Anda di halaman 1dari 72

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Suatu negara bisa dikatakan maju apabila aspek pembangunannya juga

baik, salah satunya dilihat dari aspek kesehatan. Kesehatan yang baik di suatu

negara bisa dilihat dari sikap masyarakatnya dalam memelihara kesehatannya.

Sikap yang positif dalam menjaga kesehatan bisa diaplikasikan dalam tindakannya

sehingga tidak mudah terserang penyakit. Salah satu penyakit yang masih

mengkhawatirkan masyarakat di dunia ini adalah HIV / AIDS.

HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, termasuk

famili retrovirus yang menyerang sistem kekebalan tubuh terutama limfosit.

Sedangkan AIDS adalah singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome

merupakan kumpulan gejala akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang

terjadi karena seseorang terinfeksi virus HIV.1

Sampai tahun 2011 organisasi kesehatan dunia (WHO) mencatat jumlah

penderita HIV / AIDS di seluruh dunia meningkat jumlahnya hingga mencapai 5,2

juta jiwa. Padahal tahun 2010 hanya 1,2 juta jiwa. Hingga akhir tahun 2010 lalu

data dari Kemenkes menunjukkan ada14.865 penderita HIV dan 3.863 penderita

AIDS di tahun 2009. Sedangkan tahun 2010 penderita HIV ada 15.275 dan AIDS

sejumlah 4.158. secara akumulatif mulai dari April 1987 hingga September 2010

jumlah penderita HIV / AIDS di Indonesia telah mencapai 22.726 kasus dengan

angka kematian 4.249 orang.


2

Sampai saat ini, penyakit HIV / AIDS masih merupakan salah satu

penyakit yang menjadi masalah global. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh

World Health Organization (WHO) dan United Nations of HIV / AIDS

(UNAIDS), diperkirakan pada tahun 2012 terdapat 35,3 juta orang dengan HIV di

seluruh dunia. Di dunia setiap harinya sekitar 2000 anak usia 15 tahun ke bawah

terinfeksi HIV akibat penularan dari ibu ke bayinya. Sementara itu, sekitar 1400

anak-anak usia 15 meninggal akibat AIDS.

Dalam laporannya, WHO mencatat sejak AIDS ditemukan hingga akhir

2014 terdapat 34 juta orang meninggal dan di tahun 2014 tercatat seesar 1,2 juta

orang meninggal karena virus tersebut hingga akhir 2014 jumlah penderita orang

dengan HIV dan AIDS (ODHA) di dunia sebesar 36,9 juta orang. 2

Indonesia sejak pertama kali ditemukannya infeksi HIV pada tahun 1987

HIV tersebar di 368 dari 497 kabupaten / kota di seluruh provinsi. Pulau Bali

adalah provinsi pertama tempat ditemukannya infeksi HIV / AIDS di Indonesia.

Menurut UNAIDS, di Indonesia ada sekitar 690 ribu orang pengidap HIV sampai

tahun 2015. Dari jumlah tersebut, setengah persennya berusia antara 15 hingga 49

tahun. Wanita usia 15 tahun ke atas yang hidup dengan kondisi HIV sekitar 250

ribu jiwa. Angka kematian akibat AIDS mencapai 35 ribu orang. Dengan

demikian terdapat anak – anak yatim piatu akibat kematian orang tua karena AIDS

berjumlah 110.000 anak.

Data dari Kementerian Kesehtan estimasi dan proyeksi jumlah orang

dengan HIV /AIDS d Indonesia pada tahun 2015 adalah sebanyak 735.256 orang

dengan jumlah infeksi baru sebanyak 85.523 orang. Jumlah kasus baru HIV
3

positif yang dilaporkan pada tahun 2015 sebanyak 30.935 kasus terdapat di

dalamnya kasus ibu hamil 18.872 orang, menurun dibandingkan tahun

sebelumnya sebanyak 32.711 kasus. Saat ini, ibu rumah tangga merupakan salah

sau kelompok yang sangat rentan terhadap HIV.3

Adapun data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2014

dengan kasus HIV sebanyak 1.075 orang, sedangkan kasus AIDS sebanyak 250

orang (menurut kelompok usia) dan dengan risiko penyakit seperti WPS, LSL,

Waria, IDU, danHeteroseksualDataProvinsi Sumatera Utara tahun 2013,

didapatkan 55,2% penduduk pernah mendengar tentang HIV / AIDS namun baru

17,1% yang berpengetahuan benar, tetapi sudah 40,7% berperilaku benar tentang

HIV / AIDS. Menurut kabupaten / kota persentase penduduk yang pernah

mendengar HIV / AIDS tertinggi di Kota Medan (75,5%), Kabupaten Langkat

(72,2%), dan Labuhan Batu (69,4%). Sedangkan yang berpengetahuan benar

tentang penularan HIV / AIDS persentase tertinggi di Kabupaten Nias Selatan

(53,1%). Kabupaten Tapanuli Utara merupakan kabupaten dengan persentase

perilaku benar tentang HIV / AIDS penduduknya yang paling kecil dibandingkan

kabupaten / kota yang lain..4

Data dari Dinas Kesehatan Kota Medan sebanyak 597 orang terkena kasus

HIV dan 50 orang terkena kasus AIDS (menurut kelompok usia). WPS

denganjumlah 121 orang, LSL denganjumlah 117 orang, Wariadenganjumlah 259

orang, IDU denganjumlah 100 orang.5

Data dari Puskesmas Padang Bulan, pasien yang terkena HIV sebanyak 68

orang berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin. Adapun kelompok usia mulai
4

dari 20 – 24 tahun sebanyak 22 orang laki – laki dan 1 orangperempuan. Usia 25 –

49 thun sebanyak 38 orang laki – laki dan 7 orang perempuan. Dari 68 orang

tersebut terdapat 10 orang WPS, 8 orang waria, 41 orang LSL, dan 9 orang IDU,

dimana penderita terbanyak adalah pria dengan kasus heteroseksual.6

HIV dan AIDS dapat menyerang siapa saja, orang yang terinfeksi virus

HIVakan menjadi pembawa dan penular virus HIV selama hidupnya. Selain hal

yangdiuraikan tersebut, orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) masih

mendapatstigma dan perlakuan diskriminasi oleh masyarakat. Mengidap HIV dan

AIDS diIndonesia dianggap aib, sehingga dapat menyebabkan tekanan psikologi

terutamapada penderitanya maupun pada keluarga dan lingkungan disekeliling

penderita.

Pengalaman mengalami suatu penyakit akan membangkitkan berbagai

perasaan dan reaksi stres, frustasi, kecemasan, kemarahan, penyangkalan, rasa

malu, berduka, dan ketidak pastian dengan adaptasi terhadap penyakit. Ketakutan

tertular AIDS karena penyakit tersebut sering dikaitkan dengan homoseksual dan

pemakaian narkoba di negara yang sedang berkembang sehingga penderita AIDS

dan keluarganya beserta juga pacarnyanbsering merasa stigmatis. Hingga saat ini

sikap dan pandangan masyarakat terhadap ODHA amatlah buruk sehingga

melahirkan permasalahan serta tindakan yang melukai fisik maupun mental bagi

ODHA tak terkecuali keluarga dan orang – orang terdekatnya. Meskipun penyakit

HIV dan AIDS sangat ditakuti, namundata di Indonesia menunjukkan bahwa

jumlah penderita semakin meningkat.


5

Stigma dan diskriminasi dapat dilakukan oleh masyarakat awam yang

tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang penyakit HIV dan AIDS.

Persepsi negatif masyarakat terhadap HIV dan AIDS berdasarkan informasi yang

mereka terima tentang HIV dan AIDS, sehingga terbentuk stigma dan diskriminasi

masyarakat terhadap penderita HIV dan AIDS. Serta secara umum diakui bahwa

kesadaran masyarakat terhadap bahaya HIV dan AIDS belum sepenuhnya

terbentuk, sehingga berbagai perilaku berisiko tertular maupun menularkan terus

terpelihara.

Indonesia telah berupaya keras untuk menanggulangi HIV dan AIDS

tetapihasilnya belum memuaskan. Telah dilakukan survei Riskesdas tahun 2007

yang dalam penelitian ini mengumpulkan data terkait dengan pengetahuan dan

sikap tentang HIV dan AIDS. Dilihat dari programnya, pemerintah sendiri telah

membuat kebijakan terhadap pengidap HIV dan AIDS.Salah satunya dengan

mengubah sebutan terhadap pengidap HIV dan AIDS dengan sebutan orang

dengan HIV dan AIDS (ODHA). Ini sudah termasuk upaya untuk memberi

penghargaan terhadap ODHA. Selain itu, upaya intensifikasi penurunan kasus

HIV dan AIDS juga dilakukan dengan lahirnya Perpers Nomor75 Tahun 2006.7

Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Zainul 8 tahun 2012) di

Pasuruan Jawa Timur didapatkan hasil bahwa penyakit HIV merupakan akibat

dari moral yang tidak baik. Masyrakat masih banyak yang menganggap bahwa

HIV dan AIDS itu bisa menular melalui kontak sosial seperti bersalaman, makan

bersama, bertemu dalam ruangan yang sama, menghirup udara di deket ODHA,

dan seterusnya.
6

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Ningsih 9 pada tahun 2013 di

Jakarta didapatkan bahwa masyarakat masih kurang mendapatkan informasi

kesehatan terutama tentang HIV / AIDS.

Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Mansoden10 tahun 2013

di Papua didapatkan hasil bahwa pendidikan agama serta pendidikan kesehatan

yang kurang didapat di lingkungan mereka terutama di Kabupaten Biak yang

masih kurang dalam memberikan pelayanan kesehatan dan masyarakat yang

memiliki moral kurang baik.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti di Lingkungan V

Kelurahan Padang Bulan pada Agustus 2017 didapatkan data bahwa masyarakat

mengatakan takut dengan orang yang menderita HIV /AIDS. Mereka mengatakan

takut karena penyakit HIV / AIDS bisa menularkan mereka dan mereka juga tidak

membiarkan keluarga mereka untuk bermain dengan keluarga yang yang

menderita HIV / AIDS sehingga bisa mengakibatkan mereka tertular.

Berdasarkan data di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang

“Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Masyarakat terhadap ODHA di

Lingkungan V Kelurahan Padang Bulan MedanTahun 2017.”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitan ini adalah “apakah ada hubungan pengetahuan dengan sikap masyarakat

terhadap ODHA di Lingkungan V Kelurahan Padang Bulan Medan Tahun 2017”.


7

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan sikap masyarakat terhadap ODHA.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan atau ilmu

pengetahuan khususnya di ilmu kebidanan dan dapat digunakan sebagai pedoman

di dalam penelitian selanjutnya terutama yang berkaitan dengan pengetahuan dan

sikap terhadap ODHA (orang denganHIV/AIDS).

1.4.2. Manfaat Praktis


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan pengetahuan dan sikap

masyarakat terhadap ODHA sehingga ODHA tidak merasa terdiskriminasi lagi

dan merasa lebih nyaman dalam bersosialisasi di dalam masyarakat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan Parut tahun 2016 tentang “Hubungan

Pengetahuan Tentang HIV/AIDS dengan Stigma terhadap ODHA pada Siswa

Kelas XI SMK VI Surabaya” yang menggunakan design cross-sectional dengan

jumlah sampel sebanyak 74 orang siswa SMKN VI Surabaya didapatkan hasil


8

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan mengenai

HIV/AIDS dan stigma terhadap ODHA, dengan koefisien korelasi 0,890, dengan

nilai p 0,00 (<0,005).11

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Shaluhiyah dkktahun 2015

tentang “Stigma Masyarakat terhadap Orang dengan HIV/AIDS”mengatakan

didapatkan hasil hubungan atau bivariat menggunakan kai kuadrat menunjukkan

terdapat empat variabel yang memiliki hubungan bermakna dengan stigma

terhadap ODHA (nilaip<0,05) yaitu persepsi responsen tentang ODHA, faktor

sikap tetangga terhadap ODHA, faktor sikap keluarga terhadap ODHA, dan

faktor sikap tokoh masyarakat terhadap ODHA. Sedangkan pengetahuan tentang

IMS dan HIV dan akses informasi tentang HIV/AIDS tidak memiliki hubungan

yang bermakna dengan stigma responden terhadap ODHA, nilai p = 0,63 dan nilai

p = 0,96.12

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Oktarina

dkktahun2011tentang “Hubungan Antara Karakteristik Responden, Keadaan

Wilayah dengan Pengetahuan, Sikap Terhadap HIV/AIDS pada Masyarakat

Indonesia” didapatkan hasil bahwa pengetahuan HIV/AIDS dipengaruhi

olehfaktor keadaan wilayah, jenis kelamin, pendidikan,pekerjaan. Masyarakat di

wilayah perkotaancenderung berpengetahuan tentang HIV/AIDS baik0,4×


8
dibandingkan wilayah desa. Masyarakat denganjenis kelamin laki-laki cenderung

berpengetahuan tentang HIV/AIDS baik 1,2× dibandingkan yang jenis kelamin

perempuan.
9

Masyarakat berpendidikan tinggi cenderung berpengetahuan tentang

HIV/AIDS baik 6× dibandingkan dengan berpendidikan rendah.Masyarakat yang

bekerja cenderung pengetahuan HIV/AIDSnya tidak berbeda dengan masyarakat

yang tidak bekerja (OR = 1), tidak berbedanya pengetahuan HIV/AIDS pada

masyarakat bekerja dengan masyarakat yang tidak bekerja menunjukkan

informasi yang diperoleh tidak bergantung pada lokasi atau tempat bekerja.

Sehingga informasi dapat diperoleh dari media cetak, media elektronik dan lain-

lain. Masyarakat yang berpengetahuan tinggi cenderung bersikap setuju

dibandingkan dengan masyarakat yang berpengetahuan rendah (OR =18,6).13

2.2. HIV-AIDS
2.2.1. Definisi HIV-AIDS

Human Immunodeficiensy vyrus (HIV) yaitu virus yang menyerang sistem

kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiensy Syndrome

(AIDS) adalah sindrom kekebalan tubuh oleh infeksi HIV. Perjalanan penyakit ini

lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah terjadinya

infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi. Virus masuk ke dalam tubuh manusia

terutama melalui perantara darah, sperma dan secret vagina. Sebagian besar (75%)

penularan terjadi melalui hubungan seksual.1

HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiensy Vyrus, termasuk

famili Retrovirus, yang menyerang sistem kekebalan tubuh terutama limfosit.

Sedangkan AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome

adalah penyakit merupakan kumpulan gejala akibat menurunnya sistem kekebalan

tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi virus HIV.14


10

2.2.2. Masa Transmisi Epidimiologi

Masa epidemi pada HIV melalui hubungan seksual ( homo, hetero) dari

ibu terinfeksi pada bayi dan melalui darah yang tercemar. Epidemi ini terjadi

secara diam-diam sehingga terjadinya HIV dan penderita memiliki sifat merasa

ketakutan berlebihan, penolakan, prasangka, deskriminasi dan pengucilan

terhadap penderita AIDS.

Transmisi infeksi HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui secara

vertical dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak. Anak-anak terinfeksi HIV dari

ibunya yang terinfeksi HIV kepada janinya sewaktu hamil, sewaktu persalinan

dan setelah melahirkan melalui pemberian ASI. Virus dapat ditemukan dalam ASI

sehingga ASI merupakan perantara penularan HIV dari ibu ke bayi pasca-natal.

Bila mungkin pemberian ASI yang terinfeksi sebaiknya dihindari.

Adapun secara transeksual yaitu kontak seksual merupakan salah satu

cara utama transmisi HIV di berbagai belahan dunia. Virus ini dapat ditemukan

dalam cairan semen, cairan vagina, cairan serviks. Virus akan terkonsentrasi

dalam cairan semen, terutama bila terjadi peningkatan jumlah limfosit dalam

cairan, seperti pada keadaan peradangan genetalia misalnya uretritis, epididimitis

dan kelainan lain yang berhunbungan dengan penyakit menular seksual.3

Secara horizontal yaitu kontak antar darah atau produk darah yang

terinfeksi. Darah dan produk darah adalah media yang sangat baik untuk transmisi

HIV. Untuk bisa menular, cairan tubuh harus masuh secara langsung ke

dalamperedaran darah. HIV pernah ditemukan di dalam air liur atau ludah,

namun hingga saat ini belum ada bukti bahwa HIV bisa menular melalui air ludah.
11

Demikian pula dengan Air Susu Ibu yang mengidap HIV/AIDS. HIV juga tidak

terdapat dalam air kencing, tinja (faces) dan muntah.

Hal ini dapat terjadi pada individu yang menerima transfusi darah atau

produk darah yang mengabdikan tes penapisan HIV. Diperkiraan bahwa 90

sampai 100% orang yang mendapat transfusi darah yang tercemar HIV akan

mengalami injeksi. Transmisi ini juga dapat terjadi pada individu pengguna

narkotika intravena dengan pemakaian jarum suntik secara bergantian / bersama

dalam suatu kelompok tanpa mengindahkan asas sterilisasi.14

2.2.3. Tanda-tanda Terserang HIV

Gejala orang yang terserang HIV menjadi AIDS bisa dilihat dari gejala

mayor dan gejala minor. Adapun gejala mayor demam berkepanjangan > 3 bulan,

diare kronis > 1 bulan, penurunan berat badan > 10% / 3 bulan dan penurunan

kesadaran dan gangguan neurologis. Dan gejala minor yaitu Batuk kronis > 1

bulan, infeksi candida mulut / tenggorokan, dermatitis genetalisata, herpez zoster

berulang dan bercak gatal di seluruh tubuh.

Tahap awal HIV pada individu yang terinfeksi HIV dapat nampak sehat

selama beberapa tahun dan tanda gejala minor dari infeksi HIV mulai tampak.

Individu mulai menunjukan Candidiasis lifadenopati, kanker serviks, herpes

zoster atau neuropati perifer. Jumlah virus dalam darah akan menunjukkan

peningkatan semantara pada saat yang sama jumlah limfosit CD4 menurun hingga

mencapai 500sel/ml. Individu dengan kondisi kategori B, akan tetap dalam

Kategori B. Tapi keadaan ini bersifat tidak tetap karena dapat berkembang
12

menjadi kategori C apabila kondisinya semakin parah, dan juga tidak dapat

kembali lagi ke kategori A bila bersifat asimptomatik.

Tahap lanjutan pada individu yang terinfeksi HIV menunjukkan infeksi

dan keganasan yang mengancam kehidupan. Perk embangan pneumonia,

toxoplamosis dan infeksi oportunistik lainnya yang bisa terjadi. Individu dapat

pula mengalami kehilangan ataupun penurunan berat badan, jumlah virus terus

meningkat, jumlah limfosit CD4+ menurun hingga <200sel / µI. Pada keadaan ini

individu akan dinyatakan sebagai penderita AIDS.

Sedangkan pada tahap individu yang terinfeksi HIV menunjukkan

perkembangan infeksi oportunistik baru seperti infeksi sitomegalovirus yang

progresif dan infeksi lain yang biasanya terjadi sekunder terhadap, penurunan

sistem imun. Jumlah virus yang sanagat meningkat dan jumlah limfosit CD4+<50

sel/µI. Kematian bisa dikatakan sudah sangat dekat. Sekali kondisi kategori C ini

terjadi, maka individu akan tetap pada kategori ini walaupun ada kemungkinan

kondisi ini dapat berubah.15

Sesudah HIV memasuki tubuh seseorang, maka tubuh akan terinfeksi dan

virus mulai mereplikasi diri dalam sel orang tersebut (terutama sel limfosit T

CD4+ dan makrofag). Virus HIV akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh

dengan menghasilkan antibodi untuk HIV. Masa antara masuknya infeksi dan

terbentuknya antibodi yang sangat infeksius, mudah menularkan kepada orang

lain, meski hasil pemeriksaan laboratotiumnya masih negatif. Hampir 30-50%

orang mengalami masa infeksi akut pada masa infeksius ini, dimana gejala
13

dantanda yang biasanya timbul adalah : demam, pembesaran kelenjar getah

bening, keringat malam, ruam kulit, sakit kepala dan batuk.16

Orang yang terinfeksi HIV dapat tetap tanpa gejala dan tanda

(asimtomatik) untuk jangka waktu cukup panjang bahkan samapi 10 tahunatau

lebih. Namun orang tersebut dapat menularkan infeksinya kepada orang lain. Kita

hanya dapat mengetahui bahwa orang tersebut terinfeksi HIV dari pemeriksaan

laboratorium antibodi HIV serum.sesudah jangka wakrtu tertentu, yang bervariasi

dan orang ke orang,virus memperbanyak diri secara cepatdan diikuti dengan

perusakan sel limfosit T CD dan sel kekebalan lainnya sehingga terjadilah gejala

berkurangnya daya tahan tubuh yang progresif. Progresivikasi tergantung pada

beberapa faktor seperti usia kurang dari 5 tahun atau di atas 40 tahun, infeksi

lainnya, dan faktor genetik.

Infeksi penyakit dan keganasaan dapat terjadi pada individu yang

terinfeksi HIV. Penyakit yang berkaitan dengan menurunnya daya tahan tubuh

pada orang yang terinfeksi HIV, misalnya infeksi tuberkulosis (TB), herpes zosfer

(HSV), oral hairy cellleukoplakia (OLH), oral candidiasis (OC), popular pruritic

eruption (PPE), Pneumocystis carinni pneumonia (PCP), cryptococcal meningitis

(CM), retinitis Cytomegalovirus (CMV), dan Mycobacterium avium (MAC).16

2.2.4. Cara Penularan HIV / AIDS


1. Melalui hubungan seks tanpa alat pelindung, misal kondom.

Penularan melalui hubungan seksual adalah cara yang paling dominan

darisemua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat

terjadiselama senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan

laki- laki. Senggama berati kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal,
14

atau oral antara dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau

anal yang tidak terlindungi dari individu yang terinfeksi HIV.

Cara hubungan seksual yang paling rawan bagi penularan HIV dan AIDS

adalah dengan penis masuk ke lubang dubur pasanga (anogenital pasif),

penis masuk ke lubang dubur mitra seksual pengidap HIV ( anogenital

aktif), penis mitra seksual penidap HIV masuk ke vagina (genetia-genetia

pasif), penis masuk ke vagina mitra seksual pengidap HIV (genetia-genetia

aktif), senggama terputus dengan mitra pengidap HIV dan AIDS dan

hubungan antara mulut pelaku seksual dengan kelamin mitra seksual

pengidap HIV (orogenital) belum tentu aman.

2. Melalui transfusi darah yang mengandung virus HIV dengan cara penularan

dari darah dapat terjadi jika darah tidak ditapis ( uji saring ) untuk

pemeriksaan HIV.
3. Melalui jarum suntik, alat tusuk lain ( tusuk jarum, tindik, tatto) pisau cukur,

sikat gigi yang terkena darah pengidap HIV.


4. Penularan dari ibu ke anak, lebih dari 90% anak yang terinfeksi HIV

melalui ibu hamil yang mengidap HIV dan ditularkan kepada janinnya atau

bayi pada proses menyusui.


5. Melalui transplantasi jaringan / organ dari penderita HIV. HIV tidak

ditularkan melalui bersalaman, berpelukan, bersentuhan atau berciuman,

penggunaan toilet umum, kolam renang, alat makan atau minum secara

bersamaan ataupun gigitan serangga seperti nyamuk. HIV mudah mati di

luar tubuh karena terkena air panas, sabun dan pencuci hama. Yang

mempunyai resiko tinggi tertular HIV/AIDS, kelompok yang aktif

melakukan hubungan seks denga banyak pasangan tanpa alat pelindung,


15

penerima transfusi darah yang tidak diskrining virus HIV, bayi yang lahir

dari ibu pengidap HIV.15

2.2.5. Dampak HIV / AIDS


1. Dampak HIV/AIDS terhadap kesehatan fisik

Menstruasi terganggu, tingkat kesuburan menurun serta meningkatnya

angka kesakitan dan kematian Ibu, laju infeksi, hamil di luar rahim, bayi lahir

mati, komplikasi masa hamil dan risiko tinggi kanker leher rahim maka

mengakibatkan meningkatnya penyakit oportunistik.

2. Dampak HIV/AIDS terhadap kesehatan psikologis

Timbulnya kecemasan dan depresi, karena banyak hal yaitu: sudah

terinfeksi penyakit mengerikan, ditolak lingkungan, tidak mampu memiliki jalan

keluar, tidak yakin akan kesembuhan, akibat buruk HIV dan AIDS termasuk

kematian, kehilangan kepercayaan, kehilangan kesempatan sekolah dan

kehilangan pekerjaan, karena stigma dan diskriminasi oleh mitra, teman, sanak

keluarga dan masyarakat. Kebahagiaan dan ketahanan keluarga menjadi

berkurang.

3. Dampak sosial dari HIV / AIDS

Menurunnya produktivitas masyarakat dapat mengganggu program

pengentasan kemiskinan, meningkatnya angka pengangguran, mempengaruhi pola

hubungan sosial di masyarakat, meningkatkan kesenjangan

pendapatan/kesenjangan social mengakibatkan munculnya reaksi negatif dalam

bentuk; deportasi, stigmatisasi, diskriminasi dan isolasi, tindakan kekerasan

terhadap para pengidap HIV dan penderita AIDS.17

2.2.6. Pemeriksaan Diagnosa


16

Banyak orang tidak menyadari bahwa telah terinfeksi virus HIV. Kurang

dari 1% penduduk perkotaan di Afrika yang aktif secara seksual telah menjalani

tes HIV dan persentasenya bahkan lebih sedikit di pedesaan. Selain itu hanya

0,5% wanita mengandung di perkotaan yang mendatangi fasilitas kesehatan

umum memperoleh bimbingan tentang AIDS, menjalani pemeriksaan, atau

menerima hasil tes mereka. Angka ini bahkan lebih kecil lagi di fasilitas kesehatan

umum pedesaan. Dengan demikian, darah dari para pendonor dan produk darah

yang digunakan untuk pengobatan dan penelitian medis harus selalu diperiksa

kontaminasi HIV.

Tes HIV umum, termasuk imunisasi enzim HIV dan pengujian westernblot

dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan mulut,

darah kering, atau urine. Periode antara infeksi dan berkembangnya antibodi

pelawan infeksi yang dapat dideteksi ( window period ) bagi setiap orang dapat

bervariasi. Inilah sebabnya mengapa dibutuhkan waktu 3-6 bulan untuk

mengetahui hasil te. Terdapat pula tes-tes komersial untuk mendeteksi antigen

HIV lainnya, seperti HIV-RNA dan HIV-DNA meskipun perkembangan antibodi

belum dapat terdeteksi.15

Pemeriksaan diagnosa infeksi HIV dapat dilakukan secara virologis

(mendeteksi antigen DNA atau RNA ) dan serologis ( mendeteksi antibodi HIV )

pada spesimen darah. Pemeriksaan diagnostik infeksi HIV yang dilakukan di

indonesia umumnya adalah pemeriksaan serologis menggunakan tes cepat (Rapid

tes HIV ) atau ELISA. Pemeriksaan diagnostik tersebut dilakukan secara serial

dengan menggunakan tiga reagen HIV yang berbeda dalam hal preparasi antigen,
17

prinsip tes, dan jenis antigen yang memenuhi kriteria sensivitas dan spesifitas.

Hasil pemeriksaan menyatakan reaktif jika hasil dengan reagen 1(A1), reagen

yang digunakan berdasarkan sensitivitas dan spesifitas, merujuk pada Standar

Pelayanan Laboratorium Kesehatan Pemeriksaan HIV dan Infeksi Oportunistik,

Kementerian Kesehatan.

Tes skrining yang digunakan untuk mendiagnosa HIV adalah ELISA.

Untuk mengidentifikasi antibodi terhadap HIV, tes ELISA sangat sensitif, tetapi

tidak selalu spesifik, karena penyakit lain bisa juga menunjukkan hasil positif.

Beberapa penyakit yang bisa menyebabkan false positif, antara lain adalah

penyakit autoinum, infeksi virus, atau keganasan hematologi. Kehamilan juga bisa

menyebabkan false positif. Tes yang lain biasanya digunakan untuk

mengonfirmasi hasil ELISA, antara lain Westeern Blot (WB).

Pada daerah-daerah dimana pravelensi HIV sangat tinggi, dua kali hasil

ELISA positif ditambah gejala klinis bisa digunakan untuk mendiagnosis HIV.

Bila metode ini dipilih, maka akan lebih baik jika dipilih dua tipe ELISA yang

berbeda.Western Blot merupakan elektroforensis gel poliakrilamid yang

digunakan untuk mendeteksi rantai protein yang spesifik terhadap DNA. Jika

tidak ada rantai protein yang ditemukan, berarti hasil tes negatif. Sedangkan bila

hampir atau semua rantai protein ditemukan, berarti Western Blot positif. Tes

Western Blot mungkin juga tidak bisa menyimpulkan seseorang menderita HIV

atau tidak. Oleh karena itu, tes harus diulang lagi setelah dua minggu dengan

sampel yang sama. Jika tes Western Blot tetap tidak bisa disimpulkan, maka tes
18

Western Blot harus di ulang lagi setelah 6 bulan. Jika tes negatif maka pasien

dianggap HIV negatif.16

Beberapa tes cepat untuk deteksi HIV dikembangkan dengan

menggunakan teknologi serupa ELISA, dan hasilnya seakurat tes ELISA.

Keuntungan tes ini adalah hasilnya bisa didapat hanya dalam beberapa menit.

PCR ( polymerase chainreaction ) untuk DNA dan RNA virus HIV sangat sensitif

dan spesifik untuk infeksi HIV. Tes ini sering digunakan bila hasil tes yang tidak

jelas. Begitu pasien didiagnosis HIV, maka kerusakan kekebalan tubuh yang

dialami perlu ditentukan. Limfosit CD (sel T-helfer ) merupakan salah satucara

untuk mengetahui kuantitas fungsi imunologi pasien. CD4 juga berguna untuk

menetukan stadium klinis HIV. Tetapi bila pemeriksaan CD4 tidak tersedia, total

hitung limfosit bisa sangat berguna. WHOmengembangkan criteria stadium klinis

pasien berdasarkan total limfosit. Pasien yang terinfeksi HIV hampir seluruhnya

mengalami gangguan hematologi. Netropenia ( penurunan sel darah putih) bisa

disebabkan karena virus itu sendiri atau obat-obatan yang digunakan pada pasien

HIV.17

2.2.7. Diagnosa
1. Diagnosa HIV pada Orang Dewasa

Diagnosa HIV pada orang dewasa mengikuti prinsip-prinsip khusus. Baik

diagnosis klinik maupun laboratorium di kembangkan untuk menentukan

diagnosis negatif atau positif. Tanda dan gejala pada infeksi HIV awal bisa

sangat spesifik dan menyerupai infeksi virus lain yaitu: letargi, malaise, sakit

tenggorokkan, mialgia (nyeri otot), demam dan berkeringat. Pasien

mungkin mengalami beberapa gejala, tetapi tidak mengalami keseluruhan gejala


19

tersebut di atas. Pada stadium awal, pemeriksaan laboratorium merupakan cara

terbaik untuk mengetahui apakah pasien terinfeksi virus HIV atau tidak.

2. Diagnosis HIV pada bayi.

Penyeberan virus HIV/AIDS di sejumlah provinsi di tanah air dalam

beberapa tahun terakhir telah memasuki populasi umum, yakni kaum ibu dan

bayi. Setiap hari hamper 1800 bayi di dunia telah terinfeksi HIV. Di idonesia,

jika ibu tanpa intervensi di perkirakan 3000 bayi lahor dengan HIV per tahun.

3. Diagnosis pada anak.


Anak-anak berusia lebih dari 18 bulan didiagnosa dengan menggunakan

kombinasi antara gejala dan pemeriksaan laboratorium. Anak dengan HIV

sering mengalami infeksi bakteri kambuh-kambuhan, gagal tumbuh atau wastin,

limfadenopati menetap, keterlambatan berkembang, sariawan pada mulut dan

faring. Anak usia lebih dari 18 bulan bisa didiagnosa dengan ELISA dan tes

konfirmasi lain seprti pada orang dewasa.Terdapat duaklsifikasi yang bisa

digunakan untuk mendiagnosis bayi dan anak dengan HIV yaitu menurut CDC

dan WHO.15

Membentuk positif dan tidaknya kita mengidap AIDS harus melakukan

diagnosis.Sebab,gejala atau tanda-tanda sebagaimana dikatakatakan tidak bisa

dijadikan patokan mutlak. Terdapat cara-cara yang di lakukan untuk diagnosis

AIDS yaitu dengan sistem WHO mengelompokkan berbagai infeksi dan kondisi

AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk pasien terinfeksi dengan

HIV-1. Stadium I, infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS

Stadium II, termasuk menifestasi membrane mukosa kecil dan TBC. Stadium IV,
20

termasuk toksopasmosis otak, kandidiasi esophagus, trakea bronkus atau paru-

paru, dan sarcoma Kaposi.16

Sistem klasifikasi CDC terdapat dual defenisi tentang AIDS, yang

keduanya dikeluarkan oleh Centers for Disease Control and Prevencion(CDC).

Awalnya CDCtidak memiliki nama resmi untuk penyakit ini sehingga AIDS

dirujuk dengan nama penyakit yang berhubungan dengannya, contohnya ialah

limfadenopati. CDC mulai menggunakan kata AIDS pada bulan September tahun

1982 dan mendefinisikan penyakit ini Tahun 1993, CDC memperluas definisi

AIDS dengan memasukkan semua orang yang berjumlah sel T CD4+ dibawah

200/µl darah atau 14% dari seluruh limfosit sebagai pengidap HIV positif.

Mayoritas kasus AIDS di negara maju menggunakan kedua defenisi

tersebut. Diagnosis terhadap AIDS tetap di pertahankan, walaupun jumlah sel T

CD4+ meningkatkan di atas 200/µl darah setelah perawatan ataupun penyakit-

penyakit tanda AIDS yang ada telah sembuh.17

2.2.8. Masa Inkubasi HIV

Waktu antara HIV masuk ke dalam tubuh sampai gejala pertama AIDS

disebut juga masa inkubasi HIV adalah bervariasi antara setengah tahun sampai

lebih dari tujuh tahun. HIV (antigen) hanya dapt dideteksi dalam waktu singkat

kira-kira setengah bulan sampai dengan 2,5 bulan sesudah HIV masuk tubuh.

Untuk membantu menegakkan diagnosi pemeriksaan mencari HIV tidak

dianjurkan karena mahal, memakan waktu lama dan hanya dapat ditemukan dalam

waktu terbatas.
21

Tubuh memrlukan waktu untuk dapat menghasilkan antibodi. Waktu ini

rata-rata 2 bulan, ini berarti bahwa seseorang dengan infeksi HIV dalam 2 bulan

pertama diagnosisnya belum dapat di tegakkan dengan pemeriksaan laboratorium

berdasarkan penentuan antibody.Lama waktu 2 bulan ini disebut Window Period.

Perjalanan klinis pasien dari tahap terinfeksi HIV sampai tahap AIDS, sejalan

dengan penurunan derajat imunitas pasien, terutama imunitas seluler dan

menunjukkan gambaran penyakit yang kronis.

Penurunan imunitas biasanya diikuti adanya peningkatan risiko dan derajat

keparahan infeksi oporutinistik serta penyakit keganasan. Dari semua orang yang

terinfeksi HIV, sebagian sepuluh tahun pertama 50% menjadi AIDS pada tiga

tahun pertama.dan hampir 100% pasien HIV menunjukkan gejala AIDS setelah 13

tahun. Dalam tubuh ODHA partikel virus akan bergabung dengan DNA sel pasien,

sehingga orang yang terinfeksi HIV seumur hidup akan tetap terinfeksi. Sebagian

pasien memperlihatkan gejala tidak khas infeksi seperti demam, nyeri menelan,

pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk 3-6 minggu setelah

infeksi. Kondisi ini dikenal dengan kondisi primer.15

2.2.9. Tahapan Perkembangan HIV sampai AIDS

Perjalanan klinis pasien dari tahap terinfeksi HIV sampai tahap AIDS

sejalan dengan penurunan derajat imunitas pasien, terutama imunitas seluler dan

menunjukkan gambaran penyakit yang kronis. Penurunan imunitas biasanya

diikuti adanya peningkatan risiko dan derajat keperahan infeksi oporutinistik serta

penyakit keganasan. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagai berkembang

menjadi AIDS pada tiga tahun pertama, 50%menjadi AIDS setelah 13 tahun.2
22

Dalam tubuh ODHA, partikel virus akan bergabung dengan DNA sel

pasien, sehingga pasien yang terinfeksi HIV seumur hidup akan tetap terinfeksi.

Sebagain pasien memperlihatkan gejala tidak khas infeksi seperti demam, nyeri

menelan, pembengkakkan kelenjar getah bening ,ruam, diare, atau batuk 3-6

minggu setelah infeksi. Kondisi ini dikenal dengan kondisi primer.16

2.2.10. Stigma / Pandangan Masyarakat Terhadap HIV / AIDS

Stigma terhadap ODHA adalah suatu sifat yang menghubungkan

seseorang yang terinfeksi HIV dengan nilai-nilai negatif yang diberikan oleh

mereka (masyarakat). Stigma berasal dari pikiran seorang individuatau

masyarakat yang memercayai bahwa penyakit AIDS merupakan akibat dari

perilaku moral yang tidak dapat diterima oleh masyarakat. Stigma terhadap

ODHA tergambar dalam sikap sinis, perasaan ketakutan yang berlebihan, dan

pengalaman negatif terhadap ODHA. Banyak yang beranggapan bahwa orang

yang terinfeksi HIV/AIDS layak mendapatkan hukuman akibat perbuatannya

sendiri. Mereka juga beranggapan bahwa ODHA adalah orang yang bertanggung

jawab terhadap penularan HIV/AIDS. Hal inilah yang menyebabkan orang dengan

infeksi HIV menerima perlakuan yang tidak adil, diskriminasi, dan stigma karena

penyakit yang diderita. Isolasi sosial, penyebarluasan status HIV dan penolakan

dalam berbagai lingkup kegiatan kemasyarakatan seperti dunia pendidikan, dunia

kerja, dan layanan kesehatan merupakan bentuk stigma yang banyak terjadi.

Tingginya penolakan masyarakat dan lingkungan akan kehadiran orang yang

terinfeksi HIV/AIDS menyebabkan sebagian ODHA harus hidup dengan

menyembunyikan status.
23

Stigma membuat ODHA diperlakukan secara berbeda dengan orang lain.

Diskriminasi terkait HIV adalah suatu tindakan yang tidak adil pada seseorang

yang secara nyata atau diduga mengidap HIV stigma utama masyarakat terhadap

penderita HIV/AIDS adalah karena infeksi HIV/AIDS berkonotasi segala macam

bentuk yang “negatif” karena fakta menyebutkan 80% ditularkan melalui hubugan

seksual, sisanya adalah pecandu narkoba dengan jarum suntik, PSK (Pekerja Seks

Komersial), istri yang tertular dari suami dan seorang istri yang melahirkan anak

positif HIV. Singkatnya, penderita HIV/AIDS adalah orang yang pergaulannya

bebas (hubungan seks bebas), pecandu narkoba, orang yang melanggar norma –

norma agama dan sosial.17

Ada juga pandangan masyarakat lainya terhadap ODHA adalah simpatik.

Pandangan ini menempatkan ODHA sebagai manusia yang harus dikasihani dan

mendapat simpati dari semua kalangan. Apalagi melihat realitas, banyak orang

yang tertular HIV dan AIDS berlatar belakang perilaku tidak berisiko. Mereka

tiba-tiba sakit keras dan setelah didiagnosa positif HIV dan AIDS. Misalnya,

seorang ibu-ibu tertular dari suaminya atau seorang anak tertular dari ibunya saat

dilahirkan. Secara perilaku, dalam kasus tertular seperti itu, mereka tidak

melakukan perbuatan negatif yang berisiko terkena HIV dan AIDS, tetapi hanya

kebetulan hidup pada orang yang terkena HIV dan AIDS.16

2.2.11. Pencegahan HIV / AIDS


Penyebaran HIV dipengaruhi oleh perilaku – perilaku kelompok –

kelompok masyarakat. Kegiiatan – kegiatan dari pencegahan yaitu dalam bentuk

penyuluhan, promosi, hidup sehat, pendidikan sampai kepada cara menggunakan

alat pencegahan yang efektif dikemas sesuai dengan sasaran upaya pencegahan.
24

Dalam mengemas program – program pencegahan dibedakan kelompok –

kelompok sasaran sebagai berikut :

1. Kelompok tertular (infected people)


Kelompok tertular adalah mereka yang sudah terinfeksi HIV. Penceghan

ditujukan untuk menghambat lajunya perkembangan HIV, memelihara

produktifitas individu, dan meningkatkan kualitas hidup.

2. Kelompok beresiko tertular atau rawan tertular (high risk people)


Kelompok beresiko tertular adalah mereka yang berperilaku sedemikian

rupa sehingga sangat berisiko untuk tertular HIV. Dalam kelompok ini

termasuk pejaja seks (perempuan / laki – laki), pelanggan pejaja seks,

penyalah guna napza suntik dan pasangannya, waria penjaja seks dan

pelanggannya lelaki suka lelaki, narapidana (kekhususannya). Pencegahan

untuk kelompok ini ditujukan untuk mengubah perilaku berisiko menjadi

perilaku aman.
3. Kelompok rentan (vulnerable people)
Kelompok rentan adalah kelompok masyarakat karena lingkup pekerjaan,

lingkungan, ketahanan, dan kesejahteraan keluarga yang rendah dan status

kesehatan yang labil sehingga rentan terhadap penularan HIV. Termasuk

dalam kelompok rentan adalah orang dengan mobilitas tinggi baik sipil

maupun militer, perempuan, remaja, anak jalanan, pengungsi, ibu hamil,

penerima transfusi darah, dan petugas pelayanan kesehatan. Pencegahan

untuk kelompok ini ditujukan agar tidak melakukan kegiatan – kegiatan

yang berisiko tertular HIV (menghambat menuju kelompok berisiko).


4. Masyarakat umum (general population)
Masyarakat umun adalah mereka yang tidak termasuk dalam ketiga

kelompok terdahulu. Pencegahan ditujukan untuk peningkatan


25

kewaspadaan, kepedulian, dan keterlibatan dalam upaya pencegahan dan

penanggulangan HIV / AIDS di lingkungannya.5

Adapun kontrasepsi pada ODHA yaitu kondom, kontrasepsi

hormonal (pil, injeksi, dan implan). Penyuluhan terhadap orang yang

berperilaku resiko tinggi terhadap penularan penyakit untuk mengurangi

resiko penularan serta deteksi infeksi (simptomatik dan asimptomatik) yang

tidak mau memeriksakan dirinya untuk mendapatkan pengobatan yang

tepat. Penatalaksanaan yang efektif untuk yang terinfeksi dan pengobatan

serta penyuluhan terhadap mitra seksual dari mereka yang terinfeksi.16

2.2.12. Pengobatan HIV /AIDS

Pengobatan preventative anti retroviral jangka pendek merupakan metode

yang efektif dan layak untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke anak. Ketika

dikombinasikan dengan dukungan dan konseling makanan bayi, dan penggunaan

metode pemberian makanan yang lebih aman, pengobatana ini dapat mengurangi

risiko infeksi anak hingga setengahnya. Regimen ARV khususnya didasarkan pada

nevirapine atau zidovudine.

Nevirapine diberikan dalam satu dosis kepada ibu saat proses persalinan,

dan dalam satu dosis kepada anak dalam waktu 72 jam setelaah kelahiran.

Zidovidine diketahui dapat menurunkan risiko penularan ketika diberikan kepada

ibu dalam enam bulan terakhir masa kehamilan dan melalui infuse selama proses

persalinan, dan kepada bayi enam minggu setelah kelahiran. Bahkan bila

zidovudine diberikan saat akhir kehamilan, atau sekitar saat masa persalinan,

risiko penularan dapat dikurangi menjadi separuhnya, Secara umum, efektivitas


26

regimen obat-obatan akan sirna bila bayi terus terpapar pada HIV melalui

pemberian air susu ibu. Obat-obatan antiretroviral hendaknya hanya dipakai di

bawah pengawasan medis.17

2.2.13. Pemberian Nutrisi pada Pasien HIV / AIDS


Untuk mengatsi masalah nutrisi pada pasien HIV/AIDS, mereka harus

diberikan makanan tinggi kalori tinggi protein, kaya vitamin dan mineral serta

cukup air. Syarat diet pasien HIV/AIDS yaitu kebutuhan gizi di tambah, di

berikan dalam porsi kecil tapi teratur, disesuaikan dengan penyakit infeksi yang

menyertai, mengkonsumsi protein yang berkualitas tinggi dan mudah dicerna.

Umumnya pasien HIV/AIDS mengkonsumsi zat gizi dibawah optimal (70%

kalori dan 65% protein dari total yang diperlukan oleh tubuh).

Konsumsi yang demikian tidak memenuhi kebutuhan peningkatan zat gizi

pada proses metabolism sehubungan adanya dengan infeksi akut. Kebutuhan

kalori pasien sekitar 2000-3000 Kkal/hari dan protein 1,5-2 gram/kgbb/hari.

Untuk mencukupi kebutuhan kalori dan protein sehari dilakukan dengan

memberikan selingan juga 3 kali sehari. Kebutuhan kalori yang berasal dari lemak

dianjurkan untuk mengkonsumsi lemak yag berasal dari MCT (Medium Chain

trigiliseride) agar penyerapannya lebih baik dan mencegah terjadinya penurunan

berat badan yang drastis.15

Untuk mendapatkan nutrisi yang sehat dan berimbang, ODHA sebaiknya

mengkonsumsi makanan yang bervariasi setiap hari karena tidak ada satu

makanan yang mengandung semua zat giziyang diperlukan oleh tubuh. Konsumsi

sumber karbohidrat (nasi, gandum, tepung, kentang, ketla, maizena, dan lain-lain).

Penting sebagai sumber energi. Protein dan sejumlah kecil vitamin dan mineral
27

dapat diperoleh dari kacang-kacangan (kacang tanah, buncis, kedelai, kacang

hijau, kacang almond dan lain-lain). Selain itu protein juga diperoleh dari

konsumsi susu dan sumber protein hewani lainnya secara teratur setiap hari.

Sayur-sayuran dan buah-buahan (sayur dan buah berwarna kuning, orange,

hijau tua misalnya bayam, labu, wortel, apricot, papaya dan mangga yang

merupakan sumber vitamin C yang membantu untuk meningkatkan daya tahan

tubuh dalam melawan infeksi seperti tomat, kubis, jeruk, anggur, lemon, jambu,

nanas, buah berry dan lain-lain), yang dapat dikonsumsi secara bergantian setiap

harinya.Sumber energi yang baik lainnya adalah dengan mengkonsumsi lemak

dan gula.

Kalori yang dihasilkan oleh lemak dan gula dapat membantu meningkatkan

berat badan. Selain itu lemak dan gula juga menambah rasa pada makanan

sehingga bisa meningkatkan nafsu makan. Hal penting lain yang harus dialakukan

adalah dengan meminum banyak air bersih dan aman minimal delapan gelas

sehari serta mengurangi konsumsi alcohol. Alkohol bersifat dieresis dan

menghilangkan cairan tubuh. Bila diperlukan dapat dibrikan zat gizi mikro dalam

bentuk suplemen makanan serta jus buah dan sayur.17

2.2.14. Konseling

HIV/AIDS memiliki dampak besar pada penderitaan, keluarganya, dan

masyarakat. Pencegahan penyebaran infeksi dapat diupayakan melalui

peningkatan akses perawatan dan dkungan pada penderitaan dan keluarganya.

Voluntary Conseling and Testing ( VCT) adalah salah satu bentuk upaya tersebut.

VCT adalah proses konseling pra testing, konseling post testing, dan testing HIV
28

secara sukarela yang bersifat confidential dan secara lebih dini membantu orang

mengetahui status HIV. Dalam tahapan VCT, konseling dilakukan dua kali yaitu

sebelum dan sesudah tes konseling.17

Pada tahap prakonseling dilakukan pemberian informasi tentang HIV dan

AIDS, cara penularan, cara pencegehan dan periode jendela. Kemudian konselor

melakukan penilaian klinis. Pada saat ini klien harus jujur menceritakan kegiatan

yang beresiko HIV/AIDS seprti aktivitas seksual terakhir, menggunakan narkoba

suntik, pernah menerima produk darah atau organ, dan sebagainya. Konseling pra

testing memberikan pengetahuan tentang manfaat testing, pengambilan keputusan

untuk testing, dan perencanaan atas issue HIV yang dihadapi. Setelah tahapan pra

konseling, klien akan melakukan tes HIV. Pada saat melakukan tes, darah akan

diambil secukupnya dan pemeriksaan darah ini bisa bisa memakan waktu antara

setengah jam sampai satu minggu tergantung metode tes darahnya. Dalam tes

HIV, diagnosis didasarkan pada antibodi HIV yang ditemukan dalam darah.

Tes antibodi HIV dapat dilakukan dengan tes ELISA, Westren Blot

ataupun Rapid. Setelah klien mengambil hasil tesnya, maka klien akan menjalani

tahapan post konseling. Apabila hasil tes adalah negatif(tidak reaktif) klien belum

yaitu periode dimana orang yang bersangkutan sudah tertular HIV tapi

antibodinya belum membentuk system kekebalan terhadap HIV. Klien dengan

periode jendela ini sudah bisa menularkan HIV. Kewaspadaan akan periode

jendela itu tergantung pada penilaian resiko pada pre konseling. Apabila klien

mempunyai faktor resiko terkena HIV maka dianjurkan untuk melakukan tes

kembali tiga bulan setelahnya.18


29

Bersama dengan klien, konselor akan membantu merencanakan program

perubahan prilakukan. Apabila pemeriksaan pertama hasil tesnya positif (reaktif)

maka dilakukan pemeriksaan kedua dan ketiga dengan ketentuan beda sensitifitas

dan spesifisitas pada reagen yang digunakan. Apabila tetap reaktif klien bebas

mendiskusikan perasaanya dengan konselor. Konselor juga akan

menginformasikan fasilitas untuk tindak lanjut dan dukungan. Misalnya, jika klien

membutuhkan terapi ARV ataupun dukungan dari kelompok sebaya. Selain itu

konselor juga akan memberikan informasi tentang cara hidup sehat dan

bagaimana agar tidak menularkannya ke orang lain.

Pemeriksaan dini terhadap HIV/AIDS perlu dilakukan untuk segera

mendapat pertolongan kesehatn sesuai kebutuhan bagi mereka yang didentifikasi

terinfeksin karena HIV/AIDS belum ditemukan obatnya, dan cara penularanya

pun sangat cepat. Memulai menjalani VCT tidaklah perlu merasa takut

karena konseling dalam VCT dijamin kerahasiaannya dan tes ini merupakan

suatu dialog antara klien dengan petugas kesehatan yang bertujuan agar orang

tersebut mampu untuk menghadapi stress dan membuat keputusan sendiri

sehbungan dengan HIV/AIDS.18

2.3. Pengetahuan

2.3.1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil “hasil” dan ini terjadi setelah orang

mengadakan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terhadap

obyek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba dengan sendiri. Pada waktu pengindraan sampai
30

menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian

persepsi terhadap obyek.

Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal.

Pengetahuan sangat erat hubungnnya dengan pendidikan, dimana diharapkan

bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas

pula pengetahuannya.19

2.3.2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang cukup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat

yaitu:

1.Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengungat

kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang

dipelajari rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini adalah

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk

mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu menyebutkan,

menguraikan, mengidentifikasi, menyakan.


1. Memahami
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang obyek yang diketahui dan dimana dapat menginterpretasikan secara

benar. Orang yang telah paham terhadap obyek materi terus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan

sebagainya terhadap suatu obyek yang dipelajari.


2. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi ataupun kondisi rill (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat
31

diartikan aplikasi atau penggunaan hukum – hukum, rumus, metode, prinsip,

dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.


3. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu obyek

ke dalam komponen – komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi

tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.


4. Sintesis (Syntesis)
Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan untuk

melaksanakan atau menghubungkan bagian – bagian di dalam suatu

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan

untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.


5. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap materi atau obyek. Penilaian – penilaian itu berdasarkan

suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria kriteria yang

telah ada.19
2.3.3. Cara Memperoleh Pengetahuan
Cara memperoleh pengetahuan adalah sebagai berikut:
1. Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan adalah cara coba salah (Trial

and Error) yaitu Cara ini dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan

mungkin sebelum peradaban. Adapun cara kekuasaan atau otoritas dengan

sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-pemimpin

masyarakat baik formal atau informal, ahli agama, pemegang pemerintah

dan berbagai prinsip orang lain yang menerima. Berdasarkan pengalaman

pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan dengan

cara megulang kembali pengalaman yang pernah diperoleh dalam

memecahkan permasalahan persoalan yang dihadapi masa lalu.


32

2. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan adalah cara ini disebut

metode penelitaian ilmiah atau lebih popular disebut metodologi

penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bocon (1561-

1626), kemudian dikembangkan oleh Debold Van Daven. Akhirnya lahir

suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini dikenal dengan

penelitian ilmiah.19

2.3.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

1. Faktor Internal
a. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju ke arah cita – cita tertentu yang

menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai

keselamatan dan kebahagiaan.


b. Pekerjaan
Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah

kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya

dan kehidupan keluarga.

c. Umur
Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur

individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.

Sedangkan menurut Hurlock (1998) semakin cukup umur, tingkat

kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan

bekerja.
2. Faktor Eksternal
a. Faktor lingkungan
33

Menurut Ann.Mariner yang dikutip dari Nursalam (2003) lingkungan

merupakan suatu kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang

dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.


b. Sosial budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari

sikap dalam menerima informasi.29

3. Kriteria Tingkat Pengetahuan


Menurut Arikunto, pengetahuan seseorang dapat diketahui dan

diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:


a. Baik : hasil persentase 76%-100%
b. Cukup : hasil persentase 56%-75%
c. Kurang : hasil persentase < 56%.20

2.4. Sikap
2.4.1. Pengertian Sikap

Sikap merupakan konsep paling penting dalam psikologi yang membahas

unsur sikap, baik sebagai individu maupun kelompok. Banyak kajian yang

dilakukan untuk merumuskan pengertian sikap, proses terbentuknya sikap,

maupun perubahan. Banyak pula penelitian telah dilakukan terhadap sikap

kaitannya dengan efek dan perannya dalam pembentukkan karakter dan sistem

hubungan antar kelompok serta pilihan – pilihan yang ditentukan berdasarkan

lingkungan dan pengaruhnya terhadap perubahan.19

2.4.2. Tingkatan Sikap

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni:

1) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan (objek).


34

2) Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas

yang di berikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk

menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Lepas

pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut.
3) Mengahargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang

lain terhadap suatu indikasi sikap tingkat 3, misalnya seorang mengajak ibu

yang lain (tetangga, saudaranya) untuk menimbang anaknya ke posyandu atau

mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu telah mempunyai

sikap positif terhadap gizi anak.


4) Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang ibu

menjadi akseptor KB, meskipun mendapat tantangan dari mertua atau oarang

tuanya sendiri. 19
2.4.3. Faktor-Faktor Sikap
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keluarga terhadap objek sikap

antara lain:
1. Pengalaman pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukkan sikap, pengalaman pribadi haruslah

meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk

apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan

faktor emosional.
2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang dianggap

penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk

menghindari konflik dengan orang yang dianggap pentig tersebut.


3. Pengaruh kebudayaan
35

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita

terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota

masyarakatnya karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman

individu – individu masyarakat asuhannya.


4. Media massa
Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya,

berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyektif cenderung

dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap

konsumennya.
5. Lembaga pendidikan dan agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat

menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika pada gilirannya

konsep tersebut mempengaruhi sikap.


6. Faktor emosional
Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi

yang berfungsi sebagai penyaluran atau pengalihan.

2.4.4. Cara Pengukuran Sikap


Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.

Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat / pernyataan responden

terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan –

pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden melalui

kuesioner.15

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran sikap yaitu:

Keadaan objek yang di ukur dimana objek teersebut harus dilihat keadaannya.

Situasi pengukuran yang harus sesuai dengan tempat dimana penelitian itu terjadi.

Alat ukur harus berhubungan dengan judul penelitian yang digunakan. Serta

waktu penyelenggaraan pengukuran juga harus di lihat sesuai dengan jadwal


36

responden tersebut. Setelah hasil penelitian tersebut selesai maka hal yang

dilakukan peneliti dilakukan pembacaan atau penilaian pengukuran.20

2.4.5. Pengukuran Sikap


Salah satu problem metodologi dasar dalam psikologi sosial adalah

bagaimana mengukur sikap seseorang. Beberapa teknik pengukuran sikap, antara

lain:

1. Skala Thurstone(Method of Equel-Appearing Intervals)


Metode ini mencoba menempatkan sikap seseorang pada rentangan

kontinum dari yang sangat unfavorabel hingga sangat favorabel terhadap suatu

objek sikap. Aitem sikap yang di tentukan derajad favorabilitasnya. Tahap

yang paling kritis dalam menyusun alat ini seleksi awal terhadap pernyataan

sikap dan perhitungan ukuran yang mencerminkan derajad favorabilitas ini

masing-masing pernyataan. Derajad (ukuran) favorabilitas ini di sebut nilai

skala.
Skala Thurstone adalah skala yang disusun dengan memilih butir yang

berbentuk skala interval. Setiap butir memiliki kunci skor dan jika diurut,

kunci skor menghasilkan nilai yang berjarak sama. Skala Thurstone dibuat

dalam bentuk sejumlah (40-50) pernyataan yang relevan dengan variabel yang

hendak diukur kemudian sejumlah ahli (20-40) orang menila relevansi

pernyataan itu dengan konten atau konstruk yang hendak diukur.

2. Skala Likert(Method of Summateds Ratings)


Likert (1932) mengajukan metodenya sebagai alternatif yang lebih

sederhana dibandingkan dengan skala thurstone. Untuk mengatasi hilangnya

netral tersebut, likert menggunakan teknik konstruksi tes yang lain. Masing-

masing responden diminta melakukan egreemen atau disegreemennya untuk


37

masing-masing aitem dalam skala yang terdiri dari 5 point (sangat setuju,

setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju).


Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi dari

individu atau kelompok tentang fenomena sosial. Fenomena sosial ini dsebut

variabel penelitian yang telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti. Jawaban

dari setiap instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi

mulai dari sangat positif sampai sangat negatif yang dapat berupa kata – kata.

Instrumen penilaian yang menggunakan skala Likert dapat dibuat dalam

bentuk centang (checklist) ataupun pilihan ganda.


3. Skala Guttman
Skala Guttman disebut skala scalogram yang sangat baik untuk

menyakinkan peneliti tentang kesatuan dimensi dan sikap atau sifat yang

diteliti, yang sering disebut dengan atribut universal. Skala Guttman

merupakan skala yang digunakan jawaban yang bersifat jelas dan konsisten,

yaitu benar – salah, pernah – tidak pernah, dan ya-tidak. Untuk jawaban

positif seperti benar, ya, tinggi, baik, dan semacamnya diberi skor 1;

sedangkan untuk jawaban negatif seperti salah, tidak, rendah, buruk, dan

semacamnya diberi skor 0. Skala ini dapat dibuat dengan bentuk centang

maupun pilihan ganda.


4. Skala Diferencial Sematic
Skala difensial yaitu skala untuk mengukur sikap, tetapi bentuknya bukan

pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum

dimana jawaban yang sangat postif terletak di bagian kanan garis, dan

jawaban yang sangat negatif terletak di bagian kiri garis, atau sebaliknya.

Skala perbedaan sematik berisikan serangkaian karakteristik bipolar, baik –


38

tidak baik, dan sebagainya. Karakteristik bipolar tersebut mempunyai tiga

dimensi dasar sikap seseorang terhadap obyek, yaitu:


a. Potensi, yaitu kekuatan atau atraksi fisik suatu obyek.
b. Evaluasi, yaitu hal – hal yang menguntungkan atau tidak menguntungkan

suatu obyek.
c. Aktivitas, yaitu tingkatan gerakan suatu obyek.

Data yang diperoleh melalui pengukuran dengan skala sematik diferensial

adalah data interval. Skala bentuk ini biasanya digunakan untuk mengukur

sikap atau karakteristik tertentu yang dimiliki seseorang.

5. Skala Rating
Data-data yang diperoleh melalui tiga skala, yaitu skala Likert, skala

Guttman, dan skala Diferecitial Sematic adalah data kualitatif yang

dikuantitatifkan. Sedangkan data yang diperoleh rating scale adalah data

kuantitatif (angka) yang kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif.

Seperti halnya dengan skala lain, dalam rating scale responden akan memilih

salah satu jawaban kuantitatif yang telah disediakan.


Rating scale lebih fleksibel, tidak saja untuk mengukur sikap tetapi dapat

juga digunakan untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena

lingkungan seperti skala untuk mengukur status sosial, ekonomi, iptek,

instansi, dan lembaga, kepuasan pelanggan, produktivitas kerja dan lainnya.

Dalam rating scale yang paling penting adalah kemampuan menerjemahkan

alternatif jawaban yang dipilih responden. Misalnya responden memilih

jawaban angka 3, tetapi angka 3 oleh orang tertentu belum tentu sama dengan

angka 3 bagi orang lain yang juga memiliki jawaban angka 3. 20


2.5. Hipotesis
39

Hipotesis merupakan jawabannya sifat sementara terhadap permasalahan

yang diajukan dalam peneltian. Hipotesis berfungsi untuk menentukan kearah

pembuktian, artinya hipotesis ini merupakan pernyataan yang harus dibuktikan.20

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan pengetahuan dengan

sikap masyarakat terhadap ODHA di Lingkungam V Kelurahan Padang Bulan

Medan Tahun 2017.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian analitik

korelasi dengan metode pendekatan cross sectional. Survei analitik yakni sebuah

penelitian yang mencoba untuk menggali sedemikian rupa mengenai bagaimana

dan mengapa suatu fenomena kesehatan bisa terjadi. Dari hasil penggalian

tersebut untuk kemudian dilakukan analisis dinamika mengenai adanya korelasi

antara fenomena yakni antara faktor risiko dengan faktor efek atau antar faktor

risiko maupun faktor efek itu sendiri.

Survei anallitik dengan pendekatan cross sectional adalah suatu penelitian

yang dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari adanya suatu dinamika korelasi

(hubungan) antara faktor risiko dengan efek dilakukan.20


40

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Lingkungan V Kelurahan Padang Bulan.

Alasan memilih lokasi penelitian ini adalah Kelurahan Padang Bulan merupakan

kelurahan yang terdekat dengan Puskesmas Padang Bulan yang memiliki layanan

pemeriksaan HIV / AIDS.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni – September 2017, mulai dari

survei awal sampai dengan sidang akhir.

3.3. Populasi dan Sampel


3.3.1. Populasi

Populasi adalah sasaran penelitian berhubungan dengan sekelompok

subjek, baik manusia, gejala, nilai tes benda-benda, ataupun peristiwa. Populasi

pada penelitian ini adalah semua kepala keluarga yang ada di Lingkungan V

Kelurahan Padang Bulan dari Agustus 2017 yang berjumlah 302 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Adapun rumus

yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumus Slovin, yaitu:


41

Keterangan:
n = Ukuran sampel
N = Jumlah populasi
E = Sampling error, yaitu ketidaktelitian kesalahan dalam pengambilan

sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan. Dalam penelitian ini

digunakan nilai 10 % (0,1)

Berdasarkan perhitungan di atas, diperoleh sampel yang ditentukan

sebanyak 75 kepala keluarga yang diberikan pertanyaan dengan teknik

pengambilan sampel secara simple random sampling.

3.4. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dari penelitian yang berjudul “Hubungan Pengetahuan

dengan Sikap Masyarakat Terhadap ODHA di Lingkungan V Kelurahan Padang

Bulan”, yaitu :

Variabel Independen Variabel Dependen


Sikap Masyarakat
Pengetahuan
Terhadap ODHA

Gambar 3.1. Kerangka Konsep


42

3.5. Definisi Operasional dan Aspek Pengukuran


3.5.1. Definisi Operasional

Definisi operasional batasan yang digunakan untuk mendefinisikan

variabel-variabel atau faktor-faktor yang mempengaruhi variabel pengetahuan dan

sikap.

1. Pengetahuan adalah segala sesuatu tentang apa yang diketahui oleh

masyarakat tentangODHA.
2. Sikap masyarakat terhadap ODHA adalah respon masyarakat atau tanggapan

masyarakat yang mamsih tertutup dari masyarakat terhadap ODHA.

3.5.2. Aspek Pengukuran


Aspek pengukuran adalah aturan – aturan yang meliputi cara dan alat ukur

(instrumen), hasil pengukuran, kategori, dan skala yang digunakan untuk menilai

suatu variabel.20
TABEL 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Independen dan Dependent
Variabel Jumlah Cara dan Bobot Kategori Skala
Bebas (x) Pertanyaa Alat Ukur Nilai Ukur
n
Pengetahuan 14 Kuesioner a. Jika total skor 11 Baik Ordinal
-14 (3)
Benar
(nilai=1) b. Jika total skor Cukup (2)
8 - 10
Salah Kurang
(nilai=0) c. Jika total skor (1)
<8
Sikap 14 Kuesioner a. Jika total skor Positif Ordinal
masyarakat 37-56 (2)
terhadap Pernyataan
ODHA 1-8 SS=4;
S=3; b. Jika total skor Negatif
TS=2;STS=1 14-36 (1)

Pernyataan
9-15.
SS=1; S=2;
TS=3; STS=
4
43

3.6. Metode Pengumpulan Data


3.6.1. Jenis Data
1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperolehdari survei langsung ke tempat

penelitian melalui kuesiner yang telah dipersiapkan dibagikan kepada responden

oleh peneliti.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan atau dokumen

(tergantung tempat penelitian) tentang gambaran umum dan data lainnya yang

mendukung data hasil penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh

dari Puskesmas Padang Bulan tahun 2017 yaitu data pasien HIV / AIDS yang

berkunjung ke Puskesmas Padang Bulan.19

3. Data Tersier
Data tersier adalah data yang diperoleh dari naskah yang sudah

dipublikasikan, misalnya WHO, Riskesdas, SDKI, Data Puskesmas.

3.6.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner yang berisi

daftar pertanyaan yang disampaikan kepada responden untuk dijawab secara

tertulis. Kuesioner dapat disampaikan secara langsung dan tidak langsung.

Langsung apabila kuesioner tersebut langsung diisi orang diminta mengisinya,


44

sedangkan tidak langsung apabila seseorang diminta pendapatnya tentang orang

lain.

3.6.3. Uji Validitas dan Reabilitas


1. Validitas

Uji validitas digunakan untuk menentukan derajat ketepatan dari instrumen

penelitian. Uji validitas dapat dilakukan menggunakan uji pearson product

moment. Uji validitas dilakukan kepada 20 orang responden dengan ketentuan

bahwa jika r hitung > 0,444 r tabel.

Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas Pengetahuan

Item Pernyataan r hitung r tabel Kesimpulan


P1 0,670 0,444 Valid
P2 0,670 0,444 Valid
P3 0,547 0,444 Valid
P4 0,647 0,444 Valid
P5 0,502 0,444 Valid
P6 0,617 0,444 Valid
P7 0,762 0,444 Valid
P8 0,762 0,444 Valid
P9 0,313 0,444 Tidak Valid
P10 0,731 0,444 Valid
P11 0,467 0,444 Valid
P12 0,752 0,444 Valid
P13 0,752 0,444 Valid
P14 0,455 0,444 Valid
P15 0,632 0,444 Valid

Berdasarkan tabel 3.2. diatas bahwa uji validitas pengetahuan pada 20

responden yang menjawab dari 15 pertanyaan pengetahuan masyarakat terhadap

ODHA terdapat 1 pertanyaan yang tidak valid yaitu petanyaan no 9.

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Sikap

Item Sikap r hitung r tabel Kesimpulan


S1 0,489 0,05 Valid
45

S2 0,552 0,05 Valid


S3 0,501 0,05 Valid
S4 0,646 0,05 Valid
S5 0,538 0,05 Valid
S6 0,582 0,05 Valid
S7 0,544 0,05 Valid
S8 0,547 0,05 Valid
S9 0,600 0,05 Valid
S10 0,381 0,05 Tidak Valid
S11 0,638 0,05 Valid
S12 0,572 0,05 Valid
S13 0,512 0,05 Valid
S14 0,575 0,05 Valid
S15 0,566 0,444 Valid

Berdasarkan tabel 3.3. diatas bahwa uji validitas sikap pada 20 responden

yang menjawab dari 15 pertanyaan pengetahuan masyarakat terhadap ODHA

terdapat 1 pertanyaan yang tidak valid yaitu petanyaan no 10.

2. Reliabilitas

Menentukan derajat konsistensi dari instrumen penelitian berbentuk kuesioner

untuk menentukan kehandalan kuesioner penelitian. Uji reabilitas dilakukan

secara komputerisasi. Selanjutnya pengujian reabilitas dimulai dengan menguji

butir soal yang sudah valid secara bersama – sama diukur reabilitasnya. Untuk

mengetahui reabilitas jika nilai alpha conbarch > 0,5 maka konsistensi instrumen

termasuk kuat, hasil analisis menunjukkan realiabel.20

Uji validitas dan reiliabilitas dilakukan di Lingkungan XII Kelurahan Teladan

Barat.

Tabel 3.4. Hasil Uji Reliabilitas Pengetahan dan Sikap

Variabel R Cronbach’s Nilai r N of Items Keterangan


Alpha tabel
Pengetahuan 0,718 0,444 15 Reliabel
Sikap 0,832 0,444 15 Reliabel
46

Berdasarkan tabel 3.4. dari 15 pertanyaan yang diberikan kepada 20 responden

yang memiliki pengetahuan terdapat 14 yang valid dan sikap masyarakat terhadap

ODHA maka dapat diketahui 14 pertanyaan yang valid.

3.7. Metode Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara komputerisasi. Adapun langkah –

langkahnya sebagai berikut :

1. Collecting

Mengumpulkan data yang berasal dari kuesioner, angket maupun observasi.

2. Checking

Dilakukan dengan memeriksa kelengkapan jawaban kuesioner atau lembar

observasi dengan tujuan agar data diolah secara benar sehingga pengolaan data

memberikan hasil yang valid dan terhindar dari bias.

3. Coding

Pada langkah ini penulis melakukan pemberian kode pada variable-variabel

yang diteliti, misalnya nama responden dirubah menjadi nomor.

4. Entering

Data entry yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang masih

dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program

komputer yang digunakan peneliti yaitu perangkat lunak komputerisasi.

5. Data Processing

Semua data yang telah di input ke dalam aplikasi komputerisasi akan diolah

sesuai dengan kebutuhan dari penelitian.20


47

3.8. Analisis Data


3.8.1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian, di antaranya variabel bebas (pengetahuan

masyarakat) dan variabel terikat (sikap masyarakat terhadap ODHA). Data yang

diperoleh akan ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

3.8.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat yaitu analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang

diduga berhubungan dan berkorelasi. Penelitian ini menggunakan uji chi – square

untuk menganalisis hubungan antara variabel bebas (independent) dan variabel

terikat (dependent). Pada hasil perhitungan statistik p value (0,05). Apabila hasil

perhitungan menunjukkan nilai p <p value (0,05) maka dikatakan (H0) ditolak dan

(Ha) diterima, artinya kedua variabel secara statistik mempunyai hubungan yang

signifikan. Kemudian untuk menjelaskan adanya hubungan antara variabel terikat

dan variabel bebas digunakan analisis tabulasi silang. Dalam penelitian ini

digunakan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas

(pengetahuan) dan variabel terikat (sikap masyarakat terhadap ODHA).20


48

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Lingkungan V Kelurahan Padang Bulan terletak di Kecamatan Medan

Baru, dimana kelurahan V bersebelahan dengan kelurahan yang lainnya seperti :

1. Sebelah Utara Berbatasan dengan : Lingkungan II Kelurahan Padang

Bulan.
2. Sebelah Selatan Brbatasan dengan : Lingkungan IV Kelurahan Padang

Bulan.
3. Sebelah Barat Berbatasan dengan : Lingkungan III Kelurahan Padang

Bulan.
4. Sebelah Timur Berbatasan dengan : Lingkungan I Kelurahan Padang

Bulan.
Kelurahan Padang Bulan merupakan salah satu bagian dari kecamatan

Medan Baru Kota Madya Medan dengan luas wilayah 1,68 km2 atau 168 Ha, dan

merupakan kelurahan yang terdapat di kecamatan Medan Baru. Persentase

terhadap luas kecamatan adalah sebesar 31,05. Sedangkan letak geografis

Kelurahan Padang Bulan terletak antara :


1. Sebelah Utara : Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru
2. Sebelah Selatan : Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru
3. Sebelah Timur : Kelurahan Polonia Kecamatan Medan Polonia
4. Sebelah Barat : Kelurahan Padang Bulan Selayang
49

4.2. Karakteristik Responden

4.2.1. Umur Responden

Karakteristik Responden berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada

tabel dibawah ini :

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di Lingkungan V


Kelurahan Padang Bulan Medan Tahun 2017

No Kelompok Umur Jumlah


Fkeruensi (f) Persentase (%)
1. < 20 tahun 6 8,0
2. 20-35 tahun 29 38,7
3. > 35 tahun 40 53,3
Jumlah 75 100

Berdasarkan tabel 4.1. dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi berdasarkan

umur responden, menunjukkan bahwa responden dengan umur < 20 tahun

sebanyak 6 responden (8,0%). Responden dengan umur 20-35 tahun sebanyak 29

responden (38,7%). Dan responden dengan umur > 35 tahun sebanyak 40

responden (53,3%).

4.2.2. Jenis Kelamin Responden

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel

dibawah ini :

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di


Lingkungan V Kelurahan Padang Bulan Medan Tahun 2017

No Jenis Kelamin Jumlah


Frekuensi (f) Persentase (%)
1. Laki-Laki 33 44,0
2. Perempuan 42 56,0
Jumlah 75 100
50

Berdasarkan Tabel 4.2. diatas dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi

berdasrkan jenis kelamin menunjukkan bahwa responden lebih banyak berjenis

kelamin perempuan yaitu 42 responden (56,0%) dan lebih sedikit berjenis kelamin

laki-laki yaitu 33 responden (44,0%).

4.2.3 Pendidikan Responden

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada tabel

dibawah ini :

Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan di


Lingkungan V Kelurahan Padang Bulan Medan Tahun 2017

No Pendidikan Jumlah

Frekuensi (f) Persentase (%)


1. Sekolah Dasar 18 24,0

2. Sekolah Menengah Pertama 20 26,7

3. Sekolah Menengah Atas 24 32,0

4. Perguruan Tinggi 13 17,3

Jumlah 75 100

Berdasarkan Tabel 4.3. diatas dapat diketahui bahwa responden yang

berpendidikan SD sebanyak 18 responden (24,0%), responden yang

berpendidikan SMP sebanyak 20 responden (26,7%), responden yang

berpendidikan SMA sebanyak 24 responden (32,0%) dan responden yang

berpendidikan perguruan tinggi sebanyak 13 responden (17,3%).


51

4.2.4 Pekerjaan Responden

Distribusi frekuensi pekerjaan responden dapat dilihat pada tabel dibawah

ini :

Tabel 4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan di


Lingkungan V Kelurahan Padang Bulan Medan Tahun 2017

No Pekerjaan Jumlah

Frekuensi (f) Persentase (%)


1. Buruh 26 34,7

2. Wiraswasta 40 53,3

3. PNS 9 12,0

Jumlah 75 100

Berdasarkan Tabel 4.4. diatas dapat dilihat bahwa responden yang bekerja

sebagai buruh sebanyak 26 responden (34,7%). Responden yang bekerja sebagai

wiraswasta sebanyak 40 responden (53,3%). Dan responden yang bekerja sebagai

PNS sebanyak 9 responden (12,0%).

4.3. Analisis Univariat


4.3.1. Pengetahuan Masyarakat
Berdasarkan hasil penelitian tentang Hubungan Pengetahuan Dengan

Sikap Masyarakat Terhadap ODHA Di Lingkungan V Kelurahan Padang Bulan

Medan dengan 14 pertanyaan pengetahuan maka diperoleh hasil sebagai berikut :


Tabel 4.5. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Uraian Pertanyaan Pengetahuan
No Pernyataan Jawaban
Benar Salah Total
f % f % f %
1. Virus HIV terdapat 48 64,0 27 36,0 75 100
didalam darah, cairan
vagina dan mani.
Tabel 4.5. Lanjutan

No Pernyataan Jawaban
Benar Salah Total
52

f % f % f %
2. Penularan HIV dapat 52 69,3 23 30,7 75 100
dicegah melalui
menjauhi hubungan seks
yang tidak aman dan
penggunaan kondom
3. Penyebaran HIV berasal 49 65,3 26 34,7 75 100
dari virus
4. Penularan HIV terjadi 50 66,7 25 33,3 75 100
melalui air susu ibu
5. HIV berkembang 56 74,7 19 25,3 75 100
menjadi AIDS selama 10
Tahun
6. AIDS bisa ditularkan 46 61,3 29 38,7 75 100
melalui penggunaab
jarum suntik secara
bergantian
7. Seseorang yang 41 54,7 34 45,3 75 100
menderita diare kronis
dan demam yang
berkepanjangan lebih
dari satu bulan bisa
dicurigai menderita HIV
8. Infeksi yang dapat 49 65,3 26 34,7 75 100
ditularkan HIV adalah
sifilis (raja singa), infeksi
menular seksual, TBC,
infeksi reproduksi
9. HIV dapat disembuhkan 52 69,3 23 30,7 75 100
dengan minum obat
10. Resiko tinggi orang yang 42 56,0 33 44,0 75 100
tertular HIV yaitu
pekerja seks, pengguna
jarum suntik secara
bergantian, transfuse
darah yang tidak steril
11. Penyakit HIV adalah 49 65,3 26 34,7 75 100
penyakit yang tidak
dapat disembuhkan
12. Pemeriksaan HIV 42 56,0 33 44,0 75 100
dilakukan dengan tes
darah
Tabel 4.5. Lanjutan

No Pernyataan Jawaban
Benar Salah Total
53

f % f % f %
13. Penderita HIV mudah 50 66,7 25 33,3 75 100
terserang penyakit karena
system kekebalan daya
tahan tubuh menurun
14. Gigitan nyamuk dan 35 46,7 40 53,3 75 100
salaman dengan
penderita HIV tidak
dapat menularkan
penyakit HIV

Berdasarkan tabel 4.5. dari jawaban responden diatas, tentang Hubungan

Pengetahuan Masyarakat Terhadap ODHA melalui pernyataan no 1 tentang Virus

HIV terdapat didalam darah, cairan vagina dan mani bahwa 64% menjawab benar

dan 36% menjawab salah. Untuk pernyataan no 2 tentang Penularan HIV dapat

dicegah melalui menjauhi hubungan seks yang tidak aman dan penggunaan

kondom yang menjawab benar 52% dan menjawab salah 30,7%, sedangkan

pernyataan no 3 Penyebaran HIV berasal dari virus yang menjawab benar 65,3%

dan yang menjawab salah 34,7%. Dan untuk pernyataan no 4 tentang Penularan

HIV terjadi melalui air susu ibu yang menjawab benar 66,7% sedangkan yang

menjawab salah 33,3%.


Selanjutnya untuk pernyataan no 5 tentang HIV berkembang menjadi

AIDS selama 10 Tahun masyarakat yang menjawab benar 74,7%dan masyarakat

yang menjawab salah 25,3%, untuk pernyataan 6 tentang AIDS bisa ditularkan

melalui penggunaan jarum suntik secara bergantian yang menjawab benar 6,3%

dan yang menjawab salah 38,7%. Pernyaataan no 7 Seseorang yang menderita

diare kronis dan demam yang berkepanjangan lebih dari satu bulan bisa dicurigai

menderita HIV masyarakat yang menjawab benar 54,7% dan yang menjawab

salah 45.3% .
54

Pernyataan no 8 Infeksi yang dapat ditularkan HIV adalah sifilis (raja

singa), infeksi menular seksual, TBC, infeksi reproduksi masyarakat yang

menjawab benar dengan 65,3% dan salah 34,7%. Pernyataan no 9 tentang HIV

dapat disembuhkan dengan minum obat, masyarakat menjawab dengan benar

sebanyak 69,3% dan yang salah sebanyak 30,7%. Untuk penyataan 10 tentang

Resiko tinggi orang yang tertular HIV yaitu pekerja seks, pengguna jarum suntik

secara bergantian, transfuse darah yang tidak steril, masyarakat menjawab benar

ada 56% dan yang ada salah 44%.


Selanjutnya untuk pernyataan no 11 tentang Penyakit HIV adalah penyakit

yang tidak dapat disembuhkan yang menjawab benar sebanyak 65,3% dan yang

salah sebanyak 34,7%, pernyataan no 12 tentang Pemeriksaan HIV dilakukan

dengan tes darah masyarakat menjawab benar dengan 56% dan salah 44%.

Pernyataan 13 tentang Penderita HIV mudah terserang penyakit karena system

kekebalan daya tahan tubuh menurun masyarakat menjawab benar dengan 66,7%

dan salah 33,3%. Untuk pernyataan terakhir no 14 Gigitan nyamuk dan salaman

dengan penderita HIV tidak dapat menularkan penyakit HIV masyarakat

menjawab benar sebanyak 46,7% dan menjawab salah sebanyak 53,3%.


Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Masyarakat Terhadap ODHA
Di Lingkungan V Kelurahan Padang Bulan Medan Tahun 2017
No Pengetahuan Jumlah
f %
1. Baik 20 26,7
2. Cukup 15 20,0
3. Kurang 40 53,3
Total 75 100
Berdasarkan tabel 4.3. diatas menunjukkan bahwa responden yang

berpengetahuan baik sebanyak 20 responden (26,7%), responden berpengetahuan

cukup sebanyak 15 responden (20,0%), dan responden yang berpengetahuan


55

kurang sebanyak 40 responden (53,3%). Maka dapat disimpulkan bahwa dari 75

responden yang berpengetahuan kurang sebanyak 40 responden (53,3%) dan

responden yang berpengetahuan baik sebanyak 20 responden (26,7%).

4.3.2. Sikap Masyarakat


Berdasarkan hasil penelitian tentang Hubungan Pengetahuan Dengan

Sikap Masyarakat Terhadap ODHA Di Lingkungan V Kelurahan Padang Bulan

Medan dengan 14 pertanyaan sikap maka diperoleh hasil sebagai berikut:


Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Uraian
Pernyataan Sikap Masyarakat Terhadap ODHA Di Lingkungan
V Kelurahan Padang Bulan Medan Tahun 2017

NO Pertanyaan Jawaban
SS S TS STS Total
f % f % F % f % f %
1. Selayaknya 13 17,3 10 13,3 46 61,3 6 8,0 75 100
kita
memperlakuk
an penderita
HIV / AIDS
sama seperti
orang lain.
2. Perhatian 12 16,0 15 20,0 35 46,7 13 17,3 75 100
khusus sudah
seharusnya
kita berikan
kepada
penderita
HIV / AIDS

Tabel 4.7. Lanjutan

NO Pernyataan Jawaban
SS S TS STS Total
f % f % F % f % f %
3. Menurut anda 10 13,3 11 14,7 42 56,0 12 16,0 75 100
dengan
penggunaan
narkoba
56

suntik dapat
tertular HIV /
AIDS.
4. Penderita 11 14,7 18 24,0 35 46,7 11 14,7 75 100
HIV /AIDS
layak
mendapatkan
pelayanan
kesehatan
yang sama
seperti orang
sakit lainnya.
5. Pemerintah 12 16,0 12 16,0 42 56,0 9 12,0 75 100
perlu
membiayai
pengobatan
penderita
HIV / AIDS
karena mahal
dan
berjangka
6 Merawat 6 8,0 13 17,3 48 64,0 8 10,7 75 100
infeksi
penderita
HIV / AIDS
sebaiknya
dengan
memakai alat
pelindung
diri.
7. Pengguunaan 6 8,0 17 22,7 45 60,0 7 9,3 75 100
kondom
dapat
menghindari
resiko
terinfeksi
HIV.
Tabel 4.7. Lanjutan

NO Pernyataan Jawaban
SS S TS STS Total
f % f % F % f % f %
8. Bayi yang 4 5,3 19 25,3 42 56,0 10 13,3 75 100
terinfeksi
HIV / AIDS
harus
57

diberikan
perawatan
seperti bayi
yang lainnya.
9. Penderita 6 8,0 18 24,0 40 53,3 11 14,7 75 100
HIV / AIDS
adalah orang
yang
berperilaku
buruk dalam
kehidupanya.
10. Penderita 9 12,0 12 16,0 41 54,7 13 17,3 75 100
HIV / AIDS
tidak harus
hidup.
11. Bantal atau 11 14,7 12 16,0 45 60,0 7 9,3 75 100
piring yang
digunakan
penderita
HIV / AIDS
tidak harus di
sentuh.
12. Penderita 7 9,3 15 20,0 41 54,7 12 16,0 75 100
HIV / AIDS
harus
dipisahkan
dari keluarga.
13. Penderita 9 12,0 12 16,0 44 58,7 10 13,3 100
HIV / AIDS
harus
dihukum.

Tabel 4.7. Lanjutan

NO Pernyataan Jawaban
SS S TS STS Total
f % f % F % f % f %
14. Penderita 4 5,3 16 21,3 39 52,0 16 21,3 75 100
HIV / AIDS
harus
dikarantina
58

supaya tidak
tertular
kepada orang
lain.

Berdasarkan tabel 4.7. distribusi jawaban responden berdasarkan

penyataan sikap masyarakat terhadap ODHA, didapatkan pada jumlah pernyataan

sikap Terhadap ODHA melalui pernyataan no 1 Selayaknya kita memperlakukan

penderita HIV / AIDS sama seperti orang lain dengan menjawab Sangat Setuju

sebanyak 17,3%, Setuju sebanyak 13,3%, Tidak Setuju61,3% dan Sangat Tidak

Setuju sebanyak8% . Untuk pernyataan no 2 tentang Perhatian khusus sudah

seharusnya kita berikan kepada penderita HIV / AIDS Sangat Setuju sebanyak

16%, Setuju sebanyak 20%, Tidak Setuju 46,7% dan Sangat Tidak Setuju

sebanyak 17,3%, sedangkan pernyataan no 3 Menurut anda dengan penggunaan

narkoba suntik dapat tertular HIV / AIDS Sangat Setuju sebanyak 13,3%, Setuju

sebanyak 14,7%, Tidak Setuju 56% dan Sangat Tidak Setuju sebanyak 16% . Dan

untuk pernyataan no 4 Penderita HIV /AIDS layak mendapatkan pelayanan

kesehatan yang sama seperti orang sakit lainnya Sangat Setuju sebanyak 14,7%,

Setuju sebanyak 24%, Tidak Setuju 46,7% dan Sangat Tidak Setuju sebanyak

14,7%.
Selanjutnya untuk pernyataan no 5 Pemerintah perlu membiayai

pengobatan penderita HIV / AIDS karena mahal dan berjangka Sangat Setuju

sebanyak 16%, Setuju sebanyak 16%, Tidak Setuju 56% dan Sangat Tidak Setuju

sebanyak 12%, untuk pernyataan 6 tentang Merawat infeksi penderita HIV / AIDS

sebaiknya dengan memakai alat pelindung diri Sangat Setuju sebanyak 8%, Setuju

sebanyak 17,3%, Tidak Setuju 64% dan Sangat Tidak Setuju sebanyak 10,7%.
59

Pernyaataan no 7 Pengguunaan kondom dapat menghindari resiko

terinfeksi HIV Sangat Setuju sebanyak 8%, Setuju sebanyak 22,7%, Tidak Setuju

60% dan Sangat Tidak Setuju sebanyak 9,3%, lalu pernyataan no 8 Bayi yang

terinfeksi HIV / AIDS harus diberikan perawatan seperti bayi yang lainnya Sangat

Setuju sebanyak 5,3%, Setuju sebanyak 25,3%, Tidak Setuju 56% dan Sangat

Tidak Setuju sebanyak 13,3%. Pernyataan no 9 tentang Penderita HIV / AIDS

adalah orang yang berperilaku buruk dalam kehidupanya Sangat Setuju sebanyak

8%, Setuju sebanyak 24%, Tidak Setuju 53,3% dan Sangat Tidak Setuju sebanyak

14,7%.
Untuk penyataan 10 tentang Penderita HIV / AIDS tidak harus hidup

Sangat Setuju sebanyak 12%, Setuju sebanyak 16%, Tidak Setuju 54,7% dan

Sangat Tidak Setuju sebanyak 17,3%. Selanjutnya untuk pernyataan no 11 Bantal

atau piring yang digunakan penderita HIV / AIDS tidak harus di sentuh Sangat

Setuju sebanyak 14,7%, Setuju sebanyak 16%, Tidak Setuju 60% dan Sangat

Tidak Setuju sebanyak 9,3%.


Pernyataan no 12 Penderita HIV / AIDS harus dipisahkan dari keluarga

Sangat Setuju sebanyak 9,3%, Setuju sebanyak 20%, Tidak Setuju 54,7% dan

Sangat Tidak Setuju sebanyak 16%. Pernyataan 13 tentang Penderita HIV / AIDS

harus dihukum Sangat Setuju sebanyak 12%, Setuju sebanyak 16%, Tidak Setuju

58,7% dan Sangat Tidak Setuju sebanyak 13%. Untuk pernyataan terakhir no 14

Penderita HIV / AIDS harus dikarantina supaya tidak tertular kepada orang lain

Sangat Setuju sebanyak 5,3%, Setuju sebanyak 21,3%, Tidak Setuju 52% dan

Sangat Tidak Setuju sebanyak 21,3%.

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Sikap Masyarakat Terhadap ODHA Di


Lingkungan V Kelurahan Padang Bulan Medan Tahun 2017
60

No Sikap Jumlah
f %
1. Positif 20 26,7
2. Negatif 55 73,3
Total 75 100

Berdasarkan tabel 4.8. diatas menunjukkan bahwa responden yang

bersikap positif sebanyak 20 responden (26,7%), dan responden yang bersikap

negatif sebanyak 55 responden (73,3%). Maka dapat disimpulkan bahwa dari 75

responden terdapat responden yang bersikap positif sebanyak 20 responden

(26,7%) dan responden yang bersikap negatif sebanyak 55 responden (73,3%).

4.4 Analisis Bivariat


Analisis bivariat adalah uji statistik yang dipergunakan untuk menganalisa

hubungan variabel independent dan variabel dependent dengan judul Hubungan

Pengetahuan Dengan Sikap Masyarakat Terhadap ODHA Di Lingkungan V

Kelurahan Padang Bulan Medan Tahun 2017.

Tabel 4.9. Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Dengan Sikap Masyarakat


Terhadap ODHA di Lingkungan V Kelurahan Padang Bulan
Medan Tahun 2017

No Pengetahuan Kategori Sikap p-


Positif Negatif Jumlah value
f % f % f %
1. Baik 20 26,7 0 0 20 26,7 0,000
2. Cukup 0 0 15 20,0 15 20,0
3. Kurang 0 0 40 53,3 40 53,3
Total 20 26,7 55 73,3 75 100

Berdasarkan tabel 4.9. diketahui bahwa tabulasi silang pengetahuan

dengan sikap masyarakat terhadap ODHA, dari 75 responden didapatkan

responden dengan pengetahuan baik sebanyak 20 responden (26,7%) dan yang

memiliki sikap positif yaitu sebanyak 20 responden (26,7%), responden yang


61

berpengetahuan cukup sebanyak 15 responden (20,0%) dan yang bersikap negatif

yaitu sebanyak 15 responden (20,0%) sedangkan responden yang berpengetahuan

kurang sebanyak 40 responden (53,3%) dan yang bersikap negatif yaitu sebanyak

40 responden (53,3%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa uji statistic

dengan menggunakan korelasi Chi-Square diperoleh nilai signifikan atau

probabilitas p = 0,000 < 0,05 yang artinya terdapat hubungan yang signifikan

antara Pengetahuan Dengan Sikap Masyarakat terhadap ODHA di Lingkungan V

Kelurahan Padang Bulan Medan Tahun 2017.

4.5 Pembahasan
4.5.1. Pengetahuan Masyarakat tentang ODHA
Berdasarkan tabel 4.5. hasil penelitian Pengetahuan terhadap ODHA maka

didapatkan masyarakat yang berpengetahuan baik sebanyak 20 responden

(26,7%). Sedangkan responden yang berpengetahuan cukup sebanyak 15

responden (20,0%). Dan masyarakat yang berpengetahuan kurang sebanyak 40

responden (53,3%).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ossie

Sosodoro dkk, dengan judul “Hubungan Pengetahuan Tentang HIV/AIDS Dengan

Stigma Orang Dengan HIV/AIDS Di Kalangan Pelajar SMA TAHUN 2012 DI

SURAKARTA” dengan metode penelitian penelitian analitik dengan rancangan

cross sectional yang dilengkapi dengan pendekatan metode kualitatif. Dari

penelitian di dapatka nilai p value = 0,25. Hasil analisis univariabel menunjukkan

bahwa dari skor maksimal 20 didapatkan mean 16, yang kemudian dijadikan cut

off point untuk menentukan tingkat pengetahuan tentang HIV tinggi dan rendah

Dari data yang diambil terlihat bahwa meskipun sudah banyak pelajar yang telah
62

mempunyai tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS yang tinggi (53%), akan

tetapi ternyata masih banyak pula pelajar yang mempunyai tingkat pengetahuan

tentang HIV/AIDS yang rendah (47%).23

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Agung

Waluyo dengan judul “Persepsi Perawat dan Keluarga Pasien Tentang

Pengetahuan yang Diperlukan Untuk Merawat ODHA Di Rumah Sakit dan Di

Rumah”. Perawat dan keluarga pasien mempersepsikan dirinya membutuhkan

pengetahuan dan keterampilan tertentu untuk dapat secara optimal merawat pasien

ketika pasien berada di rumah sakit dan di rumah. Ada persamaan persepsi antara

perawat dan keluarga pasien di mana mereka sama-sama membutuhkan

pengetahuan dan keterampilan.24

Stigma terhadap ODHA tergambar dalam sikap sinis, perasaan ketakutan

yangberlebihan, dan pengalaman negatif terhadap ODHA. Banyak yang

beranggapan bahwa orang yang terinfeksiHIV/AIDS layak mendapatkan

hukuman akibat perbuatannya sendiri. Mereka juga beranggapan bahwa ODHA

adalah orang yang bertanggung jawab terhadap penularanHIV/AIDS.Hal inilah

yang menyebabkan orangdengan infeksi HIV menerima perlakuan yang tidak

adil,diskriminasi, dan stigma karena penyakit yang diderita. Isolasi sosial,

penyebarluasan status HIV dan penolakan dalam berbagai lingkup kegiatan

kemasyarakatan seperti dunia pendidikan, dunia kerja, dan layanan kesehatan

merupakan bentuk stigma yang banyak terjadi. Tingginya penolakan masyarakat

dan lingkungan akan kehadiran orang yang terinfeksi HIV/AIDS menyebabkan

sebagian ODHA harus hidup dengan menyembunyikan status. Penderita


63

HIV/AIDS adalah orang yang pergaulannya bebas (hubungan seks bebas),

pecandu narkoba, orang yang melanggar norma – norma agama dan sosial.17

Berdasarkan asumsi peneliti, pengetahuan seseorang sangat mempengaruhi

seseorang dalam melakukan sesuatu. Peneliti juga melihat bahwa pengetahuan

masyarakat terhadap ODHA sangatlah kurang dengan demikian mereka tidak

mengetahui bagaimana orang dengan HIV/AIDS bisa diterima di masyarakat.

Masyarakat masih beranggapan bahwa ODHA karena infeksi HIV/AIDS

berkonotasi segala macam bentuk yang “negatif” karena ditularkan melalui

hubugan seksual, sisanya adalah pecandu narkoba dengan jarum suntik, PSK

(Pekerja Seks Komersial). Seehingga masyarakat hanya mengetahui HIV karena

perilaku yang tidak baik. Pengetahuan tentang HIV/AIDS sangat mempengaruhi

bagaimana orang tersebut bersikap terhadap ODHA karena ketidaktahuan tentang

mekanisme penularan HIV.

Pengetahuan yang memadai diasumsikan akan mengubah persepsi

masyarakat terhadap HIV/AIDS menjadi positif. Jika pengetahuan masyarakat

sudah memadai dan persepsi terhadap HIV/AIDS positif diasumsikan masyarakat

akan terlibat dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS dan akan menciptakan

kondisi yang dapat mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap HIV/AIDS.

Pengetahuan dan persepsi positif tersebut diasumsikan akan dapat ditularkan pada

masyarakat luas. Dengan demikian maka stigma dan diskriminasi terhadap ODHA

akan dikurangi dan pada akhirnya upaya pencegahan dan penanggulangan

HIV/AIDS akan berjalan dengan efektif.

4.5.2. Sikap Masyarakat tehadap ODHA


64

Berdasarkan hasil penelitian sikap terhadap ODHA maka didapatkan

responden yang bersikap positif sebanyak 20 responden (26,7%), dan responden

yang bersikap negatif sebanyak 55 responden (73,3%). Maka dapat disimpulkan

bahwa dari 75 responden terdapat responden yang bersikap positif sebanyak 20

responden (26,7%) dan responden yang bersikap negatif sebanyak 55 responden

(73,3%).

Berdasarkan asumsi peneliti, sikap seseorang sangat mempengaruhi sikap

seseorang dalam melakukan sesuatu. Sikap masyarakat juga terlihat sangat

mendeskriminasi ODHA dengan menjauhi ODHA tersebut.

4.5.3. Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Masyarakat Terhadap ODHA

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa uji statistic dengan

menggunakan korelasi Chi-Square diperoleh nilai signifikan atau probabilitas p =

0,000 < 0,05 yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara Pengetahuan

Dengan Sikap Masyarakat terhadap ODHA di Lingkungan VKelurahan Padang

Bulan Medan Tahun 2017.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Shaluhiyah dkk tahun 2015

tentang “Stigma Masyarakat terhadap Orang dengan HIV/AIDS” mengatakan

didapatkan hasil hubungan atau bivariat menggunakan kai kuadrat menunjukkan

terdapat empat variabel yang memiliki hubungan bermakna dengan stigma

terhadap ODHA (nilaip<0,05) yaitu persepsi responsen tentang ODHA, faktor

sikap tetangga terhadap ODHA, faktor sikap keluarga terhadap ODHA, dan

faktor sikap tokoh masyarakat terhadap ODHA. Sedangkan pengetahuan tentang


65

IMS dan HIV dan akses informasi tentang HIV/AIDS tidak memiliki hubungan

yang bermakna dengan stigma responden terhadap ODHA, nilai p = 0,63 dan nilai

p = 0,96.12

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Destiyowati

dengan judul “Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Terhadap ODHA Di

Puskesmas Tuminting Kota Manado Tahun 2015” dengan metode penelitian

survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Dari penelitian ini didapatkan

nilai p-value 0,014, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara

pengetahuan dengan sikap terhadap ODHA di Puskesmas Tuminting Kota

Manado Tahun 2015.22

Berdasarkan asumsi peneliti, Pengetahuan seseorang tentang suatu objek

mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negative, kedua aspek ini

yang akan menentukan sikap seseorang semakin banyak aspek positif dan objek

yang diketahui maka akan menimbulkan sikap semakin positif terhadap objek

tertentu. Berdasrkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui oleh seseorang melalui pengenalan,

sumber informasi, ide yang diperoleh sebelumnya baik secara formal maupun non

informal.

Pengetahuan seseorang sangat mempengaruhi sikap seseorang dalam

melakukan sesuatu.Karena pengetahuan sangat erat hubungannya dengan sikap

seseorang.Bahwa masyarakat sangat takut dengan ODHA.Masyarakat memberi

saran kepada peneliti agar ODHA harus dijauhi dengan masyarakat yang tidak

terkena HIV.Sikap masyarakat juga terlihat sangat mendeskriminasi ODHA


66

dengan menjauhi ODHA tersebut.Pengetahuan masyarakat tentang HIV sangatlah

minim sehingga mereka sangat takut bahwan HIV bisa menular pada mereka.

Masyarakat juga mengharapkan kepada peneliti agar kiranya mampu

menyampaikan HIV kepada masyarakat, agar masyarakat mengetahui dampak

serta pencegahan terhadap HIV.Peneliti mengharapkan kepada masyarakat agar

lebih mengetahui ODHA untuk memperlakukannya seperti dengan orang

biasanya.Peneliti juga mengharapkan agar sikap masyarakat tidak mengucilkan

ODHA.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan penelitian yang berjudul “Hubungan

Pengetahuan Dengan Sikap Masyarakat Terhadap ODHA Di Lingkungan V

Kelurahan Padang Bulan Medan Tahun 2017” dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pada distribusi frekuensi pengetahuan didapatkan masyarakat yang

berpengetahuan baik sebanyak 20 responden (26,7%), masyarakat yang

berpengetahuan cukup sebanyak 15 responden (20,0%) dan masyarakat

yang berpengetahuan kurang sebanyak 40 responden (53,3%).


2. Berdasarkan hasil Uji Chi-Squareantara pengetahuan dengan sikap

masyarakat terhadap ODHA didapatkan nilai p-value (0,000) < α (0,05),

maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pengetahuan dengan sikap

masyarakat terhadap ODHA.

5.2 Saran
67

1. Bagi Masyarakat
Diharapkan bagi masyarakat agar dapat memanfaatkan informasi yang

telah didapatkan pada saat penelitian, agar kedepannya masyarakat biasa

mengetahui lebih banyak tentang HIV dan bisa memperlakukan ODHA

seperti orang biasanya.

2. Bagi Tempat Penelitian


Diharapkan bagi tempat penelitian agar kedepannya bisa bekerja sama

dengan fasilitas kesehatan dan para tenaga kesehatan untuk biasa

melakukan penyuluhan-penyuluhan pada masyarakat khususnya

penyuluhan tentang HIV berupa . Dalam hal ini perlu diikut sertakan lintas

sektor maupun lintas program tokoh agama maupun tokoh masyarakat

karena dianggap dapat membantu dalam memberikan pemahaman dan

kesadaran masyarakat mengenai terjadinya HIV/AIDS dan pandangan

terhadap ODHA. Dalam hal ini juga diperlukan kerjasama dengan ODHA

yang ada di Puskesmas untuk membantu petugas kesehatan dalam

memberikan pendapat mereka kepada masyarakat agar ODHA yang ada

dilingkungan maupun dimana saja tetaplah harus di perlakukan dengan

baik dan tidak ada perbedaan dengan masyarakat biasa.


3. Bagi Institusi
Diharapkan pada Institusi agar bisa lebih meningkatkan kualitas

pembelajaran khususnya tentang HIV agar para mahasiswa kedepannya

bisa melakukan penelitian dengan baik tentang HIV.


4. Bagi Peneliti Selanjunya
Diharapkan bagi peneliti selanjutnya agar kedepannya bisa melakukan

penelitian lebih baik lagi khususnya dalam melakukan penelitian tentang

HIV.
68

DAFTAR PUSTAKA

1. Nugroho T. Buku Ajar Ginekologi. Yogyakarta : Muha Medika; 2010.


2. http ://publicahealth. wordpress. com/2013/06/19/vct-metoda-evektif-

deteeksi-dan-pencegahan-hivaids; 2013.
3. file://F:/data%20riskesdas%202017.pdf.
4. http://www.depkes.go.id/resource/download/pusdatin/infodatin/Infoda
tin%20AIDS.pdf:2017.
5. Dinas kesehatan. laporan HIV/AIDS. Medan :Dinas Kesehatan Kota
Medan; 2016.
6. Wahyuni T. laporan bulanan HIV/AIDS. Medan: Puskesmas Padang
Bulan, Dinas Kesehatan Kota Medan; 2016.
7. Perpres no 77. upaya intensifikasi penurunan kasus HIVAIDS; 2017.
8. Zainul. Stigma dan Diskriminasi HIV-AIDS pada Orang Dengan HIV-
AIDS di Masyarakat. 2012.
9. Ningsih Y. Efektifitas Pendidikan Kesehatan HIV/AIDS terhadap
Perubahan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat pada ODHA. 2013.
10. Mandosen J, dkk. Perilaku dan Risiko Penyakit HIV-AIDS. Jurnal
Manajemen Pelayanan Kesehatan. 2013. Desember; 13.
11. Parut. Hubungan Pengetahuan Tentang HIV/AIDS dengan Stigma
terhadap ODHA pada Siswa Kelas XI SMK VI Surabaya; 2016.
12. Shaluhiyah ddk. Stigma Masyarakat terhadap Orang dengan HIV-
AIDS; 2015.
13. Oktarina dkk. Hubungan Antara Karakteristik Responden dengan
Pengetahuan dan Sikap terhadap HIV-AIDS; 2011.
14. Kemenkes RI. Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak. Kementerian
Kesehatan; 2013.
15. Sunaryati SS. 14 Penyakit paling sering menyerang dan sangat
mematikan Lubis N, editor. Yogyakarta: Flash Books; 2014.
16. Novianan N. Kesehatan Reproduksi & HIV-AIDS Ismail T, editor.
Jakarta: CV.TRANS INFO MEDIA; 2016.
69

17. N, Kurniwati ND. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi


Nurhasanah, editor. Jakarta: Salemba Medika;2011.
18. Wawan A. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia Yogyakarta:
Nuha Medika; 2016.
19. Notoadmodjo S. Metode Penelitian Kesehatan Jakarta: Rineka Cipta;
2010.
20. Muhammad I. Panduan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Bidang
Kesehatan Medan : Citapusaka Media Perintis; 2012.
21. Azwar Saifuddin. Sikap Manusia Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2016.
22. Destiyowati. Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Terhadap ODHA
Di Puskesmas Tuminting Kota Manado; 2015.
23. Ossie Sosodoro dkk. Hubungan Pengetahuan Tentang HIV/AIDS
Dengan Stigma Orang Dengan HIV/AIDS Di Kalangan Pelajar SMA
DI SURAKARTA; 2012.
24. Agung Waluyo. Persepsi Perawat dan Keluarga Pasien Tentang
Pengetahuan yang Diperlukan Untuk Merawat ODHA Di Rumah
Sakit dan Di Rumah; 2013.
25. Akmal Zakiah Sari. Efektivitas Pelatihan Konselor Teman Sebaya
Dalam Meningkatkan Pengetahuan Mengenai HIV/AIDS, SIKAP
Terhadap ODHA Dan Sikap Tehadap Seks Pranikah; 2015.

ABSTRAK

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP MASYARAKAT


TERHADAP ODHA DI LINGKUNGAN V KELURAHAN
PADANG BULAN MEDAN TAHUN 2017

FITRIANI SIREGAR
1601032462

Data dari Puskesmas Padang Bulan, pasien yang terkena HIV sebanyak 68
orang berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin. Dari 68 orang tersebut
terdapat 10 orang WPS, 8 orang waria, 41 orang LSL, dan 9 orang IDU, dimana
penderita terbanyak adalah pria dengan kasus heteroseksual.
70

Desain penelitian ini menggunakan Analitik Korelasi dengan pendekatan


Cross Sectional. Populasi pada penelitian ini semua Kepala Keluarga yang ada di
Lingkungan V Kelurahan Padang Bulan dari Agustus 2017 yang berjumlah 75
Kepala Keluarga yang diambil sebagai sample dengan menggunakan teknik
simple random sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 75 responden pengetahuan baik
sebanyak 26,7% dan yang memiliki sikap positif yaitu 26,7%, responden yang
berpengetahuan cukup sebanyak 20,0% dan yang bersikap negatif yaitu sebanyak
20,0% sedangkan responden yang berpengetahuan kurang 53,3% dan yang
bersikap negatif 53,3%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa uji statistic
dengan menggunakan korelasi Chi-Square diperoleh nilai signifikan atau
probabilitas p = 0,000 < 0,05 yang artinya terdapat hubungan yang signifikan.
Kesimpulan bahwa hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara
Pengetahuan Dengan Sikap Masyarakat terhadap ODHA di Lingkungan V
Kelurahan Padang Bulan Medan Tahun 2017. Disarankan untuk kedepannya bisa
bekerja sama dengan fasilitas kesehatan dan para tenaga kesehatan untuk bisa
melakukan penyuluhan-penyuluhan pada masyarakat khususnya penyuluhan
tentang HIV.

Kata Kunci : Pengetahuan dan Sikap, ODHA

ABSTRACT

THE RELATIONSHIP OF SOCIETY’S KNOWLEDGE AND ATTITUDE ON


ODHA IN THE ENVIRONMENTAL V PADANG BULAN

VILLAGE MEDAN 2017

FITRIANI SIREGAR
71

1601032462

Data from the Padang Bulan Health Centre, 68 HIV-infected patients by


age group and gender. Of the 68 people, there were 10 WPS, 8 transsexuals, 41
MSM, and 9 IDUs, of whom the highest number were men with heterosexual
cases.

This research design was Correlation Analysis with Cross Sectional


approach. The population in this study were all head of household in environment
V Padang Bulan urban village from August 2017 which amounted to 75 heads of
family taken as sample by using simple random sampling technique.

The results showed that 75 respondents good knowledge as much as


26.7% and who have a positive attitude that is 26.7%, respondents who have
enough knowledge as much as 20.0% and who behave negatively as much as
20.0% while less knowledgeable respondents 53, 3% and the negative 53.3%. The
results showed that the statistical test using Chi-Square correlation obtained
significant value or probability p = 0,000 <0,05 which means there is a
significant relationship.

The conclusion that the result of the research showed that there is a
correlation between Knowledge with Public Attitudes toward PLWHA in
Environment V Padang Bulan Urban Village in 2017. It is suggested that in the
future it can work together with health facilities and health workers to be able to
conduct counseling to the community, especially counseling about HIV.

Keywords: Knowledge and Attitude, ODHA

The Legitimate Right by:

Helvetia Language Centre


72

Anda mungkin juga menyukai