Anda di halaman 1dari 7

SALEP

A. Definisi Salep
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, salep adalah sediaan setengah padat
ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Salep
merupakan bentuk sediaan semi padat yang digunakan untuk pemakaian luar
yang diaplikasikan pada kulit (kulit sehat, sakit atau terluka) atau membran
mukosa (hidung, mata, rektal), Biasanya tapi tidak selalu mengandung bahan
obat atau zat aktif. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen di dalam
basis/pembawa. Salep dapat ditujukan untuk pengobatan lokal atau sistemik.
Sediaan salep harus memiliki kualitas yang baik yaitu stabil, tidak
terpengaruh oleh suhu dan kelembaban kamar, dan semua zat yang dalam salep
harus halus. Oleh karena itu pada saat pembuatan salep harus digerus dengan
homogen, agar semua zat aktifnya dapat masuk ke pori-pori kulit dan diserab
oleh kulit. Pelepasan obat dari basisnya merupakan faktor penting dalam
keberhasilan terapi dengan menggunakan sediaan salep. Pelepasan obat dari
sediaan salep sangat dipengaruhi oleh sifat kimia fisika obat seperti kelarutan,
ukuran partikel dan kekuatan ikatan antara zat aktif dengan pembawanya serta
untuk basis yang berbeda faktor-faktor diatas mempunyai nilai yang berbeda.
Pemilihan formulasi sangat menentukan tercapainya tujuan pengobatan oleh
sebab itu dalam membuat suatu sediaan yang sangat perlu diperhatikan adalah
pemilihan formulasi.

B. Macam-macam Sediaan Salep


Salep dapat digolongkan berdasarkan konsistensi, sifat farmakologi, bahan
dasarnya dan formularium nasional antara lain:
1. Menurut konsistensi, salep di bagi :
a. Unguenta : Salep yang memiliki konsistensi seperti mentega, tidak
mencair pada suhu biasa, tetapi mudah dioleskan
b. Krim ( cream ): Salep yang banyak mengandung air, mudah diserap
kulit, suatu tipe yang dapat dicuci dengan air.
c. Pasta : Salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat ( serbuk)
berupa suatu salep tebal karena merupakan penutup/pelindung bagian
kulit yang diolesi.
d. Cerata Salep berlemak yang mengandung persentase lilin ( wax) yang
tinggi sehingga konsistensinya lebih keras ( ceratum labiale ).
e. Gelones / spumae/ jelly : Salep yang lebih halus, umumnya cair , dan
sedikit mengandung atau tidak mengandung mukosa ; sebagai pelicin
atau basis, biasanya berupa campuran sederhana yang terdiri dari
minyak dan lemak dengan titik lebur rendah. Contoh : starch jelly (
amilum 10% dengan air mendidih).
2. Menurut sifat farmakologi / terapetik dan penetrasinya:
a. Salep epidermik ( epidermic ointment, salep penutup)
Salep ini berguna untuk melindungi kulit, menghasilkan efek lokal dan
untuk meredakan rangsangan / anestesi lokal ; tidak diabsorbsi; kadang-
kadang ditambahkan antiseptik atau astringent. Dasar salep yang baik
untuk jenis salep ini adalah senyawa hidrokarbon.
b. Salep endodermik
Salep yang bahan obatnya menembus ke dalam tubuh melalui kulit,
tetapi tidak melalui kulit ; terabsorbsi sebagian dan digunakan untuk
melunakkan kulit atau selaput lendir. Dasar salep yang terbaik adalah
minyak lemak.
c. Salep diadermik
Salep yang bahan obatnya menembus ke dalam tubuh melalui kulit
untuk mencapai efek yang diinginkan. Misalnya, salep yang
mengandung senyawa merkuri iodida atau belladona.

C. Dasar Salep (Basis Salep)


Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok
yaitu: dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang bisa
dicuci dengan air dan dasar salep yang larut dalam air. Setiap bahan salep
menggunakan salah satu dasar salep tersebut.
1. Dasar salep hidrokarbon
Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak seperti Vaselin
Album (White Petrolatum), Vaselin Flavum (Yellow Petrolatum), Cera
Alba, Cera Flava, Paraffin Liquidum, Paraffin Solidum dan Cetaceum.
Dasar salep ini hanya dapat bercampur dengan sejumlah kecil komponen
berair. Sifat dasar salep hidrokarbon sukar dicuci, tidak mengering dan
tidak berubah dalam waktu lama. Salep ini ditujukan untuk
memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai
penutup kulit. Dasar salep hidrokarbon terutama digunakan sebagai bahan
emolien.
2. Dasar salep serap
Dasar salep serap dibagi dalam 2 tipe:
a. Dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air
dan minyak
Contoh: Lanolin anhhidrat ( Adeps Lanae ), Parafin hidrofilik.
b. Dasar salep yang sudah membentuk emulsi air minyak.
Contoh : Adeps Lanae cum Aqua ( Lanolin ) dan Cold cream.
Adeps lanae ialah lemak murni dari lemak bulu domba, keras dan melekat
sehingga sukar dioleskan, mudah mengikat air. Adeps lanae hydrosue atau
lanolin ialah adeps lanae dengan aqua 25-27%. Salep ini dapat dicuci
namun kemungkinan bahan sediaan yang tersisa masih ada walaupun telah
dicuci dengan air, sehingga tidak cocok untuk sediaan kosmetik. Dasar
salep serap juga bermanfaat sebagai emolien.
3. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air
Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air misalnya salep hidrofilik.
Dasar ini dinyatakan“dapat dicuci dengan air” karena mudah dicuci dari
kulit, sehingga lebih dapat diterima untuk dasar kosmetik. Dasar salep ini
tampilannya menyerupai krim karena fase terluarnya adalah air.
Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan air
dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan dermatologik.
4. Dasar salep larut dalam air
Dasar salep ini disebut juga dasar salep tak berlemak dan terdiri dari
konstituen larut air. Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungan
seperti dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan tidak mengandung
bahan yang tak larut dalam air seperti lanolin anhidrat, parafin dan malam
(cera). Dasar salep ini lebih tepat disebut “gel“.
Contoh dasar salep ini ialah polietilenglikol. Pemilihan dasar salep untuk
dipakai dalam formulasi salep bergantung pada beberapa faktor, seperti
kecepatan pelepasan bahan obat dari dasar salep, absorpsi obat,
kemampuan mempertahankan kelembaban kulit oleh dasar salep, waktu
obat stabil dalam dasar salep, pengaruh obat terhadap dasar salep.
Berdasarkan sifat fisiknya basis salep ada yang berupa:
1. Zat padat seperti: Cera alba, Cera flava, Cetaceum, Paraffin solidum,
Cetylalcohol, Acidum Stearinicum.
2. Setengah padat seperti: Vaselin album, vaselin flavum, adeps lanae.
3. Zat cair (cairan kental) seperti : Oleum Sesami, Oleum Cocos dan Paraffin
liquidum.
Bila basis salep yang digunakan berupa zat setengah padat seperti Vaselin atau
Adeps lanae dapat langsung digunakan/dicampur dengan bahan obat. Tetapi
bila berupa campuran basis yang bentuk fisiknya setengah padat, padat dan
cairan maka harus dicampur dan dilebur hingga cair diatas waterbath,
kemudian diaduk hingga dingin dan homogen.

D. Pemilihan Dasar Salep (Basis Salep)


Pemilihan dasar salep tergantung dari beberapa faktor seperti khasiat yang
diinginkan,sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas
dan ketahanan sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep
yang kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalkan obat
-obat yang cepat terhidrolisa, lebih stabil dalam dasar salep hidrokarbon
daripada dasar salep yang mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja
lebih efektif dalam dasar salep yang mengandung air.
Dasar salep kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar digunakan Vaselin
Putih. Tergantung dari sifat bahan obat dan tujuan pemakaian, dapat dipilih
salah satu bahan dasar salep yang disebutkan diatas. Pada dasarnya tidak ada
dasar salep yang ideal. Namun, dengan pertimbangan faktor di atas diharapkan
dapat diperoleh bentuk sediaan yang paling baik.

E. Preformulasi Sediaan Salep


1. Formulasi Sediaan
R/ Ketokonazol 2%
Sulfur PP 4%
Acid Salicyl 2%
Vaselin 25
Mf Ungt
Suc
2. Bahan yang digunakan
a. Ketokonazol : anti fungi (zat aktif)
Pemerian : berupa warna putih atau hampir serbuk putih kelarutan
praktis tidak larut dalam air, dapat larut dalam alcohol, larut dalam
diklorometan , dan larut dalam metil alkohol
b. Sulfur PP : anti skabies atau antiseptic eksterm
Pemerian : tidak berbau, tidak berasa, kelarutan Praktis tidak larut
dalam air, sangat mudah larut dalam karbondisulfida, sukar larut dalam
minyak zaitun,sangat sukar larut dalam etanol (95%)
c. Acid Salicyl : keratolitik
Pemerian : Zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan hablur
putih atau kuning pucat mirip lemak lilin. Kelarutan praktis tidak larut
dalam air, larut dalam 20 bagian etanol (95%) P dalam 2 bagian
kloroform P dan dalam 3 bagian eter P
d. Vaselin : basis salep
Pemerian : massa lunak, lengket, bening, putih; sifat ini tetap setelah
zat dilebur dan dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk, berfluoresensi
lemah. Juga jika dicairkan; tidak berbau; hampir tidak berasa.
3. Perhitungan bahan:
Jumlah seluruh obat dalam resep = 100%= > 25 gram
Berat Vaselin = 25 gram = 100% - (2% + 4% + 2%) = 92%
Ketokonazol = 2%/92% x 25 gram = 0,543 dibulatkan 0,550
Sulfur PP = 4%/92% x 25 gram = 1,086 dibulatkan 1,100
Acid Salicyl = 2%/92% x 25 gram = 0,543 dibulatkan 0,550.
Penimbangan bahan
Ketokonazol = 0,550 Sulfur
PP = 1,100
Acid Salicyl = 0,550
Vaselin = Vaselin album = 25
Berat seluruh bahan salep yang seharusnya = 0,550 + 1,100 + 0,550 + 25 =
27,200
4. Cara Pembuatan
Sulfur endap digerus halus kemudian ditambahkan Vaselin sebagian,
diaduk homogen, dikeluarkan dari mortir (Massa 1). Asam salisilat
ditimbang dimasukkan kedalam mortir dilarutkan dengan etanol 95%
digerus ditambahkan Vaselinum sebagian diaduk homogen (Massa 2)
Ketokonazol digerus halus ditambahkan vaselin sisa, diaduk hingga
homogen. Kemudian dimasukkan massa 1 dan massa 2, diaduk hingga
homogen. Massa salep kemudian dimasukkan kedalam pot obat, ditimbang
berat salep dalam kemasan untuk mengetahui selisih berat salep yang
dihasilkan. Agar selisih berat salep yang dihasilkan tidak terlalu besar,
mortir harus bersih tidak ada massa salep yang tertinggal di mortir/di
stamfer.

F. Evaluasi Sediaan Salep


1. Uji Homogenitas
Diletakkan sedikit salep diantara dua kaca objek. Kemudian diputar-putar,
diperhatikan adanya partikel-partikel kasar atau ketidakhomogenan.
Diharapkan mendapatkan sediaan yang homogen ditandai dengan tidak
adanya partikel-partikel kasar pada kedua sisi kaca objek.
2. Penetapan pH
Sediaan salep dilarutkan dalam sedikit aquadest. Kemudian diukur pH nya
menggunakan indikator universal. Diharapkan mendapatkan sediaan salep
yang sesuai dengan pH kulit yaitu 5,5 – 7,5
3. Uji Tipe Emulsi
Sediaan salep dilarutkan dalam sedikit aquadest. Jika larut maka tipe
minyak/air, jika tidak larut maka tipe air/minyak. Diharapkan mendapatkan
sediaan salep dengan tipe air/minyak agar waktu kontak sediaan dengan
kulit lama. Sehingga zat aktif (ketokonazol) dapat berpenetrasi lebih banyak
ke dalam kulit (bagian yang luka).
4. Uji Bobot Minimum
5 gram sediaan salep dimasukkan ke dalam tube. Lalu dikeluarkan kembali
dari tube. Kemudian ditimbang bobotnya. Diharapkan mendapatkan bobot
yang sesuai dengan bobot sebenarnya. (5gram).
5. Uji Bobot Minimum
Spreadability dari itu formulasi ditentukan oleh aparat yang disarankan oleh
Muttimer et al., itu terdiri dari balok kayu memiliki katrol di salah satu ujung
dengan kaca tetap meluncur di blok. salep 3 mg ditempatkan di piringan
kaca bulat. salep terjepit di antara pelat dan piringan kaca lain. Kemudian
diberikan bebat seberat 1kg diletakkan diatas dua piring yang diantaranya
terisi salep tersebut dibiarkan sekitar 5 menit. Kelebihan dari salep
dibersihkan dari tepi. Kemudian diukur diameter salep yang tersebar di
piringan kaca.

Anda mungkin juga menyukai