Anda di halaman 1dari 15

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut WHO sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna baik fisik, mental
dan social, tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. Menurut UU Kesehatan RI no.
23 tahun 1992, sehat adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa, social yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara social dan ekonomis.
Sakit adalah ketidakseimbangan fungsi normal tubuh manusia, termasuk sejumlah
system biologis dan kondisi penyesuaian.
Kesehatan jiwa adalah satu kondisi sehat emosional psikologis, dan social yang terlihat
dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep
diri yang positif, dan kestabilan emosionl (Videbeck, 2008)
Gangguan jiwa didefenisikan sebagai suatu sindrom atau perilaku yang penting secara
klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitakan dengan adanya distress (misalnya gejala
nyeri) atau disabilitas (kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting) (Videbeck,
2008)
Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress berat
membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalnya: memaki-maki
orang di sekitarnya, membanting–banting barang, menciderai diri sendiri dan orang lain,
bahkan membakar rumah, mobil dan sepeda montor. Umumnya klien dengan perilaku
kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah sakit jiwa. Sering tampak klien diikat secara
tidak manusiawi disertai bentakan dan “pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga
bahkan polisi.
Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/ orang lain, merusak alat rumah
tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh
keluarga. Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum memadai sehingga selama
perawatan klien seyogyanya sekeluarga mendapat pendidikan kesehatan tentang cara
merawat klien (manajemen perilaku kekerasan).
Asuhan keperawatan yang diberikan di rumah sakit jiwa terhadap perilaku kekerasan
perlu ditingkatkan serta dengan perawatan intensif di rumah sakit umum. Asuhan
keperawatan perilaku kekerasan (MPK) yaitu asuhan keperawatan yang bertujuan melatih
klien mengontrol perilaku kekerasannya dan pendidikan kesehatan tentang MPK pada
keluarga. Seluruh asuhan keperawatan ini dapat dituangkan menjadi

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari perilaku kekerasan?
2. Bagaimana rentang respon perilaku kekerasan?
3. Apa saja fase-fase perilaku kekerasan?
4. Apa saja perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan?
5. Sebutkan dan jelaskan penyebab predisposisi dan presipitasi dari perilaku kekerasan!
6. Apa saja manifestasi klinik dari perilaku kekerasan?
7. Bagaimana mekanisme sebab- akibat dari perilaku kekerasan?
8. Apa saja penatalaksanaan dari perilaku kekerasan?
9. Bagaimana pohon masalah dari perilaku kekerasan?
10. Bagaimana asuhan keperawatan dengan klien perilaku kekerasan?

C. Tujuan
1. Dapat mengetahui pengertian dari perilaku kekerasan.
2. Dapat mengetahui rentang respon perilaku kekerasan.
3. Dapat mengetahui fase-fase perilaku kekerasan.
4. Dapat mengetahui perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan.
5. Dapat mengetahui penyebab predisposisi dan presipitasi dari perilaku kekerasan.
6. Dapat mengetahui manifestasi klinik dari perilaku kekerasan.
7. Dapat mengetahui mekanisme sebab- akibat dari perilaku kekerasan.
8. Dapat mengetahui penatalaksanaan dari perilaku kekerasan.
9. Dapat mengetahui pohon masalah dari perilaku kekerasan.
10. Dapat mengetahui asuhan keperawatan dengan klien perilaku kekerasan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering
disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu
stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2009)
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut
(Purba dkk ,2008)
Suatu keadaan ketika individu mengalami perilaku yang secara fisik dapat
membahayakan bagi diri sendiri atau pun orang lain (Sheila L. Videbeck, 2008).
Jadi, perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan individu yang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak
lingkungan.

B. Rentang Respon
Menurut Iyus Yosep, 2007 bahwa respons kemarahan berfluktuasi dalam rentang adaptif
maladaptif.

Skema Rentang Respon Kemarahan

Respon adaptif Respon Maladaptif

Asertif Prustasi Pasif Agresif Amuk

1. Perilaku asertif yaitu mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa menyalahkan
atau meyakiti orang lain, hal ini dapat menimbulkan kelegaan pada individu
2. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena yang tidak
realistis atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan.
3. Pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk engungkapkan perasaan
marah yang sekarang dialami, dilakukan dengan tujuan menghindari suatu tuntunan
nyata.
4. Agresif merupakan hasil dari kemarahan yang sangat tinggi atau ketakutan / panik.
Agresif memperlihatkan permusuhan, keras dan mengamuk, mendekati orang lain
dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai. Umumnya klien
dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang lain.
5. Kekerasan sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai
dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata ancaman,
melukai pada tingkat ringan sampa pada yang paling berat. Klien tidak mampu
mengendalikan diri.

C. Fase- fase perilaku kekerasan


1. Triggering incidents
Ditandai dengan adanya pemicu sehingga muncul agresi klien. Beberapa faktor yang
dapat menjadi pemicu agresi antara laian: provokasi, respon terhadap kegagalan,
komunikasi yang buruk, situasi yang menyebabkan frustrasi, pelanggaran batas
terhadap jarak personal, dan harapan yang tidak terpenuhi. Pada fase ini klien dan
keluarga baru datang.
2. Escalation phase
Ditandai dengan kebangkitan fisik dan emosional, dapat diseterakan dengan respon
fight or flight. Pada fase escalasi kemarahan klien memuncak, dan belum terjadi
tindakan kekerasan. Pemicu dari perilaku agresif klien gangguan psikiatrik bervariasi
misalnya: halusinasi, gangguan kognitif, gangguan penggunaan zat, kerusakan
neurologi/kognitif, bunuh diri dan koping tidak efektif.
3. Crisis point
Sebagai lanjutan dari fase escalasi apabila negosiasi dan teknik de escalation gagal
mencapai tujuannya. Pada fase ini klien sudah melakukan tindakan kekerasan.
4. Settling phase
Klien yang melakukan kekerasan telah melepaskan energi marahnya. Mungkin masih
ada rasa cemas dan marah dan berisiko kembali ke fase awal.
5. Post crisis depression
Klien pada fase ini mungkin mengalami kecemasan dan depresi dan berfokus pada
kemarahan dan kelelahan.
6. Return to normal functioning
Klien kembali pada keseimbangan normal dari perasaan cemas, depresi, dan
kelelahan.

D. Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
1. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi
terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi,
wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun,
pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat
diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku
dan disertai reflek yang cepat
2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya
yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang
terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa
marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu
perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien
3. Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk
menarik perhatian orang lain.
4. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan.

E. Penyebab (Predisposisi dan Presipitasi)


1. Faktor Predisposisi
a) Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul
agresif atau perilaku kekerasan,contohnya : pada masa anak-anak yang mendapat
perilaku kekerasan cenderung saat dewasa menjadi pelaku perilaku kekerasan
b) Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka kekerasan yang
diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan diadopsi dan dijadikan
perilaku yang wajar
c) Sosial Budaya
Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah kekerasan adalah hal yang wajar
d) Bioneurologis
Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter ikut menyumbang terjadi
perilaku kekerasan.

2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
a) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
b) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
e) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
f) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
F. Manifestasi Klinik
1. Fisik
Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah
dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar
dan ketus.
3. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan,
amuk/agresif.
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral dan kreativitas
terhambat.
6. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.

G. Mekanisme sebab- akibat


1. Penyebab
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri
rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga
diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang
kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda dan gejala :
a) Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
b) Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
c) Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
d) Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram,
mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
2. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya
bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain,
memecahkan perabot, membakar rumah dll. Sehingga klien dengan perilaku
kekerasan beresiko untuk mencederai diri orang lain dan lingkungan.
Tanda dan gejala :
Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan didapatkan
melalui pengkajian meliputi :
a) Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah
yang diserasakan oleh klien.
b) Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,
berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas
makanan, memukul jika tidak senang.

H. Penatalaksanaan
yang diberikan pada klie yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2 yaitu :
1. Medis
a) Nozinan , yaitu sebagai pengontrol perilaku psikososial
b) Halloperidol , yaitu mengontrol psikosis dan perilaku merusak diri
c) Thrihexiphenidil ,yaitu mengontrol perilaku merusak diri dan menenangkan
hiperaktivitas
d) ECT (Electro Convulse Therapy ),yaitu menenangkan klien bila mengarah pada
keadaan amuk
2. Penatalaksaan Keperawatan
a) Psikoterapeutik
b) Lingkungan terapeutik
c) Kegiatan hiduo sehari-hari (ADL)
d) Pendidikan kesehatan
I. Pohon Masalah

Resiko menciderai diri sendiri, orang lain


dan lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan Konsep diri Harga Diri Rendah

J. Asuhan Keperawatan
1. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
a. Masalah keperawatan:
1) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2) Perilaku kekerasan / amuk
3) Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah

b. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan


1) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
- Merusak dan melempar barang-barang.
2) Perilaku kekerasan / amuk
Data Subyektif :
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif ;
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
- Merusak dan melempar barang-barang.

3) Gangguan harga diri : harga diri rendah


Data subyektif:
- Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.
Data obyektif:
- Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

2. Diagnosa Keperawatan
Resiko Perilaku kekerasan

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Rencana tindakan


Tujuan Tindakan
1 Resiko Perilaku TUM
kekerasan Klien terhindar dari
mencederai diri, orang lain
dan lingkungan.

TUK 1
Klien dapat membina 1. Bina hubungan saling
hubungan saling percaya percaya : salam terapeutik,
empati, sebut nama
perawat dan jelaskan
tujuan interaksi.
2. Panggil klien dengan nama
panggilan yang disukai.
3. Bicara dengan sikap
tenang, rileks dan tidak
menantang.

TUK 2
Klien dapat mengidentifikasi 1. Beri kesempatan
penyebab perilaku kekerasan mengungkapkan perasaan.
2. Bantu klien
mengungkapkan perasaan
jengkel / kesal.
3. Dengarkan ungkapan rasa
marah dan perasaan
bermusuhan klien dengan
sikap tenang.

TUK 3
Klien dapat mengidentifikasi 1. Anjurkan klien
tanda-tanda perilaku mengungkapkan yang
kekerasan. dialami dan dirasakan
saat jengkel/kesal.
2. Observasi tanda perilaku
kekerasan.
3. Simpulkan bersama klien
tanda-tanda jengkel / kesal
yang dialami klien
TUK 4
Klien dapat mengidentifikasi 1. Anjurkan
perilaku kekerasan yang biasa mengungkapkan perilaku
dilakukan. kekerasan yang biasa
dilakukan.
2. Bantu bermain peran
sesuai dengan perilaku
kekerasan yang biasa
dilakukan.
3. Tanyakan "apakah dengan
cara yang dilakukan
masalahnya selesai?"
TUK 5
Klien dapat mengidentifikasi 1. Bicarakan akibat/kerugian
akibat perilaku kekerasan dari cara yang dilakukan.
2. Bersama klien
menyimpulkan akibat dari
cara yang digunakan.
3. Tanyakan apakah ingin
mempelajari cara baru
yang sehat.

TUK 6
Klien dapat mengidentifikasi 1. Beri pujian jika
cara konstruktif dalam mengetahui cara lain yang
berespon terhadap kemarahan. sehat.
2. Diskusikan cara lain yang
sehat.Secara fisik : tarik
nafas dalam jika sedang
kesal, berolah raga,
memukul bantal / kasur.
3. Secara verbal : katakan
bahwa anda sedang marah
atau kesal / tersinggung
4. Secara spiritual : berdoa,
sembahyang, memohon
kepada Tuhan untuk diberi
kesabaran.
TUK 7
Klien dapat mengidentifikasi 1. Bantu memilih cara yang
cara mengontrol perilaku paling tepat.
kekerasan. 2. Bantu mengidentifikasi
manfaat cara yang telah
dipilih.
3. Bantu mensimulasikan
cara yang telah dipilih.
4. Beri reinforcement positif
atas keberhasilan yang
dicapai dalam simulasi.
5. Anjurkan menggunakan
cara yang telah dipilih saat
jengkel / marah.

TUK 8
Klien mendapat dukungan
dari keluarga. 1. Beri pendidikan
kesehatan tentang cara
merawat klien melalui
pertemuan keluarga.
2. Beri reinforcement positif
atas keterlibatan keluarga.
TUK 9
Klien dapat menggunakan 1. Diskusikan dengan klien
obat dengan benar (sesuai tentang obat (nama,
program). dosis, frekuensi, efek
dan efek samping).
2. Bantu klien
mengunakan obat
dengan prinsip 5 benar
(nama klien, obat, dosis,
cara dan waktu).
3. Anjurkan untuk
membicarakan efek dan
efek samping obat yang
dirasakan.
Daftar Pustaka

Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., 2005, Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (terjemahan), Widya Medika,
Jakarta

Keliat, B.A., 2005, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 2, EGC, Jakarta.

Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University
Press.

Stuart dan Sundeen, 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Videbeck, S. L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai