Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan

Kegiatan berpikir kita lakukan dalam keseharian dan kegiatan ilmiah. Berpikir

merupakan upaya manusia dalam memecahkan masalah. Berpikir ilmiah merupakan

berpikir dengan langkah – langkah metode ilmiah seperti perumusan masalah,

pengajuan hipotesis, pengkajian literatur, menjugi hipotesis, dan menarik kesimpulan.

Kesemua langkah – langkah berfikir dengan metode ilmiah tersebut harus didukung

dengan sarana yang baik sehingga diharapkan hasil yang baik pula. Sarana berpikir

ilmiah yang akan dibahas sekarang adalah proses bernalar dalam berpikir ilmiah.

Dewasa ini banyak mahasiswa yang sering melewatkan waktu luangnya tanpa

melakukan hal yang positif. Mereka kerap kali menghabiskan waktu senggang hanya

untuk pergi jalan-jalan dan bermain. Padahal masih banyak hal yang lebih positif

yang bisa dilakukan seperti halnya menulis laporan bab.

Sangat banyak manfaat yang dapat diperoleh dari menulis laporan bab, selain

sebagai informasi bagi orang lain, laporan bab juga bermanfaat bagi kita sebagai

mahasiswa. Diantaranya adalah melatih mengungkapkan pemikiran dan

menumbuhkan etos ilmiah. Didalam menulis karya ilmiah, atau bahkan dalam

berorasi, seseorang tidak lepas dari perumusan pendapat dan kesimpulan-kesimpulan.

1
Oleh karena itu, saya mencoba menulis laporan bab ini disamping sebagai tugas juga

ingin melatih mengungkapkan pikiran dan menumbuhkan etos ilmiah.

B. Pembatasan Penulisan

Pembatasan penulisan ini dimasudkan untuk lebih menyederhanakan hasil

dari pembahasan itu sendiri. Dalam hal ini memfokuskan permasalahan yang dibahas

dalam buku yang berjudul “Bahasa Indonesia Berbasis Kepenulisan Karya Ilmiah dan

Jurnal” karangan E.Kosasih dan Wawan Hermawan Bab VII tentang Bernalar

Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah dengan sub babnya yaitu, Pengertian, Jenis-jenis

Penalaran, dan Merumuskan Definisi dari halaman 150 sampai halaman 166.

Penarikan kesimpulan termasuk salah satu yang akan dibahas dalam laporan

bab kali ini, baik itu secara deduktif ataupun secara induktif. Disini akan dibahas

lebih mendalam agar dapat memberikan informasi lebih banyak.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang dani pembatasan masalah yang telah

disampaikan maka munculah beberapa perumusan masalah yang akan dibahas

diantaranya :

1. Apa pengertian penalaran?

2. Apa saja jenis-jenis dari penalaran?

3. Bagaimana cara merumuskan definisi?

2
D. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah tadi maka tujuan pembahasan disini adalah:

1. Mengetahui pengertian penalaran

2. Mengetahui jenis-jenis dari penalaran

3. Mengetahui cara merumuskan definisi

E. Manfaat Hasil Pembahasan

Manfaat yang diharapkan dari pembahasan ini adalah bisa memberikan

informasi kepada semua orang khususnya kepada mahasiswa mengenai Bernalar

Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah. Selain itu ada beberapa manfaat bagi penulis yaitu

selain melatih keterampilan dasar dalam menulis juga menambah wawasan dan juga

pengetahuan.

3
BAB II

ISI DESKRIFTIF

Bernalar Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah

Pengertian Jenis-jenis Merumuskan


Penalaran Penalaran Definisi

Definisi ilmiah
Penalaran secara Penalaran secara
deduksi induksi Jenis-jenis definisi

Jenis- Deduksi Hubungan kausal Formal


jenis yang
salah Dengan contoh
Silogisme
Sebab akibat Dengan
h
pemerian
Akibat sebab
Silogisme Entimen Dengan
Sebab akibat1 komparasi dan
akibat 2 kontras
e e
generalisasi Dengan sinonim
Kategorial
dan antonym
analogi
Hipotesis
Dengan aposisi
alternatif
Dengan asal-usul

Penggunaan definisi dalam penulisan karya ilmiah

4
 Pengertian Penalaran

Penalaran adalah suatu proses berpikir yang berusaha untuk menghubungkan

fakta-fakta dalam merumuskan sebuah kesimpulan. Dalam penarikan sebah

kesimpulan harus dilakukan dengan cermat dan dengan cara-cara yang benar, cara

penarikan kesimpulan ini disebut logika. Logika secara luas dapat diartikan sebagai

pengkajian untuk berpikir secara lugas namun bersifat abstrak dalam merumuskan

kesimpulan.

Pernyataan umum adalah pernyataan yang mewakili pernyataan-pernyataan

lain (kalimat Penjelas). Sedangkan pernyataan penjelas adalah kalimat atau

pernyataan yang menjelaskan, bisa berupa perincian-perincian dari kalimat utama

tersebut.

 Jenis-jenis Penalaran

Terdapat dua cara dalam bernalar, yaitu bernalar secara deduksi dan bernalar

secara induksi.

1. Bernalar secara deduksi

Bernalar secara deduksi adalah cara bernalar yang diawali dengan pernyataan

umum, kemudian diperjelas oleh kalimat selanjutnya yang lebih khusus. Dalam

5
merumuskan kesimpulan secara deduksi terdapat dua varian, yaitu silogisme dan

entimen.

1.1.Bentuk bernalar secara deduksi:

1.1.1. Silogisme

Silogisme adalah penalaran yang tidak langsung. Silogisme terdiri dari premis

umum (PU), premis khusus (PK) dan kesimpulan (K). Silogisme dikelompokkan

menjadi beberapa jenis, yakni sebagai berikut :

1.1.1.1.Silogisme kategorial

Silogisme kategorial terdiri atas pernyataan umum dan pernyataan khusus, lalu

pernyataan-pernyataan itu di dirumuskan dalam sebuah kesimpulan.

Contoh :

PU : Semua mahasiswa belajar oleh dosen

PK : Ahmad adalah mahasiswa

K : Ahmad belajar oleh dosen

1.1.1.2.Silogisme hipotesis

6
Silogisme hipotesis sama dengan silogisme kategorial, yaitu terdiri dari

premis umum, premis khusus dan kesimpulan. Namun bedanya dalam silogisme

hipotesis bersifat pengandaian karena ditandai dengan kata konjugasi “Jika” dalam

pernyataannya. Premis umum pada silogisme ini terdiri dari dari dua bagian. Bagian

pertama disebut antesenden dan bagian kedua disebut konsekuensi. Premis khusus

dari silogime ini mempunyai dua kemungkinan, yaitu sesuai atu tidak dengan yang

diandaikan pada premis umum.

Contoh:

PU : Jika saya lulus ujian, maka ibu senang

[antesenden] [konsekuensi]

PK : Saya lulus ujian

K : Ibu senang

1.1.1.3.Silogisme alternatif

Silogisme ini menggunakan pernyataan umum yang memiliki dua alternatif,

apabila alternatif satu itu dianggap benar menurut pernyataan khususnya, maka

alternatif yang lain itu salah.

Contoh:

7
PU : TV ini akan mati apabila kabelnya putus atau tombolnya rusak

PK : TV ini mati, tetapi kabelnya tidak putus

K : TV ini mati karena tombolnya rusak

1.1.2. Entimen

Entimen adalah pola penalaran yang rumusannya dinyatakan secara langsung.

Kesimpulan dalam entimen hanya berdasarkan satu premis saja. Oleh karena itu,

entimen juga disebut sebagai silogisme yang diperpendek.

Contoh entimen dari silogisme diatas : TV ini mati karena tombolnya yang rusak

bukan karena kabelnya yang putus.

1.2.Deduksi yang salah

Deduksi yang salah dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:

1.2.1. Kekeliruan dalam cara-cara merumuskannya

1.2.2. Pernyataannya tidak memenuhi syarat, misalnya karena semua pernyataan

negatif atau semua pernyataan bersifat khusus.

Contoh: orang sunda baik hati, Euis orang sunda. Jadi, tentulah Euis baik hati.

(ini tentu pernyataan yang salah, karena tidak semua orang sunda semuanya baik

hati)

8
2. Bernalar secara induksi

Bernalar secara induksi adalah cara bernalar yang diawali dengan pernyataan-

pernyataan khusus, kemudian dirangkum oleh kalimat selanjutnya yang bersifat

umum. Dalam merumuskan kesimpulan secara induksi terdapat tiga macam, yaitu

generalisasi, analogi, dan kausalitas.

2.1.Generalisasi

Generalisasi adalah cara bernalar yang memanfaatkan fakta-fakta yang

memiliki karakteristik untuk merumuskan kesimpulan yang bersifat umum.

Contoh:

Daging ayam mengandung protein

Daging sapi mengandung protein

Daging ikan mengandung protein

Jadi, semua daging hewan mengandung protein.

2.2.Analogi

Analogi adalah cara bernalar dengan membandingkan dua hal yang memiliki

sifat yang sama. Cara ini berasumsi apabila sesuatu memiliki banyak persamaan

9
dalam berbagai segi, maka persamaan itu akan ditemukan pula pada bidang

lainnya.

Contoh:

Orang yang semakin banyak ilmu, dia akan semakin rendah hati. Seperti

halnya padi yang semakin berisi, akan semakin merunduk.

2.3.Hubungan kausal

Hubungan kausal adalah pola penalaran yang meggunakan fakta-fakta yang

memiliki hubungan sebab akibat. Ada tiga pola hubungan kausalitas, yakni sebab

akibat, akibat sebab, dan sebab akibat-1 akibat-2.

2.3.1. Sebab akibat

Penalaran ini diawali dengan pernyataan sebab, kemudian menentukan akibat

yang ditimbulkan dari sebab itu dalam bentuk kesimpulannya. Contoh: Rani rajin

belajar, rani menjadi murid teladan.

2.3.2. Akibat sebab

Penalaran ini diawali dari pernyataan yang berupa akibat, kemudian akibat itu

diidentifikasi untuk dicarai penyebabnya yang ditulis dalam pernyataan

selanjutnya. Contoh: pagi tadi rumah pak Maman sepi, siangnya tamu yang dating

10
ke rumah pak Maman pulang lagi. Oleh karena itu, di rumah pak Maman pasti

tidak ada orang.

2.3.3. Sebab akibat-1 akibat-2

Penalaran ini diawali oleh pernyataan yang merupakan sebab yang

menimbulkan akibat-1, kemudian akibat-1 merupakan sebab terjadinya akibat-2,

dan seterusnya.

Contoh: oleh karena banyak kendaraan, lingkungan menjadi berpolusi. Akibat

dari lingkungan banyak polusi, maka banyak orang yang mengalami sakit, oleh

karenanya rumah sakit menjadi penuh,

 Merumuskan Definisi

Definisi adalah pernyataan secara konseptual mengenai suatu hal. Dalam

mendefinisikan sesuatu harusnya menyatakan karakteristik yang sesungguhnya dari

suatu konsep sehingga pembaca mendapatkan informai yang memuaskan.

1. Jenis-jenis Definisi

1.1.Definisi Formal

Definisi formal adalah definisi yang diungkapkan dalam satu pernyataan

langsung. Contoh: Klausa adalah kelompok kata yang hanya mengandung satu

predikat.

11
1.2.Definisi dengan Contoh

Definisi dengan contoh merupakan definisi formal, namun bedanya diperjelas

dengan contoh. Contoh: Klausa adalah kelompok kata yang hanya mengandung satu

predikat. Misalnya: Ayah menyuruh adik memanggil ibu

1.3.Definisi dengan Pemerian

Definisi dengan pemerian biasanya merupakan pernyataan dari jawaban

pertanyaan “Bagaimana”. Namun definisi ini memiliki kelemahan, yaitu memiliki

perbedaan dari konsep yang satu dengan konsep yang lainnya. Contoh: manga

adalah buah yang berbentuk bulat lonjong dengan warna kuning kehijauan dan

memiliki biji. Definisi itu tidak hanya dimiliki oleh manga, namun jeruk pun bisa

didefinisikan seperti itu.

1.4.Definisi dengan Komparasi dan Kontras

Definisi ini tidak memberikan suatu pernyataan yang tegas bagi kalimat yang

didefinisikan. Definisi ini kerapkali menggunakn majas , dan menuju ke

persamaan sederhana personifikasi.

Contoh:

Buaya bukan mamalia

12
Harapannya bagaikan pungguk merindukan bulan

1.5.Definisi dengan Sinonim dan Antonim

Definisi dengan sinonim merupakan definisi yang memanfaatkan persamaan dari

kata yang akan didefinisikan. Contoh: sepi dapat didefinisikan keadaan yang sunyi.

Definisi dengan antonim merupakan definisi yang memanfaatkan lawan dari kata

yang akan didefinisikan. Contoh: sepi dapat didefinisikan keadaan yang tidak ramai

1.6.Definisi dengan Aposisi

Definisi ini berpola menyisipkan kata atau frase secara singkat pada penggunaan

kalimat, dengan tujuan untuk memperjelas.

Contoh: Rani, teman sekolahku dulu, sekarang kuliah di UPI

1.7.Definisi dengan asal-usul

Definisi ini menyertakan asal-usul dari suatu kata guna untuk memperjelas kata

tersebut. Contoh: bilangan Avogadro adalah suatu bilangan yang ditemuka oleh

ilmuan yang bernama Avogadro.

2. Definisi Ilmiah

2.1.Definisi tidak boleh terlalu sempit atau terlalu luas dalam hal makna.

13
2.2.Definisi harus dinyatakan dalam kata yang jelas,tidak boleh samar-samar atau

bermakna kias

2.3.Definisi tidak boleh dinyatakan dalam bentuk sinonimnya

2.4.Definisi tidak boleh merupakan pengulangan kata dari kata yang akan

didefinisikan

2.5.Definisi tidak boleh dinyatakan dalam bentuk negatif kata yang akan

didefinisikan.

3. Penggunaan Definisi dalam Penulisan Karya Ilmiah

Penggunaan Definisi dalam Penulisan Karya Ilmiah dapat dilakukan dengan

cara mengutip definisi-definisi dari berbagai sumber dan penulis yang ahli.

Kemudian merangkum sebuah kesimpulan yang mewakili semua definisi yang

dikutip itu.

Kekeliruan yang sering terjadi dalam menulis kutipan definisi:

3.1.Terpaku hanya pada satu sumber

3.2.Mengutip tanpa menyertakan kesimpulan hasil pehaman sendiri

3.3.Menyimpulkan dengan pola yang seenaknya sendiri.

14
BAB III

PEMBAHASAN

A. Komentar

Isi dari bab VII ini mengenai bernalar sebagai sarana berpikir ilmiah menurut

saya sangat jelas dan sangat mendetail, karena banyak di sertakan contoh. Namun

dalam penggunaan kalimatnya termasuk penggunaan kalimat yang sulit untuk

dimengerti, rata-rata kalimat yang digunakan sulit dicerna karena jauh dari bentuk

kata-kata sendiri. Banyak kata dan kalimat yang diulang-ulang, sehingga terjadi

pemborosan kata. Dari segi penulisan ejaan sudah sebagian besar benar, seperti

penggunaan tanda baca dan penggunaan huruf kapital. Namun ada beberapa kata

yang dicetak miring padahal itu bukan merupakan kata asing. Saya paham itu

dimaksudkan untuk memperjelas, namun bisa dengan cara lain seperti diberi

tanda petik. Selain itu masih terdapat kata salah dalam pengetikannya, seperti

yang terdapat pada premis khusus dari silogisme alternatif pada halaman 157,

disana tertulis “Lampu ini minyaknya mati” seharusnya “Lampu temple ini mati”.

B. Penilaian

Pembahasan pada bab VII tentang bernalar sebagai sarana berpikir ilmiah

memberika informasi dan referensi yang sangat bermanfaat khususnya bagi

kalangan mahasiswa yang tidak lepas dari kegiatan menulis ilmiah. Pada bab ini

15
dijelaskan mengenai bagaimana membuat kesimpulan dan definisi yang baik,

yang dimana pembuatan kesimpulan dan definisi ini tidak lepas dari proses

menulis karya ilmiah oleh kalangan mahasiswa. Namun tidak usah khawatir, di

dalam bab ini dijelaskan sangat terperinci sehingga kemungkinan besar para

pembacanya bisa memahami apa yang dimaksud oleh penulis.

16
BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Dari uraian diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan diantaranya :

1. Penalaran adalah suatu proses berpikir yang berusaha untuk menghubungkan

fakta-fakta dalam merumuskan sebuah kesimpulan.

2. Terdapat dua cara dalam bernalar, yaitu bernalar secara deduksi dan bernalar

secara induksi. Bernalar secara deduksi adalah cara bernalar yang diawali

dengan pernyataan umum, kemudian diperjelas oleh kalimat selanjutnya yang

lebih khusus. Bernalar secara induksi adalah cara bernalar yang diawali

dengan pernyataan-pernyataan khusus, kemudian dirangkum oleh kalimat

selanjutnya yang bersifat umum.

3. Definisi adalah pernyataan secara konseptual mengenai suatu hal. Dalam

mendefinisikan sesuatu harusnya menyatakan karakteristik yang

sesungguhnya dari suatu konsep sehingga pembaca mendapatkan informai

yang memuaskan.

17
B. Saran

Dari laporan hasil membaca pada bab VII pada buku karangan E.Kosasih dan

Wawan Hermawan tentang Bernalar Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah, ada beberapa

hal yang ingin penulis sampaikan sebagai saran :

1. Akan lebih baik jika menggunakan kalimat yang mudah dicerna, dimana

kalimat-kalimatnya masih bisa dipahami oleh orang awam sekalipun. Ini

bertujuan agar lebih mudah dalam memahami isi dari bab VII tersebut.

2. Lebih baik jika tidak ada pengulangan kalimat-kalimat sebagai penjelas,

karena itu merupakan pemborosan kalimat dan berkesan berbelit-belit.

3. Dalam penulisan pada bab VII ini masih terdapat kalimat yang salah dalam

proses pengetikannya, akan lebih baik jika hal itu tidak terjadi.

18

Anda mungkin juga menyukai