Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

JUDUL : ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWATDARURATAN : CIDERA


KEPALA RINGAN

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
- Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak.
Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara
penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan
raya (Smeltzer & Bare 2010).
- Resiko utama pasien yang mengalami cidera kepala adalah kerusakan otak
akibat atau pembekakan otak sebagai respons terhadap cidera dan menyebabkan
peningkatan tekanan inbakranial, berdasarkan standar asuhan keperawatan penyakit
bedah ( bidang keperawatan Bp. RSUD Djojonegoro Temanggung, 2011), cidera
kepala sendiri didefinisikan dengan suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai pendarahan interslities dalam rubstansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak.
- Cedera Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak (Muttaqin, 2012).
- Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak, atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala (Suriadi dan Rita juliani, 2014).

2. Etiologi
Menurut Tarwoto (2012), penyebab dari Cedera Kepala adalah :
a. Kecelakaan lalu lintas.
b. Terjatuh
c. Pukulan atau trauma tumpul pada kepala.
d. Olah raga
e. Benturan langsung pada kepala.
f. Kecelakaan industri.

3. Tanda dan Gejala

Secara umum tanda dan gejala cedera kepala adalah :


1. Gangguan kesadaran
2. Konvulsi
3. Abnormalitas pupil
4. Defisit neurologis
5. Disfungsi sensorik – motorik
6. Kejang
7. Sakit kepala
8. Hipovolemik Syok.
9. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik
dapat timbul segera atau secara lambat.
10. Pola pernafasan dapat secara progresif menjadi tidak abnormal.
11. Respon pupil negatif.

4. Patofisiologi

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg
%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan
terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat
akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr.
jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-
myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi
ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan
vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan
tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh
persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak
begitu besar.
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua:
1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acclerasi-decelerasi otak) yang menyebabkan
gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi:
 Gegar kepala ringan
 Memar otak
 Laserasi
2. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti:
 Hipotensi sistemik
 Hipoksia
 Hiperkapnea
 Udema otak
 Komplikai pernapasan
 Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

5. Pemeriksaan penunjang

Diagnosis cedera kepala ditegakkan berdasarkan :


1. Riwayat trauma
- Sebab trauma
- Adanya kelainan neurologik awal ; kejang, hilang kesadaran, kelemahan motorik dan
gangguan bicara
- Derajat ketidak-sadaran , amnesia
- Nyeri kepala, mual dan muntah
2. Pemeriksaan fisik
- Tanda-tanda vital
- Tingkat kesadaran cedera luar yang terlihat ; cedera kulit kepala, perdarahan hidung,
mulut, telinga, dan hematoperiorbital
- Tanda-tanda neurologis foko,mkal ; ukuran pupil, gerakan mata, aktivitas motorik.
- Reflek tendon
- Sistem sensorik perlu diperiksa, jika pasien sadar.
3. Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium rutin
- Foto kepala AP lateral
- Foto servikal
- CT Scan / MRI kepala
- Arteriografi bila perlu

6. Patway
B. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian Primer

a. Airway

Kepatenan jalan nafas, apakah ada secret, hambatan jalan napas.

b. Breathing

Pola napas, frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan, irama pernapasan, tarikan


dinding dada, penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung.

c. Circulation

Frekuensi nadi, tekanan darah, adanya perdarahan, kapiler refill.

d. Disability

Tingkat kesadaran, GCS, adanya nyeri

e. Expusure

Suhu, lokasi luka

2. Pemeriksaan sekunder

a. Riwayat Kesehatan Sekarang

Tanyakan kapan cidera terjadi. Bagaimana mekanismenya. Apa penyebab nyeri/


cedera. Darimana arah dan kekuatan pukulan ?

b. Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah klien pernah mengalami kecelakaan/ cedera sebelumnya, atau


kejang/tidak. Apakah ada penyakit sistemik seperti DM, penyakit jantung dan pernapasan.
Apakah klien dilahirkan secara forcep/ vakum. Apakah pernah mengalami gangguan sensorik
atau gangguan neurologis sebelumnya. Jika pernah kecelakaan bagaimana penyembuhannya.
Bagaimana asupan nutrisi.
c. Riwayat Keluarga

Apakah ibu klien pernah mengalami preeklamsia/ eklamsia, penyakit sistemis


seperti DM, hipertensi, penyakit degenerative lainnya.

3. Diagnosa Keperawatan Utama

NO DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Monitoring tekanan intrakranium:
perfusi jaringan asuhan a. Kaji, observasi, evaluasi tanda-tanda
cerebral b.d edema keperawatan …. penurunan perfusi serebral: gangguan
serebral, jam klien mental, pingsan, reaksi pupil, penglihatan
peningkatan TIK menunjukan status kabur, nyeri kepala, gerakan bola mata.
sirkulasi dan tissue b. Hindari tindakan valsava manufer
perfusion cerebral (suction lama, mengedan, batuk terus
membaik dengan menerus).
c. Berikan oksigen sesuai instruksi dokter
KH:
d. Lakukan tindakan bedrest total
-TD dalam rentang
e. Posisikan pasien kepala lebih tinggi dari
normal (120/80 badan (30-40 derajat)
mmHg) f. Minimalkan stimulasi dari luar.
-Tidak ada tanda g. Monitor Vital Sign serta tingkat kesadaran
peningkatan TIK h. Monitor tanda-tanda TIK
-Klien mampu i. Batasi gerakan leher dan kepala
bicara dengan jelas, j. Kolaborasi pemberian obat-obatan untuk
menunjukkan meningkatkan volume intravaskuler
konsentrasi, sesuai perintah dokter.
perhatian dan
orientasi baik
-Fungsi sensori
motorik cranial
utuh : kesadaran
membaik (GCS 15,
tidak ada gerakan
involunter)
2. Pola nafas tidak Setelah dilakukana. Kaji status pernafasan klien
efektif b.d asuhan b. Kaji penyebab ketidakefektifan pola nafas
gangguan/kerusakan keperawatan ….c. Beri posisi head up 35-45 derajat
pusat pernafasan di jam kliend. Monitor perubahan tingkat kesadaran,
medula menunjukan pola status mental, dan peningkatan TIK
oblongata/cedera nafas yang efektife. Beri oksigen sesuai anjuran medik
jaringan otak dengan KH: f. Kolaborasi dokter untuk terapi, tindakan
-Pernafasan 16- dan pemeriksaan
20x/menit, teratur
-suara nafas bersih
-pernafasan
vesikuler
-saturasi O2:≥ 95%
3. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
injuri fisik Asuhan a. Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi,
keperawatan …. karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
Jam tingkat dan faktor presipitasi).
kenyamanan klienb. Observasi reaksi nonverbal dari
meningkat, nyeri ketidaknyamanan.
terkontrol dg KH: c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
-Klien melaporkan
sebelumnya.
nyeri berkurang dg
d. Kontrol faktor lingkungan yang
scala nyeri 2-3 mempengaruhi nyeri seperti suhu
-Ekspresi wajah ruangan, pencahayaan, kebisingan.
tenang e. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
-klien dapatf. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
istirahat dan tidur (farmakologis/non farmakologis).
-v/s dbn g. Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk mengatasi
nyeri..
h. Kolaborasi untuk pemberian analgetik
i. Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

Prosedur Operasional Keperawatan. Surakarta : AIP DII Keperawatan


Jawa Tengah.
Bekkelund & Salvesen.(2002).Prevelance Of Head Trauma In Patient With Difult
Head Ache : The North Norway Head Ache Study Departemen of Neurology Tromso University
Hospital.
Brooker.(2008),Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC
Carpenito. L.J., (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, Alih Bahasa
Ester M, EGC Jakarta.
Corwin, E.J., (2000). Patofisiologi, Alih Bahasa Brahn U , Pandit EGC ,Jakarta
Dongoes , M.E. Moorhourse, M.F ; Geissler, A. C,. (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3 ,
Alih Bahas Karisa Dan Sumarwati, EGC, Jakarta.
Gustiawan (2010). Patofisiologi cedera kepala ringan

Anda mungkin juga menyukai