Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Radikalisme adalah suatu paham atau aliran yang radikal dalam berpolitik;
paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan
politik dengan cara kekerasan atau drastis; sikap ekstrem dalam aliran politik
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990). Radikalisme sudah menjadi
momok di berbagai negara di dunia untuk beberapa dekade ini. Saat ini,
radikalisme sudah tersebar di seluruh dunia termasuk di negara Indonesia. Akhir-
akhir ini Indonesia digemparkan oleh suatu peristiwa yang mengakibatkan banyak
korban meninggal dunia. Peristiwa ini disebabkan oleh suatu kelompok yang
memiliki paham radikalisme yang ingin memaksakan paradigma mereka terhadap
keberagaman yang sudah ada di Indonesia dan dikemas dengan ajaran agama yang
menyimpang. Hal inilah yang ditakutkan oleh Bangsa ini. Paham radikalisme
sangat berbahaya bagi keselamatan bangsa ini karena dapat melahirkan terorisme
dan paham ini juga dapat menyebabkan rusaknya toleransi dalam bermasyarakat.

Menurut Black’s Law Dictionary, terorisme adalah kegiatan yang melibatkan


unsur kekerasan atau yang menimbulkan efek bahaya bagi kehidupan manusia
yang melanggar hukum pidana (Amerika atau negara bagian Amerika), yang jelas
dimaksudkan untuk mengintimidasi penduduk sipil, memengaruhi kebijakan
pemerintah, memengaruhi penyelenggaraan negara dengan cara penculikan atau
pembunuhan (Black, 1891). Muladi memberi catatan atas definisi ini, bahwa
hakikat perbuatan Terorisme mengandung perbuatan kekerasan atau ancaman
kekerasan yang berkarakter politik. Bentuk perbuatan bisa berupa perompakan,
pembajakan maupun penyanderaan. Pelaku dapat merupakan individu, kelompok,
atau negara. Sedangkan hasil yang diharapkan adalah munculnya rasa takut,
pemerasan, perubahan radikal politik, tuntutan Hak Asasi Manusia, dan kebebasan
dasar untuk pihak yang tidak bersalah serta kepuasan tuntutan politik lain
(Muladi, 2002).Tumbuh suburnya terorisme tergantung di lahan mana ia tumbuh

1
dan berkembang. Jika ia hidup di tanah gersang, maka terorisme sulit menemukan
tempat, sebaliknya jika ia hidup di lahan yang subur maka ia akan cepat
berkembang. Ladang subur tersebut menurut Hendropriyono adalah masyakarat
yang dicemari oleh paham fundamentalisme ekstrim atau radikalisme keagamaan
(Hendroprioyono, 2009).

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian dari radikalisme?


2. Bagaimana pengaruh radikalisme dikehidupan masyarakat Indonesia?
3. Bagaimana upaya penanggulangan dan pencegahan radikalisme di
Indonesia?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari radikalisme


2. Untuk mengetahui pengaruh radikalisme dikehidupan masyarakat
Indonesia
3. Untuk mengetahui upaya penanggulangan dan pencegahan paham
radikalisme di Indonesia

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Untuk mengetahui penanggulangan dan pencegahan radikalisme di Indonesia.

2
BAB II

ISI

2.1 PENGERTIAN RADIKALISME

Radikal berasal dari bahasa Latin yaitu radix yang artiya akar. Dalam
bahasa Inggris kata radical dapat bermakna ekstrim, menyeluruh, fanatik,
revolusioner, ultra dan fundamental (A.S.Hornby, 2000). Sedangkan radicalism
artinya doktrin atau praktik penganut paham radikal atau paham ekstrim (Nuh,
2009). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, radikalisme diartikan sebagai
paham atau aliran yang menginginkan perubahan dengan cara keras atau drastis
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990). Sementara Sartono Kartodirdjo
mengartikan radikalisme sebagai gerakan sosial yang menolak secara menyeluruh
tertib sosial yang sedang berlangsung dan ditandai oleh kejengkelan moral yang
kuat untuk menentang dan bermusuhan dengan kaum yang memiliki hak-hak
istimewa dan yang berkuasa (Kartodirdjo, 1985). Radikalisme adalah suatu paham
atau aliran yang menginginkan suatu perubahan dan pembaharuan ekonomi, sosial
dan politik dengan menjungkirbalikkan nilai-nilai yang sudah ada secara
memaksa dan drastis melalui kekerasan (violence), dan aksi-aksi yang ekstrem.
Dengan demikian, radikalisme merupakan gejala umum yang bisa terjadi dalam
suatu masyarakat dengan motif beragam, baik sosial, politik, budaya maupun
agama, yang ditandai oleh tindakan-tindakan keras, ekstrim, dan anarkis sebagai
wujud penolakan terhadap gejala yang dihadapi.

Terdapat tiga faktor yang bisa kita lihat sebagai penyebab radikalisme.
Pertama, warisan sejarah umat Islam yang konfl iktual dengan rezim, karena ada
modus-modus penindasan politik Islam yang terjadi pada beberapa fragmen
sejarah, khususnya Orde Baru. Kelompok yang termarjinalkan secara historis
tersebut, dengan kesadaran sejarah, mencoba mengembalikan posisi politik Islam
dengan jalan-jalan nonnegara dan struktural. Dalam konteks global, adanya
marjinalisasi politik Islam oleh hegemoni dalam politik internasional (Amerika
Serikat) menyebabkan adanya kesadaran untuk mengembalikan daulat politik

3
Islam. Transnasionalisme membawa kesadaran tersebut ke Indonesia dalam
bentuk gerakan-gerakan politik Islam. Kedua, fenomena ekonomi-politik. Selain
adanya penindasan politik, argumen kedua dari artikel ini adalah adanya
penindasan ekonomi-politik. Dengan argumen ini, radikalisme muncul karena
ekses kapitalisme yang menciptakan mereka yang tak memiliki akses pada
sumber-sumber modal. Dalam bahasa ekonomi-politik, pendekatan ini dikenal
dengan “pendekatan kelas”. Artinya, respons radikalisme pada dasarnya adalah
respons kelas untuk melawan hegemoni kapital yang oligarkis dengan negara.
Dengan demikian, radikalisme dibaca sebagai potret kesadaran sejarah yang
berpadu dengan kesadaran kelas. Ketiga, faktor kultural ini juga memiliki andil
yang cukup besar yang melatarbelakangi munculnya radikalisme. Hal ini wajar
karena memang secara kultural, sebagaimana diungkapkan Musa Asy’ari
(Asy’arie, 1992),bahwa di dalam masyarakat selalu diketemukan usaha untuk
melepaskan diri dari jeratan jaring-jaring kebudayaan tertentu yang dianggap tidak
sesuai. Sedangkan yang dimaksud faktor kultural di sini adalah sebagai antitesis
terhadap budaya sekularisme. Budaya Barat merupakan sumber sekularisme yang
dianggap sebagai 120 musuh yang harus dihilangkan dari bumi. Sedangkan fakta
sejarah memperlihatkan adanya dominasi Barat dari berbagai aspeknya atas
negeri-negeri dan budaya Muslim. Peradaban Barat sekarang ini merupakan
ekspresi dominan dan universal umat manusia. Barat telah dengan sengaja
melakukan proses marjinalisasi seluruh sendi-sendi kehidupan Muslim sehingga
umat Islam menjadi terbelakang dan tertindas. Barat dengan sekularismenya
sudah dianggap sebagai bangsa yang mengotori budaya-budaya bangsa Timur dan
Islam sekaligus dianggap bahaya terbesar dari keberlangsungan moralitas Islam.
Hal ini bisa dilihat dari perubahanperubahan sehari-hari, seperti semakin masifnya
pola konsumsi umat beragama pada produk-produk Barat, misalnya ATM,
handphone, internet, dan produk global lainnya (Qodir, 2011)

Radikalisme Islam sebagai fenomena historis-sosiologis merupakan


masalah yang banyak dibicarakan dalam wacana politik dan peradaban global
akibat kekuatan media yang memiliki potensi besar dalam menciptakan persepsi
masyarakat dunia. Banyak label-label yang diberikan oleh kalangan Eropa Barat
dan Amerika Serikat untuk menyebut gerakan Islam radikal ini, mulai dari

4
sebutan kelompok garis keras, ekstrimis, militan, Islam kanan, fundamentalisme,
sampai terrorisme. Bahkan negara-negara Barat pascahancurnya ideologi
komunisme (pascaperang dingin) memandang Islam sebagai sebuah gerakan
peradaban yang menakutkan (Madjid, 1995).

5
2.2 PENGARUH RADIKALISME DI KEHIDUPAN MASYARAKAT
INDONESIA

Radikalisme sudah menyebar luas di berbagai negara. Dampaknya sangat


merugikan bagi masyarakat di berbagai kalangan. Radikalisme juga sudah
berkembang di wilayah Indonesia. Berubahnya sistem pascaruntuhnya Orde Baru
1998 membawa pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan berbagai elemen
bangsa, termasuk di dalamnya perkembangan Islam. Bentuk Islam di Indonesia
menjadi sangat beragam. Keragaman ini tercermin dari jumlah organisasi
keislaman dan kelompok kepentingan atas nama Islam yang dari waktu ke waktu
semakin bervariasi. Peter G. Riddel membagi menjadi empat kekuatan Islam
Indonesia pasca runtuhnya Orde Baru, yaitu; modernis, tradisionalis, neomodernis
dan Islamis. Secara umum, Riddel sepaham terhadap definisi masing-masing
kategori dengan mengabaikan satu kategori dari Woodward, yaitu indigenized
Islam. Bagi Riddel, masing-masing kategori memiliki ciri khasnya sendiri dalam
menanggapi berbagai isu krusial di tahun-tahun periode pertama pascapemilu
pertama runtuhnya Orde Baru, yaitu tahun 1998. Isu-isu tersebut antara lain
kembali ke Piagam Jakarta, krisis Maluku, membuka hubungan dagang Israel,
negara Indonesia federal, tempat kaum minoritas dalam sistem negara Indonesia,
presiden perempuan, dan partai politik yang baru dibuka krannya setelah Orde
Baru runtuh (Riddel, 2002). Pengelompokan yang dilakukan oleh Riddel di atas
bila dilihat dari sisi penafsiran dapat dipersempit menjadi dua pengelompokan
saja, yaitu liberalmoderat dan radikal atau fundamental.

Islam liberal dan moderat dengan penafsiran terbuka terhadap ajaran


Islam, sekalipun tidak sama persis, sedangkan Islam radikal atau fundamentalis
memiliki paham penafsiran tertutup. Beberapa kelompok Islam seperti Jaringan
Islam Liberal (JIL), Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
(LAKPESDAM) NU, Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM), adalah
beberapa kelompok Islam yang dapat dikategorikan ke dalam kelompok Islam
yang beraliran terbuka. Selain Islam liberal, Islam garis keras atau Islam radikal
banyak menikmati perubahan politik di Indonesia ini. Islam radikal ini telah
berkembang menjadi salah satu kelompok gerakan Islam baru yang mempunyai

6
arti penting di Indonesia. Berbagai kelompok Islam radikal ini muncul. Sebagian
adalah gerakan Islam yang berskala internasional seperti gerakan Salafi dan
Hizbut Tahrir. Sebagian yang lain 118 adalah gerakan berskala nasional seperti
Front Pembela Islam, Hizbut Tahrir Indonesia, Lasykar Mujahidin, Ikhwanul
Muslimin Indonesia. Selain itu muncul gerakan Islam radikal lokal seperti Front
Pemuda Islam Surakarta (FPIS) di Surakarta dan Front Thariqah Jihad (FTJ) di
Kebumen (Sun Choirol Ummah, 2012). Dengan adanya kelompok yang dinilai
“radikal” atau “populis”— meminjam istilah Vedi R Hadiz— yaitu gerakan-
gerakan Islam Radikal yang dituduh sebagai pelaku teror memiliki basis massa
yang dekat dengan akar-rumput. Mereka merepresentasikan kelas yang direpresi
sehingga menjadi sebuah kekuatan politik tertentu (Hadiz, 2010). Radikalisme di
Indonesia selalu berkaitan dengan ajaran agama khususnya agama Islam.
Radikalisme di Indonesia dapat berkembang luas dan cepat dikarenakan paham ini
dikemas baik dengan ajaran keagamaan.

Menurut van Bruinesen (2002), kelahiran apa yang ia sebut sebagai “Islam
radikal” dapat dilacak pada munculnya Darul Islam di beberapa kota dan partai
politik Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) yang kerap membangun
jaringan transnasional dengan beberapa gerakan di Timur Tengah (Bruinesen,
2002). Gerakan yang dimaksud beragam, misalnya Wahabi di Arab Saudi dan
Ikhwanul Muslimin di Mesir. Di kemudian hari muncul Hizbut-Tahrir dari
Yordania. Darul Islam membangun fragmen kelompoknya dengan kekuatan
militer. Beberapa pemberontakan lahir di Sulawesi Selatan (Kahar Muzakkar),
Kalimantan Selatan (Ibnu Hajar), Jawa Barat (Kartosuwiryo), dan Aceh (Daud
Beureueh). Dengan kekuatan ini, Darul Islam melancarkan pemberontakan kepada
pemerintah RI secara terbuka, kendati kemudian dapat diberangus oleh rezim
politik ketika itu. Adapun Masyumi membawa gagasan Islam dalam kerangka
kenegaraan di parlemen dan berhasil menempati posisi kedua di Pemilu 1955.

Awal mula munculnya Islam sebagai kekuatan politik adalah transformasi


dari kekuatan ekonomi umat yang ditujukan untuk melawan hegemoni kekuatan
ekonomi Cina dan kolonial di pasar lokal. Konteks kemunculan Sarekat Islam
bermula dari H. Samanhudi, yang mempersatukan kepentingan ekonomi umat
Islam ke dalam satu wadah, yang akhirnya bertranfsformasi menjadi partai politik.

7
Awal kemunculan Sarekat Islam tersebut diawali oleh inisiatif pedagang-
pedagang muslim untuk melindungi kepentingan dagang mereka dari ekspansi
pedagang Cina. Mereka sadar bahwa untuk mengalahkan lawan bisnis harus
dengan persatuan. Perkembangan berikutnya, Sarekat Islam pasca-Tjokroaminoto
terfragmentasi menjadi SI-Merah yang akhirnya kita kenal sebagai Partai
Komunis Indonesia. Pasca-Sarekat Islam, muncul kekuatan baru yang bernama
Partai Komunis Indonesia. Sejarah kemunculan PKI, walaupun pada awalnya
dibawa oleh orang-orang Belanda, tak terlepas dari adanya faksionalisasi di kubu
Sarekat Islam. Faksi Semaun, Alimin, dan Tan Malaka. Kubu ini lahir dari
Sarekat Islam Semarang yang notabene berada di kawasan yang penuh dengan
petani miskin. Marjinalisasi ekonomi-politik, dalam konteks ini, tidak lagi terjadi
pada pedagang muslim, tetapi terjadi pada para buruh dan petani yang dilindas
oleh borjuis lokal. Sehingga, muncul SI Merah yang bersinergi dengan paham
sosialisme melahirkan sebuah kekuatan politik baru: PKI (Ricklefs, 1991).

Beberapa saat yang lalu Indonesia mengalami peristiwa yang mengakibatkan


banyak korban jiwa melayang. Peristiwa ini disebabkan oleh beberapa aksi
terorisme yang menyerang secara tidak terorganisir dan amatir. Aksi ini dilakukan
oleh beberapa warga Indonesia yang memiliki paham radikalisme yang ekstrem.
ISIS merupakan salah satu kelompok terorisme yang telah mengejutkan dunia
dengan aksi-aksi brutal dan mampu menjaring pengaruh besar dari beberapa
negara. ISIS pada awalnya merupakan kekuatan milisi nasional yang tidak puas
dengan pemerintahan pasca Saddam Hussien yang dikuasai kelompok Syiah.
Zarqawi adalah pendiri awal gerakan ini yang jauh sebelumnya telah berbaiat
dengan Osama dan menyatakan diri berafiliasi dengan al-Qaeda atau AQI (Al-
Qaeda of Iraq) sebelum akhirnya berubah menjadi Islamic State of Iraq ketika
dipimpin Abu Bakar al-Baghdady. Gerakan ini hanya beroperasi di Irak, namun
ketika muncul konflik oposisi di Suriah, gerakan ini memanfaatkan kekisruhan
dgn memperlebar kawasan menjadi ISIS/ISIL. Dengan penaklukan Mosul yang
sempat menggemparkan dunia, Juni 2014 mereka mendeklarasikan IS (Islamic
State). Tidak hanya di Timur Tengah ISIS juga telah merambah anak-anak muda
Eropa dan Amerika 4 melalui penyebaran media Ash Shabaab. Di Indonesia
pengaruhnya disalurkan melalui tokoh dan kelompok radikal teroris lama. Pada

8
Oktober 2014 sejak 2011 diperkirakan 15,000 orang dari belahan dunia telah
bergabung ke ISIS. Di Indonesia, penyebaran ISIS cukup massif karena beberapa
tokoh radikal yang berpengaruh telah menyatakan diri bergabung ke gerakan ini
seperti ABB, Oman Abdurrahman dan Santoso. Di samping itu beberapa
kelompok radikal lama juga banyak mendeklarasikan diri mendukung gerakan
ISIS seperti Mujahidin Indonesia Timur, Jamaah Ansharut Tauhid, Jama’ah
Islamiyah, Forum Aktivis Syariat Islam, Awhid wal Jihad, Forum Pendukung
Daulah, Asybal Tauhid Indonesia, Mimbar Tauhid wal Jihad, KUIB (Bekasi) dan
masih banyak yang lain dalam bentuk nama yang berubah-rubah. Dari gerakan ini
banyak ditemukan para pejuang asing yang telah bergabung ke ISIS. Bahkan
untuk pejuang dari Indonesia pada Oktober 2014, dibentuk IS Melayu “Katibah
Liddaulah” di suriah oleh Bachrumsyah & Abu Jandal yg menampung warga
Indonesia dan Malaysia yang diperkirakan jumlah 100 orang. Selain
menggunakan penyebaran langsung, ISIS di merupakan gerakan yang sangat
pandai memanfaatkan media internet sebagai media propaganda. ISIS merupakan
salah satu gerakan teroris yang mampu memanfaatkan media sosial sebagai media
propaganda sekaligus rekuritmen keanggotaan. Untuk konteks di Indonesia
hingga Maret 2015 kicauan tentang ISIS dari Indonesia berkontribusi 20% dari
total tweet dunia (112.075 /dunia 21.722 /Indonesia). Video pertama muncul pada
31 Juli di Youtube mengajak warga Indonesia bergabung dengan ISIS.
Propaganda dilanjutkan dengan video lain yang berisi ancama ISIS terhadap TNI
Jend Muldoko, Kapolri, Baser dan seluruh bangsa Indonesai, akan membantai
orang 5 orang yang tidak sepaham dengan mereka dan masih ada contoh-contoh
lain pola propaganda ISIS di Indonesia.Warga Indonesia ini beberapa saat lalu
pergi ke Suriah atau Irak untuk bergabung dengan ISIS ( Islamic State of Iraq and
Syria). Masing-masing dari mereka kembali ke Indonesia melalui proses
deradikalisasi oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, termasuk
memantau proses deradikalisasi setiap individu saat dilepas ke
masyarakat. Beberapa serangan terorisme, seperti serangan Thamrin, dikendalikan
oleh orang-orang yang kembali atau ekstremis lokal yang bersumpah untuk NIIS.
Pada 8 hingga 10 Mei 2018, sebuah peristiwa kerusuhan terjadi di Markas Korps
Brigade Mobil di Depok, Jawa Barat, dan menyebabkan 5 polisi gugur dalam

9
bertugas. Saat itu, sebanyak 155 narapidana terorisme menyandera polisi yang
bertugas pada sel khusus teroris. Setelah peristiwa tersebut, polisi menembak mati
empat orang yang diduga teroris yang diduga kabur "untuk membantu para
tahanan kerusuhan". NIIS mengaku bertanggung jawab akibat kejadian tersebut.
Kejadian pengeboman ini tersebar diberbagai wilayah di Indonesia yaitu, Gereja
Khatolik Tak Bercela, GKI Diponegoro, GPPS Jemaat Sawahan, Rusunawa
Wonocolo, Polrestabes Surabaya. Peristiwa ini pun mendapatkan reaksi dan
dampak tidak langsung yaitu,

1. Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, membatalkan acara tahunan Festival


Rujak Uleg di Jalan Kembang Jepun dalam rangka Hari Ulang Tahun Kota
Surabaya yang rencananya digelar pada 13 Mei siang hari. Pembatalan ini
merupakan atas pertimbangan keamanan dari pihak kepolisian.
2. Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, Irjen Idham Azis,
menerbitkan sebuah telegram rahasia (TR) mengenai kondisi keamanan
dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) pasca insiden bom Surabaya pada
hari yang sama. Dalam telegram rahasia tersebut menyatakan bahwa 13
Mei 2018 pukul 08.00 WIB status kesiagaan seluruh jajaran Polda Metro
Jaya dinyatakan dalam status Siaga 1 hingga batas waktu yang belum
ditentukan.
3. Polda Bali dan jajarannya menyatakan memperketat keamanan di Bali
terutama memperketat penjagaan di gereja-gereja yang melaksanakan
kebaktian, meski telah mengadakan status siaga satu sejak Jumat, 11
Mei 2018, pasca insiden di Mako Brimob. Polda Bali melakukan
penambahan personel dari Ditsabhara dan Brimob serta jadwal patroli.
4. Amerika Serikat, Inggris, Australia, Singapura, dan Hong
Kong menerbitkan peringatan perjalanan ke Indonesia atas teror yang
terjadi. Kelima negara tersebut memperingatkan warganya di Indonesia
untuk tetap memperbaharui informasi melalui media lokal dan tetap
mencari tempat aman untuk berlindung. Kementerian Luar Negeri
Australia juga memperingatkan serangan susulan selama bulan
Ramadan. Belanda dan Belgia juga menerbitkan peringatan perjalanan
bagi warga negaranya yang ingin atau tengah berkunjung di Indonesia.

10
Menurut Jenderal Tito Karnivian motif dibalik serangan di Indonesia akhir-akhir
ini yaitu:

Pertama, ISIS ditekan oleh kekuatan-kekuatan besar, mulai dari Irak dan beberapa
kota yang berhasil direbut. Sehingga, ada instruksi dari Baqdadi untuk melakukan
serangan dunia, supaya mengalihkan perhatian."Termasuk di Indonesia ada
kelompok JAT yang berubah JAD. Mereka juga aktif untuk melakukan serangan,
ditambah dengan yang kembali dari Suriah, ini seperti fenomena saudara pelaku
pengeboman. Ini ideologi mereka adalah ideologi baru kembali dari Turki," jelas
Tito.

Kedua, terang Tito, para pelaku pengeboman marah karena para pimpinannya
ditangkap. Mulai dari Aman Abdurrahman, Abu Bakar Baasyir, dan juga Iwan
Rois. Mulailah terjadi reaksi dari jaringan-jaringan struktur tersebut, dan mulai
ada kemarahan.

Aman Abdurrahman saat ini berada di rutan Mako Brimob. Setelah Aman
ditangkap, kepemimpinannya dipindahkan kepada Ketua JAD Jawa Timur yang
bernama Zainal Anshorin. Namun, Zainal kemudian ditangkap oleh Polri terkait
dugaan penyelundupan senjata oleh seorang pelaku bernama Suryadi Mas'ud.

"Begitu Aman ditangkap, kemudian Zainal Anshori ditangkap, ini menimbulkan


reaksi dari kelompok JAD secara umum dan lebih spesifik di Jawa Timur. Di
Jawa Timur ada sel, ada JAD Surabaya dan ada tempat lainnya. Ada beberapa.
Mereka mulai melakukan reaksi," terang Tito.

Kemudian, tim Polri mulai melakukan monitoring. Salah satunya kelompok yang
dipimpin oleh Dita Upriyanto, pelaku utama bom tiga gereja di Surabaya beberapa
waktu lalu.

"Tapi hampir 4 bulan tim kita masuk ke sana secara tertutup dengan berbagai
teknik, melihat si dita tidak ada perubahaan signifikan. Sehingga tim ini
menganggap ini clear, dan dialihkan ke tim lain. Kepada sel lain yang dianggap
lebih aktif dari tim ini," jelas Tito.

11
Oleh karena itu, paham radikalisme harus diberantas sejak dini sebelum nasi
menjadi bubur. Paham radikalisme melahirkan suatu aksi yang lebih parah yaitu
terorisme. Aksi terorisme memiliki banyak dampak yang sangat buruk di segala
aspek sehingga dapat memperlambat perkembangan negara Indonesia dan
memperburuk kacamata dunia terhadap Indonesia.

12
2.3 UPAYA PENANGGULANGAN DAN PENCEGAHAN TERHADAP
RADIKALISME

Deradikalisasi bukanlah hal baru bagi Indonesia. Dalam konteks gerakan Islam
radikal, deradikalisasi terhadap eks NII, Komando Jihad, Mujahidin Kanyamaya,
Laskar Jihad, dan lain-lain, merupakan contoh dan pembelajaran bagi kinerja
deradikalisasi yang saat ini gencar dilakukan. Deredekalisme merupakan upaya
mendeteksi secara dini, menangkal sejak awal, dan menyasar berbagai lapisan
potensial dengan beragam bentuk dan varian yang relevan bagi masing-masing
kelompok yang menjadi sasaran. Tujuan utama dari deradikalisasi, bukan hanya
mengikis radikalisme, memberantas potensi terorisme tapi yang utama adalah
mengokohkan keyakinan masyarakat bahwa terorisme memberikan dampak yang
buruk bagi stabilitas nasional bahkan dapat memberikan citra Negara yang buruk
bagi dunia Internasional.

Dalam rangka mewujudkan tujuan nasional, diperlukan penegakan hukum secara


konsisten dan berkesinambungan untuk melindungi warga negaranya dari setiap
gangguan dan ancaman atau tindakan destruktif, baik yang berasal dari dalam
negeri maupun dari luar negeri. Tindak pidana terorisme merupakan kejahatan
internasional yang membahayakan keamanan dan perdamaian dunia serta
merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk
hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia telah mengakibatkan hilangnya nyawa tanpa
memandang korban, ketakutan masyarakat secara luas, dan kerugian harta benda
sehingga berdampak luas terhadap kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan
hubungan internasional. Upaya pemberantasan tindak pidana terorisme selama ini
dilakukan secara konvensional, yakni dengan menghukum para pelaku tindak
pidana terorisme. Untuk dapat mencegah dan memberantas tindak pidana
terorisme secara maksimal, perlu diikuti upaya lain dengan menggunakan sistem
dan mekanisme penelusuran aliran dana karena tindak pidana terorisme tidak
mungkin dapat dilakukan tanpa didukung oleh tersedianya dana untuk kegiatan
terorisme tersebut. Pendanaan terorisme bersifat lintas negara sehingga upaya
pencegahan dan pemberantasan dilakukan dengan melibatkan Penyedia Jasa

13
Keuangan, aparat penegak hukum, dan kerja sama internasional untuk mendeteksi
adanya suatu aliran dana yang digunakan atau diduga digunakan untuk pendanaan
kegiatan terorisme. Dengan adanya upaya tersebut, maka meminimalisir celah-
celah terorisme.

Paradigma pembangunan Negara adalah mencapai kesejahteraan bagi


masyarakatnya sesuai dengan amanat konstitusi UUD NRI 1945. Salah satu
penyebab munculnya radikalisme agama adalah pemahaman tentang ajaran agama
yang sempit. Hal itu dapat tejadi ketika informasi yang diperoleh oleh seseorang
atau sekelompok orang berasal dari sumber-sumber yang keliru. Radikalisme
dapat memicu tindakantindakan teror. Orang yang terlanjur teracuni dengan
ideologi tersebut cenderung membenarkan perbuatannya meskipun merugikan,
meresahkan dan menyakiti orang lain seperti menghina, mengkafirkan (takfiri),
melukai fisik, atau bahkan menghilangkan nyawa dengan alasan memperjuangkan
nilai dan prinsip yang benar sesuai versi mereka. Dalam paradigma yang mereka
bangun berdasarkan pemahaman mereka, maka menimbulkan kerusakan pada
tatanan kehidupan sosial masyarakat. Praktek kejahatan terorisme, maka dapat
dilihat dari jenis terorisme, diantaranya ada dua, yaitu: Pertama, State Terrorism
yakni instrumen kebijakan suatu rejim penguasa dan negara. Dalam dunia politik,
istilah terorisme sering kehilangan makna yang sebenarnya dan menjadi bagian
dari retorika yang menyakitkan antara politikus yang bertikai. Seseorang atau
kelompok yang sedang bertikai biasanya menuduh lawan politiknya dengan
melakukan teror, dan apabila tujuan teror ini berhasil, maka mereka tidak ragu
untuk melakukan secara berulang tindakan teror terhadap lawan. Akibatnya,
“sekali seseorang itu dituduh teroris maka orang yang menuduh dan yang lain
merasa memiliki kebebasan untuk menyerang dan menghukumnya dengan
tindakan keras dan menyakitkan.” Penggunaan istilah terorisme, sebagai alat teror
politik, sekarang menjadi praktik yang menggejala dan sangat tidak
menyenangkan dilihat dari sudut pandang moral dan hukum. Kedua, Non-State
Terrorism yakni bentuk perlawanan terhadap perlakuan politik, sosial, maupun
ekonomi yang tidak adil dan represif yang menimpa seseorang atau kelompok
orang. Dengan hal tersebut merupakan upaya pemberatasan terorisme.

14
BAB III

KONKLUSI

3.1 KESIMPULAN

Radikalisme adalah suatu paham atau aliran yang menginginkan suatu


perubahan dan pembaharuan ekonomi, sosial dan politik dengan
menjungkirbalikkan nilai-nilai yang sudah ada secara memaksa dan drastis
melalui kekerasan (violence), dan aksi-aksi yang ekstrem.

Secara ekonomi-politik, akar dari Islam Radikal adalah adanya


pertentangan kelas antara kelas borjuasi yang berwajah “moderat” dan “pro-
pemerintah” melawan mereka yang termarjinalisasi. Hal ini secara nasional dapat
kita baca melalui adanya akumulasi kapital di kalangan kelompok pemodal, dan
dalam level internasional dapat kita baca melalui skema dependensia antara
Indonesia dengan negara-negara yang menjadi hegemoni melalui praktik-praktik
ekonomi. Sementara itu, pada basis struktural kita dapat melihat bahwa adanya
oligarki elit yang menguasai sumber daya politik dan ekonomi ternyata
berdampak pada munculnya kelompok-kelompok yang termarjinalkan dan
termiskinkan secara struktural. Hal ini kemudian berdampak pada kesadaran kelas
mereka dengan menggunakan “syariat Islam” sebagai basis ajaran sentral yang
dapat menggantikan peran negara yang gagal mengantisipasi kesenjangan
struktural tersebut. Dengan logika tersebut, artinya akar dari masalah radikalisme
agama bukan persoalan teologis. Persoalan radikalisme adalah persoalan
kesenjangan-kesenjangan yang masuk ke ranah sosial, ekonomi, bahkan politik.
Pendekatan “Islam Moderat” yang coba ditawarkan oleh beberapa penulis seperti
Azra (2006) atau Mujani (2004) pada dasarnya bukan solusi konkret; wacana ini
hanya dimunculkan oleh rezim politik dan intelektual di belakangnya untuk
memfragmentasi umat Islam agar tidak terkonsolidasi dalam satu kesatuan massa
yang besar. Dengan kata lain, “Islam Moderat” adalah wacana yang diberikan
oleh rezim politik untuk menghadapi ancaman-ancaman bagi rezim itu.

15
Terorisme dan paham radikalisme mengakibatkan instabilitas dalam
berbagai aspek kehidupan masyarakat. Gerakan terorisme yang berkembang di
berbagai Negara dan termasuk di Indonesia yang mengakibatkan kerusakan yang
bersifat sistematis. Oleh karena itu, peran serta yang bersifat sinergis diantara
seluruh elemen diperlukan, baik itu pemerintah sebagai organ yang memiliki
kewenangan untuk pemberatasan terorisme melalui amanat konstitusi/UUD NRI
1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Peran
pemerintah melalui BNPT (Pemerintah mengeluarkan Perpres No. 46 Tahun 2010
tentang pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang
pada tahun 2012 diubah dengan Perpres No. 12 Tahun 2012. Pembentukan
BNPT) dan peran masyarakat diperlukan secara aktif dalam menekan terjadi
faham radikalisme yang berujung kepada tindakan terorisme serta lembaga
pendidikan yang harus berperan aktif melalui pembangunan karakter secara aktif
sesuai UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

16
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

A.S.Hornby. (2000). Dalam Dictionary of Current English (hal. 691). UK: Oxford University
Press.
Asy’arie, M. (1992). Dalam Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Qur’an. Yogyakarta:
LESFI.
Black, H. C. (1891). Black's Law Dictionary. St. Paul: West Publishing.
Bruinesen, M. V. (2002). Genealogies of Islamic Radicalism in PostSoeharto. Dalam South East
Asia Research (Vol. 10, hal. 117-154).
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1990). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (hal.
354). Jakarta: Balai Pustaka.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Hadiz, V. R. (2010). Political Islam in PostAuthoritarian (Vol. 2). CRISE.
Hendroprioyono, A. (2009). Terorisme: Fundamentalis Kristen, Yahudi dan Islam. Jakarta: Buku
Kompas.
Kartodirdjo, S. (1985). Dalam Ratu Adil (hal. 38). Jakarta: Sinar Harapan.
Madjid, N. (1995). Dalam Pintu-Pintu Menuju Tuhan. Jakarta: Paramadina.
Muladi. (2002, Desember). Hakikat Terorisme dan Beberapa Prinsip Pengaturan dalam
Kriminalisasi. Jurnal Kriminologi Indonesia FISIP UI, vol 2 no II, 1.
Nuh, N. M. (2009, Juli-September). Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Faham/ Gerakan Islam
Radikal di Indonesia. HARMONI Jurnal Multikultural & Multireligius Vol VIII, 36.
Qodir, Z. (2011). Dalam Sosiologi Agama: Esai-esai Agama di Ruang Publik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Ricklefs, M. C. (1991). Dalam Sejarah Indonesia Modern (D. Hardjowidjono, Penerj.).
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Riddel, P. G. (2002). The Diverse Voices of Political Islam in Post-Suharto. Dalam Islam and
Christian-Muslim Relations (Vol. 13, hal. 1).
Sun Choirol Ummah, M. (2012, September Kamis). HUMANIKA. Dipetik Agustus 23, 2018, dari
HUMANIKA: https://journal.uny.ac.id/index.php/humanika/article/view/3657/3130
Putri, T.H. (2018, Mei). "Awal Mula Gerakan Terorisme Indonesia hingga Rentetan Bom
Mei 2018". Dipetik Agustus 23, 2018, dari IDN Times:
https://www.idntimes.com/news/indonesia/teatrika/awal-mula-gerakan-terorisme-indonesia-
hingga-rentetan-bom-mei/full

17
18

Anda mungkin juga menyukai