PEMBAHASAN
Pembahasan Berdasarkan kasus keperawatan jiwa pada Tn.M (34 tahun) di ruang
Garuda RSJ. Radjiman Widiodiningrat didapatkan bahwa Pasien mengalami gangguan
persepsi sensoris: halusinasi pendengaran. Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan
jiwa dimana klien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2008). Menurut Yosept (2010)
menyatakan bahwa halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan
dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang “khayal”, halusinasi sebenarnya
merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang “teresepsi”. Pasien mengalami
halusinasi pendengaran. Menurut Yosept (2010) menyatakan bahwa halusinasi
pendengaran (suara, auditif, akutic) bisa berupa suara manusia, hewan, mesin, music atau
kejadian alam lainnya. Halusinasi pendengaran Biasanya suara tersebut ditujukan pada
penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar dan berdebat dengan suara-suara
tersebut. Karakteristik halusianasi pendengaran yang dirasakan oleh Pasien yaitu setiap
malam saat mulai terlelap, pasien mendengar suara “suara kuntilanak maupun genderuwo
yang memanggil manggil namanya. Pasien mengatakan bahwa suara itu muncul 2-3 kali
per hari dan ketika klien sendirian. Halusinasi disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor
predisposisi dan presipitasi. Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi
jenis dan jumlah sumber yang dapat digunakan individu untuk mengatasi stress selama
lebih dari 6 bulan. Faktor atau stresor presipitasi adalah stimulus yang dipersepsikan oleh
individu sebagai tantangan, ancaman atau tuntutan yang membutuhkan energi ekstra
untuk koping yang terjadi selama kurang dari 6 bulan (Stuart & Laraia, 2005; Agustarika,
2009). Faktor predisposisi yang dialami Pasien yaitu menurut perawat dan status pasien,
pasien pernah di rawat di RSJ tahun 2015 pada bulan Februari hingga Maret. Kemudian
kontrol pada tahun 2017, pasien kontrol di Puskesmas. Pada tahun 2018 pasien jarang
meminum obat sehingga kambuh dan MRS yang kedua kali. Sedangkan factor presipitasi
Pasien yaitu pasien kambuh sejak 6 hari dengan pasien baru kontrol ke RSJ pada tanggal
30 Mei 2018, tapi tidak mau minum obat, gejala tidak bisa tidur, marah-marah, bicara
sendiri, curiga suami selingkuh, mengatakan mendengar suara –suara, pasien juga
memain – mainkan stop kontak listrik, mondar –mandir, dan tidak mau mandi. Menurut
suami pasien, sejak awal bulan Juni, pasien banyak memikirkan masalah ekonomi, belum
bisa berbelanja untuk keperluan hari raya Idul Fitri, kemudian sempat beberapa kali,
pasien tidak meminum obatnya sehingga saat malam hari pasien gelisah, tidak bisa tidur,
marah-marah dan mondar-mandir. Kemudian oleh keluarga pasien dibawa ke RSJ.
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi yaitu bicara
sendiri, senyum sendiri, ketawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan
mata yang cepat, respon verbal yang lambat, menarik diri dari orang lain, berusaha untuk
menghindari orang lain, tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata, terjadi
peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah, perhatian dengan lingkungan
yang kurang atau hanya beberapa detik, berkonsentrasi dengan pengalaman sensori, sulit
berhubungan dengan orang lain, ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan
marah, tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan berkeringat,
perilaku panik, agitasi dan kataton, curiga dan bermusuhan, bertindak merusak diri, orang
lain dan lingkungan, ketakutan, tidak dapat mengurus diri, biasa terdapat disorientasi
waktu, tempat dan orang. Sedangkan tanda gejala yang dialami Pasien yaitu klien tertawa
sendiri, perhatian terhadap lingkungan menurun, ekspresi muka tegang, tidak dapat
mengurus diri, terdapat disorientasi waktu.