AKTIVITAS
NAMA :
Ni Luh Sugiastini (14C11391)
Aa Bagus Suryantara (14C11392)
Ni Luh Putu Sutarmiyanti (14C11393)
Ni Wayan Tia Kusumawati (14C11394)
Gede Trisha Ananda (14C11395)
Ni Wayan Trisna Dewi (14C11396)
Ni Made Utami Rusmawati (14C11397)
Putu Vivin Ismayanti (14C11398)
Ni Kadek Ayu Warsiti (14C11399)
1
BAB I
KONSEP TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN GERAK AKTIVITAS
2
isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot
memendek, namun pemakaian energi meningkat.
Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan
pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini
menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi
paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati
seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal.
Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas
dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot
adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang
bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh
dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung. Imobilisasi menyebabkan
aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh
dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak
beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital,
membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah
merah.
C. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB
Gerak aktivitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Gaya hidup :
Perubahan gaya hidup dapat mepengaruhi kemampuan mobilitas seseorang,
karena gaya hidup berdampak pada prilaku atau kebiasaan sehari-hari.
2. Kebudayaan :
Kemampuan melakukan mobilisasi juga dapat dipengaruhi oleh kebudayaan.
Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki
kemampuan mobilitas yang kuat ; sebaliknya ada orang yang mengalami
gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan budaya tertentu dilarang untuk
beraktivitas.
3. Tingkat energi :
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat
melakukan mobilitas dengan baik dibutuhkan energi yang cukup.
3
4. Usia dan status perkembangan :
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda hal
ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan
perkembangan usia.
2. FAKTOR PRESIPITASI
1. Proses penyakit atau cidera :
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat
mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita
fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas
bagian bawah.
5
c. Retensi Urine
Kondisi imobilisasi menyulitkan upaya seseorang untuk melemaskan otot
perineum pada saat berkemih. Selain itu, penurunan tonus otot kandung
kemih juga menghambat kemampuan untuk mengosongkan kandung
kemih secara tuntas.
d. Infeksi Berkemih
Urine yang statis merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Selain itu, sifat urine yang basa akibat hiperkalsiuria juga mendukung
proses tersebut. Organisme yang umumnya menyebabkan infeksi saluran
kemih adalah Escherichia coli.
3. Gangguan gastrointestinal
Kondisi imobilisasi mempengaruhi 3 fungsi sistem pencernaan yaitu
fungsi ingesti, digesti, dan eliminasi.Dalam hal ini, masalah yang umum
ditemui salah satunya adalah konstipasi.Konstipasi terjadi akibat penurunan
peristaltik dan motilitas usus. Jika konstipasi terus berlanjut, feses akan
menjadi sangat keras dan diperlukan upaya yang kuat untuk mengeluarkannya.
4. Gangguan respirasi
a. Penurunan gerak pernafasan
Kondisi ini dapat disebabkan oleh pembatasan gerak,hilangnya kondisi
otot, atau karena jarangnya otot-otot tersubut digunakan; obat –obat
tertentu (misalnya,sedatif dan analgesik) dapat pula menyebabkan kondisi
ini.
b. Penumpukan secret
Normalnya, sekret pada saluran penafasan dikeluarkan dengan perubahan
posisi atau postur tubuh, setra dengan batu. Pada kondisi imobilisasi,
sekret terkumpul pada jalan nafas akibat gravitasi sehingga mengganggu
proses difusi oksigen dan karbon dioksida di alveoli. Selain itu, upaya
batuk untuk mengeluarkan sekret juga terhambat kerena melemahnya
tonus otot-otot penafasan.
6
c. Ataelektasis
Pada kondisis tirah baring (imobilisasi), perubahan aliran darah regional
dapat menurunkan produksi surfaktan.Kondisi ini, ditambah dengan
sumbatan sekret pada jalan nafas, dapat mengakibatkan atelektasi.
c. Edema dependen
Terjadi di area-area yang menggantung, seperti kaki dan tungkai bawah
pada individu yang sering duduk berjuntai di kursi. Edema ini akan
meghambat aliran balik vena menuju jantung yang akan menimbulkan
lebih banyak edema.
7
b. Balans nitrogen negative
Pada kondisi imobilisasi, terdapat ketidakseimbangan atara proses
anabolisme dan katabolisme protein. Dalam hal ini, proses katabolisme
meleihi anbolisme.Akibatnya, jumlah nitrogen yang diekskresikan
meningkat (akibat proses katabolisme) dan menyebabkan balans nitrogen
negatif.
c. Anoreksia
Penurunan nafsu makan (anoreksia) biasanya terjadi akibat penurunan laju
metabolisme dan peningkatan katabolisme yang kerap menyertai kondisi
imobilisasi.Jika asupan protein berkurang, kondisi ini bisa menyebabkan
etidakseimbangan nitrogen yang dapat berlanjut pada status malnutrisi.
b. Kerusakan Kulit
Kondisi imobilitas menggangu sirkulasi dan suplai nutrien menuju area
tertentu.Ini mengakibatkan iskemia dan nekrosis jaringan superfisial yang
dapat menimbulkan ulkus dekubitus.
8
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radiologi
1. Rontgen : Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) : menunjukkan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau
cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan
panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi. Dapat juga digunakan
untuk mengetahui kerusakan otak yanng menyebabkan tergangunya
kemampuan gerak.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas (misal: tumor atau penyempitan
jalur jaringan lunak melalui tulang)
Pemeriksaan Laboratorium
Hb menurun pada trauma, Ca menurun pada imobilisasi lama, Alkali Fospat
meningkat, kreatinin dan SGOT meningkat pada kerusakan otot.
1. Arteriogram : Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
2. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal
setelah trauma.
3. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
4. Profil koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, trafusi
mutipes, atau cedera hati.
9
2. Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama,
pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah ketergantungan
pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sendiri, semampu
pasien.
3. Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan
pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang
diperlukan untuk mencapai target terapi.
4. Temui dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan
elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/ kondisi
penyetara lainnya.
5. Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat
menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau
dihentkan bila memungkinkan.
6. Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung
serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
7. Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis
terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif,
aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik, isometrik,
isokinetik), latihan koordinasi/keseimbangan, dan ambulasi terbatas.
8. Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri
dan ambulasi.
9. Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet.
Penatalaksanaan Khusus:
10
1. Pencegahan Primer:
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsung sepanjang
kehidupan dan episodik. Sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang
kehidupan, moblilitas dan aktivitas tergantung pada fungsi sistem
muskuloskeletal, kardiovaskuler, pulmonal. Sebagai suatu proses episodik,
pencegahan primer diarahkan pada pencegahan masalah-masalah yang dapat
timbul akibat imobilitas atau ketidak aktifan.
a. Hambatan terhadap latihan
Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan
secara teratur. Bahaya-bahaya interpersonal termasuk isolasi sosial
yang terjadi ketika teman-teman dan keluarga telah meninggal,
perilaku gaya hidup tertentu (misalnya merokok dan kebiasaan diet
yang buruk), depresi, gangguan tidur, kurangnya transportasi dan
kurangnya dukungan. Hambatan lingkungan termasuk kurangnya
tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak
mendukung.
b. Pengembangan program latihan
Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan, dan
mengalami peningkatan.Program tersebut disusun untuk memberikan
kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu kebiasaan yang
teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai yang dapat
memberikan efek latihan. Ketika klien telah memiliki evaluasi fisik
secara seksama, pengkajian tentang faktor-faktor pengganggu berikut
ini akan membantu untuk memastikan keterikatan dan meningkatkan
pengalaman:
1) Aktivitas saat ini dan respon fisiologis denyut nadi sebelum,
selama dan setelah aktivitas diberikan.
2) Kecenderungan alami (predisposisi atau peningkatan kearah
latihan khusus).
3) Kesulitan yang dirasakan.
4) Tujuan dan pentingnya latihan yang dirasakan.
5) Efisiensi latihan untuk diri sendiri (derajat keyakinan bahwa
seseorang akan berhasil).
11
c. Keamanan
Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan diterima oleh
klien, instruksi tentang latihan yang aman harus dilakukan.
Mengajarkan klien untuk mengenali tanda-tanda intoleransi atau
latihan yang terlalu keras sama pentingnya dengan memilih aktivitas
yang tepat.
2. Pencegahan Sekunder
Spiral menurun yang terjadi akibat eksaserbasi akut dari imobilitas dapat
dikurangi atau dicegah dengan intervensi keperawatan.Keberhasilan intervensi
berasal dari suatu pengertian tentang berbagai faktor yang menyebabkan atau
turut berperan terhadap imobilitas dan penuaan.Pencegahan sekunder
memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi.
Diagnosis keperawatan yang dihubungkan dengan pencegahan sekunder
adalah gangguan mobilitas fisik.
12
sistem kardiovaskuler,riwayat penyakit pernafasan dan juga riwayat penyakit
muskuloskeletal.
c. Kemampuan Fungsi Motorik
Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan
dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau spastis.
d. Kemampuan Mobilitas
Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk menilai
kemampuan gerak untuk posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah
tanpa bantuan.
e. Kemampuan Rentang Gerak
Pengkajian rentang gerak yang dilakukan pada daerah seperti
bahu,siku,lengan,panggul,dan kaki.
f. Perubahan Intoleransi Aktifitas
Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan sistem pernapasan,
antara lain suara napas,analisis gas darah, gerakan didinding thorak, adanya
mukus,batuk yang produktif diikuti panas, dan nyeri saat respirasi. Sedangkan
pengkajian berhubungan dengan sistem kardiovaskuler yaitu tanda vital,
gangguan sirkulasi perifer, adanya trombus, serta perubahan tanda vital setelah
melakukan aktifitas.
g. Kekuatan otot dan gangguan koordinasi
Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau
tidak.
h. Perubahan psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan
mobilitas dan imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi,
perubahan dalam mekanisme koping.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan Menurut Carpenito (2000), diagnosa keperawatan
adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau
resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara
akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memeberikan intervensi secara pasti
untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan
mengubah.
13
NANDA mendefinisikan diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik
tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan
aktual atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai
tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenagan perawat.
Adapun beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien
dengan gangguan mobilisasi, yaitu
a. Hambatan gerak aktivitas di tempat tidur
Batasan karakteristik :
Hambatan kemampuan mengubah dari posisi duduk lama ke telentang
Hambatan kemampuan mengubah dari posisi telungkup ke telentang
Hambatan kemampuan mengubah dari posisi telentang ke duduk
Hambatan kemampuan mengubah posisi dari telentang ke telungkup
Hambatan kemampuan mengubah posisi dari telentang ke duduk
Hambatan kemampuan mengubah posisi sendiri di tempat tidur
Hambatan kemampuan untuk miring kanan-kiri
14
Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (misalnya
meningkatkan perhatian pada aktivitas orang lain, mengendalikan
perilaku, fokus pada ketunadayaan/ aktivitas sebelum sakit)
Dispnea setelah beraktivitas
Perubahan cara berjalan
Gerakan bergetar
Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
Keterbatasan rentang pergerakan sendi
Tremor akibat pergerakan
Ketidakstabilan postur
Pergerakan lambat
Pergerakan tidak terkoordinasi
15
Kaku sendi
Kurang dukungan lingkungan (mis., fisik atau sosial)
Keterbatasan ketahanan kardiovaskular
Kerusakan integritas struktur tulang
Malnutrisi
Gangguan muskuloskeletal
Gangguan neuromuskular
Nyeri
Agens obat
Program pembatasan gerak
Keengganan memulai pergerakan
Gaya hidup monoton
Gangguan sensoriperseptual
16
Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda otomatis di
permukaan tidak rata.
d. Intoleransi Aktivitas
Batasan Karakteristik:
Tirah baring
17
Kelemahan umum
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Imobilitas
Gaya hidup monoton
3. Perencanaan
Menurut Judith dan Nancy (2014), perencanaan yang mungkin pada pasien dengan
gangguan pemenuhan mobilisasi ialah sebagai berikut:
a. Hambatan mobilitas di tempat tidur.
Tujuan : mencapai mobilitas di tempat tidur.
Kriteria hasil :
1. Gerakan terkoordinasi.
2. Pergerakan sendi aktif
3. Pengaturan posisi tubuh dengan kemauan sendiri
4. Mobilitas yang memuaskan
Rencana Keperawatan.
No Intervensi Rasional
1 Perawatan tirah baring meningatkan kenyamanan dan keamanan
serta pencegahan komplikasi untuk pasien
yang tidak mampu bangun dari tempat tidur
2 Berikan promosi memfasilitasi penggunaan postur dan
mekanika tubuh pergerakan dalam aktivitas sehari-hari untuk
mencegah keletihan dan ketegangan atau
18
cedera muskuluskeletal.
19
6. Pergerakan sendi bebas
7. Tidak terjadinya tremor yang diinduksi oleh pergerakan
8. Postur tubuh stabil
9. Gerakan teratur dan terkoordinasi.
Rencana Keperawatan
No Intervensi Rasional
1. Berikan promosi memfasilitasi penggunaan postur dan pergerakan
mekanika tubuh dalam aktivitas sehari-hari untuk mencegah
keletihan dan ketegangan atau cedera
muskuloskeletal.
20
c. Hambatan Mobilitas Berkursi Roda
Tujuan : memperlihatkan ambulasi : kursi roda.
Kriteria Hasil :
1. Mampu mengoperasikan kursi roda manual di trotoar
2. Mampu mengoperasikan kursi roda listrik di trotoar
3. Mampu mengoperasikan kursi roda manual di permukaan rata
4. Mampu mengoperasikan kursi roda listrik di permukaan rata
5. Mampu mengoperasikan kursi roda manual di permukaan tidak rata
6. Mampu mengoperasikan kursi roda listrik di permukaan tidak rata
7. Mampu mengoperasikan kursi roda manual di tanjakan
8. Mampu mengoperasikan kursi roda listrik di tanjakan
9. Mampu mengoperasikan kursi roda manual di turunan
10. Mampu mengoperasikan kursi roda listrik di turunan
Rencana Keperawatan
No Intervensi Rasional
1. Berika Promosi memfasilitasi pelatihan otot resistif secara rutin
latihan fisik: latihan untuk mempertahkan atau meningkatkan
kekuatan kekuatan otot.
21
tubuh.
d. Intoleransi aktivitas
Tujuan : menunjukan toleransi aktivitas
Kriteria Hasil :
1. Nyaman dan tidak dispnea saat beraktivitas
2. Frekuensi jantung atau tekanan darah normal sebagai respon terhadap
beraktivitas
3. Tidak ada aritmia atau iskemia saat beraktivitas
Rencana Keperawatan
No Intervensi Rasional
1. Berikan Terapi Aktivitas memberi anjuran tentang dan bantuan dalam
aktifitas fisik, kognitif, social, dan spiritual
yang spesifik untuk menungkatkan rentang,
frekwensi, atau durasi aktivitas individu (atau
kelompok)
22
pengendalian otot yang spesifik untuk meningkatkan atau
memulihkan gerakan tubuhyang terkontrol.
23
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaaruhi masalah kesehatan pasien.
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Perencanaan tindakan keperawatan
akan dapat dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan untuk
berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan (Nursalam, 2001).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, meskipun evaluasi
diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral
pada setiap tahap proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk
menentukan apakah informasi yang telah dikumpulkan sudah mencukupi dan
apakah prilaku yang diobservasi telah sesuai. Diagnosa juga perlu di evaluasi
dalam hal keakuratan dan kelengkapannya. Tujuan dan intervensi dievaluasi adalah
untuk menentukan apakah tujuan tersebut dicapai secara efektif (Nursalam,2001).
Evaluasi diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
a. Evaluasi formatif (proses)
Fokus pada evaluasi proses (formatif) adalah aktivitas dari proses
keperawatan dan hasil kwalitas palayanan asuhan keperawatan . evaluasi
proses harus dilaksan akan segera setelah perencanaan keperawatan
diimplementasikan untuk membantu menilai efektivitas intervensi tersebut.
Evaluasi proses harus terus menerus dilaksanakan hingga tujuan yang telah
ditentukan tercapai. Metode pengumpulan data dalam evaluasi proses
terdiri atasan alisis rencana asuhan keparawatan, pertemuan kelompok,
wawancara, observasi klien, dan menggunakan form evaluasi. Ditulis pada
catatan perawatan.
24
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status
kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembangan.
Focus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan perilaku atau status
kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan. Tipe evaluasi ini
dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan secara paripurna.
Dalam proses evaluasi, kriteria hasil yang diharapkan ialah:
1) Mampu mebolak balikan posisi tubuh
2) Meningkatkan waktu reaksi
3) Tidak dispnea saat beraktifitas
4) Cara berjalan normal
5) Mampu melakukan gerakan motorik halus dan kasar
6) Pergerakan sendi bebas
7) Tidak terjadinya tremor yang diinduksi oleh pergerakan
8) Postur tubuh stabil
9) Gerakan teratur dan terkoordinasi
25
Masalah muskulus skeletal, pelvis, gangguan ginjal
Kehilangan daya gangguan fungsi jaringan kulit jantung mengalami ginjal gastro intenstinal
Penurunan otot penumpukan sekret perubahan system penyumbatan ketidak mampuan gangguan
dekubitus
26
setres terjadi kenduran infek
defekasi
peningkatan asam
lambung
konstipasi
Gangguan system
metabolik
27
28
BAB II
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN Tn.AB DENGAN GANGGUAN MOBILISASI DI
RUANG BELIBIS RSUD WANGAYA
TANGGAL 3 DESEMBER
2014 S/D 5 DESEMBER 2014
A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada pasien dilakukan pada tanggal 3 Desember 2014 pukul 13.00 WITA
di Ruang Belibis RSUD Wangaya dengan metode wawancara, observasi, pemeriksaan
fisik dan dokumentasi (rekam medis).
1. PENGUMPULAN DATA
a. Identitas Pasien
Pasien Penanggung
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama masuk rumah sakit
Pasien mengeluh tangan kanan dan kaki kanannya terasa kaku dan tidak dapat
digerakan
29
2) Keluhan utama saat pengkajian
Pasien mengeluh tangan kanan dan kaki kanannya masih terasa kaku dan tidak
dapat digerakan sejak 2 hari yang lalu.
3) Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh kaki kanan dan tangan kanannya kaku, tidak merasakan
sensasi apapun, dan tidak dapat digerakan sejak 2 hari sebelum dibawa ke rumah
sakit, sebelumnya pasien mengatakan mengalami sakit kepala yang mendadak.
Pada tanggal 3 desember 2014 pukul 07.00 wita pasien diantar oleh istrinya ke
UGD RSUD Wangaya, di UGD pasien mengeluh kaki kanan dan tangan
kanannya masih kaku dan tidak dapat digerakkan, pasien juga mengatakan
kepalanya masih terasa sakit. Dari hasil pemeriksaan didapatkan tanda-tanda
vital: tekanan darah 180/120 mmHg, suhu: 36,5oC , pernapasan : 16x/menit, dan
Nadi : 86x/menit. Skala nyeri kepala pasien 5.
Di UGD pasien mendapat terapi:
IVFD RL 500cc 20 tts/mnt
Obat oral : captopril 3x25mg (jam 08.00 WITA)
Obat injeksi : cefotaxime 1gr/8jam (jam 08.00 WITA), skin test (-)
Ranitidine 1amp/12 jam (jam 08.30 WITA)
Citicolin 1 amp/12 jam (jam 08.30 WITA)
Pemeriksaan laboratorium : DL (terlampir)
Dari hasil pemeriksaan diagnostik, pasien didiagnosa oleh dokter dengan
diagnosa medis Stroke iskemik, dan pasien disarankan untuk dirawat inap di
ruang belibis.
Di rawat inap pasien mendapatkan terapi:
IVFD RL 500cc 20 tts/mnt
Obat oral : captopril 3x25mg (jam 08,13,19)
Asam asetil salicilat 1x80mg (jam 16)
Obat injeksi : cefotaxime 1gr/8 jam (jam 08, 16, 24)
Ranitidine 1 amp/12 jam (jam 08.30,20.30)
Citicolin 1 amp/12 jam (jam 08.30,20.30)
Pemeriksaan diagnostik: head CT scan (terlampir)
30
4) Riwayat penyakit sebelumnya
Pasien mengatakan sebelumnya pernah dirawat di rumah sakit dengan penyakit
hipertensi 2 tahun yang lalu pada umur 58 tahun dan di rawat di rumah sakit
RSUD Wangaya selama 2 minggu. Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat
penyakit diabetes mellitus.
5) Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan anggota keluarganya tidak ada yang menderita penyakit yang
sama yaitu penyakit stroke iskemik.
c. Pola Kebiasaan
1) Bernafas
Pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit dan saat pengkajian tidak
mengalami adanya gangguan pernafasan.
2) Makan dan Minum
Makan : Pasien mengatakan sebelum sakit biasa makan tanpa dibantu oleh
keluarga, dan biasa makan 3x sehari dengan porsi nasi satu piring, dengan
lauk sayur, daging dan terkadang dengan buah. Pasien mengatakan tidak ada
alergi dengan makanan tertentu.
Saat pengkajian pasien mengatakan tidak bisa makan sendiri karena tangan
kanannya tidak dapat digerakkan. Pasien mengatakan tidak ada penurunan
nafsu makan, pasien menghabiskan 1 porsi nasi dalam sekali makan dengan
lauk dan sayur yang disediakan oleh rumah sakit.
Minum : pasien mengatakan sebelum sakit dan saat pengkajian tidak
mengalami gangguan dalam minum, pasien biasa minum 8 gelas/perhari (2
liter/hari)
3) Eliminasi
Eliminasi feces/BAB: pasien mengatakan sebelum sakit biasa BAB setiap
pagi dengan konsistensi padat, warna kuning kecoklatan tanpa dibantu oleh
keluarga. Saat pengkajian pasien mengatakan setiap BAB harus dibantu oleh
keluarganya disebabkan karena pasien tidak mampu pergi ke kamar mandi.
pasien terlihat BAB dibantu oleh keluarganya dengan menggunakan pispot di
tempat tidur, feces berwarna kuning kecoklatan, bau khas feces dan
konsistensi lembek , lendir (-), darah (-).
31
Eliminasi Urine/BAK: pasien mengatakan sebelum sakit biasa BAK dengan
lancar, warna kuning, bau khas urine, darah (-), nyeri (-). Saat pengkajian
pasien terlihat terpasang kateter, dengan volume kencing 1,5 liter/hari, darah
(-), lendir (-), nyeri (-).
4) Gerak dan aktivitas
Pasien mengatakan sebelum sakit tidak ada gangguan dalam beraktivitas dan
mampu melakukan pekerjaannya dengan mandiri. Saat pengkajian pasien
mengatakan kaki kanan dan tangan kanannya kaku, dan tidak dapat
digerakan, sehingga tidak mampu melakukan pekerjaannya . Pasien terlihat
dibantu oleh keluarganya ketika melakukan tindakan. Pasien mengatakan
sulit membolak balik posisi tubuh, pasien mengatakan kekakuan pada sendi,
pasien mengatakan kaki dan tangan kirinya tremor ketika digerakan.
5) Istirahat dan tidur
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien biasa tidur 8 jam/hari. Saat
pengkajian pasien mengatakan hanya dapat tidur 3-4 jam/hari. pasien
mengatakan kesulitan untuk tidur karena nyeri kepala bagian belakang
dengan skala nyeri 5, Pasien mngatakan merasa lemah. Terlihat lingkar hitam
pada mata pasien.
6) Kebersihan diri
Pasien mengatakan sebelum sakit biasa melakukan kebersihan diri seperti
mandi 2x/hari, cuci rambut 2x/minggu, pemeriksan mulut dan gigi setiap
setelah makan dan sebelum tidur, berpakaian, kebersihan kuku dengan
mandiri dan teratur. Saat pengkajian pasien mengatakan tidak mampu dan
harus dibantu oleh keluarga saat melakukan perawatan kebersihan diri.
Pasien terlihat dibantu oleh keluarganya. Pasien mengatakan mandi hanya
1x/hari setiap sore tanpa menggunakan sabun, belum sempat mencuci rambut
selama dirawat, menggosok gigi 1x/hari setiap mandi, mengganti baju 1x
setiap mandi, dan belum sempat membersihkan kuku. Pasien terlihat tidak
mampu mengakses kamar mandi
7) Pengaturan suhu tubuh
Pasien mengatakan sebelum maupun saat pengkajian tidak mengalami
peningkatan suhu tubuh yang berarti. Suhu tubuh pasien setelah diperiksa
ialah 36,5 C
32
8) Rasa nyaman
Pasien mengatakan sebelum sakit sangat merasa nyaman dengan keadaanya,
namun saat pengkajian pasien merasa tidak nyaman karena merasa nyeri,
P (Provoking) : sumbatan pembuluh darah di otak
Q (Quality) : skala nyeri 5
R (Region) : belakang kepala (oksipitalis)
S (Severity) : intensitas nyeri hilang timbul
T (Timing) : setiap bangun tidur
pasien terlihat meringis dan selalu memegangi kepalannya, pasien terlihat
merintih dan gelisah.
9) Rasa aman
Pasien mengatakan sebelum sakit maupun saat pengkajian merasa aman,
karena selalu ditemani dan dilindungi oleh anggota keluarganya.
10) Data sosial
Pasien mengatakan keluarganya merupakan keluarga inti. Pasien mengatakan
sebelum sakit, pasien yang mencari nafkah untuk keluargnya sebagai kepala
keluarga, namun setelah sakit istri pasien yang harus mencari nafkah untuk
kehidupan keluarganya. Keluarga pasien termasuk keluarga yang harmonis
terlihat ketika keluarganya menemani pasien di rumah sakit, pasien termasuk
dalam keluarga yang perekonomiannya menengah keatas terlihat karena
pasien tidak menggunakan jaminan kesehatan. Hubungan pasien dengan
pasien yang lain dan perawat harmonis terlihat ketika saling berinteraksi
11) Prestasi dan produktivitas
Pasien mengatakan sebelum sakit mampu bekerja dan menyelesaikan
pekerjaannya dengan baik,namun setelah sakit pasien mengatakan tidak
mampu bekerja dan menyelesaikan pekerjaannya.
12) Rekreasi
Pasien mengatakan sebelum sakit biasa berekerasi dengan keluarga setiap
minggu pasien memilliki hobi memancing, namun setelah sakit pasien tidak
mampu berkreasi dan menjalankan hobinya karena harus dirawat
13) Belajar
Pasien mengatakan sebelum sakit biasa mencari informasi dengan membaca
buku dan mencari informasi di internet, namun ketika sakit pasien
33
mengatakan tidak mampu mencari informasi yang berhubungan dengan
penyakitnya, pasien mengeluh tidak paham dengan penyakitnya.
14) Ibadah
Pasien dan keluarganya memiliki kepercayaan hindu. Pasien mengatakan
sebelum sakit biasa beribadah di tempat ibadah agama hindu setiap sore,
namun saat sakit pasien mengatakan hanya mampu berdoa di tempat tidur.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
a. Kesadaran pasien : GCS (10) . E:4 V:5 M:1
b. Bangun tubuh : gemuk
c. Postur tubuh : tidak terkaji
d. Cara berjalan : tidak mampu berjalan
e. Gerak motorik : terganggu
f. Keadaaan kulit :
Warna : pucat
Turgor kulit : elastis
Kebersihan : kurang bersih
Luka : tidak ada
g. Gejala kardinal : TD :180/120 mmHg, S:36,5C, N:86x/mnt, RR:16x/mnt
h. Ukuran lain : BB : 90kg, TB: 170 cm.
2) Kepala
Bentuk kepala pasien lonjong, rambut tidak tersebar rata dan kotor, kulit
kepala pasien terdapat ketombe, tidak terdapat luka. Setelah dipalpasi pasien
tidak merasakan adanya nyeri tekan.
3) Mata
Konjungtiva pasien terlihat merah muda, sklera berwarna putih, pupil mata
ishokor dan terdapat lingkar hitam pada mata pasien. Setelah dipalpasi pasien
tidak merasakan adanya nyeri tekan.
4) Hidung
Keadaan hidung pasien terlihat bersih, tidak ada nodul, tidak ada polip, tidak
ada lesi, tidak ada sekret. Setelah dipalpasi pasien tidak merasakan adanya
nyeri tekan.
34
5) Telinga
Keadaan telinga pasien bersih, tidak ada serumen. Setelah dilakukan tes
pendengaran didapatkan hasil pendengaran pasien normal.
6) Mulut
Mukosa bibir pasien terlihat pucat, tidak ada lesi, gusi tidak berdarah, gigi
pasien lengkap, lidah kotor, tonsil (T1) normal. Setelah dipalpasi pasien tidak
merasakan adanya nyeri tekan.
7) Leher
Bentuk leher pasien simetris, warna kulit normal, tidak ada lesi, tidak ada
tumor, tidak ada distensi kelenjar tiroid, tidak ada distensi vena jugularis.
Setelah dipalpasi pasien tidak merasakan adanya nyeri tekan.
8) Thorax
Bentuk thorax pasien simetris, gerakan dada bebas, suara jantung S1-S2
tunggal reguler, suara paru vesikuler. Payudara pasien simetris, tidak ada
massa, tidak ada lesi, tidak ada nodul, warna areola coklat muda, puting
menonjol keluar. Setelah dipalpasi pasien tidak merasakan adanya nyeri
tekan.
9) Abdomen
Warna kulit normal, tidak ada luka, tidak ada massa, tidak ada distensi
abdomen, tidak ada ascites, tidak ada hepatomegali. Bising usus normal
30x/menit.
10) Genetalia
Genetalia pasien terlihat kurang bersih, pasien terpasang kateter.
11) Anus
Anus pasien terlihat kurang bersih, tidak ada hemoroid.
12) Ekstremitas :
Ekstremitas atas :
Tidak ada odema, tidak ada sianosis pada ujung kuku, tidak ada massa
ataupun luka, tangan kiri pasien terpasang infus. Setelah dipalpasi pasien
tidak merasakan adanya nyeri tekan.
Ekstremitas bawah :
Tidak ada odema, tidak ada sianosis pada ujung kuku, tidak ada massa
ataupun luka.
35
Kekuatan otot :
111 444
111 444
i. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Tanggal 3 Desember 14
Morfologi Rujukan Nilai normal
Hemoglobin (HGB) 13,23 13,2 - 17,3 gr %
Eritrosit (RBC) 4,13 4,20 - 4,87
106/mm3
Leukosit (WBC) 8,89 4,5 - 11,0 103/mm3
Hematokrit 36,30 43 - 49 %
Trombosit (PLT) 238 150 - 450 103/mm3
Neutrofil 54,50 37 - 80 %
Limfosit 24,60 20 - 40 %
Monosit 7,60 2-8%
Eosinofil 5,20 1-6%
Basofil 0,300 0-6%
2. Data Fokus
Data Subjektif Data Objektif
Pasien mengatakan kaki kanan dan Kekuatan otot pasien :
tangan kanannya kaku dan tidak 111 444
dapat digerakan. 111 444
Pasien mengatakan sulit
membolak balik posisi tubuh Pasien terlihat dibantu oleh
Pasien mengatakan kekakuan pada keluarganya ketika makan, minum,
36
sendi BAB, BAK dan ketika melakukan
Pasien mengatakan kaki dan aktivitas yang lain.
tangan kiri tremor ketika digerakan nyeri kepala:
Pasien mengeluh nyeri pada P(Provoking): sumbatan pembuluh
kepalanya darah di otak
Pasien mengatakan kesulitan untuk Q (Quality): skala nyeri 5
tidur R(Region): belakang kepala
Pasien mengatakan hanya sempat (oksipitalis)
tidur 3-4 jam/hari S(Severity) : intensitas nyeri hilang
37
3. Analisa Data
Analisa Data Pasien Tn.AB Dengan Gangguan Mobilisasi
di Ruang Belibis RSUD Wangaya
Tanggal 3 Desember 2014
Data Subjektif Data Objektif Interpretasi
Pasien mengatakan kaki Kekuatan otot pasien : Hambatan mobilitas fisik
kanan dan tangan kanannya 111 444
kaku dan tidak dapat 111 444
digerakan,
pasien mengatakan sulit
Pasien terlihat dibantu oleh
membolak balik posisi
keluarganya ketika makan,
tubuh,
minum, BAB, BAK dan
pasien mengatakan
ketika melakukan aktivitas
kekakuan pada sendi,
yang lain. Tangan kanan
pasien mengatakan kaki
pasien terpasang infus
dan tangan kiri tremor
ketika digerakan
Pasien mengeluh nyeri TD : 180/120 mmHg Gangguan rasa nyaman :
pada kepalanya, Pasien terlihat meringis Nyeri
pasien mengatakan dan selalu memegangi
kesulitan untuk tidur, kepalanya.
pasien mengatakan merasa Nyeri kepala:
tidak nyaman dengan P (Provoking) : sumbatan
kondisinya karena nyeri pembuluh darah di otak
kepala Q (Quality) : skala nyeri 5
R (Region) : belakang
kepala (oksipitalis)
S (Severity) : intensitas
nyeri hilang timbul
T (Timing) : setiap bangun
tidur
38
Pasien mengatakan hanya Terlihat lingkar hitam pada Gangguan pola tidur
sempat tidur 3-4 jam/hari, mata pasien
pasien mengatakan
kelemahan
Pasien mengatakan tidak Pasien terlihat dibantu oleh Defisit perawatan diri
mampu melakukan keluarganya saat
kebersihan diri dengan melakukan perawatan
mandiri, kebersihan diri.
Kulit, rambut, kuku dan
gigi, anus dan daerah
kemaluan pasien terlihat
kurang bersih
Pasien terlihat tidak
mampu mengakses kamar
mandi
5. Analisa Masalah
a. P: Hambatan mobilitas fisik
E: gangguan neuromuskular
S: pasien mengeluh kaki kanan dan tangan kanannya kaku, dan tidak dapat
digerakan, Pasien mengatakan sulit membolak balik posisi tubuh, Pasien
mengatakan kekakuan pada sendi, Pasien mengatakan kaki dan tangan kiri tremor
ketika digerakan. Pasien terlihat dibantu oleh keluarga ketika makan, minun, BAB,
BAK dan ketika melakukan aktivitas yang lain. Tangan kanan pasien terpasang
infus.
39
kekuatan otot pasien : 111 444
111 444
Proses terjadinya :
Akibat penyumbatan pembuluh darah, otak tidak mendapatkan suplai oksigen
secara adekuat, sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial yang memungkinkan
terjadinya pecah pembuluh darah pada otak. Sehingga menyebabkan kematian pada
neuronmuskular, kemudian mengakibatkan kerusakan saluran kortikospinal bagian kiri
di otak yang menyebabkan tangan kanan dan kaki kanan pasien menjadi kaku, dan
tidak dapat digerakan.
Akibat jika tidak ditanggulangi:
Akibat yang ditimbulkan jika tidak ditangani ialah pasien akan menjadi lumpuh
permanen.
Proses terjadinya :
Nyeri kepala merupakan nyeri alihan ke permukaan kepala dari struktur-struktur
dalam otot kepala. nyeri kepala terjadi akibat peregangan struktur intrakranial yang
peka nyeri (durameter, pembuluh darah besar, sinus nervus dan bridging veins).
Nyeri terjadi akibat tarikan pada sinus venosus dan kerusakan membran yang
menutupi otak menyebabkan nyeri hebat yang dikenal sebagai nyeri di kepala
40
c. P: Gangguan pola tidur
E: Nyeri kepala
S: Pasien mengatakan hanya sempat tidur 3-4 jam/hari, pasien mengatakan
mengalami kelemahan, Terlihat lingkar hitam pada mata pasien.
Proses terjadinya:
Proses tidur berada di bawah kontrol RAS (reticulaar activating system). Proses tidur
terjadi apabila pusat tertentu di batang otak mengirim sinyal inhibisi ke neuron di
sepanjang RAS. Sinyal inhibisi ini tampak disebabkan oleh pelepasan
neurotransmiter serotonin oleh sel formasio retikularis. Serotinin menghambat
stimulasi RAS, yang secara temporer mengakhiri prilaku yang disadari. RAS dapat
distimulasi oleh rasa nyeri. Nyeri mampu menghambat stimulasi RAS sehingga RAS
tidak melepas neurotransmiter serotonin sehingga pasien yang mengalami nyeri akan
menjadi terjaga.
Akibat jika tidak ditanggulangi:
Jika tidak ditanggulangi pasien akan mengalami gangguan rasa nyaman, kelemahan
yang dialami pasien akan bertambah sehingga memperhambat proses penyembuhan.
41
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskular d/d pasien mengeluh
kaki kanan dan tangan kanannya kaku, dan tidak dapat digerakan, Pasien
mengatakan sulit membolak balik posisi tubuh, Pasien mengatakan kekakuan
pada sendi, Pasien mengatakan kaki dan tangan kiri tremor ketika digerakan.
Pasien terlihat dibantu oleh keluarga ketika makan, minun, BAB, BAK dan
ketika melakukan aktivitas yang lain. Tangan kanan pasien terpasanng infus.
kekuatan otot pasien : 111 444
111 444
b. Gangguan rasa nyaman: nyeri b/d peningkatan tekanan intrakranial d/d Pasien
mengeluh nyeri pada kepala bagian belakang, pasien mengatakan kesulitan
untuk tidur dan merasa tidak nyaman, pasien mengatakan nyeri timbul setiap
baru bangun. Skala nyeri: 5, intensitas nyeri hilang timbul, TD : 180/120
mmHg, Pasien terlihat meringis dan selalu memegangi kepalanya.
c. Gangguan pola tidur b/d nyeri kepala d/d Pasien mengatakan hanya sempat tidur
3-4 jam/hari, pasien mengatakan mengalami kelemahan, Terlihat lingkar hitam
pada mata pasien.
d. Defisit perawatan diri b/d gangguan neuromuskular d/d Pasien mengatakan
tidak mampu melakukan kebersihan diri dengan mandiri, pasien terlihat tidak
mampu mengakses kamar mandi, Pasien terlihat dibantu oleh keluarganya saat
melakukan perawatan kebersihan diri, Kulit, rambut, kuku, gigi, anus, dan
daerah genetalia pasien terlihat kotor.
C. PERENCANAAN
1) Prioritas Masalah Keperawatan berdasarkan tingkat masalah (aktual-resiko-potensial-
sejahtera- syndrome)
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri
b. Gangguan pola tidur
c. Hambatan mobilitas fiik
d. Defisit perawatan diri
42
2) Rencana Keperawatan/Nursing Care Plan
Rencana Keperawatan pada Pasien Tn.AB dengan Gangguan Mobilisasi
di Ruang Belibis RSU Wangaya
Tanggal 3 S/D 5 Desember 2014
No Hari/ Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional Par
Tgl/Ja Keperawatan Hasil -af
m
43
kaki dan tangan 8. Postur tubuh 8. berikan edukasi dan membantu
kiri tremor stabil kepada pasien dan dalam berjalan
ketika 9. Gerakan teratur keluarga pasien untuk
digerakan. dan akan bahaya tirah mempertahankan
DO : terkoordinasi. baring yang lama. atau
- Pasien terlihat mengembalikan
dibantu oleh Kolaborasi : fungsi tubuh
keluarga ketika 9. kolaborasikan autonom dan
makan, minun, terapi kepada ahli voluntir selama
BAB, BAK dan fisiotherapi pengobatan dan
ketika pemulihan dari
melakukan kondisi sakit atau
aktivitas yang cedera.
lain.
- Kekuatan otot 5. mobilitas sendi
pasien: menggunakan
6. menggunkan
aktivitas tertentu
atau protokol
latihan yang
sesuai untuk
meningkatkan
atau
mengembalikan
gerakan tubuh
yang terkendali.
44
7. mengatur posisi
pasien atau
bagian tubuh
pasien secara
hati-hati untuk
meningkatkan
kesejahteraan
fisiologis dan
psikologis.
8. pasien dan
keluarga
memahami akan
bahaya tirah
baring yang lama.
9. memberikan
terapi yang lebih
terkontrol untuk
pasien
45
D. PELAKSANAAN
pasien terlihat
tidak mampu
menggerakan
ekstremitas
secara
mandiri,
46
Kamis, 4 des 3 mengobservasi pasien masih Putu
2014 kemampuan gerak terlihat tidak
Jam 08.00 pasien mampu
wita menggerakan
3 memberikan terapi tangan kanan Putu
Jam 08.30 latihan fisik: dan kaki
wita ambulasi kanannya
3 Putu
memberikan terapi pasien terlihat
Jam 09.00 latihan fisik kesulitan saat
wita 3 latihan Petugas jaga
memberikan terapi menggunakan
latihan fisik: kursi roda
Jam 16.00 pengendalian otot
wita pasien terlihat
cepat lelah
ketika
melakukan
terapi .
pasien terlihat
masih dibantu
untuk latihan
menggerakan
anggota tubuh
Jumat, 5 des 3 mengobservasi pasien masih Petugas jaga
2014 kemampuan gerak terlihat tidak
Jam 08.00 pasien mampu
wita menggerakan
3 memberikan tangan kanan Petugas jaga
Jam 10.00 pengaturan posisi. dan kaki
wita 3 kanannya
mengkolaborasikan Petugas jaga
47
Jam 14.00 terapi dengan ahli pasien terlihat
wita fisioterapi kesulitan
ketika dibantu
dalam
pemberian
posisi.
kekakuan otot
pasien mulai
berkurang.
E. EVALUASI
Evaluasi Keperawatan pada Pasien Tn. AB dengan Gangguan Mobilisasi
di Ruang Belibis RSUD Wangaya
Tanggal 5 Desember 2014
No Hari/Tgl/Jam Diagnosa Kep Evaluasi Sumatif Nama
Perawat/Paraf
1 5 des 2014 Hambatan S : pasien Putu
mobilitas fisik b/d mengatakan
gangguan belum mampu
neuromuskular d/d membolak
pasien mengeluh balikan posisi
kaki kanan dan tubuh, pasien
tangan kanannya mengatakan
kaku, tidak blm mampu
merasakan sensasi melakukan
apapun, dan tidak gerakan
dapat digerakan, motorik halus
Pasien dan kasar
mengatakan sulit O : pasien
membolak balik terlihat belum
posisi tubuh, mampu
48
Pasien beraktivitas
mengatakan dengan waktu
kekakuan pada reaksi yang
sendi, Pasien lebih panjang,
mengatakan kaki cara berjalan
dan tangan kiri pasien terlihat
tremor ketika belum
digerakan. Pasien normal,
terlihat dibantu gerakan
oleh keluarga pasien belum
ketika makan, terkoordinasi
minun, BAB, dan teratur.
BAK dan ketika A : tujuan belum
melakukan tercapai,
aktivitas yang masalah
lain. belum teratasi
P : lanjutkan
intervensi
observasi
kemampuan
gerak pasien,
berikan promosi
latihan fisik:
latihan kekuatan,
ambulasi,
pengendalian
otot. Berikan
pengaturan
posisi,
kolaborasikan
terapi kepada
ahli fisiotherapi
49
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna untuk
mempertahankan kesehatannya.
Dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan mobilisasi ditemukan 5
diagnosa yang sering muncul yaitu : Hambatan mobilitas di tempat tidur, Hambatan
Mobilitas Fisik, Hambatan Mobilitas Berkursi Roda, Intoleransi Aktivitas, Resiko
Intoleransi Aktivitas.
Asuhan keperawatan pada pasien Tn.AB tanggal 3-5 desember 2014 di Ruang
Belibis RSUD Wangaya dengan keluhan utama kaki kanan dan tangan kanan terasa
kaku dan tidak dapat digerakan, dengan keluhan lain yaitu nyeri kepala, merasa
lemas, sulit tidur akibat nyeri, serta tidak mampu melakukan perawatan diri yaitu
diagnosa yang diangkat ialah hambatan mobilitas fisik, gangguan rasa nyaman : nyeri,
gangguan pola tidur, dan defisit perawatan diri. Dari 4 diagnosa yang muncul yang
menjadi fokus utama dalam asuhan keperawatan ini adalah hambatan mobilitas fisik
yang ditangani dengan intervensi dan implementasi mandiri pemberian latihan fisik :
latihan kekuatan, ambulasi, pengendalian otot, pengaturan posisi, pemberikan edukasi
kepada pasien dan keluarga pasien akan bahaya tirah baring yang lama serta
kolaborasi terapi kepada ahli fisiotherapi.
Tanggal 5 desember 2014 hasil evaluasi sumatif kondisi klien belum ada
perubahan ke arah yang lebih baik, pasien terlihat belum mampu beraktivitas dengan
waktu reaksi yang lebih panjang, cara berjalan pasien terlihat belum normal, gerakan
pasien belum terkoordinasi dan teratur, pasien belum mampu membolak balikan
posisi tubuh, pasien blm mampu melakukan gerakan motorik halus dan kasar. Dari
asuhan keperawatan ini tujuan belum tercapai, masalah belum teratasi, sehingga
intervensi perlu dilanjutkan.
50
B. SARAN
1. Untuk mahasiswa:
Diharapkan kepada seluruh mahasiswa calon perawat untuk mempelajari dan
memahami cara pembuatan askep dengan sungguh-sungguh agar dapat
diaplikasikan pada pasien dengan tepat dan benar.
2. Untuk tenaga kesehatan (Perawat) :
Untuk tenaga kesehatan khususnya perawat diharapkan untuk lebih
memperhatikan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien.
Pada kasus gangguan mobilisasi diharapkan untuk lebih memperhatikan
indikasi dan kontraindikasi perawatan pada klien, selalu mengkaji gerak
aktivitas klien dan memberikan latihan-latihan yang sesuai secara tepat.
3. Untuk instansi rumah sakit :
Diharapkan untuk instansi rumah sakit untuk memperhatikan standar asuhan
keperawatan , karena dari asuhan keperawatan yang tersusun dengan baik
terlihat pula pelayanan yang baik yang telah diberikan kepada klien.
51
DAFTAR PUSTAKA
Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika
52