Berita tersebut menerangkan kepada kita semua (khususnya perawat indonesia) bahwa saat
ini kita sudah bisa melakukan tindakan medis khususnya pengobatan pada pasien tetapi
“Dalam Keadaan Darurat”.
Legalisasi perawat untuk memberikan tindakan medis dimungkinkan karena hal tersebut telah
ditetap oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Mahkamah konstitusi telah mengabulkan uji materi yang diajukan oleh Mantri Misran dan
rekan-rekan perawat lainya terhadap Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang 36/2009 tentang
Kesehatan yang menjadi acuan pemidanaan.
Putusan dengan nomor 12/PUU-VIII/2010 ini dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD
dengan didampingi oleh delapan hakim konstitusi dengan dihadiri oleh Pemohon, yakni
sembilan Pemohon yang merupakan tenaga kesehatan yang berasal dari Provinsi Kalimantan
Timur.
“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Pasal 108 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)
sepanjang kalimat, “… harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan” bertentangan dengan UUD 1945
sepanjang tidak dimaknai bahwa tenaga kesehatan tersebut adalah tenaga kefarmasian, dan
dalam hal tidak ada tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan tertentu dapat melakukan praktik
kefarmasian secara terbatas, antara lain, dokter dan/atau dokter gigi, bidan, dan perawat yang
melakukan tugasnya dalam keadaan darurat yang mengancam keselamatan jiwa dan
diperlukan tindakan medis segera untuk menyelamatkan pasien,” urai Mahfud membacakan
amar putusan pada Senin (27/6/2011) seperti dikutip dari situs mahkamahkonstitusi.go.id.
Semoga dengan adanya legalisasi bagi perawat memberikan perawat rasa nyaman dalam
setiap tindakan tanpa memikirkan pidana terhadap tindakan tersebut
Gustinerz.com | Bulan September tahun 2014 seluruh Perawat di Indonesia berbangga dan
mensyukuri karena disahkannya Undang-Undang Keperawatan No. 38 tahun 2014 yang
kurang lebih 20 tahun diperjuangkan oleh Perawat Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang
Keperawatan No. 38 tahun 2014 dijelaskan bahwa perawat adalah seseorang yang telah lulus
pendidikan tinggi Keperawatan baik di dalam maupun diluar negeri yang diakui oleh
pemerintah sesuai perundang-undangan.
Namun, tauhkah kita profesi perawat atau keperawatan disebut dalam 3 (tiga) undang-undang
(diluar dari undang-undang keperawatan diatas) yakni:
Dalam undang-undang ini pada pasal 29 ayat (1) dijelaskan “Persyaratan sumber daya
manusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) yaitu rumah sakit harus memiliki
tenaga tetap yang meliputi tenaga medis dan penunjang medis, TENAGA KEPERAWATAN,
tenaga kefarmasian, tenaga manajemen rumah sakit, dan tenaga nonkesehatan”.
Pasal 33 ayat (2) “Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit
ataua Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, UNSUR KEPERAWATAN, unsur
penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan
keuangan”
Pasal 13 ayat (2) “Tenaga Kesehatan tertentu yang bekerja di Rumah Sakit Wajib memiliki
izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Pada penjelasanya yang
dimaksud dengan tenaga kesehatan tertentu adalah tenaga PERAWAT, bidan, perawat gigi,
apoteker, asisten apoteker, fisioterapis, refreksionis ptisien, terapis wicara, raiografer, dan
okupasi terapi.
Selain itu juga pada Undang-Undang tentang rumah sakit ini juga menjelaskan tentang
praktik keperawatan harus didasari dengan standar asuhan keperawatan.
Pada pasal 11 ayat (1) dijelaskan bahwa Tenaga Kesehatan dikelompokan kedalam: tenaga
medis, tenaga psikologi klinis, KEPERAWATAN, kebidanan, kefarmasian, kesehatan
masyarakat, kesehatan lingkungan, keterapian fisik, keteknisian medis, teknik biomedika,
kesehatan tradisional dan kesehatan lain. Penjelasan Pasal 11 ayat (4) Jenis perawat antara
lain perawat kesehatan masyarakat, perawat kesehatan anak, perawat maternitas, perawat
medikal bedah, perawat geriatri, dan perawat kesehatan jiwa.
Pasal 62 ayat (1) tenaga kesehatan dalam menjalanakn praktik harus dilakukan sesuai dengan
kewenangan yang didasarkan pada kompetensi yang dimilikinya. Penjelasan pasal 62 ayat (1)
yakni perawat memiliki kewenangan untuk melakukan asuhan keperawatan secara mandiri
dan komprehensif serta tindakan kolaborasi keperawatan dengan tenaga kesehatan lain sesuai
dengan kualifikasinya.
Selanjutnya pada pasal 63 ayat (1) “Dalam keadaan terentu tenaga kesehatan dapat
memberikan pelayanan diluar kewenangannya. Pada penejelasannya Keadaan Tertentu
adalah suatu kondisi tida adanya tenaga kesehatan yang memiliki kewenangan untuk
melakukan tindakan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan serta tidak dimungkinkan untuk
dirujuk. Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan diluar kewenangannya adalah
PERAWAT atau bidan yang memberikan pelayanan kedokteran dan/atau kefarmasian dalam
batas tertentu.
Pasal 65 ayat (1) “dalam melakukan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dapat menerima
pelimpahan tindakan medis dari tenaga medis. Tenaga Kesehatan dalam ketentuan ini, antara
lain adalah PERAWAT, bidan, penata anastesi, tenaga keterapian fisik dan keteknisian
medis.
Pada undang-undang ini pasal 73 ayat (3) “Ketentuan sebagaiamana dimaksud pada ayat (1:
Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang
menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangktutan adalah dokter atau
dokter gigi yang telah memiliki surat registrasi/surat izin praktik) dan ayat (2: Setiap orang
dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-seolah yang bersangkutan adalah dokter atau
dokter gigi telah memiliki surat tanda registrasi/surat izin praktik) TIDAK BELAKU bagi
tenaga kesehatan yang diberikan kewenangan oleh peraturan perundang-undangan. TENAGA
KESEHATAN dimaksud anatara lain bidan dan PERAWAT yang diberi kewenangan untuk
melakukan tindakan medis sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Untuk menghitung dosis obat yang harus kita tahu dan hafal adalah rumusnya. Banyak sekali
rumus-rumus menghitung dosis obat pada bayi dan anak balita, diantaranya rumus Young,
Dilling, Fried, Sagel dan Clark.
Kali ini gustinerz akan memakai rumus Fried yang menitik beratkan pada umur anak.
Berikut rumus menghitung dosis obat oleh Fried
Contoh 1:
Anak usia 6 bulan, mengalami demam tinggi, untuk menurunkan panas anak tersebut
mendapatkan resep obat paracetamol, berapa dosisi yang diberikan untuk akan tersebut
Jawab:
Contoh 2:
Sudah paham kan?? kalau ada pertanyaan silahkan hubungi email: gusti@outlook.com <ke
beranda
Dua belas pasang saraf kranial yang tersusun angka romawi, muncul dari berbagai batang
otak. Saraf kranial tersusun dari serabut saraf sensorik dan motorik.
– Cara Pemeriksaan: pasien memejamkan mata, disuruh membedakan bau yang dirasakan
(kopi, teh,dll)
– Fungsi: saraf motorik, untuk mengangkat kelopak mata keatas, kontriksi pupil, dan
sebagian gerakan ekstraokuler
– Cara Pemeriksaan: Tes putaran bola mata, menggerakan konjungtiva, refleks pupil dan
inspeksi kelopak mata
– Fungsi: saraf motorik, gerakan mengunya, sensai wajah, lidah dan gigi, refleks korenea dan
refleks kedip
– Cara Pemeriksaan: menggerakan rahang kesemua sisi, pasien memejamkan mata, sentuh
dengan kapas pada dahi atau pipi. menyentuh permukaan kornea dengan kapas.
– Cara pemeriksaan: senyum, bersiul, mengngkat alis mata, menutup kelopak mata dengan
tahanan, menjulurkan lida untuk membedakan gula dan garam
– Cara pemeriksaan: menyentuh faring posterior, pasien menelan saliva, disuruh mengucap
ah…
– cara pemeriksaan: suruh pasien untuk menggerakan bahu dan lakukan tahanan sambil
pasien melawan tahanan tersebut.
Nervus Hipoglosus
– cara pemeriksaan: pasien disuruh menjulurkan lidah dan menggerakan dari sisi ke sisi.
<<Beranda