Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR


INTERTROCHANTER

OLEH :

NAMA : NI LUH GEDE RIKA RAHAYU


NIM : P07120016038
KELAS : 2.1 DIII KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR INTERTROCHANTER

A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan (Arif
Muttaqin, 2008).
Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan
lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap (Santosa, 2013).
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas
tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan
otot, dan kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis
(Parahita, 2010).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan
dunia luar.Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan
kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999).
Definisi fraktur intertrochanter femur adalah terputusnya kontinuitas
tulang pada area di antara trochanter mayor dan trochanter minor yang bersifat
ekstrakapsular (Apley, 1995).

B. ETIOLOGI FRAKTUR
1. Trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan otot yang tiba-
tiba dan berlebihan.
a. Trauma langsung: dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,
pemuntiran, atau penarikan, benturan pada tulang dan mengakibatkan
fraktur pada tempat tersebut. Bila terkena kekuatan langsung, tulang
dapat patah pada tempat yang terkena; jaringan lunak juga pasti rusak
b. Trauma tidak langsung : Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang
dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang
terkena kekuatan itu, kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur
mungkin tidak ada

2. Kompresi
Retak dapat terjadi pada tulang, sama halnya seperti pada logam
dan benda lain, akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering
ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama pada atlet,
penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.
a. Compresion force: klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat
mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakang.
b. Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat
sehingga dapa menyebabkan fraktur (misal; elektrik shock dan tetani).
3. Patologik
Fraktur dapat terjadi karena tekanan yang normal apabila tulang itu
lemah (misalnya oleh tumor) atau apabila tulang itu sangat rapuh
(misalnya pada penyakit paget). Proses penyakit: kanker dan riketsia.

C. TANDA DAN GEJALA


1. Nyeri hebat di tempat fraktur
2. Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah
3. Rotasi luar dari kaki lebih pendek
4. Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah,
bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.
D. PATOFISIOLOGI

Fraktur

Hemiartoplasty bipolar

Preoperatif Intraoperatif Postoperatif


Bedah
Puasa Ansietas Anastesi Bedah Ansitetas Bedah
Terputusnya kontinuitas
R. jaringan GA Efek anastesi Pemasangan
ketidakseimban
drain
gan vol.cairan
imobilisasi Otak Jantung Paru-paru
Nyeri R. perdarahan
akut
kelemahan Kesadaran Penurunan Ketidakefekti
tubuh curah fan bersihan
jantung jalan nafas
R. cidera

R. cidera
Insisi

Terpapar suhu lingkungan R. perdarahan Terbuka

Hipotermi
Port de entri

R. infeksi
E. KLASIFIKASI
Ada 2 tipe fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur intrakapsuler
a. Terjadi didalam tulang sendi, panggul dan kapsula
b. Melalui kepala femur
c. Hanya dibawah kepala femur
d. Melalui leher dari femur
2. Fraktur ekstrakapsuler
a. Terjadi diluar sendi dan kapsul, melalui trochanter femur yang lebih
besar atau yang lebih kecil atau pada daerah intertrochanter.
b. Terjadi dibagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2
inci dibawah trochanter kecil.

Sedangkan klasifikasi untuk intertrochanter adalah berdasarkan


stabilitas dari pola fraktur, yaitu fraktur stabil (pola fraktur oblik standar) dan
fraktur tidak stabil (pola fraktur oblik reverse).

Gambar 3. Klasifikasi fraktur femur


 Fraktur intertrochanter
Pada fracture ini, garis fracture melintang dari trochanter mayor ke
trochanter minor. Tidak seperti fracture intracapsular, salah satu tipe
fracture extracapsular ini dapat menyatu dengan lebih baik. Resiko untuk
terjadinya komplikasi non-union dan nekrosis avaskular sangat kecil jika
dibandingkan dengan resiko pada fractureintracapsular.
Fracture dapat terjadi akibat trauma langsung pada trochanter
mayor atau akibat trauma tidak langsung yang menyebabkan twisting pada
daerah tersebut.
Berdasarkan klasifikasi Kyle (1994), fracture intertrochanteric
dapat dibagi menjadi 4 tipe menurut kestabilan fragmen-fragmen
tulangnya. Fracture dikatakan tidak stabil jika:

- Hubungan antarfragmen tulang kurang baik.


- Terjadi force yang berlangsung terus menerus yang menyebabkan
displaced tulang menjadi semakin parah.
- Fracture disertai atau disebabkan oleh adanya osteoporosis.

Gambar Klasifikasi Kyle Untuk Fracture Intertrochanteric.

Gambar Klasifikasi Evan Untuk Fracture Intertrochanteric.

 Menurut lokasi fraktur


- Colles’ fraktur : jarak bagian distal fraktur ±1 cm dari permukaan
sendi.
- Articular fraktur : meliputi permukaan sendi.
- Extracapsular : fraktur dekat sendi tetapi tidak termasuk ke dalam
kapsul sendi.
- Intracapsular : fraktur didalam kapsul sendi.
- Apiphyseal : fraktur terjadi kerusakan pada pusat ossifikasi.

F. KOMPLIKASI
1. Komplikasi awal
a. Shock Hipovolemik/traumatic
Fraktur (ekstrimitas, vertebra, pelvis, femur) → perdarahan &
kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak → shock
hipovolemi, Lepuh dan luka akibat gips
b. Emboli lemak, Cedera saraf, Cedera visceral
c. Tromboemboli vena
Berhubungan dengan penurunan aktivitas/kontraksi otot/bedrest, Otot
dan tendon robek
d. Infeksi
Fraktur terbuka: tulang kontaminasi infeksi sehingga perlu monitor
tanda infeksi dan terapi antibiotik.
Sendi : Hemartrosis dan infeksi, Cedera ligament, Algodistrofi
e. Cedera vaskular (termasuk sindroma kompartemen)
2. Komplikasi lambat
a. Tulang
1) Nekrosis avaskular : Karena suplai darah menurun sehingga
menurunkan fungsi tulang
2) Delayed union : Proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari
yang diharapkan biasanya lebih dari 4 bulan. Proses ini
berhubungan dengan proses infeksi. Distraksi/tarikan bagian
fragmen tulang.
3) Non union : Proses penyembuhan gagal meskipun sudah diberi
pengobatan. Hal ini disebabkan oleh fibrous union atau
pseudoarthrosis.
4) Mal-union : Proses penyembuhan terjadi tetapi tidak memuaskan
(ada perubahan bentuk)
b. Jaringan lunak
1) Ulkus dekubitus
2) Miositis osifikans
3) Tendinitis dan rupture tendon
4) Tekanan dan terjepitnya saraf
5) Kontraktur volkmann
c. Sendi
1) Ketidakstabilan
2) Kekakuan
3) Algodistrofi

Pasien dengan fraktur intertrochanter femur mempunyai resiko


menderita penyakit tromboemboli dan mempunyai resiko kematian, sama
halnya pada fraktur colum femur. Selain itu resiko osteonekrosis dan non-
union minimal, karena suplai darah yang baik pada regiofemur.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Untuk mendiagnosis fraktur, diperlukan adanya anamnesis,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang, sebagai berikut:
1. Anamnesis
Biasanya terdapat riwayat cedera (bagaimana proses cederanya), diikuti
dengan ketidakmampuan menggunakan tungkai yang mengalami cedera.
Setelah jatuh tidak dapat berdiri, kaki lebih pendek dan lebih berotasi
keluar dibandingkan pada fraktur collum (karena fraktur bersifat
ekstrakapsular) dan pasien tidak dapat mengangkat kakinya.
2. Pemeriksaan Fisik
Sedangkan tanda-tanda lokal pada fraktur akan didapatkan, antara lain:
a. Penampilan (look)
Pembengkakan, memar, deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal
yang penting adalah apakah kulit itu terlihat utuh atau tidak
b. Rasa (feel)
Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian
distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan menguji sensasi
c. Gerakan (movement)
Krepitus dan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih oenting untuk
menanyakan apakah pasien dapat menggerakkan sendi-sendi di bagian
distal cedera. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin
untuk ginjal
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi pada panggul meliputi foto polos pelvis
secara anteroposterior (AP) dan area yang terkena cedera, dan dapat pula
foto panggul secara lateral view.
Pada beberapa kasus, CT scan mungkin diperlukan untuk
menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.
Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respons stress normal
setelah trauma.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian kecelakaan
dan kemudian dirumah sakit.
a. Riwayat kecelakaan
b. Parah tidaknya luka
c. Diskripsi kejadian oleh pasien
d. Menentukan kemungkinan tulang yang patah
e. Krepitus
2. Reduksi: reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak
normalnya. Reduksi terbagi menjadi dua yaitu:
a. Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual dengan
traksi atau gips
b. Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan melalui
pembedahan, biasanyamelalui internal fiksasi dengan alat misalnya;
pin, plat yang langsung kedalam medula tulang.
c. Retensi: menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk
mempertahankan fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan
(gips/traksi)
d. Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan
bersamaan dengan pengobatanfraktur karena sering kali pengaruh
cedera dan program pengobatan hasilnya kurang sempurna(latihan
gerak dengan kruck).

TINDAKAN PEMBEDAHAN
1. Orif (open reduction and internal fixation)
a. Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan
sepanjang bidanganatomik menuju tempat yang mengalami fraktur
b. Fraktur diperiksa dan diteliti
c. Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari luka
d. Fraktur direposisi agar mendapatkan posisi yang normal kembali
e. Sasudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat
ortopedik berupa; pin,sekrup, plate, dan paku
Keuntungan:
a. Reduksi akurat
b. Stabilitas reduksi tinggi
c. Pemeriksaan struktur neurovaskuler
d. Berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal
e. Penyatuan sendi yang berdekatan dengan tulang yang patah menjadi
lebih cepat
f. Rawat inap lebih singkat
g. Dapat lebih cepat kembali ke pola kehidupan normal
Kerugian :
a. Kemungkinan terjadi infeksi
b. Osteomielitis
2. Eksternal fiksasi
Metode alternatif manajemen fraktur dengan fiksasi eksternal, biasanya
pada ekstrimitas dan tidak untuk fraktur lama Post eksternal fiksasi,
dianjurkan penggunaan gips. Setelah reduksi, dilakukan insisi perkutan
untuk implantasi pen ke tulang Lubang kecil dibuat dari pen metal
melewati tulang dan dikuatkan pennya. Perawatan 1-2 kali sehari secara
khusus, antara lain:
 Observasi letak pen dan area
 Observasi kemerahan, basah dan rembes
 Observasi status neurovaskuler distal fraktur
 Fiksasi eksternal Fiksasi Internal Pembidaian

TERAPI FRAKTUR
1. Operatif
Open Reduction Internal Fixation (ORIF)
2. Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik untuk terapi fraktur intertrochanter meliputi :

Waktu Treatment
Tindakan pencegahan
Menghindari passive ROM

Hari
Range of Motion (ROM)
pertama
Active ROM pada hip dan knee dengan fleksi, ekstensi, abduksi
sampai 1
dan adduksi
minggu

Kekuatan otot
Isometric exercises pada m.gluteus dan m.quadriceps
Aktivitas fungsional
Transfer ke stand-pivot jika non-weight bearing. Jika weight
bearing, ekstremitas yang dipengaruhi, digunakan selama
transfer.
Menggunakan alat bantu untuk ambulasi.

Weight bearing
Weight bearing sesuai toleransi untuk fraktur yang stabil. Toe-
touch sampai partial weight bearing atau non-weight bearing
untuk fraktur tidak stabil.
Tindakan pencegahan
Menghindari berdiri pada kaki yang cedera tanpa bantuan.
Menghindari passive ROM.

Range of Motion
Active ROM pada hip dan knee. Hip difleksikan mencapai 900.
Kekuatan otot
Isometric exercises pada glutei, quadriceps dan hamstrings.
2 Minggu
Aktivitas fungsional
Tergantung pada weight bearing, patien melakukan tranfer
stand-pivot atau menggunakan ekstremitas tang dterkena selama
transfer. Untuk ambulasi, menggunakan alat bantu.
Weight bearing
Tergantung prosedur, weight bearing sesuai toleransi. Non-
weight bearing sampai partial weight bearing, sampai toe-touch
untuk fraktur yang tidak stabil.
Tindakan pencegahan
4 sampai 6
Menghindari puntiran atau putaran pada sisi fraktur.
minggu
Range of Motion
Active, active-assistive ROM pada hip dan knee.
Kekuatan otot
Isometric exercises pada glutei, quadriceps dan hamstrings.
Active resistive exercise pada quadriceps, glutei dan
hamstrings, jika gerak sendi mempuntai toleransi yang baik.

Aktivitas fungsional
Tergantung dari weight bearing, transfer stand-pivot atau
weight bearing sesuai toleransi pada ekstremitas yang terkena
selama transfer. Ambulasi dengan alat bantu.

Weight bearing
Weight bearing sesuai toleransi untuk fraktur yang stabil.
Partial weight bearing, non-weight bearing sampai toe-touch
untuk fraktur yang tidak stabil.
Tindakan pencegahan
Tidak ada
Range of Motion
Melanjutkan active, active-asisstive ROM. Memulai passive
ROM dan pemanasan pada hip dan knee.
Kekuatan otot
Progressive resistive exercises pada hip dan knee.
8 sampai
12 minggu
Aktivitas fungsional
Pasien menggunakan ekstremitas yang diliputi dengan weight
bearing sesuai toleransi atau weight bearing yang penuh selama
transfer dan ambulasi. Menghentikan penggunaan alat bantu.

Weight bearing
Penuh
12 sampai
Tidak berubah
16 minggu
KONSEP ASUHAN KEPERWATAN FRAKTUR INTERTROCHANTER

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Meliputi usia (kebanyakan terjadi pada usia muda), jenis kelamin
(kebanyakan terjadi pada laki-laki biasanya sering mengebut saat
mengendarai motor tanpa menggunakan helm).
2. Keluhan utama,
Nyeri akibat dari post operasi fraktur femur dan fraktur antebrachii
3. Riwayat penyakit sekarang.
Biasanya klien datang dengan keluhan jatuh atau trauma lain
4. Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit Paget
menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung. Selain
itu, klien diabetes dengan luka dikaki sangat beresiko mengalami
osteomilitis akut dan kronis dan penyakit diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang.
5. Riwayat penyakit keluarga.
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang adalah faktor
predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi
pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang diturunkan secara genetic
6. Riwayat psikososial spiritual
Takut, cemas, terbatasnya aktivitas.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Post Operasi
B1 (breathing), biasanya terjadi reflek batuk tidak efektif sehingga
terjadi penurunan akumulasi secret, bisa terjadi apneu, lidah
kebelakang akibat general anastesi, RR meningkat karena nyeri
B2 (blood), pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, dapat terjadi
peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi dan respirasi oleh
karena nyeri , peningkatan suhu tubuh karena terjadi infeksi terutama
pada proses pembedahan.
B3 (brain), dapat terjadi penurunan kesadaran akibat tindakan
anastesi, nyeri akibat pembedahan
B4 (bladder), biasanya karena general anastesi terjadi retensi urin
B5 (bowel), akibat dari general anastesi terjadi penurunan peristaltic
B6 (bone), akibat pembedahan klien mengalami gangguan mobilitas
fisik.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhudungan dengan agen pencedera fisik (prosedur
operasi).
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis
3. Gangguan mobolitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuluskeletal
4. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka post op
C. INTERVENSI
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan pengkajian 1. Informasi data
berhubungan keperawatan selama secara komprehensif dasar untuk
dengan agen ...x24 jam diharapkan tentang nyeri meliputi mengevaluasi
pencedera fisik nyeri teratasi, lokasi, karakteristik, kebutuhan atau
(prosedur Kriteria hasil: durasi, frekuensi, keefektifan
operasi). 1. Klien menyatakan kualitas, intensitas intervensi.
nyeri berkurang atau nyeri dan faktor
hilang presipitasi.
2. Nyeri tekan tidak ada 2. Monitor tanda-tanda 2. Mengetahui
3. Ekspresi wajah tenang vital (tekanan darah, keadaan umum
nadi, suhu, dan status pasien.
pernapasan) dengan
tepat.
3. Ajarkan teknik 3. Meringankan
distraksi relaksasi. nyeri
4. Atasi nyeri (delegatif 4. Mempercepat
pemberian analgetik). proses
penyembuhan.
2. Gangguan Setelah dilakukan 1. Observasi luka 1. Mengetahui
integritas kulit tindakan……….x 24 jam (lokasi, dimensi, keadaan luka
berhubungan diharapkan integritas kedalaman, dan
dengan faktor kulit dan proteksi karakteristik luka)
mekanis jaringan membaik 2. Berikan posisi yang 2. Mengurangi rasa
dengan kriteria hasil mengurangi tekanan nyeri
sebagai berikut: pada luka
1. Integritas kulit yang 3. Jaga kebersihan kulit 3. Mencegah
baik bisa agar tetap kering dan terjadinya infeksi.
dipertahankan bersih

3. Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. ROM aktif dapat


mobolitas fisik tindakan keperawatan kemampuan ROM membantu dalam
berhubungan selama……x 24 jam aktif pasien mempertahankan/
dengan gangguan gangguan mobilitas fisik 2. Anjurkan pasien meningkatkan
muskuluskeletal teratasi dengan kriteria untuk melakukan kekuatan dan
hasil: ambulasi. kelenturan otot,
3. Ajarkan cara-cara mempertahankan
1. Klien meningkat
yang benar dalam fungsi
dalam aktivitas fisik
melakukan macam- cardiorespirasi,
2. Mengerti tujuan dari
macam mobilisasi dan mencegah
peningkatan
kontraktur dan
mobilitas
kekakuan sendi
3. Memverbalisasikan
2. Ambulasi
perasaan dalam
merupakan usaha
meningkatkan koordinasi diri
kekuatan dan muskuloskeletal
kemampuan dan sistem saraf
berpindah untuk
4. Memperagakan mempertahankan
penggunaan alat keseimbangan
Bantu untuk yang tepat.
mobilisasi (walker) 3. Agar pasien
terhindar dari
kerusakan
kembali pada
ekstremitas yang
luka
4. Resiko infeksi Setelah diberikan asuhan 1. Pantau tanda dan 1. Memantau tanda
berhubungan keperawatan selama ....x gejala infeksi dan gejala
dengan trauma 24 jam diharapkan faktor (misalnya suhu tubuh, terjadinya infeksi.
jaringan / luka resiko infeksi akan hilang denyut jantung, 2. Merupakan faktor
post op dengan kriteria hasil: penampilan luka, yang
1. Terbebas dari tanda sekresi, penampilan mempengaruhi
dan gejala infeksi. urine, lesi kulit, terjadinya infeksi.
2. Menunjukkan hygiene keletihan, dan 3. Mengetahui tanda
pribadi yang adequat malaise). dan gejala infeksi
3. Melaporkan tanda dan 2. Kaji faktor yang melalui hasil lab
gejala infeksi serta meningkatkan yang berhungan.
mengikuti prosedur serangan infeksi 4. Mengurangi
pencegahan dan (misalnya usia lanjut, faktor penularan
pemantauan. tanggap imun rendah infeksi
dan malnutrisi) nasokomial.
3. Pantau hasil 5. Mencegah
laboratorium (wbc, terjadinya infeksi.
hitung granulosit, dan 6. Tangan
hasil-hasil yang merupakan
berbeda, protein serum sumber kuman
dan albumin). yang dapat
4. Batasi pengunjung menularkan
5. Instruksikan untuk penyebab infeksi.
menjaga hygiene 7. Mencegah
pribadi untuk terjadinya
melindungi tubuh penularan infeksi
terhadap infeksi. nasokomial.
6. Ajarkan pasien cara
mencuci tangan yang
benar.
7. Ajarkan kepada
pengunjung untuk
mencuci tangan
sewaktu masuk dan
meninggalkan ruangan
pasien.

Anda mungkin juga menyukai