Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes simpleks
virus (HSV) tipe 1 atau tipe 2 yang ditandai dengan adanya vesikel yang
berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat
mukokutan. Penyakit ini menyebabkan kulit melepuh dan terasa sakit pada otot di
sekitar daerah yang terjangkit. Penyakit ini juga bisa ditularkan melalui hubungan
seksual. Herpes atau HSV 2 bisa sangat berbahaya jika tidak segera ditangani.
Ketika aktif, virus ini akan berkembang dan bergerak di antara sel-sel saraf.
HSV dapat menular dan masuk ke dalam tubuh melalui berbagai membran
mukosa. Membran mukosa adalah jaringan lunak basah yang melapisi bagian
terbuka tubuh. Membran mukosa berada di beberapa bagian tubuh dan
bersinggungan langsung dengan kulit, yaitu pada dinding mulut, bagian dalam
kelopak mata, di dalam telinga, dalam saluran urin, di dinding vagina dan
anus. Gejala herpes simpleks yang pertama kali muncul adalah luka melepuh
yang kemerahan dan terasa sakit di sekitar daerah genital. Luka ini bisa pecah dan
menjadi luka terbuka.
Virus herpes simpleks 1 dan 2 (HSV-1 dan HSV-2) adalah dua virus dari
famili herpasvirus, Herpasviridae, yang menyebabkan infeksi pada manusia.
HSV-1 dan 2 juga merujuk pada virus herpes manusia 1 dan 2 (HHV-1 dan HHV-
2). Setelah infeksi, HSV menjadi tersembunyi, selama virus ada pada sel tubuh
saraf. Selama reaktivitas, virus diproduksi di sel dan dikirim melalui sel saraf
akson menuju kulit.

1.2 Tujuan
1. Untuk menjelaskan definisi Herpes Simpleks
2. Untuk menjelasakan bagaimanakah etiologi Herpes Simpleks.
3. Untuk menjelasakan bagaimanakah patofisiologi Herpes Simpleks.

1
4. Untuk menjelasakan bagaimanakah tingkatan infeksi Herpes Simpleks.
5. Untuk menjelasakan bagaimanakah manifestasi klinik dan diagnosis kusta.
6. Untuk menjelaskan bagaimanakah insiden Herpes Simpleks
7. Untuk menjelaskan bagaimana diasnostik Herpes Simpleks.
8. Untuk menjelaskan bagaimana penatalaksanaan Herpes Simpleks.

1.3 Manfaat
Menambah pemahaman tentang Herpes Simpleks Mampu menjelaskan
tentang Herpes Simpleks dan dapat mengetahui penyebab, faktor, dan
pencegahannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Herpes Simpleks adalah infeksi akut oleh virus herpes simpleks (virus
herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai adanya vesikel berkelompok di
atas kulit yang eritematosa di daerah mukokutan. Herpes simpleks disebut juga
fever blister, cold score, herpes febrilis, herpes labialis, herpes progenitalis.
(Kapita Selekta Kedokteran ed.III, 2000:151)
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes
simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya
vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah
dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun
rekurens. (Adhi DJuanda, Ilmu penyakit kulit dan kelamin,2000:355)
Herpes simpleks adalah penyakit yang mengenai kulit dan mukosa, bersifat
kronis dan residif , disebabkan oleh virus herpes simpleks/herpes virus hominis.
(FK Unair, 1993 dalam Loetfia Dwi Rahariyani tahun 2008 : 45)

2.2 Etiologi
Berdasarkan struktur antigeniknya dikenal 2 tipe virus herpes simpleks:
1. Virus herpes simpleks tipe I (HSV I). Penyakit kulit/selaput lendir yang
ditimbulkan biasanya disebut herpes simplekssaja, atau dengan nama
lain herpes labialis, herpes febrilis. Biasanya penderita terinfeksi virus ini
pada usia kanak-kanak melalui udara dan sebagian kecil melalui kontak
langsung seperti ciuman, sentuhan atau memakai baju/handuk mandi
bersama. Lesi umumnya dijumpai pada tubuh bagian atas. Termasuk mata
dengan rongga mulut, hidung dan pipi; selain itu, dapat juga dijumpai di
daerah genitalia, yang penularannya lewat koitus orogenital (oral sex).
2. Virus herpes simpleks tipe II (HSV II, “virus of love”). Penyakit ditularkan
melalui hubungan seksual. Tetapi dapat juga terjadi tanpa koitus, misalnya

3
dapat terjadi pada dokter/dokter gigi dan tenaga medik. Lokalisasi lesi
umumnya adalah bagian tubuh di bawah pusar, terutama daerah genitalia lesi
ekstra-genital dapat pula terjadi akibat hubungan seksual orogenital.

2.3 Patofisiologi
HSV disebarkan melalui kontak langsung antara virus dengan mukosa atau
setiap kerusakan di kulit. Virus herpes tidak dapat hidup di luar lingkungan yang
lembab dan penyebaran infeksi melalui cara selain kontak langsung kecil
kemungkinannya terjadi. HSV memiliki kemmpuan untuk menginvasi beragam
sel melalui fusi langsung dengan membrane sel. pada infeksi aktif primer, virus
menginvasi sel pejamu dan cepat berkembang dengan biak, menghancurkan sel
pejamu dan melepaskan lebih banyak virion untuk menginfeksi sel-sel
disekitarnya. Pada infeksi aktif primer, virus menyebar melalui saluran limfe ke
kelenjar limfe regional dan menyebabkan limfadenopati. Tubuh melakukan
respon imun seluler dan humoral yang menahan infeksi tetapi tidak dapat
mencegah kekambuhan infeksi aktif. Setelah in feksi awal timbul fase laten.
Selama masa ini virus masuk ke dalam sel-sel sensorik yang mempersarafi daerah
yang terinfeksi dan bermigrasi disepanjang akson untuk bersembunyi di dalam
ganglion radiksdorsalis tempat virus berdiam tanpa menimbulkan sitotoksisitas
atau gejala pada manusia.

2.4 Tingkatan Infeksi


1. Infeksi primer
Tempat predileksi VHS tipe I di daerah pinggang ke atas terutama di daerah
mulut dan hidung, biasanya dimulai pada usia anak-anak. Inokulasi dapat
terjadi secara kebetulan, misalnya kontak kulit pada perawat, dokter gigi, atau
pada orang yang sering menggigiti jari (herpetic Whit-low). Virus ini juga
sebagai penyebab herpes enfalitis. Infeksi primer oleh VHS tipe II
mempunyai tempat predileksi di daerah genital, juga dapat menyebabkan
herpes meningitis dan infeksi neonatus.

4
Daerah predileksi ini sering kacau karena adanya cara hubungan seksual
seperti oro-genital, sehingga herpes yang terdapat di daerah genital kadang-
kadang disebabkan oleh VHS tipe I sedangkan di daerah mulut dan rongga
mulut dapat disebabkan oleh VHS tipe II.
2. Infeksi primer
Berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira-kira 2-6 minggu dan sering
disertai gejala sistemik, misalnya demam, malese dan anoreksia, dan dapat
ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening regional hingga terjadi
penyembuhan secara spontan.Kelainan klinis yang dijumpai berupa rasa sakit
serta vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa,
berisi cairan jernih dan kemudian menjadi seropurulen, dapat menjadi kusta
dan kadang-kadang menagalami ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh
tanpa sikatriks. Pada perabaan tidak terdapat indurasi. Kadang-kadang dapat
timbul infeksi sekunder sehingga memberi gambaran yang tidak jelas.
Umumnya didapati pada orang yang kekurangan antibodi virus herpes
simpleks. Pada wanita ada laporan yang mengatakan bahwa 80% infeksi VHS
pada genitalia eksterna disertai infeksi pada serviks.
3. Infeksi rekurens (infeksi kambuhan)
Bila penderita sebelumnya telah pernah berkontak dengan virus ini sebagai
infeksi primer, kebanyakan penderita akan mengalami infeksi kambuhan
(rekurens). Infeksi ini berarti VHS pada ganglion dorsalis yang dalam
keadaaan tidak aktif, dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai
kulit sehingga menimbulkan gejala klinis. Mekanisme pacu itu dapat berupa
trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, dll), trauma
psikis (gangguan emosional, menstruasi), dan dapat pula timbul akibat jenis
makanan yang merangsang (pedas, daging kambing) dan minuman yang
merangsang (alkohol).
Lesi pada infeksi kambuhan ini biasanya lebih kecil dan lebih sedikit, tidak
begitu terasa sakit. Gejala klinis yang timbul lebih ringan dari pada infeksi
primer dan berlangsung kira-kira 7-10 hari. Sering ditemukan gejala
prodromal lokal sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal, dan nyeri.

5
Infeksi rekurens ini dapat timbul pada tempat yang sama (loco) atau tempat
lain/tempat di sekitarnya (non loco).
Penderita yang mengabaikan penyakitnya dapat mengalami infeksi sekunder
oleh kuman-kuman lain, sehingga gambaran klinisnya berubah menjadi luka
yang kotor, berbau, dan disertai pembesaran getah bening regional. Infeksi
sekunder dapat pula disertai oleh gejala sistemik, seperti demam, sakit kepala,
badan lemas, dan muntah-muntah.

2.5 Manifestasi Klinis


1. Inokulasi kompleks primer (primary inoculation complex).
Infeksi primer herpes simpleks pada penderita usia muda yang baru pertama
kali terinfeksi virus ini dapat menyebabkan reaksi lokal dan sistemik yang
hebat. Manifestasinya dapat berupa herpes labialis. Dalam waktu 24 jam saja,
penderita sudah mengalami panas tinggi (39-40oC), disusul oleh pembesaran
kelenjar limfe submentalis, pembengkakan bibir, dan lekositosis di atas
12.000/mm3, yang 75-80%nya berupa sel polimorfonuklear. Terakhir, bentuk
ini diikuti rasa sakit pada tenggorokan. Insidens tertinggi terjadi pada usia
antara 1-5 tahun. Waktu inkubasinya 3-10 hari. Kelainan akan sembuh
spontan setelah 2-6 minggu.
2. Herpes gingivostomatitis.
Kebanyakan bentuk ini terjadi pada anak-anak dan orang dewasa muda.
Manifestasi klinis berupa panas tinggi, limfadenopati regional dan malaise.
Lesi berupa vesikel yang memecah dan terlihat sebagai bercak putih atau
ulkus. Kelainan ini dapat meluas ke mukosa bukal, lidah, dan tonsil, sehingga
mengakibatkan rasa sakit, bau nafas yang busuk, dan penurunan nafsu makan.
Pada anak-anak dapat terjadi dehidrasi dan asidosis. Kelainan ini berlangsung
antara 2-4 minggu.
3. Infeksi herpes simpleks diseminata.
Bentuk herpes ini terjadi pada anak-anak usia 6 bulan sampai 3 tahun,
dimulai dengan herpes gingivostomatitis berat. Jenis ini dapat mengenai paru-
paru dan menimbulkan viremia masif, yang berakibat gastroenteritis disfungsi

6
ginjal dan kelenjar adrenal, serta ensefalitis. Kematian banyak terjadi pada
stadium viremia yang berat.
4. Herpes genitalis (progenitalis).
Infeksi primer terjadi setelah melalui masa tunas 3-5 hari. Penularan dapat
melalui hubungan seksual secara genito-genital, orogenital, maupun
anogenital. Erupsinya juga berupa vesikel tunggal atau menggerombol,
bilateral, pada dasar kulit yang eritematus, kemudian berkonfluensi,
memecah, membentuk erosi atau ulkus yang dangkal disertai rasa nyeri. 31%
penderita mengalami gejala konstitusi berupa demam, malaise, mialgia, dan
sakit kepala; dan 50% mengalami limfadenopati inguinal

2.6 Penatalaksanaan
Karena infeksi HSV tidak dapat disembuhkan, maka terapi ditujukan untuk
mengendalikan gejala dan menurunkan pengeluaran virus. Obat antivirus analog
nukleosida merupakan terapi yang dianjurkan. Obat-obatan ini bekerja dengan
menyebabkan deaktivasi atau mengantagonisasi DNA polymerase HSV yang
pada gilirannya menghentikan sintesis DNA dan replikasi virus. Tiga obat
antivirus yang dianjurkan oleh petunjuk CDC 1998 adalak asiklovir, famsiklovir,
dan valasiklovir. Obat antivirus harus dimulai sejak awal tanda kekambuhan
untuk mengurangi dan mempersingkat gejala. Apabila obat tertunda sampai lesi
kulit muncul, maka gejala hanya memendek 1 hari. Pasien yang mengalami
kekambuhan 6 kali atau lebih setahun sebaiknya ditawari terapi supresif setiap
hari yang dapat mengurangi frekuensi kekambuhan sebesar 75%. Terapi
topical dengan krim atau salep antivirus tidak terbukti efektif.
Terapi supresif atau profilaksis dianjurkan untuk mengurangi resiko infeksi
perinatal dan keharusan melakukan seksio sesarea pada wanita yang positif HSV.
Vaksin untuk mencegah infeksi HSV-2 sekarang sedang diteliti.

7
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a) Biodata.
Dapat terjadi pada semua orang di semua umur; sering terjadi pada remaja dan
dewasa muda. Jenis kelamin; dapat terjadi pada pria dan wanita. Pekerjaan;
beresiko tinggi pada penjaja seks komersial.
b) Keluhan utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ketempat palayanan
kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul.
c) Riwayat penyakit sekarang
Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien. pada beberapa kasus,
timbul lesi/vesikel perkelompok pada penderita yang mengalami demam atau
penyakit yang disertai peningkatan suhu tubuh atau pada penderita yang
mengalami trauma fisik maupun psikis. Penderita merasakan nyeri yang hebat,
terutama pada area kulit yang mengalami peradangan berat dan vesikulasi yang
hebat.
d) Riwayat penyakit dahulu
Sering diderita kembali oleh klien yang pernah mengalami penyakit herpes
simplek atau memiliki riwayat penyakit seperti ini.
e) Riwayat penyakit kelarga
Ada anggota keluarga atau teman dekat yang terinfeksi virus ini.
f) Kebutuhan psikososial
Klien dengan penyakit kulit, terutama yang lesinya berada pada bagian muka
atau yang dapat dilihat oleh orang, biasanya mengalami gangguan konsep
diri.hal itu meliputi perubahan citra tubuh, ideal diri tubuh, ideal diri, harga
diri, penampilan peran, atau identitas diri. Reaksi yang mungkin timbul adalah:
1. Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian tubuh.
2. Menarik diri dari kontak social.

8
3. Kemampuan untuk mengurus diri berkurang.
g) Kebiasaan sehari-hari.
Dengan adanya nyeri, kebiasaan sehari-hari klien juga dapat mengalami
gangguan, terutama untuk istirahat/tidur dan aktivitas. Terjadi gangguan BAB
dan BAK pada herpes simpleks genitalis. Penyakit ini sering diderita oleh klien
yang mempunyai kebiasaan menggunakan alat-alat pribadi secara bersama-
sama atau klien yang mempunyai kebiasaan melakukan hubungan seksual
dengan berganti-ganti pasangan.
h) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dan daya
tahan tubuh klien. pada kondisi awal/saat proses peradangan , dapat terjadi
peningkatan suhu tubuh atau demam dan perubahan tanda-tanda vital yang
lain. Pada pengkajian kulit, ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok
yang nyeri ,edema di sekitar lesi, dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi
sekunder. Pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu diperhatikan
adalah bagian glans penis, batang penis, uretra, dan daerah anus. Sedangkan
pada wanita, daerah yang perlu diperhatikan adalah labia mayor dan minor,
klitoris, introitus vagina, dan serviks. Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk,
ukuran / luas, warna, dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe regional, periksa
adanya pembesaran; pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar
limfe regional.
Untuk mengetahui adanya nyeri, kita dapat mengkaji respon individu terhadap
nyeri akut secara fisiologis atau melalui respon perilaku. Secara
fisiologis,terjadi diaphoresis, peningkatan denyut jantung, peningkatan
pernapasan, dan peningkatan tekanan darah; pada perilaku, dapat juga dijumpai
menangis, merintih, atau marah. Lakukan pengukuran nyeri dengan
menggunakan skala nyeri 0-10 untuk orang dewasa. Untuk anak-anak, pilih
skala yang sesuai dengan usia perkembangannya kita bisa menggunakan skala
wajah untuk mengkaji nyeri sesuai usia; libatkan anak dalam pemilihan

9
3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang muncul pada pasien herpes simpleks adalah :
1. Nyeri b/d inflamasi jaringan
2. Resiko infeksi b/d pemajanan melalui kontak ( kontak langsung & tidak
langsung)
3. Kerusakan Integritas Kulit b/d penurunan imunologis
4. Gangguan citra tubuh b/d perubahan penampilan, sekunder akibat penyakit
herpes simpleks

10
BAB IV
KASUS FIKTIF

Ny. R umur 30 tahun, beralamatkan di Tenggela, Telaga, Gorontalo. Pada


tanggal 10 Mei pukul 09.00 pagi pasien datang kerumah sakit dengan diantar oleh
suaminya. Ny. R mengeluh adanya rasa tidak nyaman dan adanya lepuhan yang
bergerombol dan dikelilingi oleh daerah kemerahan membentuk sebuah
gelembung cair pada daerah genetalia. Sebelumnya Ny. R mengalami gatal-gatal
selama 4 hari. Ny. R mengeluh nyeri di daerah genetalia dan kulitnya. Ibu
mengatakan pekerjaan beliau dan suaminya sebagai guru di sebuah sekolah dasar.
Dari hasil observasi keadaan umum ibu lemas, kesadaran Compos Mentis, status
emosional stabil, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 82 kali/menit, pernafasan 24
0
kali/menit, suhu 38,6 C, terdapat vesikel yang multipel di daerah mulut dan
kulitnya. Leukosit < 4000/mmk

ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
Tanggal MRS : 10-05-15 Sumber informasi : Klien dan Keluarga
Ruang / kelas : Cendrawasih / I Tgl Pengkajian : 10-05-15
Dx Medis : Herpes Simplex
1. Identitas
Nama : Ny. R
Usia : 30 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Gorontalo/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Alamat : Desa Tenggela, Telaga, Gorontalo
Keluhan Utama : Gatal dan nyeri pada daerah kemaluan
 Riwayat Penyakit Sekarang

11
Sebelumnya Ny. R mengalami gatal-gatal selama 4 hari. Ny. R mengeluh
nyeri di daerah genetalia berwarna kemerahan pada kulit kemudian di ikuti
gelembung gelembung berisi cairan
 Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini, pasien juga
tidak memiliki alergi. Jika merasa gatal biasanya diolesi minyak kayu putih
bisa hilang dengan sendirinya.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Suami pernah terkena herpes simpleks sebelumnya, tapi herpes menyerang
daerah genetalia dan sekitarnya. Dua minggu yang lalu penyakitnya kambuh
tapi sekarang sudah sembuh.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan TTV
Tekanan Darah : 120/80 mmHg,
Nadi : 82 kali/menit,
RR : 24 kali/menit,
Suhu : 38,6 0 C
b. Pemeriksaan B1 – B6
B1 ( Breathing )
Paru – paru
Ø Inspeksi : Simetris, statis, dinamis
Ø Palpasi : Sterm fremitus kanan = kiri
Ø Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Ø Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan ( - )
B2 ( Blood )
Jantung
Ø Inspeksi : Simetris, statis, dinamis
Ø Palpasi : Teraba normal
Ø Perkusi : Konfigurasi jantung dalam batas normal
Ø Auskultasi : Normal (S1 S2 tunggal)
B3 ( Brain )

12
Kesadaran composmentis (GCS : 4-5-6)
B4 ( Bladder )
BAK tidak menentu, tidak ada nyeri tekan di area bladder. adanya lepuhan
yang bergerombol dan dikelilingi oleh daerah kemerahan membentuk
sebuah gelembung cair pada daerah kemaluan.
B5 ( Bowel )
Nafsu makan agak menurun, tetapi porsi makanan tetap habis.
Ø Inspeksi : Datar
Ø Palpasi : Supel, tidak ada massa
Ø Perkusi : Timpani
Ø Auskultasi : Bising usus ( + )
B6 ( Bone )
Tidak ditemukan lesi atau odem pada ekstrimitas atas maupun bawah. Kulit
lembab, turgor baik, tidak terdapat pitting edema, warna kulit sawo matang,
tidak ada hiperpigmentasi.
3. Pola Aktivitas Sehari-hari
a. Pola Manajemen Kesehatan
Pasien mengatakan jika ada keluarga yang sakit maka segera dibawa tempat
pelayanan kesehatan terdekat baik itu poliklinik maupun dokter.
b. Pola Nutrisi
Sebelum sakit pasien makan dengan porsi sedang 3 x sehari (porsi makan
+/- 7-8 sendok makan) ditambah makanan ringan serta minum 8 gelas/ hari
(1500ml/hari). Namun saat sakit nafsu makan pasien berkurang, tetapi tidak
sampai kehilangan nafsu makan. Di rumah sakit pasien masih dapat
menghabiskan porsi makannya.
c. Pola Eliminasi
Untuk BAK pasien mengalami gangguan selama sakitnya, walaupun pasien
tetap kencing dengan frekuensi seperti biasanya, tetapi pasien merasa nyeri
saat berkemih.
d. Pola Tidur dan Istirahat

13
Sebelum sakit pasien tidak ada keluhan dengan kebiasaan tidurnya yaitu 6-
8 jam/ hari. Ketika sakit pasien kadang mengeluh kesulitan untuk tidur
karena merasakan nyeri dan gatal pada daerah tubuh teutama kulit
e. Pola Persepsi Dan Kognitif
Pasien tidak mengalami disorientasi tempat dan waktu. Semua alat indera
pasien masih berfungsi dalam batas normal.
f. Pola Aktivitas
Pasien mampu beraktivitas seperti biasanya, tapi agak mengurangi
aktivitasnya karena pasien merasakan nyeri saat berjalan.
g. Pola Persepsi Diri dan Konsep Diri
Pasien kurang tahu kondisi penyakitnya saat ini tetapi akan berusaha
menerima segala kondisinya saat ini.
h. Pola Peran Dan Hubungan
Pasien agak risih dengan keadaannya saat ini. Terutama hubungan dengan
sang suami.
i. Pola Seksualitas dan Reproduksi
Pasien berjenis kelamin perempuan, sudah menikah dan mempunyai
seorang anak. Selama sakit pola seksualitas terganggu.
j. Pola Koping dan Toleransi Stress
Pasien merasa yakin bahwa suatu saat penyakitnya akan sembuh, tetapi
harus memerlukan suatu usaha dan tak lupa untuk terus berdoa.
k. Pola Nilai dan Kepercayaan/ Agama
Pasien masih menjalankan ibadah rutin.
4.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agent cedera biologis
2. Hipertermi b.d proses penyakit
3. Kerusakan Integritas Kulit b.d faktor mekanik

14
4.3 Rencana Keperawatan
No Hari/tgl NDX NOC NIC Rasional
1 10.05.15 Nyeri akut Setelah diberikan Lakukan pengkajian Nyeri selalu ada beberapa
b.d agent tindakan keperawatan nyeri secara komprehensif derajat beratnya keterlibatan
cedera selama 3x24 jam, nyeri ( lokasi, karakteristik, jaringan / kerusakan.
biologis dapat terkontrol durasi, frekuensi,kualitas Perubahan lokasi/ karakter/
dengan Kriteria Hasil : dan faktor pesipitasi) intensitas nyeri dapat
Mampu mengontrol mengindikasikan terjadinya
nyeri (tahu penyebab komplikasi
nyeri, mampu Observasi reaksi non Menetapkan dasar untuk
menggunakan teknik verbal dari mengkaji perbaikan /
nonfarmakologi untuk ketidaknyamanan perubahan - perubahan
mengurangi nyeri, Dapat menurunkan
mencari bantuan) Gunakan teknik kecemasan dan
Melaporkan bahwa komunikasi teraipetik meningkatkan kenyamanan
nyeri berkurang untuk mengetahui klien
dengan menggunakan pengalaman nyeri klien
manajemen nyeri Kontrol lingkungan yang
Mampu mengenali dapat mempengaruhi Menurunkan stimulasi
nyeri ( skala intensitas, nyeri seperti suhu yang berlebihan dapat
frekuensi, dan tanda ruangan, pencahayaan, mengurangi nyeri. Beberapa
nyeri) kebisingan orang mungkin sensitif
Menyatakan rasa terhadap cahaya yang dapat
nyaman setelah nyeri meningkatkan nyeri
berkurang Ajarkan tentang teknik Memfokuskan kebali
pernafasan / relaksasi perhatian, meningkatkan
relaksasi, dan meningkatkan
rasa control, yang dapat
menurunkan

15
ketergantunggan
farmakologis
Berikan analgetik untuk Menurunkan /
mengurangi nyeri mengontrol nyeri dan
menurunkan rangsangan
system saraf simpatis
Evaluasi keefektifan Untuk mengetahui
kontrol nyeri intervensi selanjutnya
Anjurkan klien untuk Kekurangan tidur dapat
beristirahat meningkatkan persepsi nyeri
/ kemampuan koping
menurun
Untuk mengetahui
Kolaborasi dengan intervensi selanjutnya
dokter jika keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
2 10.05.15 Hipertermi Setelah diberikan Monitor suhu sesering Untuk mengetahui
b.d proses tindakan keperawatan mungkin intervensi selanjutnya
penyakit selama 3x24 jam, Monitor warna dan Untuk mengetahui
pasien menunjukkan suhu kulit perubahan yang terjadi
suhu tubuh dalam Monitor TD, nadi, dan Tanda – tanda vital
batas normal dengan RR merupakan acuan untuk
Kriteria Hasil: mengetahui keadaan umum
Suhu tubuh dalam pasien
rentang normal Monitor penurunan Penurunan tingkat
Nadi dan RR dalam tingkat kesadaran kesadaran menunjukkan
rentang normal tanda bahwa pasien tersebut
Tidak ada perubahan semakin parah bahkan bisa
warna kulit dan tidak syok
pusing Antipiretik dapat

16
Berikan antipiretik menurunkan panas
Merangsang penurunan
Kompres pada lipatan suhu tubuh pada
paha dan aksila hipotalamus sebagai pusat
pengaturan tubuh
Tingkatkan sirkulasi Untuk menjaga agar klien
udara tetap nyaman
Tingkatkan intake Peningkatan suhu tubuh
cairan dan nutrisi mengakibatkan penguapan
tubuh meningkat sehingga
perlu diimbangi dengan
asupan cairan dan nutrisi
yang cukup
3 10.05.15 Kerusakan Setelah diberikan Anjurkan pasien Tekanan baju / balutan
Integritas tindakan keperawatan menggunakan pakaian meminimalkan jaringan
Kulit b.d selama 3x24 jam, yang longgar parut dengan
faktor diharapkan kerusakan mempertahankannya datar,
mekanik integritas kulit pasien lembut, dan lunak.
teratasi dengan Kriteria Hindari kerutan pada Menghindari tekanan
Hasil : tempat tidur lama pada jaringan,
Integritas kulit yang menurunkan potensial
baik bisa iskemia jaringan/ nekrosis
dipertahankan (sensasi, dan pembentukan dekubitus
elastisitas, Klien yang mengalami
temperature, hidrasi, kelainan kulit itu harus
pigmentasi) Jaga kebersihan kulit selalu dibersihkan. Jika
Tidak ada luka / lesi agar tetap bersih dan tetap tidak, kulit bisa menjadi
pada kulit kering media sehingga bakteri bisa
Perfusi jaringan baik masuk
Menunjukkan Mencegah secara
pemahaman dalam progresif mengencangkan

17
proses perbaikan kulit jaringan parut dan
dan mencegah Mobilisasi pasien kontraktur, meningkatkan
terjadinya sedera pemeliharaan fungsi otot /
berulang sendi dan mencegah
Mampu melindungi menurunkan kehilangan
kulit dan kalsium dari tulang
mempertahankan Menunjukkan proses
kelembaban kulit dan inflamasi
perawatan alami Jika tidak dibersihkan,
kulit bisa menjadi media
yang baik sehingga bakteri
bisa masuk. Disarankan
menggunakan sabun
Monitor kulit akan antiseptic.
adanya kemerahan
Mandikan pasien
dengan sabun dan air
hangat

18
4.4 Implementasi dan Evaluasi

No Hari/ Tgl Jam Implementasi Evaluasi


1 10.05.15 09.05 Melakukan pengkajian nyeri secara Jam : 09.35
komprehensif S : Klien mengatakan masih merasakan
Mengobservasi reaksi non verbal dari nyeri pada daerah sekitar kemaluan
09.10 ketidaknyamanan O:
Menggunakan teknik komunikasi Klien tampak meringis
09.15 teraipetik untuk mengetahui Nyeri berada pada skala 6 (1-10)
pengalaman nyeri klien TTV :
Mengontrol lingkungan yang dapat TD =120/80 mmHg
09.20 mempengaruhi nyeri seperti suhu N = 80x/mnt
ruangan, pencahayaan, kebisingan SB = 38,60 C
Mengajarkan tentang teknik RR = 22x/mnt
pernafasan / relaksasi A : Masalah nyeri belum teratasi
09.25 Memberikan analgetik untuk P : Lanjutkan intervensi
mengurangi nyeri
12.00 Mengevaluasi keefektifan kontrol
nyeri
09.30 Menganjurkan klien untuk beristirahat

09.40

2 10.05.15 10.30 Memonitor suhu sesering mungkin Jam : 13.50


Memonitor warna dan suhu kulit S : Klien mengeluh masih demam
10.35 Memonitor TD, nadi, dan RR O:
09.35 Memonitor penurunan tingkat Akral teraba hangat
kesadaran TTV :
10.30 Memberikan antipiretik TD =120/80
Mengompres pada lipatan paha dan N = 80x/menit

19
12.00 aksila SB = 38,4 0 C
10.40 Meningkatkan sirkulasi udara RR = 22x/menit
Meningkatkan intake cairan dan A : Masalah Hipertermi belum teratasi
10.45 nutrisi P : Lanjutkan intervensi
10.50

3 10.05.15 11.00 Anjurkan pasien menggunakan Jam : 11.10


pakaian yang longgar S : Klien mengeluh adanya gelembung-
09.10 Hindari kerutan pada tempat tidur gelembung diarea kemaluan dan sekitarnya
Monitor kulit akan adanya O : adanya gelembung-gelembung
11.05 kemerahan kemerahan diarea genetalia
A : Masalah Kerusakan integritas kulit
belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi

20
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Herpes adalah radang kulit yang ditandai dengan pembentukan gelembung-
gelembung berkelompok. Gelembung-gelembung ini berisi air pada dasar
peradangan.
Berdasarkan struktur antigeniknya dikenal 2 tipe virus herpes simpleks:
virus herpes simpleks tipe I (HSV I) dan virus herpes simpleks tipe II (HSV II,
“virus of love”).
Infeksi ini berlangsung dalam 3 tingkat yaitu : Infeksi prime, Fase Laten,
dan Infeksi rekurens
Herpes simpleks bisa dicegah dengan
 Jalani pola hidup yang bersih dan higienis
 Hindari penularan melalui ciuman, penggunaan handuk atau pisau cukur
bersama
 Menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual
 Evaluasi, konsultasi, dan mengobati pasangan seksual dari individu yang
terinfeksi
5.2 Saran
Demikian materi yang kami paparkan,tentunya masih banyak kekurangan
dankelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak
berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun
kepada penyusun demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah
dikesempatan-kesempatan berikutnya.Semoga makalah ini berguna bagi penulis
pada khususnya juga parapembaca pada umumnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Kusuma Hardi dan Nurain Huda Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC (jilid 1). Yogyakarta : Media
Action Publishing

Kusuma Hardi dan Nurain Huda Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC (jilid 2). Yogyakarta : Media
Action Publishing

Doengoes E. Marilyn, Geissler C. Alice, and Moorhouse F. Mary. 1993. Rencana


Asuhan Keperawatan (Edisi 3). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

22

Anda mungkin juga menyukai