Anda di halaman 1dari 47

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

MT
DENGAN CIDERA OTAK BESAR POST
TREPANASI EDH HARI KE 7

Diajukan Sebagai Persyaratan Dalam Program


Pelatihan “ Intensif Care Unit “ Untuk Perawat

Oleh :
Fatmawati, S.Kep., Ns :Dari Rumah Sakit Mitra Keluarga
Surabaya
Sunardinsyah, S.Kep :Dari Rumah Sakit Alor

PELATIHAN DASAR INTENSIF CARE UNIT


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr.SAIFUL ANWAR MALANG
2014

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

1
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik
secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat
kepada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial,
bersifat temporer atau permanen. Menurut Brain Injury Assosiation Of
America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan
bersifat congential ataupun degenerative tetapi disebabkan oleh serangan /
benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran
yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Angka kejadian cedera kepala pada laki-laki (58%) lebih banyak
dibandingkan pada perempuan. Ini diakibatkan karena mobilitas yang
tinggi dikalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga
keselamatan di jalan masih rendah disamping penanganan pertama yang
belum benar-benar rujukan yang terlambat (Smeltzer, 2002).

Soetom (2002), cedera kepala berperan pada hampir separuh dari


seluruh kematian akibat trauma. Karena itu, sudah saatnya seluruh fasilitas
kesehatan yang ada, khususnya puskesmas dan rumah sakit sebagai
pelayanan terdepan kesehatan, dapat melakukan pelayanan yang optimal
bagi penderita cedera kepala. Seperti negara-negara berkembang lainnya,
kita tidak dapat memungkiri bahwa masih terdapat banyak keterbatasan,
diantaranya keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan petugas kesehatan,
keterbatasan alat-alat medis, serta kurangnya dukungan sistem transportasi
dan komunikasi. Hal ini memang merupakan tantangan bagi kita dalam
menangani pasien dengan trauma, khususnya trauma kepala. Cedera
kepala merupakan keadaan serius. Oleh karena itu, setiap petugas
kesehatan diharapkan mempunyai pengetahuan dan ketrampilan praktis
untuk melakukan penanganan pertama. Diharapkan dengan penanganan
yang cepat dan akurat dapat menekan morbiditas dan moralitasnya.
Penanganan yang tidak optimal dan terlambatnhya rujukan dapat
menyebabkan keadaan penderita semakin memburuk dan berkurangnya
kemungkinan pemulihan fungsi.

2
Mengingat banyaknya masalah yang bisa terjadi pada cedera kepala
maka perhatian dan perawatan pada penderita cedera kepala tidak boleh
diabaikan agar masalah tidak semakin berat dan terhindar dari komplikasi.
Berdasarkan kondisi tesebut maka perawat perlu mengetahui tentang
penatalaksanaan pada cedera kepala untuk mencegah terjadinya
komplikasi yang berkelanjutan.

Perawat kedaruratan harus dapat mengkaji secara adekuat pasien


cedera kepala dan memulai tindakan perawatannya. Meskipun peranan
perawat dalam program pencegahan amat penting, peranannya dalam
mengenali dan merawat cedera otak juga tidak kalah penting. (Kathleen S.
Oman 2008).

B. Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien sakit kritis yang


mengalami cedera kepala di ICU ?

C. Tujuan

Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien sakit kritis yang


mengalami cedera kepala di ICU.

D. Manfaat Penulisan

Karya tulis ini dapat menambah wawasan ilmiah perawat tentang


asuhan keperawatan pada pasien sakit kritis dengan cedera kepala.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

CIDERA KEPALA

A. Anatomi Fisiologi Otak

Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak yang lembut, yang membuat
kita seperti adanya, akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami
kerusakan. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi
seseorang. Pada orang dewasa tengkorak merupakan ruangan keras yang
tidak memungkinkan perluasan isi intrakranial. Tulang sebenarnya terdiri dari
2 dinding atau tabula yang dipisahkan oleh tulang berongga.
Dinding luar disebut tabula eksternal dan dinding bagian dalam
disebut tabula internal. Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges.
Ketiga lapisan meninges adalah durameter, araknoid dan piameter (Price,
Silvia A Patofisiologi; 2005 : 1014).
a. Sistem persarafan terdiri dari:
a) Otak
1. Otak besar atau serebrum (cerebrum)
Mempunyai dua belahan yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan
yang duhubungkan oleh massa substansi alba (substansia alba)
yang disebut korpus kalosum (corpus callosum). Serebrum terdiri

4
atas : korteks sereri, basal ganglia (korpora striate) dan sistem
limbik (rhinencephalon).
2. Serebelum (otak kecil)
Serebelum (otak kecil) terletak dalam fossa kranial posterior,
dibawah tentorium serebelum bagian posterior dari pons varolii dan
medula oblongata. Serebelum mempunyai dua hemisfer yang
dihubungkan oleh vermis. serebelum dihubungkan dengan otak
tengah oleh pedunkulus serebri superior, dengan pons paroli oleh
pedunkulus serebri media dan dengan medula oblongata oleh
pedunkulus serebri inferior. Lapisan permukaan setiap hemisfer
serebri disebut korteks yang disusun oleh substansia grisea.
Lapisan – lapisan korteks serebri ini dipisahkan oleh fisura
transversus yang tersusun rapat. Kelompok massa substansia grisea
tertentu pada serebelum tertanam dalam substansia alba yang
paling besar dikenal sebagai nukleus dentatustak kecil (serebelum)
3. Batang otak.
Pada permukaan batang otak terdapat medula oblongata, pons
varolii, mesensefalon dan diensefalon. Talamus dan epitalamus
terlihat dipermukaan posterior batang otak yang terletak diantara
serabut capsula interna. Disepanjang pinggir dorsomedial talamus
terdapat sekelompok serabut saraf berjalan keposterior basis
epifise.
b) Sum-sum tulang belakang (trunkus serebri)
Medula spinalis merupakan bagian sistem saraf pusat yang
menggambarkan perubahan terakhir pada perkembangan embrio.
Semula ruangannya besar kemudian mengecil menjadi kanalis
sentralis. Medulla spinalis terdiri atas dua belahan yang sama
dipersatukan oleh struktur intermedia yang dibentuk oleh sel saraf dan
didukung oleh jaringan interstisial.
Medula spinalis membentang dari foramen magnum sampai setinggi
vertebra lumbalis I dan II, ujung bawahnya runcing menyerupai
kerucut yang disebut konus medularis, terletak didalam kanalis

5
vertebralis melanjut sebagai benang-benang (filum terminale) dan
akhirnya melekat pada vertebra III sampai vertebra torakalis II,
medula spinalis menebal kesamping. penebalan ini dinamakan
intumensensia servikalis.
b. Susunan saraf perifer
a) Susunan saraf somatik
Indra somatik merupakan saraf yang mengumpulkan informasi
sensori dari tubuh. Indra ini berbeda dengan indra khusus
(penglihatan, penghiduan, pendengaran, pengecapan dan
keseimbangan), indra somatik digolongkan menjadi 3 jenis :
1. Indra somatik mekano reseptif.
2. Indra termoreseptor.
3. Indra nyeri
b) Susunan saraf otonom
Saraf yang mempersarafi alat – alat dalam tubuh seperti kelenjar,
pembuluh darah, paru – paru, lambung, usus dan ginjal. Alat ini mendapat
dua jenis persarafan otonom yang fungsinya saling bertentangan, kalau
yang satu merangsang yang lainnya menghambat dan sebaliknya, kedua
susunan saraf ini disebut saraf simpatis dan saraf parasimpatis
(syaifuddin ; 2009 : 335 – 360).

B. Pengertian
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk
atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan
(accelerasi - decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan,
serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai
akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Cedera kepala : Meliputi trauma kepala, tengkorak dan otak. secara
anatomis otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala serta tulang
dan tentorium (helm) yang membungkusnya (Arif Muttaqin ; 2008 : 270).
Cedera kepala : Dapat bersifat terbuka (menembus melalui dura meter) atau
tertutup (trauma tumpul, tanpa penetrasi melalui dura). Cedera kepala

6
terbuka memungkinkan patogen lingkungan memiliki akses langsung ke otak
(Corwin J.Elizabeth; 2005 : 175).
C. Etiologi
Penyebab utama cedera kepala meliputi : Kecelakaan lalu lintas >50 %
kasus, Jatuh, Pukulan, Kejatuhan benda, Kecelakaan kerja/industri, Cedera
lahir, Luka tembak (Cholik Harun dan Saiful Nurhidayat ; 2009 :49 )
Klafikasi cidera
a. Mekanisme
a) Cedera kepala tumpul, dapat disebabkan oleh kecelakaan kendaraan
bermotor, jatuh atau pukulan benda tumpul.
b) Cedera kepala tembus (penetrasi), disebabkan luka tembak atau
pukulan benda tumpul.
b. Berdasarkan beratnya:
a) Ringan (GCS 14-15)
b) Sedang (GCS (9-13)
c) Berat (GCS 3-8)
Kategori penentuan keparahan cedera kepala berdasarkan nilai skala Koma
Glasgow
Penentuan Deskripsi Frekuensi
keparahan

GCS:13-15

Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau


amnesia tetapi kurang dari 30 menit
Minor/ringan 55 %
Tidak ada fraktur tengkorak,tidak ada
kontusio serebral,tidak ada hematom
GCS:9-12

Kehilangan kesadaran dan/atau amnesia


lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24
Sedang 24 %
jam

Dapat mengalami fraktur tengkorak

7
GCS:3-8

Kehilangan kesadaran dan /atau amnesia


lebih dari 24 jam,juga meliputi kontusio
serebral,laserasi,

Berat 21 %
atau hematom intrakranial

(Sumber:Cholik Harun Rosjidi,cs(Buku Ajar Perawatan Cedera Kepala & Stroke)

D. Manifestasi Klinis
a. Perdarahan yang sering ditemukan
a) Epidural Hematoma
Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan
duramater akibat pecahnya pembuluh darah / cabang - cabang arteri
meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak
dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi
dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu
di lobus temporalis dan parietalis.
Gejala-gejala yang terjadi :
 Penurunan tingkat kesadaran
 Nyeri kepala
 Muntah
 Hemiparesis
 Dilatasi pupil ipsilateral
 Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irreguler
 Penurunan nadi
 Peningkatan suhu
b) Subdural Hematoma

8
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat
terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah
vena / jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater,
perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam - 2
hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau
beberapa bulan.
Tanda-tanda dan gejalanya adalah :
 Nyeri kepala
 Bingung
 Mengantuk
 Menarik diri
 Berfikir lambat
 Kejang
 Udem pupil
c) Perdarahan intracerebral
Perdarahan berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya
pembuluh darah arteri; kapiler; vena.
Tanda dan gejalanya :
 Nyeri kepala
 Penurunan kesadaran
 Komplikasi pernapasan
 Hemiplegia kontra lateral
 Dilatasi pupil
 Perubahan tanda-tanda vital
d) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh
darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pad cedera kepala yang
hebat.
Tanda dan gejala :
 Nyeri kepala
 Penurunan kesadaran

9
 Hemiparese
 Dilatasi pupil ipsilateral
 Kaku kuduk

E. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen,
jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan
bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai
70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan
terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan
menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml /
menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas
atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan
otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan
disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler,
dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol
akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada
pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
Edema otak barangkali merupakan penyebab yang paling lazim dari
peningkatan intrakranial dan memiliki daya penyebab antara lain peningkatan
cairan intra sel, hipoksia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, iskemi

10
serebral, meningitis dan cedera.Tekanan intrakranial (TIK) pada umumnya
meningkat secara berangsur-angsur setelah cedera kepala, timbulnya edema
memerlukan waktu 36 – 48 jam untuk mencapai maksimum. Peningkatan
TIK sampai 33 mmHg (450 mmH2O) mengurangi aliran darah otak (ADO)
secara bermakna, iskemi yang timbul merangsang vasomotor dan tekanan
darah sistemik meningkat. Rangsangan pada pusat inhibisi jantung
mengakibatkan bradikardi dan pernafasan menjadi lebih lambat.Tekanan
darah sistemik akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya TIK,
walaupun akhirnya dicapai suatu titik dimana TIK melebihi tekanan arteri dan
sirkulasi otak berhenti dengan akibat kematian otak. Pada umumnya kejadian
ini didahului oleh penurunan yang cepat dari tekanan daraaaah arteri.Trauma
otak menyebabkan fragmentasi jaringan dan kontosio akan merusak sawar
darah otak (SDO) disertai vasodilatasi dan eksudasi cairan sehingga timbul
edema. Edema menyebabkan peningkatan tekanan pada jaringan dan akhirnya
meningkatkan TIK, yang pada gilirannya akan menurunkan aliran darah otak
(ADO), iskemia, hipoksia, asidosis (penurunan pH dan peningkatan PCO2)
dan kerusakan SDO lebih lanjut.Siklus ini akan terus berlanjut sehingga
terjadi kematian sel dan edema bertambah secara progresif kecuali bila
dilakukan intervensi.

F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada klien dengan cedera
kepala meliputi:
a. CT scan (dengan/tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan
perubahan jaringan otak.
b. MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras radioaktif.

c. Cerebral angiography
Menunjukan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak
sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.

11
d. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
e. Sinar X
Mendeteksi parubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang.
f. CSS
Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarakhnoid
g. Kadar Elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan
intrakranial.
h. Rontgen Thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
Rontgen thoraks menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
i. Analisa Gas Darah (AGD/Astrup)
Analisa Gas Darah (AGD/ Astrup) adalah salah satu tes diagnostik untuk
menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan
melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenasi dan status asam
basa (Arif Muttaqin ; 2008 : 284)

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari
faktor mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan
menilai status neurologis (disability, exposure), maka faktor yang harus
diperhitungkan pula adalah mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Keadaan
ini dapat dibantu dengan pemberian oksigen dan glukosa sekalipun pada otak
yang mengalami trauma relatif memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih
rendah.
Selain itu perlu pula dikontrol kemungkinan tekanan intrakranial yang
meninggi disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan
tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan intrakranial ini
dapat dilakukan dengn cara menurunkan PaCO2 dengan hiperventilasi yang
mengurangi asidosis intraserebral dan menambah metabolisme intraserebral.

12
Adapun usaha untuk menurunkan PaCO2 ini yakni dengan intubasi
endotrakeal hiperventilasi. Tindakan membuat intermitten iatrogenic paralisis
Intubasi dilakukan sedini mungkin kepada klien – klien yang koma untuk
mencegah terjadinya PaCO2 yangmeninggi. Prinsip ABC dan ventilasi yang
teratur dapat mencegah peningkatan tekanan intrakranial.
Penatalaksanaan konservatif meliputi:
a. Bedrest total
b. Observasi tanda – tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
c. Pemberian obat – obatan
a) Dexamethason/ Kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral,
dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
b) Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi
vasodilatasi.
c) Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20%
atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
d) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidazole
d. Makanan atau cairan
Pada trauma ringan bila muntah – muntah tidak dapat diberikan apa –
apa, hanya cairan infus Dextrosa 5 %, aminofusin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 – 3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
e. Pada trauma berat
Karena hari – hari pertama didapat klien mengalami penurunan
kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari –
hari pertama (2 – 3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5 % 8 jam
pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua, dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada
hari selanjutnya bila kesadaran rendah maka makanan diberikan melalui
nasogatric tube (2500 – 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung dari
nilai urenitrogennya.(Arif Muttaqin ; 2008 : 284-285)

H. Komplikasi

13
Perdarahan didalam otak, yang disebut hematoma intraserebral dapat
menyertai cedera kepala tertutup yang berat, atau lebih sering cedera kepala
terbuka. Pada perdarahan diotak, tekanan intrakranial meningkat, dan sel
neuron dan vaskuler tertekan. Ini adalah jenis cedera otak sekunder.Pada
hematoma, kesadaran dapat menurun dengan segera, atau dapat menurun
setelahnya ketika hematoma meluas dan edema interstisial memburuk.

I. Pengkajian
a. Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas
berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi),
cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
b. Blood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi
lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia, disritmia).
c. Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya
gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara,
amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan
pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan
mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka
dapat terjadi :
a) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan
memori).

14
b) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
c) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
d) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
e) Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
f) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh
kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
d. Blader
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia
uri, ketidakmampuan menahan miksi.
e. Bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah
(mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera.
Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
f. Bone
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada
kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat
pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis
yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di
otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan
tonus otot.

J. Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas
di otak.
a. Tujuan :
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
b. Kriteria evaluasi :
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau
tanda-tanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas
normal.

15
c. Rencana tindakan :
a) Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang
cepat dari pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan
pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan
menyebabkan asidosis respiratorik.
b) Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat
dalam pemberian tidal volume.
c) Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya
2 x lebih panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai
kompensasi terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran
gas.
d) Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat
mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental dan
meningkatkan resiko infeksi.
e) Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit ), adanya obstruksi
dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan
menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.
f) Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu
membarikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada
ventilator.
2. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan
sputum.
a. Tujuan :
Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi
b. Kriteria Evaluasi :
Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi
alarm karena peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.
c. Rencana tindakan :
a) Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas.
Obstruksi dapat disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan,
bronchospasme atau masalah terhadap tube.

16
b) Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ).
Pergerakan yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi
pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan
sputum.
c) Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila
sputum banyak. Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu
harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.
d) Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi
untuk semua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta
pelepasan sputum.
3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
a. Tujuan :
Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.
b. Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.
c. Rencana tindakan :
a) Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode
GCS.
Rasional : Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat
kesadaran.
Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap
stimulus eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik.
Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan
untuk menentukan refleks batang otak.
Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda
awal peningkatan tekanan intracranial adalah terganggunya abduksi
mata.
b) Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.
Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan
tingkat kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial. Adanya pernapasan yang irreguler indikasi terhadap

17
adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi.
Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.
c) Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.
Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan
pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu
dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
d) Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan
pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.
Dapat mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial.
e) Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.
Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat
meningkatkan tekanan intrakrania.
f) Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.
Dapat menurunkan hipoksia otak.
g) Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar
(kolaborasi).
Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia
seperti osmotik diuritik untuk menarik air dari sel-sel otak
sehingga dapat menurunkan udem otak, steroid (dexametason)
untuk menurunkan inflamasi, menurunkan edema jaringan. Obat
anti kejang untuk menurunkan kejang, analgetik untuk menurunkan
rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial.
Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan
pemakaian oksigen otak.
4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos -
coma )
a. Tujuan :
Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.
b. Kriteria hasil :
Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi
sesuai dengan kebutuhan, oksigen adekuat.
c. Rencana Tindakan :

18
a) Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.
Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja
sama yang dilakukan pada pasien dengan kesadaran penuh atau
menurun.
b) Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.
Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi,
membersihkan mata dan kuku, mulut, telinga, merupakan
kebutuhan dasar akan kenyamanan yang harus dijaga oleh perawat
untuk meningkatkan rasa nyaman, mencegah infeksi dan
keindahan.
c) Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang
harus dipenuhi untuk menjaga kelangsungan perolehan energi.
Diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien baik jumlah, kalori, dan
waktu.
d) Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk
menjaga lingkungan yang aman dan bersih.
Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien -
keluarga. Penjelasan perlu agar keluarga dapat memahami
peraturan yang ada di ruangan.
e) Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan
lingkungan.
Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.
5. Potensial gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak
adekuatnya sirkulasi perifer.
a. Tujuan :
Gangguan integritas kulit tidak terjadi
b. Rencana tindakan :
a) Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk
menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.
b) Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.

19
c) Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki
untuk daerah yang menonjol.
d) Ganti posisi pasien setiap 2 jam
e) Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab
akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit.
f) Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam
sekali.
g) Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
h) Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan
setiap 8 jam.
i) Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8
jam dengan menggunakan H2O2.

20
BAB III

ASUHAN PADA PASIEN DENGAN CIDERA OTAK BESAR

(COB)

DIRUANG R 12 RUMAH SAKIT Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

A. Pengkajian
Nama :Tn.MT
Usia :34 tahun
Jenis kelamin :Laki laki
Alamat :Desa kendang dukuh pasuruan
Status perkawinan :Kawin
Agama :Islam
Suku :Jawa
Pendidikan :SD
Tanggal MRS :06-03-2014
Tanggal pengkajian :13-03-2014
Sumber Informasi :Istri pasien
Diagnosa Masuk :COB, Post Trepanasi Evakuasi SDH hari 7

B. Status Kesehatan Saat Ini


Keluhan utama : Tidak terkaji
C. Riwayat Kesehatan
Menurut istri pasien bahwa pada tanggal 06-03-2014 pasien jatuh dari atap
dengan ketinggian kurang lebih 3 meter, menurut saksi mata yang ada saat
itu sesaat setelah jatuh pasiwen sempat duduk dan sempat meniup
telinganya dengan tangannya, kemudian pasien jatuh tak sadarkan diri,
selanjutnya pasien dibawa ke rumah sakit pasuruan dan karena alat yang
berada disana kurang memadai untuk penunjang akhirnya pasien di rujuik
ke rumah sakit dr. Saiful Anwar Malang. Saat tiba di RSSA pasien
dilakukan CT SCAN kepala dan dilakukan Cito operasi di OK UGD dan
post operasi pasien di bawa ke ruang ICU dan menggunakan alat bantu
pernafasan berupa Ventilator.

D. Pemeriksaan Fisik tanggal 13-03-2014


a. Keadaan Umum Lemah
b. Kepala dan Leher
a) Bentuk :terdapat luka oprasi di sebalah frontal sedikit ke
proximal, dan terpasang slang EVD tidak ada produksi, Redon
drain dengan produksi 10 cc warna merah / 24 jam dan slank

21
untuk mengukur ICP 20 cm di atas MAE dengan nilai IBP 8-
9cmH2o
b) Wajah : simetris kanan dan kiri, tidak ada lesi
c) GCS : 1x 3
c. Mata
a) Konjungtiva : tidak anemis
b) Pupil : isokor +3/+2
d. Hidung : bentuk simetris, tidak ada lesi, tidak ada
pernafasan cuping hidung, dan bersih.
e. Mulut : bersih tidak tampak candidiasis oral, tidak ada lesi,
terpasang orogastric tube( OGT) dengan ukuran 16 Fr dan batas 55
CC
f. Leher : bentuk simetris, tidak terdapat pembesaran vena
jugularis dan kelenjar tiroid terpasang traceostomi, dengan kondisi
traceostomi kemerahan tidak ada push terdapat jahitan untuk fiksasii
tacheostomi, dengan cuff tracheostomi 20 cmH20,dengan produksi
sputum banyak, warna kuning purulen, traceostomi tersambung
dengan ventilator mekasik untuk proses pernafasan pasien dengan
mode PSIMV ( Presure Suport Intermiten Mandatory Ventilasi )
dengan
 RR = 10 x/ menit
 PS = 10 cmH20
 Tidal volume 350-450cc
 MV 5-6 L/i
 FIO2 40 %
 PEEP 5cmH2o
 1 : E =1 : 2
 Triger 2
 Suhu humidifier 37C,
g. Dada
Pengembangan simetris, tidak tampak retraksi intercosta, tampak
terpasang CVC pada vena sub clavicula dextra. tertutup kassa steril
a) Paru : bunyi paru ronkhi di paru bagian distal, whizing
tidak ada RR 20-23x/menit
b) Jantung ; Bunyi jantung tunggal S1 dan S2 tida ada bunyi
jantung tambahan irama jantung sinus rhythm 80 x / i dan
tekanan darah 130/70 mmHg
h. Abdomen

22
Supel, distended, bising usus terdengar lemah, tidak ada masa, bunyi
timpani, tidak BAB kurang lebih 4 hari terakhir.mendapatkan diit N80
6x 200 cc
i. Punggung
Tidak ada lesi maupun fraktur, tidak ada decubitus.
j. Extramitas
a) Atas ; Terdapat gelang pasien berwarna biru untuk laki
laki, terpadang gelang fool risk warna kuning, terpasang restraint
pada kedua tangan, terpasang oxymetri pada digiti 2 sinistra
dengan SPO2 96-98%.tidak ada lesi akral hangat dengan suhu
tubuh 38,8 C.dengan kekuatan otot 2/ 1< 2 detik
b) Bawah : Terpasang restrain pada kedua kaki tidak ada lesi
kekuatan otot 3 1
1 1
k. Genetalia : bersih terpasang DC dengan ukuran 16 dengan
cuff 20 cc, produksi urin ± 180 cc/jam warna kuning jernih tidak ada
klot dan darah..

E. Pengkajian Kebutuhan Cairan dan Nutrisi


a. Kebutuhan Cairan
BB = 60 KG
Kebutuhan cairan dengan menggunakan rumus 421
4 x 10 = 40
2 x 10 = 20
1 x 40 = 40 +
100 cc/ jam
Kebutuhan cairan selama 24 jam = 100cc x 24 = 2400 cc/ 24 jam
b. Kebutuhan nutrisi
Kebutuhan kalori 25-30 kal/kg BB/Hari
25 x 60 = 1500 kal
30 x 60 =1800 kal
Kebutuhan kalori antra 1500 – 1800 kal/ hari

F. Pemeriksaan Penunjang
a. CT SCAN Kepala tanggal 6
Dari hasil kesimpulan CT Scan didapatkan ICH
a) ICH multiple dilobus frontal kanan dengan volume total ± 11 cc
b) Comtisio hemorrhg dilobus frontal kanan

23
c) SDH diredio frontotemporal kanan dengan ketebalan ± 4 mm
sebanyak 6 slice dengan kemungkinan kompenen LCS
didalamnya dan mengisi fissure interhemister cerebri posterioro
d) Edema cerebri disertai herniasi subfalcine ke kiri sejauh ± 12 mm
dan lesi hiperdens punctate suspect DAI
e) Suspect hematomastoid kiri dan hematosinus athmoidalis bilateral
sphenoidalis bilateral
f) Diastasis sutura lambdoidea kiri
g) Subgaleal hematoma diregio parietooccipital kiri
b. CT SCAN tanggal9-03-2014
Dibandingkan dengan CT SCAN tanggal 6-03-2014
a) ICH di lobus frontal kanan dengan volume 2,2mm sedikit
berkurang.
b) Contusional hemorrage di lobus frontal kanan –tetap
c) SDH mengisi fissura interhermisfer cerebri posterior- tetap
d) Edema cerebri disertai herniasi subfalcine ke kiri sejauh
±12mm dan lesi hiperdens punctate euspect DAI – tetap
e) Hematosinus ethmoidalis bilateral dan sphenoidalis bilateral
kiri selebar ±11 mm, ( post op) serta diastasis sutura
lambdoidea kiri, subgaleal hematoma di regio parietooccipital
kiri.
c. Thorax Foto tanggal 9-03-2014
a) Densitas jantung berwaa putih berisi air dengan batas atas
orkus aora, bawah adanya sudut cardio frenicus kiri dan kanan
denga nilai CTR 40%
b) Ujung trachea tampak putih dengan diafragma sebelah kanan
lebih tinggi 2 cm dari pada yang kiri
c) Tidak ada infiltrat di seluruh lapang paru
Kesimpulan dalam batas normal

d. Laboratorium

Laborat Tanggal 13-03- Tanggal 14-03- Tanggal 15-03- Nilai Rujukan


2014 2014 2014
Hemogrobin 10,40 13-17
Leokosit 10,24
4,3-10,3
Eritrosit 3,98
Hematokrit 31,60
Trombsit 346
40-47

24
MCV 79,40 142-424
MCH 26,10 80-93
MCHC 32,90 27-31
RDW 14,20 32-36
PDW 9,0 11,5-14,5
MPV 9,0 9-3
P-LCR 17,6 7,2-11,1
PCT 0,3 15,0-24,0
SGOT 41 0,150-0,400
SGPT 39 0-40
Albumin 2,97 2,95 0-41
GDS 140 3,5-5,5
Ureum 33,60 <200
Creatinin 0,70 16,6-48
Natrium 136 42
Kalium 4,33 136-145
Calsium 107 3,5-5,0
3.31
BGA Arteri 98-106
PH 7,44 7,45 133
PaO2 112 126,1
PCO2 44,2 40,4 7,35-7,45
HCO3 28,6 27,3
80-100
BE 4,6 3,2
133
SaO2 98,2 98,6 35-45
Lactat 1,3 2,4 4,77
21-25
BGA Vena
101
PH 7,44 +2- -2
PaO2 49,4
99,9
PCO2 48,1
7,42
HCO3 29,9
BE 6,3 111,0
SaO2 85,8
35,4
Lactat 1,4
BGA 2 jam 23,3
post TP -1.3
7,46
PH
386,7 97,9
PaO2
43,5
PCO2 2,1
29,8
HCO3
5,9
BE
99,8
SaO2

Nilai PF tanggal 13-03-2013


RUMUS PaO2 = 112 = 280
FIO2 0.4

25
Nilai PF tanggal 14-03-2014 dengan fraksi oksigen 40%= 315

Nilai PF tanggal 15-03-2014 dengan fraksi oksigen 40%= 277

Nilai PF post 2 jam post TP dengan fraksi oksigen 10 lpm= 644,5

e. Hasil kultur Sputum tanggal 12-03-2014


Ditemukan bacteri Enterobacter Gergovialmerupakan bakteri gram +
Dengan antibiotik yang sensitiv :
Fosfomycin, Gentamycin, Amiroglycosides dan meropenem

G. Terapi tanggal 13-03-2014


a. IUFD
KAEN Mg 3 500cc/ 24 jam
Dengan kalori
100kal/ 1000 ML
50 kal/ 500 ML
50kal x 4 = 200kal/ 500 ml
Sodium Clorid 0,9% 500cc/ 24 jam
b. Nutrisi
N80 6X 200cc= 1200 CC
1 cc =1 kal
c. Obat Injeksi, oral dan inhalasi
a) Ceftriaxone 2 x 1 gr
b) Ciprofloxacin 2 x 400 mgr
c) Citicolin 3 x 250 mgr
d) Piracetam 3 x 3gr
e) Asam tranexamat 3 x 500 mgr
f) Metoclopamide 3 x 10 mgr
g) Farmadol 3 x 1 gr
h) Manitol 2 x 125 cc
i) Syring pum Tramadol 300 mgr/ 24 jam
j) Flumucil tab 4 x 1 tab
k) Nebulizer ventolin 1 amp + NACL 3 % 2 cc/ 6 jam

H. ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH KEP


1 DS : - Trauma kepala Gangguan perfusi
DO: Edema cerebri
jaringan cerebral
1. Post trepanasi SDH. hematoma
2. GCS 1X3 peningkatan vol
3. Produksi drain 10 cc/ 24
intracranial
jam warna merah TIK Meningkat

26
4. ICP 8 cmH20 Penurunan aliran
5. Hasil CT SCAN tanggal 09-
darah ke otak
03-2014
a) ICH di lobus frontal
kanan dengan volume
2,2mm sedikit
berkurang.
b) Contusional hemorrage
di lobus frontal kanan –
tetap
c) SDH mengisi fissura
interhermisfer cerebri
posterior- tetap
d) Edema cerebri disertai
herniasi subfalcine ke
kiri sejauh ±12mm dan
lesi hiperdens punctate
euspect DAI – tetap
6. terapi tanggal 13
injeksi
a. Citicolin 3 x 250 mgr
b. Piracetam 3 x 3gr
c. Asam tranexamat 3 x
500 mgr
d. Syring pum Tramadol
300 mgr/ 24 jam
e. Manitol 2 x 125

2 DS : - Trauma kepala Bersihan jalan nafas in


DO : terpasang traceostomi Perdarahan
efektif
Slem (+) warna kuning
intradural
kehijauan purulen, ronkhi di Penuruan GCS
Penurunan reflek
bagian distal lapang paru,
batuk
whizing (-),reflek batuk
Peningkatan
inadekuat. RR 20-23x/menit,
produksi sputum
tidak ada pernafasan cuping
hidung, pernafasan di bantu
dengan ventilator dengan mode

27
PSIMV ( Presure Sincronais
Intermiten Mandatory
Ventilasi ) dengan RR 10, PC
10 dengan tidal volume 350-
450, dan MV 5-6 L/i FIO2 yang
digunakan 40 % dengan PEEP
5cmH2o, suhu humidifier 37C,
Teerapi tanggal 13
1. Inhalasi : Nebulizer
ventolin 1 amp + NACL 3
% 2 cc/ 6 jam
2. injeksi
Metoclopamide 3 x 10 mgr
Flumucil tab 4 x 1 tab
3 DS : - Post trepanasi Gangguan pemenuhan
DO:
kebutuhan ADL
a. ku lemah Penurunan
b. GCS 1 X 3
kesadaran
c. Kekuatan otot 3 1
kelemahan
1 1
d. Personal higine di bntu
perawat
e. Pemberian nutrisi di bantu
perawat
terapi
KAEN Mg 3 500cc/ 24 jam
Sodium clorid 0,9 %500 cc/ 24
jam

I. Prioritas Diagnosa Keperawatan


1. Perubahan perfusi jaringan cerebral b/ d edema cerebral
2. Bersihan jalan nafas in efektif b/d penurunan reflek batuk
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL b/d penurunan kesadaran

28
J. Rencana Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan


keperawatan Hasil

1 Perubahan perfusi Tujuan: perfusi jaringan mandiri


jaringan cerebral b/ d cerebral dapat adekuat
Kriteria hasil 1. atur posisi head up 30-45 derajat
edema cerebral
1. SBP 90-120 mmhg
2. DBP 60-90 mmhg 2. monitoring BP,RR,temperatur, Nadi, Oksigen
3. ICP < 20 mmhg
4. MAP 70-120 mmhg 3. laporkan jika ada perubahan pola nafas dan kenaikan tekanan darah
5. GCS meningkat
6. temparatur 36,5-37,5 4. hindari kepala dan leher terlalu hiperfleksi atau hiperekstensi
7. tidak ada tanda tanda
peningkatan TIK 5. jaga lingkungan tenang
8. tidak ada kejang
6. kurangi intervensi keperawatan yang terlalu sering merangsang kenaikan
intracranial

7. pertahanka suhu normal

8. cegah terjadi konstipasi

29
9. laporkan bila ada perubahan GCS

10. observasi intike dan output

Kolaborasi

1. berikan terapi oksigen

2. pemberian medikasi

3. pemeriksaan laboratoeium

4. pemeriksaan CT scan

2 Bersihan jalan nafas Tujuan: mempertahankan mandiri


1. pantau frekuensi, kedalaman dan kesimetrisan pernafasan.catat peningkatan
in efektif b/d jalan nafas dan mencegah
kerja pernafasan dan observasi warna kulit dan membran mukosa
penurunan reflek aspirasi
2. catat adanya kelelahan pernafasan
Kriteria hasil
batuk 3. auskultasi bunyi nafas, catat tidak adanya bunyi/ suara tambahan seperti
1. suara nafas bersih
2. tidak terdapat suara onkhi/whezzing
4. tinggikan kepala tempat tidur
sekret pada sirkuit
5. evaluasi reflek batuk dan reflek menelan secara periodik
breating 6. lakukan penghisapan sekret , catat warna dan jumlah ( banyak/ sedikit )
3. produksi sputum

30
tidak purulen 7. observasi adnya dispneu, nyeri dada, catat adanya kegelisahan
4. tidak ada suara 8. berikan perawatan tracheostomy
kolaborasi
ronkhi dan whezzing
1. lakukan pemantauan oxymetri, nadi secar teratur
di paru 2. lakukan tinjauan ulang terhadap foto tothen
5. RR 15-20X /menit 3. verikan terapai suplementasi oksigen sesuai indikasi, dengan menggunakan
6. expansi paru simetris
ventilator mekanik
7. reflek batuk aktif
4. berikan obat atau bentu dengan tindakan pembersihan pernafasan, seperti
latihan pernafasan atu fisioterapi dada
5. berikan obat obatan mucolitik dan bronchodilator
6. lakukan seting vebtilator mekanik sesuai kebutuhan

3 Gangguan Tujuan Mandiri


Pasien mampu 1. lakukan personal higine ( oran, facial )
pemenuhan
2. penuhi kebutuhan nutrisi peroral melalui OGT
memenuhi kebutuhan
kebutuhan ADL b/d 3. Penuhi kebutuhan cairan dengan memasang IV line
secara mandiri 4. bantu pasien untuk BAB dan BAK bila perlu pasang DC
penurunan kesadaran
Kriteria hasil : 5. ganti linen dan selimut pasien tiap hari atau bila kotor
1. pasien bisa 6. Ubah posisi tip 2- 4 jam
7. Beri matras decubitus
memenuhi
kebutuhan tanpa
bantuan orang lain
2. badan bersih dan
tidak bau
3. lingkungan bersih

31
dan nyaman

K. Implementasi dan evaluasi

Tanggal No Implementasi Evaluasi


Diagnosa

13/03/14 1 mandiri S:

1. Mengatur posisi head up 30-45 derajat O:

2. Memonitoring BP,RR,temperatur, Nadi,  Pasien bernafas dengan menggunakan vetilator


Oksigen mode PSIMV ( Presure Sincronais Intermiten
Mandatory Ventilasi ) dengan RR 10, PC 10
3. Melaporkan jika ada perubahan pola nafas
dengan tidal volume 350-450, dan MV 5-6 L/i
dan kenaikan tekanan darah
FIO2 yang digunakan 40 % dengan PEEP
4. Menghindari kepala dan leher terlalu 5cmH2o, suhu humidifier 37C
hiperfleksi atau hiperekstensi
 SPO2 94-96 %

32
5. Menjaga lingkungan tenang  MV 7,5-7,8

6. Mengurangi intervensi keperawatan yang  TV410-427


terlalu sering merangsang kenaikan
 RR 19-20X/mnt
intracranial

7. Mempertahankan suhu normal  TD 118/73-123/80mmHg

8. Mencegah terjadi konstipasi  HR 110-120x/mnt

9. Melaporkan bila ada perubahan GCS  Suhu 37-39 C

10. Mengobservasi intike dan output  Produksi drain kurang lebih 10cc/24 jm warna
merah jernih
Terapi
 Pasien bernafas dengan menggunakan vetilator
2. oksigenasi
Ventilator mode PSIMV ( Presure Sincronais mode PSIMV ( Presure Sincronais Intermiten

Intermiten Mandatory Ventilasi ) dengan RR Mandatory Ventilasi ) dengan RR 10, PC 10

10, PC 10 dengan tidal volume 350-450, dan dengan tidal volume 350-450, dan MV 5-6 L/i

MV 5-6 L/i FIO2 yang digunakan 40 % dengan FIO2 yang digunakan 40 % dengan PEEP

PEEP 5cmH2o, suhu humidifier 37C, 5cmH2o, suhu humidifier 37C


3. injeksi

33
a. Citicolin 3 x 250 mgr  SPO2 94-96 %
b. Piracetam 3 x 3gr
c. Asam tranexamat 3 x 500 mgr  MV 7,5-7,8
d. Syring pum Tramadol 300 mgr/ 24 jam
e. Manitol 2 x 125
4. Nutrisi  TV410-427
N80 6X 200cc= 1200 CC
1 cc =1 kal  RR 19-20X/mnt
5. IUFD
KAEN Mg 3 500cc/ 24 jam  TD 118/73-123/80mmHg
Dengan kalori
100kal/ 1000 ML
50 kal/ 500 ML  HR 110-120x/mnt
50kal x 4 = 200kal/ 500 ml
Sodium Clorid 0,9% 500cc/ 24 jam  Intake 938, output 2452 BC –1514/ 7 jam
Loding Sodium Clorid 0,9% 500cc/ 1 jam
 Tidak ada cairan residu di lambung

 Drain di aff jam 19 WIB

 GCS 1 X 3

 Pupil + 3/+2

34
 Extramitas 2 1

1 1

A: masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi mandiri dan kolaborasi

Manitol 1 x 125
Dulcolac 1 sup extra

2 mandiri S;
1. Memantau frekuensi, kedalaman dan O ;
 Sputum warna kuning kehijauan dan purulen
kesimetrisan pernafasan.catat peningkatan
 Nexulizer, fisioterapi nafas +
kerja pernafasan dan observasi warna kulit  RR 19-20X/mnt
dan membran mukosa  SPO2 94-96 %
2. Mencatat adanya kelelahan pernafasan  Auskultasi bunyi nafas terdengar suara ronkhi
3. Mengauskultasi bunyi nafas, catat tidak ki lapang paru bagian distal
adanya bunyi/ suara tambahan seperti  Reflek batuk masih belum adekuat
 Merawat luka tracheostomi kondisi luka bersih,
onkhi/whezzing
4. Meninggikan kepala tempat tidur kmerahan (-), push (-) heating utuh. Fiksasi
5. Mengevaluasi reflek batuk dan reflek
kuat.
menelan secara periodik  Mengganti anak kanul tiap 6 jam / tidak ada
6. Melakukan penghisapan sekret , catat warna

35
dan jumlah ( banyak/ sedikit ) plak
7. Mengobservasi adanya dispneu, nyeri dada, A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjut intervensi dan kolaborasi
catat adanya kegelisahan
Fisioterapi nafas dan suction
8. Memberikan perawatan tracheostomy
9. Melakukan pemantauan oxymetri, nadi secar
teratur
Terapi
3. Inhalasi : Nebulizer ventolin 1 amp + NACL
3 % 2 cc/ 6 jam
4. injeksi
Metoclopamide 3 x 10 mgr
Flumucil tab 4 x 1 tab

3 Mandiri S:
1. Melakukan personal higine ( oran, facial ) O: GCS 1 X 3
2. Memenuhi kebutuhan nutrisi peroral melalui  Nutrisi per oral terpenuhi, tidak ada residu
OGT  pasien tampak bersih
3. Memenuhi kebutuhan cairan dengan  Kebutuhan cairan terpenuhi
 Klien belum BAB kurang lebih 4 hari
memasang IV line  Intake 938, output 2452 BC –1514/ 7 jam
4. Membantu pasien untuk BAB dan obserfasi A : Masalah teratasi sebagian
produksi urin P : Lanjut intervensi dan kolaborasi
5. Mengganti linen dan selimut pasien tiap hari Extra dulcolac sup 1
atau bila kotor
6. Mengubah posisi tip 2- 4 jam

36
7. Memberi matras decubitus
Kolaborasi
IUFD
KAEN Mg 3 500cc/ 24 jam
Sodium clorid 0,9 %500 cc/ 24 jam

Nutrisi

D5% 6 X 200 CC

14/03/14 1 mandiri S;
O:
1. Mengatur posisi head up 30-45 derajat  Ventilator mode PSIMV ( Presure Sincronais
Intermiten Mandatory Ventilasi ) dengan RR 8,
2. Memonitoring BP,RR,temperatur, Nadi,
PC 8 dengan tidal volume 350-450, dan MV 5-
Oksigen
6 L/i FIO2 yang digunakan 40 % dengan PEEP
3. Melaporkan jika ada perubahan pola nafas 5cmH2o
dan kenaikan tekanan darah
 SPO2 94-99 %
4. Menghindari kepala dan leher terlalu
 MV 6,5-7,9
hiperfleksi atau hiperekstensi
 TV350-427
5. Menjaga lingkungan tenang

37
6. Mengurangi intervensi keperawatan yang  RR 19-25X/mnt
terlalu sering merangsang kenaikan
 TD 120/73-125/80mmHg
intracranial
 HR 110-120x/mnt
7. Mempertahankan suhu normal

8. Mencegah terjadi konstipasi  Suhu 37-38 C

9. Melaporkan bila ada perubahan GCS  Intake 880, output 1400 BC +552/ 7 jam

Terapi  Residu lambung 750 cc warna sonde

1. oksigenasi  GCS 1 X 3

Ventilator mode PSIMV ( Presure Sincronais  Pupil + 3/+2


Intermiten Mandatory Ventilasi ) dengan RR
 klien belum BAB kurang lebih 5 hari
8, PC 8 dengan tidal volume 350-450, dan
MV 5-6 L/i FIO2 yang digunakan 40 %  Extramitas 2 1
dengan PEEP 5cmH2o
1 1
2. injeksi
A : Masalah teratasi sebagian
a. Citicolin 3 x 250 mgr

38
b. Piracetam 3 x 3gr P: Lanjut intervensi dan kolaborasi
c. Syring pum Tramadol 300 mgr/ 24 jam
d. Manitol 1 x 125 mg Manitol stop

2 Mandiri S:
1. Memantau frekuensi, kedalaman dan O :
 Sputum warna kuning kehijauan dan purulen
kesimetrisan pernafasan.catat peningkatan
 Nexulizer, fisioterapi nafas +
kerja pernafasan dan observasi warna kulit  RR RR 19-25X/mnt
dan membran mukosa  SPO2 94-99%
2. Mencatat adanya kelelahan pernafasan  Auskultasi bunyi nafas terdengar suara ronkhi
3. Mengauskultasi bunyi nafas, catat tidak sedikit berkurang lapang paru bagian distal
adanya bunyi/ suara tambahan seperti  Reflek batuk masih belum adekuat
 Merawat luka tracheostomi kondisi luka bersih,
onkhi/whezzing
4. Meninggikan kepala tempat tidur kmerahan (-), push (-) heating utuh. Fiksasi
5. Mengevaluasi reflek batuk dan reflek
kuat.
menelan secara periodik  Mengganti anak kanul tiap 6 jam / tidak ada
6. Melakukan penghisapan sekret , catat warna
plak
dan jumlah ( banyak/ sedikit ) A : Masalah teratasi sebagian
7. Mengobservasi adanya dispneu, nyeri dada, P : Lanjut intervensi dan kolaborasi
Suction dan fisioterapi nafas
catat adanya kegelisahan
8. Memberikan perawatan tracheostomy
9. Melakukan pemantauan oxymetri, nadi secar

39
teratur
Terapi
1. Inhalasi : Nebulizer ventolin 1 amp +
NACL 3 % 2 cc/ 6 jam
2. injeksi
Metoclopamide 3 x 10 mgr
Flumucil tab 4 x 1 tab

3 Mandiri S:
1. Melakukan personal higine ( oran, facial ) O: GCS 1 X 3
2. Memenuhi kebutuhan nutrisi peroral melalui  Nutrisi per oral terpenuhi sebagian, terdapat
OGT residu lambung 750 cc warna sonde
3. Memenuhi kebutuhan cairan dengan  pasien tampak bersih
memasang IV line  Kebutuhan cairan terpenuhi
4. Membantu pasien untuk BAB dand obserfasi  Klien belum BAB kurang lebih 5hari
 Intake 880, output 1400 BC +552/ 7 jam
produksi urin A : Masalah teratasi sebagian
5. Mengganti linen dan selimut pasien tiap hari P : Lanjut intervensi dan kolaborasi
atau bila kotor Laktulac 3 x 1c
6. Mengubah posisi tip 2- 4 jam
7. Memberi matras decubitus Nutrisi

Kolaborasi D5% 6 X 100 CC jika ada residu ganti


Dulcolac sup extra N 80 6X 100 jika tidak ada residu

Nutrisi IUFD

40
D5% 6 X 100 CC  KAEN Mg 3 500cc/ 24 jam
 Aminofusin 500 /24 jm
IUFD

 KAEN Mg 3 1000cc/ 24 jam


 Aminofusin 500 /24 jm
 Extra Sodium clorid 0,9% 500cc / 1 jam

15/03/14 1 mandiri S;
O:
1. Mengatur posisi head up 30-45 derajat
 Ventilator mode SPONTAN dengan, PC 8
2. Memonitoring BP,RR,temperatur, Nadi, dengan tidal volume 350-450, dan FIO2 yang
Oksigen digunakan 40 % dengan PEEP 5 SPO2 94-99 %

3. Melaporkan jika ada perubahan pola nafas  BGA ganti TP BGA 2 jam TP extubasi
dan kenaikan tekanan darah
 O2 menggunakan traceo mask 10 lpm
4. Menghindari kepala dan leher terlalu
hiperfleksi atau hiperekstensi  TV380-410

5. Menjaga lingkungan tenang  RR 16-25X/mnt

6. Mengurangi intervensi keperawatan yang  TD 110/70-125/80mmHg

41
terlalu sering merangsang kenaikan  HR 99-110x/mnt
intracranial
 Suhu 36-37 C
7. Mempertahankan suhu normal
 Intake 659, output 900 BC -241/ 7 jam
8. Mencegah terjadi konstipasi
 GCS 1 X 3
9. Melaporkan bila ada perubahan GCS
 Pupil + 3/+2
Terapi
 klien belum BAB kurang lebih 6 hari
1. oksigenasi
 Extramitas 2 1
 Ventilator mode SPONTAN dengan, PC 8
dengan tidal volume 350-450, dan FIO2 2 1

yang digunakan 40 % dengan PEEP 5


A : Masalah teratasi sebagian

 T-Peace 10 lpm 2 jam BGA


P: Lanjut intervensi dan kolaborasi

 Extubasi Pindah ruangan

2. injeksi

42
 Citicolin 3 x 250 mgr

 Piracetam 3 x 3gr

 Syring pum Tramadol 300 mgr/ 24 jam

2 Mandiri S:
1. Memantau frekuensi, kedalaman dan O :
kesimetrisan pernafasan.catat peningkatan  Sputum warna kuning dan purulen
 Nexulizer, fisioterapi nafas +
kerja pernafasan dan observasi warna kulit  RR RR 19-25X/mnt
dan membran mukosa  SPO2 96-100%
2. Mencatat adanya kelelahan pernafasan  Auskultasi bunyi nafas terdengar suara ronkhi
3. Mengauskultasi bunyi nafas, catat tidak sedikit berkurang lapang paru bagian distal
adanya bunyi/ suara tambahan seperti  Reflek batuk masih belum adekuat
 Merawat luka tracheostomi kondisi luka bersih,
onkhi/whezzing
4. Meninggikan kepala tempat tidur kmerahan (-), push (-) heating utuh. Fiksasi
5. Mengevaluasi reflek batuk dan reflek
kuat.
menelan secara periodik  Mengganti anak kanul tiap 6 jam / tidak ada
6. Melakukan penghisapan sekret , catat warna
plak
dan jumlah ( banyak/ sedikit ) A : Masalah teratasi sebagian
7. Mengobservasi adanya dispneu, nyeri dada, P : Lanjut intervensi dan kolaborasi
Suction dan fisioterapi nafas
catat adanya kegelisahan
8. Memberikan perawatan tracheostomy
9. Melakukan pemantauan oxymetri, nadi secar

43
teratur
Terapi
1. Inhalasi : Nebulizer ventolin 1 amp +
NACL 3 % 2 cc/ 6 jam
2. injeksi
Metoclopamide 3 x 10 mgr
Flumucil tab 4 x 1 tab

3 Mandiri S:
1. Melakukan personal higine ( oran, facial ) O: GCS 1 X 3
2. Memenuhi kebutuhan nutrisi peroral melalui  Nutrisi per oral terpenuhi
OGT  pasien tampak bersih
3. Memenuhi kebutuhan cairan dengan  Kebutuhan cairan terpenuhi
 Klien belum BAB kurang lebih 6 hari
memasang IV line  Intake 659, output 900 BC -241/ 7 jam
4. Membantu pasien untuk BAB dan obserfasi A : Masalah teratasi sebagian
produksi urin P : Lanjut intervensi dan kolaborasi
5. Mengganti linen dan selimut pasien tiap hari
Nutrisi
atau bila kotor
6. Mengubah posisi tip 2- 4 jam
7. Memberi matras decubitus D5% 6 X 100 CC jika ada residu ganti
terapi N 80 6X 100 jika tidak ada residu
Laktulac 3 x 1c
IUFD
Nutrisi

44
D5% 6 X 100 CC jika ada residu ganti  KAEN Mg 3 500cc/ 24 jam
N 80 6X 100 jika tidak ada residu  Aminofusin 500 /24 jm
Pindah ruang
IUFD

 KAEN Mg 3 500cc/ 24 jam


 Aminofusin 500 /24 jm

45
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Cidera Otak suatu keadaan dimana terjadi terjadinya penyimpangan


bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, sehingga
mempengaruhi sirkulasi darah di otak.Cidera kepala dibagi menjadi
acidera kepala ringan, sedang, dan berat.

Berdasarkan Asuhan Keperawatan pada klien dengan diagnosa medis


cidera oatak besar yang telah di rawat di RSUD dr, Saiful Anwar Malang
di dapatkan suatu kondisi dimana kllien mengalami penurunan kesadaran,
di karnakan pada hasil CT Scan kepala menandakan adanya EDH sehingga
dilakukan operasi Trepanasi dan karna kondisi ini klien membutuhkan
bantuan alah respirator berupa ventilator, untuk mempercepat proses
winning pasien dilakukan Traceostomi, pasien dilakukan pengkajian pada
post operasi hari ke 7 pada saat ini pasien memakai drain untuk
pengukuran ICP, darin untuk EVD dan redon drain pengkajian
menggunakan pengkajian Headtoto, dan setelah kurang lebih 3 hari
memberikan asuhan keperawatan klien stabil dan diperbolehkan pindah
ruang.

B. Saran

Dalam penulisan makalah ini penulis tidak lepas dari kesalahan oleh sebab
itu penulis sangat berharap kritik dan saran dari para pembaca guna untuk
membuat makalah yang lebih baik lagi.dan atas kritik dan sarannya
penulis mengucapkan banyak terimakasih

46
DAFTAR PUSTAKA
Doenges M.E (1999) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2
nd ed). Philadelpia, F.A Davis Company

Long; BC and Phipps WJ (1995) Essential of Medical Surgical Nursing : A


Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company

Asikin Z (1997) Simposium keperawatan Penderita Cedera Kepala.


Penatapelaksaan Penderita dengan Alat Bantu Nafas, Jakarta.

Harsono (1993) Kapita Selekta Neurologi, Gajah Mada University Press

Long, B C (2008). Perawat Medical Bedah (Suatu Pendekatan Keperawatan)


jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC

47

Anda mungkin juga menyukai