor predisposisi, dan komplikasi dari

otomikosis, sehingga kita dapat mendiagnosa dan memberi pengobatan secara cepat

dan tepat.2

Semoga referat ini dapat berguna bagi penyusun maupun pembaca untuk

lebih mengetahui tentang difinisi, etiologi, factor penyebab,gejala klinis,

komplikasi ,penanganan dan prognosis.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA

Telinga di bagi atas 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, telinga dalam.

gambar 2.1 anatomi telinga


A. Telinga luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran

timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga

berbentuk huruf S, dan tangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan

dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang, dengan panjang 2,5 – 3 cm.

Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen

(modifikasi kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh

kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar

3
serumen. Serumen memiliki sifat antimikotik dan bakteriostatik dan juga repellant

terhadap serangga.4

Serumen terdiri dari lemak (46-73 %), protein, asam amino, ion-ion mineral,

dan juga mengandung lisozim, immunoglobulin, dan asam lemak tak jenuh rantai

ganda. Asam lemak ini menyebabkan kulit yang tak mudah rapuh sehingga

menginhibisi pertumbuhan bakteri. Oleh karena komposisi hidrofobiknya, serumen

dapat membuat permukaan kanal menjadi impermeable, kemudian mencegah

terjadinya maserasi dan kerusakan epitel.4

Otomikosis sendiri merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur yang

terjadi di telinga bagian luar, yang terkadang disebabkan oleh ketiadaan serumen.3

B. Telinga tengah

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :

Batas luar : membran timpani

Batas depan : tuba eustachius

Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)

Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis.

Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)

Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontalis,

kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window) dan tingkap bundar (round window)

dan promontorium.4

Membrana timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang

telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars

flaksida (membran sharpnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran

4
propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel

kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel

mukosa saluran nafas. Pars tensa mempunyai satu lagi di tengah, yaitu lapisan yang

terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di

bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. Tulang pendengaran didalam telinga

saling berhubungan . Prosessus longus maleus melekat pada membran timpani,

maleus melekat dengan inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada

tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang

pendengaran merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga

tengah yang menghubungkan daerah nasofaring, dengan telinga tengah.4

C. Telinga tengah

gambar 2.2. Ear diagram

Telinga dalam terdiri dari koklea ( rumah siput ) yang berupa dua setengah

lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau

5
puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani

dengan skala vestibuli.4

Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan

membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea, tampak

skala vestibuli disebelah atas, skala timpani disebelah bawah, dan skala media

diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi cairan perilimfa, sedangkan

skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat pada perilimfa berbeda

dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut

dengan membrane vestibuli (Reissner’s membrane), sedangkan dasar skala media

adalah membran basalis. Pada membran ini terletak Organ corti. Pada skala media

terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada

membran basalis melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut

luar, dan kanalis Corti, yang membentuk Organ Corti.4

Telinga berfungsi sebagai indra pendengaran. Adapun fisiologi

pendengaran adalah sebagai berikut : Proses mendengar diawali dengan

ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang

dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan

membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang

pendengaran yang akan mengamplifikasikan getaran melalui daya ungkit tulang

pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap

lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasikan ini akan diteruskan ke stapes

yang menggerakkan tingkap lonjong, sehingga perilimfa pada skala vestibuli

bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong

6
endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan

membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan

terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi

pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses

depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps

yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius sampai ke korteks

pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.4

2.2. DEFINISI

Otomikosis (dikenal juga dengan Singapore Ear), adalah infeksi telinga


yang disebabkan oleh jamur, atau infeksi jamur, yang superficial pada kanalis
auditorius eksternus.4
Otomikosis ini sering dijumpai pada daerah yang tropis. Infeksi ini dapat
bersifat akut dan subakut, dan khas dengan adanya inflammasi, rasa gatal, dan
ketidaknyamanan. Mikosis ini menyebabkan adanya pembengkakan, pengelupasan
epitel superfisial, adanya penumpukan debris yang berbentuk hifa, disertai
suppurasi, dan nyeri.5

gambar 2.3. otomikosis

7
2.3. EPIDEMIOLOGI

Angka insidensi otomikosis tidak diketahui, tetapi sering terjadi pada daerah

dengan cuaca yang panas, juga pada orang-orang yang senang dengan olah raga air.

1 dari 8 kasus infesi telinga luar disebabkan oleh jamur. 90 % infeksi jamur ini

disebabkan oleh Aspergillus spp, dan selebihnya adalah Candida spp. Angka

prevalensi Otomikosis ini dijumpai pada 9 % dari seluruh pasien yang mengalami

gejala dan tanda otitis eksterna. Otomikosis ini lebih sering dijumpai pada daerah

dengan cuaca panas, dan banyak literatur menyebutkan otomikosis berasal dari

negara tropis dan subtropis. Di United Kingdom (UK), diagnosis otitis eksterna

yang disebabkan oleh jamur ini sering ditegakkan pada saat berakhirnya musim

panas.6

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ali Zarei tahun 2006, Otomikosis

dijumpai lebih banyak pada wanita (terutama ibu rumah tangga) daripada pria.

Otomikosis biasanya terjadi pada dewasa, dan jarang pada anak-anak. Pada

penelitian tersebut, dijumpai otomikosis sering pada remaja laki-laki, yang juga

sesuai dengan yang dilaporkan oleh peneliti lainnya.7

Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hueso,dkk, dari 102

kasus ditemukan 55,8 % nya merupakan lelaki, sedangkan 44,2% nya merupakan

wanita.3

2.4. ETIOLOGI

Faktor predisposisi terjadinya otitis eksterna, dalam hal ini otomikosis,

meliputi ketiadaan serumen, kelembaban yang tinggi, peningkatan temperature, dan

trauma lokal, yang biasanya sering disebabkan oleh kapas telinga (cotton buds) dan

8
alat bantu dengar. Serumen sendiri memiliki pH yang berkisar antara 4-5 yang

berfungsi menekan pertumbuhan bakteri dan jamur. Olah raga air misalnya

berenang dan berselancar sering dihubungkan dengan keadaan ini oleh karena

paparan ulang dengan air yang menyebabkan keluarnya serumen, dan keringnya

kanalis auditorius eksternus. Bisa juga disebabkan oleh adanya prosedur invasif

pada telinga. Predisposisi yang lain meliputi riwayat menderita eksema, rhinitis

allergika, dan asthma.6

Infeksi ini disebabkan oleh beberapa spesies dari jamur yang bersifat

saprofit, terutama Aspergillus niger. Agen penyebab lainnya meliputi A. flavus, A.

fumigatus, Allescheria boydii, Scopulariopsis, Penicillium, Rhizopus, Absidia, dan

Candida Spp. Sebagai tambahan, otomikosis dapat merupakan infeksi sekunder

dari predisposisi tertentu misalnya otitis eksterna yang disebabkan bakteri yang

diterapi dengan kortikosteroid dan berenang.7,8

Banyak faktor yang menjadi penyebab perubahan jamur saprofit ini mejadi

jamur yang patogenik, tetapi bagaimana mekanismenya sampai sekarang belum

dimengerti. Beberapa dari faktor dibawah ini dianggap berperan dalam terjadinya

infeksi, seperti perubahan epitel, peningkatan kadar pH, gangguan kualitatif dan

kuantitatif dari serumen, faktor sistemik (seperti gangguan imun tubuh,

kortikosteroid, antibiotik, sitostatik, neoplasia), faktor lingkungan (panas,

kelembaban), riwayat otomikosis sebelumnya, Otitis media sekretorik kronik, post

mastoidektomi, atau penggunaan substansi seperti antibiotika spectrum luas pada

telinga.3

9
Aspergillus niger dilaporkan sebagai penyebab paling terbanyak dari

otomikosis ini. Pada dua penelitian di Babol dan barat laut Iran, A.niger dilaporkan

sebagai penyebab utama. Ozcan dkk, dan Hurst melaporkan A.niger , juga sebagai

penyebab terbanyak otomikosis di Turki dan Australia. Tetapi, Kaur, dkk,

menemukan bahwa A.fumigatus sebagai penyebab terbanyak diikuti dengan

A.niger. Spesies Aspergillus lainnya yang dihubungkan dengan otomikosis adalah

A.flavus. Penicillum juga dilaporkan oleh Pavalenko. Jamur lainnya yang

berhubungan dengan terjadinya otomikosis adalah C.albicans dan C. parapsilosis.

Pada penelitian yang dilakukan Ali Zarei di Pakistan Tahun 2006, dijumpai A.niger

sebagai penyebab utama diikuti dengan A.flavus.7,8

Aspergillus niger, juga telah dilaporkan sebagai penyebab otomikosis pada

pasien immunokompromis, yang tidak berespon terhadap berbagai regimen terapi

yang telah diberikan. (aspergillus otomikosis).8

2.5. GEJALA KLINIS

Gejala klinik yang dapat ditemui hampir sama seperti gejala otitis eksterna

pada umumnya yakni otalgia dan otorrhea sebagai gejala yang paling banyak

dijumpai, kemudian diikuti dengan kurangnya pendengaran, rasa penuh pada

telinga dan gatal.2

Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Tang Ho,et al pada tahun 2006,

yakni dari 132 kasus otomikosis didapati persentase masing- masing gejala

otomikosis sebagai berikut :

10
Simptom Jumlah Persentase ( % )
Pasien ( n )
Otalgia 63 48
Otorrhea 63 48
Kehilangan pendengaran 59 45
Rasa penuh pada telinga 44 33
Gatal 20 23
Tinnitus 5 4

gambar 2.4. tabel presentase masing-masing gejala otomikosis


(Tang Ho, et al, 2006)2

Pada liang telinga akan tampak berwarna merah, ditutupi oleh skuama, dan

kelainan ini ke bagian luar akan dapat meluas sampai muara liang telinga dan daun

telinga sebelah dalam. Tempat yang terinfeksi menjadi merah dan ditutupi skuama

halus. Bila meluas sampai kedalam, sampai ke membran timpani, maka akan dapat

mengeluarkan cairan serosanguinos.8

Pada pemeriksaan telinga yang dicurigai otomikosis, didapati adanya

akumulasi debris fibrin yang tebal, pertumbuhan hifa berfilamen yang berwana

putih dan panjang dari permukaan kulit, hilangnya pembengkakan signifikan pada

dinding kanalis, dan area melingkar dari jaringan granulasi diantara kanalis

eksterna atau pada membran timpani.6

2.6. DIAGNOSIS

Diagnosa didasarkan pada :

Anamnesis.

11
Adanya keluhan nyeri di dalam telinga, rasa gatal, adanya secret yang keluar

dari telinga. Yang paling penting adalah kecenderungan beraktifitas yang

berhubungan dengan air, misalnya berenang, menyelam, dan sebagainya.9

Gejala Klinik.

Yang khas, terasa gatal atau sakit di liang telinga dan daun telinga menjadi

merah, skuamous dan dapat meluas ke dalam liang telinga sampai 2/3 bagian luar.

Didapati adanya akumulasi debris fibrin yang tebal, pertumbuhan hifa berfilamen

yang berwana putih dan panjang dari permukaan kulit.9

Pemeriksaan Laboratorium

Preparat langsung : skuama dari kerokan kulit liang telinga diperiksa dengan

KOH 10 % akan tampak hifa-hifa lebar, berseptum, dan kadang-kadang dapat

ditemyukan spora-spora kecil dengan diameter 2-3 u.9

Pembiakan : Skuama dibiakkan pada media Agar Saboraud, dan dieramkan pada

suhu kamar. Koloni akan tumbuh dalam satu minggu berupa koloni filament

berwarna putih. Dengan mikroskop tampak hifa-hifa lebar dan pada ujung-ujung

hifa dapat ditemukan sterigma dan spora berjejer melekat pada permukaannya.9

Otomikosis dapat didiagnosa banding dengan otitis eksterna yang

disebabkan oleh bakteri, kemudian dengan dermatitis pada liang telinga yang sering

memberikan gejala – gejala yang sama.9

2.7. PENATALAKSANAAN

Pengobatan ditujukan untuk menjaga agar liang telinga tetap kering , jangan

lembab, dan disarankan untuk tidak mengorek-ngorek telinga dengan barang-

12
barang yang kotor seperti korek api, garukan telinga, atau kapas. Kotoran-kotoran

telinga harus sering dibersihkan.8

Pengobatan yang dapat diberikan seperti :

Larutan asam asetat 2-5 % dalam alkohol yang diteteskan kedalam liang

telinga biasanya dapat menyembuhkan.4

Tetes telinga siap beli seperti VoSol (asam asetat nonakueus 2 %), Cresylate

(m-kresil asetat) dan Otic Domeboro (asam asetat 2 %) bermanfaat bagi banyak

kasus.4

Larutan timol 2 % dalam spiritus dilutes (alkohol 70 %) atau meneteskan

larutan burrowi 5 % satu atau dua tetes dan selanjutnya dibersihkan dengan

desinfektan biasanya memberi hasil pengobatan yang memuaskan.6

Dapat juga diberikan Neosporin dan larutan gentian violet 1-2 %.8

Akhir-akhir ini yang sering dipakai adalah fungisida topikal spesifik, seperti

preparat yang mengandung nystatin , ketokonazole, klotrimazole, dan anti jamur

yang diberikan secara sistemik.2,4,8

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penggunaan anti jamur tidak secara

komplit mengobati proses dari otomikosis ini, oleh karena agen-agen diatas tidak

menunjukkan keefektifan untuk mencegah otomikosis ini relaps kembali. Hal ini

menjadi penting untuk diingat bahwa, selain memberikan anti jamur topikal, juga

harus dipahami fisiologi dari kanalis auditorius eksternus itu sendiri, yakni dengan

tidak melakukan manuver-manuver pada daerah tersebut, mengurangi paparan

dengan air agar tidak menambah kelembaban, mendapatkan terapi yang adekuat

ketika menderita otitis media, juga menghindari situasi apapun yang dapat merubah

13
homeostasis lokal. Kesemuanya apabila dijalankan dengan baik, maka akan

membawa kepada resolusi komplit dari penyakit ini.3

2.8. KOMPLIKASI

Komplikasi dari otomikosis yang pernah dilaporkan adalah perforasi dari

membran timpani dan otitis media serosa, tetapi hal tersebut sangat jarang terjadi,

dan cenderung sembuh dengan pengobatan. Patofisiologi dari perforasi membran

timpani mungkin berhubungan dengan nekrosis avaskular dari membran timpani

sebagai akibat dari trombosis pada pembuluh darah. Angka insiden terjadinya

perforasi membran yang dilaporkan dari berbagai penelitian berkisar antara 12-16

% dari seluruh kasus otomikosis. Tidak terdapat gejala dini untuk memprediksi

terjadinya perforasi tersebut, keterlibatan membran timpani sepertinya merupakan

konsekuensi inokulasi jamur pada aspek medial dari telinga luar ataupun

merupakan ekstensi langsung infeksi tersebut dari kulit sekitarnya.2

2.9. PROGNOSIS

Umumnya baik bila diobati dengan pengobatan yang adekuat. Pada saat

terapi dengan anti jamur dimulai, maka akan dimulai suatu proses resolusi

(penyembuhan) yang baik secara imunologi. Bagaimanapun juga, resiko

kekambuhan sangat tinggi, jika faktor yang menyebabkan infeksi sebenarnya tidak

dikoreksi, dan fisiologi lingkungan normal dari kanalis auditorius eksternus masih

terganggu. 1

14
BAB III

PENUTUP

Otomikosis adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur baik bersifat akut, sub

akut, maupun kronik yang terjadi pada liang telinga luar (kanalis auditorius

eksternus).4

Gejala dari otomikosis dapat berupa nyeri pada telinga, keluarnya secret

(otorrhea), gatal, sampai berkurangnya pendengaran.4

Faktor predisposisi yang menyebabkannya meliputi ketiadaan serumen,

kelembaban yang tinggi karena sering beraktifitas dalam air seperti berenang, dan

penggunaan kortikosteroid, dan anti mikroba pada infeksi sebelumnya.9

Spesies yang paling terbanyak menyebabkan infeksi ini adalah dari genus

Aspergillum dan Candida.4

Pengobatan dengan menjaga kebersihan telinga, mengurangi kelembaban dan

faktor-faktor predisposisinya, dan pemakaian anti fungal baik secara lokal maupun

sistemik.8

15
DAFTAR PUSTAKA

1. K. Murat Ozcan, Muge Ozcan, Aydin Karaarslan, Filiz Karaarslan.


Otomycosis In Turkey: Predisposing Factors, Aetiology And Therapy. The
Journal of Laryngology and Otology. 2009; 117 (1): 39-42.
2. Tang Ho, Jeffrey T Vrabec, Donald Yoo, Newton J Coker. Otomycosis :
Clinical Features And Treatment Implications. The Journal of
Otolaryngology-Head And Neck Surgery. 2006; 135 (5): 787-791.
3. P Hueso Gutirrez, S Jimenez Alvarez, E Gil-carcedo Sanudo, et al. Presumed
diagnosis : Otomycosis. Acta Otorrinolaringol Esp. 2005; 56 (5): 181-186.
4. Rusmarjono, Kartosoediro S. Odinofagi dalam : Soepardi E, Iskandar N (eds).
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga – Hidung - Tenggorok Kepala Leher.
Jakarta : FK UI. 2001.
5. Dixon, Bernard. Treating Swimmer's Ear. British Medical Journal. 1995; 8:
405.
6. Piercefield EW, Collier SA, Hlavsa MC, Beach MJ. Estimated Burden Of
Acute Otitis Externa - United States, 2003-2007. MMWR Morb Mortal
WklyRep. 2011;60(19): 605-9.
7. Ali Zarei Mahmoudabadi. Mycological Studies in 15 Cases of Otomycosis.
Pakistan Journal of Medical Sciences. 2006; 22 (4): 486-488.
8. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, dkk. Otomikosis dalam :
Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. 2001; 3 (1): 75.
9. Trelia Boel. Mikosis Superfisial. FKG USU. 2003: 1-14.

16

Anda mungkin juga menyukai