Anda di halaman 1dari 32

1.

TRIASE

Triase Adalah Proses khusus Memilah dan memilih pasien berdasarkan beratnya
penyakit menentukan prioritas perawatan gawat medik serta prioritas transportasi.
artinya memilih berdasarkan prioritas dan penyebab ancaman hidup.

Triase/Triage merupakan suatu sistem yang digunakan dalam mengidentifikasi


korban dengan cedera yang mengancam jiwa untuk kemudian diberikan prioritas
untuk dirawat atau dievakuasi ke fasilitas kesehatan.

Tujuan Triase perawatan gawat darurat

1. Identifikasi cepat korban yang memerlukan stabilisasi segera, Ini lebih ke


perawatan yang dilakukan di lapangan.

2. Identifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan dengan pembedahan

3. Untuk mengurangi jatuhnya korban jiwa dan kecacatan. Inilah tiga alasan dan
tujuan dilakukannya triase gawat darurat PPGD

Prinsip-prinsip Triase dan Tata cara melakukan Triase

Triase dilakukan berdasarkan observasi Terhadap 3 hal, yaitu :

1. Pernafasan ( respiratory)
2. Sirkulasi (perfusion)
3. Status Mental (Mental State)

Dalam pelaksanaannya biasanya dilakukan Tag label Triase (Label Berwarna)


yang dipakai oleh petugas triase untuk mengidentifikasi dan mencatat kondisi
untuk tindakan medis terhadap korban.
Pengelompokan Triase berdasarkan Tag label

1. Prioritas Nol (Hitam)


Pasien meninggal atau cedera Parah yang jelas tidak mungkin untuk diselamatkan.
pengelompokan label Triase

2. Prioritas Pertama (Merah)


Penderita Cedera berat dan memerlukan penilaian cepat dan tindakan medik atau
transport segera untuk menyelamatkan hidupnya. Misalnya penderita gagal nafas,
henti jantung, Luka bakar berat, pendarahan parah dan cedera kepala berat.

3. Prioritas kedua (kuning)


Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera dan tingkat yang kurang berat
dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. misalnya
cedera abdomen tanpa shok, Luka bakar ringan, Fraktur atau patah tulang tanpa
Shok dan jenis-jenis penyakit lain.

4. Prioritas Ketiga (Hijau)


Pasien dengan cedera minor dan tingkat penyakit yang tidak membutuhkan
pertolongan segera serta tidak mengancam nyawa dan tidak menimbulkan
kecacatan.
Klasifikasi Triase
Triase di tempat
Dilakukan Di tempat korban di temukan atau pada tempat penampungan, triase ini
dilakukan oleh tim pertolongan pertama sebelum korban dirujuk ke tempat
pelayanan medik lanjutan.

Triase Medic
Dilakukan pada saat Korban memasuki Pos pelayanan medik lanjutan yang
bertujuan Untuk menentukan tingkat perawatan dan tindakan pertolongan yang di
butuhkan oleh korban. atau triase ini sering disebut dengan Triase Unit gawat
darurat

Triase Evakuasi
Triase ini ditunjukkan pada korban yang dapat dipindahkan pada rumah sakit yang
telah siap menerima korban. seperti Bencana massal contohnya Saat Tsunami,
Gempa bumi, atau bencana besar lain.
2. BANTUAN HIDUP DASAR

Resusitasi Jantung Paru (RJP)


Jika pada suatu keadaan ditemukan korban dengan penilaian dini terdapat
gangguan tersumbatnya jalan nafas, tidak ditemukan adanya nafas dan atau tidak
ada nadi, maka penolong harus segera melakukan tindakan yang dinamakan
dengan istilah BANTUAN HIDUP DASAR (BHD).

INDIKASI BHD :

1. Henti Napas : Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan
aliran udara pernapasan dari korban / pasien
2. Henti Jantung : Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal) merupakan
tanda awal akan terjadi henti jantung.

Langkah-langkah BHD :
A. Prosedur Dasar CPR
1. Pastikan keamanan penolong dan pasien
2. Nilai Respon klien

 Segera setelah aman

 Memeriksa korban dengan cara menepuk bahu “Are you all right ?”

 Hati-hati kemungkinan trauma leher

 Jangan pindahkan / mobilisasi pasien bila tidak perlu

3. Segera Berteriak Minta Pertolongan


4. Memperbaiki Posisi Pasien

 Posisi Supine

 Bila pasien tidak memberikan respon : tempatkan pd permukaan datar


dan keras

 Bila curiga cedera spinal; pindahkan pasien dengan cara: kepala, bahu
dan badan bergerak bersamaan (log roll / in-line)

5. MEMPERBAIKI POSISI PENOLONG


Posisi penolong : di samping pasien / di atas kepala (kranial) pasien

B. Survei Primer
- AIRWAY (JALAN NAFAS)
a. Pemeriksaan jalan nafas
Jangan lakukan head tilt sebelum pastikan tidak ada sumbatan jalannafas.
b. Membuka Jalan Nafas :
Head tild - Chin lif atau Jaw thrust
- BREATHING
Terdiri dari 2 tahap :
- Memastikan pasien tidak bernafas :
- Melihat (look), mendengar (listen), merasakan (feel) à <10 detik
APNEU, NAFAS ABNORMAL, NAFAS TIDAK ADEKUAT
1. Memberikan Bantuan Napas
2. Hembusan nafas : 2x hembusan nafas
3. Waktu/hembusan : 1,5-2 detik
4. Volume : 700-1000 ml (10 ml/kg BB) atau sampai terlihat dada pasien
mengembang.
Bila volume berlebihan dan laju inspirasi terlalu cepat → distensi
lambung
- Mulut ke mulut
- Mulut ke mask

EVALUASI :

 Jika mengalami kesulitan untuk memberikan nafas buatan yang efektif,


periksa apakah masih ada sumbatan di mulut pasien serta perbaiki posisi
tengadah kepala dan angkat dagu yang belum adekuat. Lakukan sampai
dapat dilakukan 2 kali nafas buatan yang adekuat.

 Bila pasien kembali bernafas spontan dan normal tetapi tetap belum sadar,
ubah posisi pasien ke posisi miring mantap, bila pasien muntah tidak
terjadi aspirasi .

 Waspada terhadap kemungkinan pasien mengalami henti nafas kembali,


jika terjadi segera terlentangkan pasien dan lakukan nafas buatan kembali.
- CIRCULATION
Pastikan tidak ada denyut jantung pada arteri karotis atau brakhialis (anak)
Memastikan ada tidaknya denyut jantung < 10 detik

 Lakukan Compresi 30 kali

 Pada 1/2 bawah mid sternum, diantara 2 putting susu dengan posisi
tangan menggunakan

metode “rib margin”

 Kedalaman kompresi jantung minimal 2 inci (5 cm)

 Kompresi Jantung Luar 30 kali ( satu atau 2 penolong) membutuhkan


waktu 18 detik

Kecepatan kompresi min. 100x/mnt

RJP Sebelum & Sesudah Intubasi

Sebelum intubasi
- Dewasa (>8 th) = Rasio 30 : 2 (utk 1 & 2 penolong)
- Khusus :Anak (1-8 th) dan Bayi (<1 th )
30 : 2 (1 penolong)
15 : 2 (2 penolong)

Setelah intubasi
- Kompresi 100 x/mnt
- Ventilasi 8 - 10 x/mnt
- 5 x siklus 30 :2 (= 2 mnt) à nilai ulang sirkulasi

- EVALUASI CIRCULATION, AIRWAY & BREATHING


 Sesudah 5 siklus ventilasi dan kompresi kemudin pasien dievaluasi
kembali.

 Jika tidak ada nadi karotis, dilakukan kembali kompresi dan bantuan nafas
dengan rasio 30:2.

 Jika ada nafas dan denyut nadi teraba letakan pasien pada posisi mantap.

 Jika tidak ada nafas tetapi nadi teraba, berikan bantuan nafas sebanyak 10
x/menit dan monitor nadi setiap 2 menit.

 Jika sudah terdapat pernafasan spontan dan adekuat serta nadi teraba, jaga
agar jalan nafas tetap terbuka.

Penting :
Setiap evaluasi dimulai dari sirkulasi :

Sirkulasi ( - ) : teruskan Kompresi + Ventilasi (5 siklus)


Sirk (+) Nafas (-) : nafas buatan 10 x/menit
Sirk (+) Nafas (+) : posisi sisi mantap, jaga jalan nafas

3. LINK KERJA DI IGD

 Dokter Spesialis/Konsulen

 Dokter umum/jaga bersertifikat ACLS/ATLS/GELS.

 Perawat bersertifikat PPGD/BTCLS.

 Dokter Muda

 Pasien

 Petugas Farmasi

 Petugas Radiologi
 Petugas Laboratorium

 Petugas Administrasi ( Pendaftaran dan Pembayaran )

 Petugas Ambulance

 Satpam

 Petugas Kebersihan

4. SOP PEMBERIAN OBAT


Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang
sebagai perawatan atau pengobatan bahkan pencegahan terhadap berbagai
gangguan yang terjadi di dalam tubuh.

Pada aspek obat ada beberapa istilah yang penting kita ketahui diantaranya: nama
generic yang merupakan nama pertama dari pabrik yang sudah mendapatkan
lisensi, kemudian ada nama resmi yang memiliki arti nama di bawah lisensi salah
satu publikasi yang resmi, nama kimiawi merupakan nama yang berasal dari
susunan zat kimianya seperti acetylsalicylic acid atau aspirin, kemudian nama
dagang ( trade mark) merupakan nama yang keluar sesuai dengan perusahaan atau
pabrik dalam menggunakan symbol seperti ecortin, bufferin, empirin, anlagesik,
dan lain-lain. Obat yang digunakan sebaiknya memenuhi berbagai standar
persyaratan obat diantaranya kemurnian, yaitu suatu keadaan yang dimiliki
obatkarena unsure keasliannya, tidak ada pencampuran dan potensi yang
baik.selain kemurnian, obat juga harus memiliki bioavailibilitas berupa
keseimbangan obat, keamanan, dan efektifitas

REAKSI OBAT

Sebagai bahan atau benda asing yang masuk kedalam tubuh obat akan bekerja
sesuai proses kimiawi, melalui suatu reaksi obat. Reaksi obat dapat dihitung
dalam satuan waktu paruh yakni suatu interval waktu yang diperlukan dalam
tubuh untuk proses eliminasi sehingga terjadi pengurangan konsentrasi setengah
dari kadar puncak obat dalam tubuh.
Adapun faktor yang mempengaruhi reaksi obat yaitu :

1. Absorbs obat
2. Distribusi obat
3. Metabolisme obat
4. Eksresi sisa

Ada 2 efek obat yakni efek teurapeutik dan efek samping.efek terapeutik adalah
obat memiliki kesesuaian terhadap efek yang diharapkan sesuai kandungan
obatnya seperti paliatif ( berefek untuk mengurangi gejala), kuratif ( memiliki
efek pengobatan) dan lain-lain. Sedangkan efek samping adalah dampak yang
tidak diharapkan, tidak bias diramal, dan bahkan kemungkinan dapat
membahayakan seperti adanya alerg, toksisitas ( keracunan), penyakit iatrogenic,
kegagalan dalam pengobatan, dan lain-lain.

PERSIAPANN PEMBERIAN OBAT


Ada 6 persyaratan sebelum pemberian obat yaitu dengan prinsip 6 benar :
1. Tepat Obat
Sebelum mempersipakan obat ketempatnya bidan harus memperhatikan
kebenaran obat sebanyak 3 kali yaitu ketika memindahkan obat dari tempat
penyimpanan obat, saat obat diprogramkan, dan saat mengembalikan ketempat
penyimpanan.

2. Tepat Dosis
Untuk menghindari kesalahan pemberian obat, maka penentuan dosis
harusdiperhatikan dengan menggunakan alat standar seperti obat cair harus
dilengkapi alat tetes, gelas ukur, spuit atau sendok khusus, alat untuk membelah
tablet dan lain-lain sehingga perhitungan obat benar untuk diberikan kepaad
pasien.

3. Tepat pasien
Obat yang akan diberikan hendaknya benar pada pasien yang diprogramkan
dengan cara mengidentifikasi kebenaran obat dengan mencocokkan nama, nomor
register, alamat dan program pengobatan pada pasien.

4. Tepat cara pemberian obat

5. Tepat waktu
Pemberian obat harus benar-benar sesuai dengna waktu yang dprogramkan ,
karena berhubungan dengan kerja obat yang dapat menimbulkan efek terapi dari
obat.

6. Tepat pendokumentasian

PERHITUNGAN DOSIS OBAT


Dosis pada Bayi dan Anak Balita
Pembagian dosis obat pada bayi dan anak balita dibedakan berdasarkan 2 standar,
yaitu berdasarkan luas permukaan tubuh dan berat badan.
1. Young
Da = n/ n +12 X Dd (mg) tidak untuk anak > 12 tahun

2. Dilling
Da = n / 20 + Dd ( mg )

3. Gaubius
Da = 1/12 + Dd ( mg ) ( untuk anak sampai umur 1 tahun )
Da = 1/8 + Dd ( mg ) ( untuk anak 1-2 tahun )
Da = 1/6 + Dd ( mg ) ( untuk anak 2-3 tahun )
Da = 1/ 4 + Dd ( mg ) ( untuk anak 3-4 tahun )
Da = 1/3 + Dd ( mg ) ( untuk anak 4 – 7 tahun )

4. Fried
Da = m/150 x Dd ( mg )
5. Sagel
Da = (13 w + 15)/100 + Dd ( mg ) ( umur 0 – 20 minggu )
Da = ( 8w + 7)/100 + Dd ( mg ) ( umur 20 – 52 minggu )
Da = ( 3w+ 12)/100 + Dd ( mg ) ( umur 1-9 minggu )

6. Clark
Da = w anak/ w dewasa x Dd

7. Berdasarkan area permukaan tubuh :


Dosis anak = area permukaan tubuh anak/ 1,7 mm2 X dosis dewasa normal

5. PROSEDURAL TINDAKAN DAN ALAT


1. Pemberian Obat per Oral
Merupakan cara pemberian obat melalui mulut dengan tujuan mencegah,
mengobati, mengurangi rasa sakit sesuai dengan efek terapi dari jenis obat.

Alat dan bahan :


1. Daftar buku obat
2. Obat dan tempatnya
3. Air minum ditempatnya

Prosedur kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. Baca obat, dengna berprinsip tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, tepat
waktu, tepat kerja, dan tepat pendokumentasian.
4. Bantu untuk meminumnya:
a) Apabila memberikan obat berbentuk tablet atau kapsul dari botol,
maka tuangkan jumlah yang dibutuhkan ke dalam tutup botol dan
pindahkan ke tempat obat. Jangan sentuh obat dengan tangan. Untuk
obat berupa kapsul jangan dilepaskan pembungkusnya.
b) Kaji kesulitan menelan, bila ada jadikan tablet dalam bentuk bubuk
dan campur dengan minuman
c) Kaji denyut nadi dna tekanan darah sebelum pemberian obat yang
membutuhkan pengkajian.
5. Catat perubahan, reaksi terhadap pemberian obat dan evaluasi respon
terhadap obat dengan mencatat hasilpemberian obat
6. Cuci tangan
2. Pemberian Obat via Jaringan Intrakutan
Merupakan cara memberikan atau memasukkan obat ke dalam jaringan kulit
dengan tujuan untuk melakukan tes terhadap reaksi alergi jenis obat yang akan
digunakan. Pemberian obat melalui jaringan intrakutan ini dilakukan dibawah
dermis atau epidermis, secara umum dilakukan pada daerah lengan tangan bagian
ventral.
Alat dan bahan:
1. Daftar buku obat / catatan, jadual pemberian obat
2. Obat dalam tempatnya
3. Spuit 1 cc / spuit insulin
4. Kapas alcohol dalam tempatnya
5. Cairan pelarut
6. Bak steril dilapisi kasa steril ( tempat spuit )
7. Bengkok
8. Perlak dan alasnya
9. Jarum cadangan
Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prsedur yang akan dilakukan
3. Bebaskan daerah yang kan disuntik, bila menggunakan bau lengan panjang
buka dan keataskan
4. Pasang perlak atau pengalas ibawah bagian yang akan disuntik
5. Ambil obat untuk tes alergi kemudian larutkan / encerkan dengan aquades
( cairan pelarut) kemudian ambil 0.5 cc dan encerkan lagi sampai kurang lebih 1
cc, dan siapkan pada bak instrument atau injeksi.
6. Desinfeksi dengan kapas alcohol pada daerah yang akan dilakukan suntikan
7. Tegangkan dengan tangan kiri atau daerah yang akan disuntik
8. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan sudut 15-20
derajat dengan permukaan kulit.
9. Semprotkan obat hingga terjadi gelembung
10. Tarik spuit dan tidak boleh dilakukan masase
11. Catat reaksi pemberian
12. Cuci tangan dan catat hasil pemberina obat / test obat, tanggal, waktu, dan jnis
obat.
3. Pemberian Obat via Jaringan Subkutan
Merupakan cara memberikan obat melalui suntikan dibawah kulit yang dapat
dilakukan pada daerah lengan atas sebelah luar atau 1/3 bagian dari bahu, paha
sebelah luar, daerah dada, dan daerah sekitar umbilicus ( abdomen ). Pemberian
obat melalui subkutan ini biasanya dilakukan dalam program pemberian insulin
yang digunakan untuk mengontrol kadar gula darah. Pemberian insulin terdapat 2
tipe larutan : yaitu jernih dan keruh. Larutan jernih dimaksudkan sebagai insulin
tipe reaksi cepat ( insulin regular ) dan larutan yang keruh karena adanya
penambahan protein sehingga memperlambat absorbs obat atau juga termasuk tipe
lambat.
Alat dan bahan :
1. Daftar buku obat / catatan, jadual pemberian obat
2. Obat dalam tempatnya
3. Spuit insulin
4. Kapas alcohol dalam tempatnya
5. Cairan pelarut
6. Bak injeksi
7. Bengkok
8. Perlak dan alasnya

Prosedur Kerja:
Cuci tangan
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2. Bebaskan daerah yang akan disuntik, bila menggunakan bau lengan
panjang buka dan ke ataskan
3. Pasang perlak atau pengalas di bawah bagian yang akan disuntik
4. Ambil obat untuk dalam tempatnya sesuai dosis yang akan diberikan
setelah itu tempatka pada bak injeksi.
5. Desinfeksi dengan kapas alcohol pada daerah yang akan dilakukan
suntikan
6. Tegangkan dengan tangan kiri ( daerah yang akan dilakukan suntikan
subkutan)
7. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan sudut 45
derajat dengan permukaan kulit.
8. Lakukan aspirasi, bila tidak ada darah semprotkan obat perlahan-lahan
hingga habis.
9. Tarik spuit dan tahan dengan kapas alcohol dan spuit yang telah dipakai
masukkan kedalam bengkok.
10. Catat reaksi pemberian dan catat hasil pemberina obat / test obat, tanggal,
waktu, dan jenis obat.
11. Cuci tangan

4. Pemberian Obat Intravena Langsung


Cara Pemberian obat melalui vena secara langsung, diantaranya vena mediana
cubiti / cephalika ( lengan ), vena saphenosus ( tungkai ), vena jugularis ( leher ),
vena frontalis / temporalis ( kepala ), yang bertujuan agar reaksi cepat dan
langsung masuk pada pembuluh darah.
Alat dan bahan :
1. Daftar buku obat / catatan, jadual pemberian obat
2. Obat dalam tempatnya
3. Spuit 1 cc / spuit insulin
4. Kapas alcohol dalam tempatnya
5. Cairan pelarut
6. Bak steril dilapisi kasa steril ( tempat spuit )
7. Bengkok
8. Perlak dan alasnya
9. Karet pembendung

Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. Bebaskan daerah yang akan disuntik, bila menggunakan bau lengan
panjang buka dan ke ataskan
4. Ambil obat dalam tempatnya dengna spuit sesuai dengan dosis yang akan
disuntikan. Apabila obat berada dalam sediaan bubuk, maka larutkan dengna
larutan pelarut ( aquades)
5. Pasang perlak atau pengalas di bawah bagian vena yang akan disuntik
6. Kemudian tampatkan obat yang telah diambil pada bak injeksi
7. Desinfeksi dengan kapas alcohol
8. Lakukan pengikatan dengan karet pembendung ( tourniquet ) pada bagian
atas daerah yang akan dilakukan pemberian obat atau tegangkan dengan tangan /
minta bantuan atau membendung diatas vena yang akan dilakukan penyuntikan
9. Ambil spuit yang berisi obat
10. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan
memasukkan ke pembuluh darah
11. Lakukan aspirasi bila sudah ada darah lepaskan karet pembendung dan
langsung semprotkan obat hingga habis
12. Setelah selesai ambil spuit dengan menarik dan lakukan penekanan pada
daerah penusukan dengan kapas alcohol , dan spuit yang telah digunakan letakkan
ke dalam bengkok.
13. Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pemberian obat
14. Cuci tangan.

5. Pemberian Obat Intravena Tidak Langsung ( via Wadah )


Merupakan cara memberikan obat dengan menambahkan atau memasukkan obat
kedalam wadah cairan intravena yang bertujuan untuk meminimalkan efek
samping dan mempertahankan kadar terapetik dalam darah.
Alat dan bahan :
1. Spuit dan jarum sesuai dengan ukuran
2. Obat dalam tempatnya
3. Wadah cairan ( kantong / botol )
4. Kapas alcohol dalam tempatnya
Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. Bebaskan daerah yang akan disuntik, bila menggunakan bau lengan
panjang buka dan ke ataskan
4. Cari tempat penyuntikan obat pada daerah kantong
5. Lakukan desinfeksi dengan kapas alcohol dan stop aliran.
6. Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus
bagian tengah dan masukkan obat perlahan-lahan ke dalam kantong / wadah
cairan.
7. Setelah selesai tarik spuit dan campur dengan membalikkan kantong cairan
dengan perlahan-lahan dari satu ujung ke ujung lain.
8. Periksa kecepatan infus.
9. Cuci tangan
10. Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pmberian obat
6. Pemberian Obat Intravena Melalui Selang
Alat dan bahan :
1. Spuit dan jarum sesuai ukuran
2. Obat dalam tempatnya
3. Selang intravena
4. Kapas alcohol
Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan
2. Jelakan prosedur yang akan dilakukan
3. Periksa identitas pasien dan ambil obat kemudian masukkan ke dalam
spuit.
4. Cari tempat penyuntikan obat pada daerah selang intravena
5. Lakukan desinfeksi dengan kapas alcohol dan stop aliran
6. Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus
bagian tengah dan masukkan obat perlahan-lahan ke dalam selang intravena.
7. Setelah selesai tarik spuit.
8. Periksa kecepatan infuse dan observasi reaksi obat
9. Cuci tangan
10. Catat obat yang elah diberikan dan dosisnya

7. Pemberian Obat per Intramuskuler


Merupakan cara memasukkan obat ke dalam jaringan otot. Lokasi penyuntikan
dapat pada daerah paha ( vastus lateralis ), ventrogluteal (dengan posisi
berbaring), dorsogluteal ( posisi tengkurap ), atau lengan atas ( deltoid).
Tujuannya agar absorbs lebih cepat.
Alat dan bahan :
1. Daftar buku obat/ catatan, jadual pemberian obat
2. Obat dalam tempatnya
3. Spuit sesuai dengan ukuran, jarum sesuai dengan ukuran : dewasa panjang
2,5-3,75 cm, anak panjang : 1,25-2,5cm.
4. Kapas alcohol dalam tempatnya
5. Cairan pelarut
6. Bak injeksi
7. Bengkok
Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. Ambil obat kemudian masukkan kedalam spuit sesuai dengan dosis setelah
itu letakkan pada bak injeksi
4. Periksa tempat yang akan dilakukan penyuntikan ( lihat lokasi
penyuntikan ).
5. Desinfeksi dengan kapas alcohol pada tempat yang akan dilakukan
penyuntikan
6. Lakukan penyuntikan:
a. Pada daerah paha ( vastus lateralis ) dengan cara anjurkan pasien untuk
berbaring terlentang dengan lutut sedikit fleksi
b. Pada ventrogluteal dengan cara anjurkan pasien utnuk miring, tengkurap
atau terlentang dengan lutut dan pinggul pada sisi yang akan dilakukan
penyuntikan dalam keadaan fleksi
c. Pada daerah dorsogluteal dengan cara anjurkan pasien untuk tengkurap
dengan lutut di putar kearah dalam atau miring dengan lutut bagian atats
pinggul fleksi dan diletakkan di depan tungkai bawah pada daerah deltoid
( lengan atas ) dengan cara anjurkan pasien untuk duduk atau berbaring
mendatar lengan atas fleksi.

7. Lakukan penusukkan dengan posisi jarum tegak lurus


8. Setelah jarum masuk lakukan aspirasi spuit bila tidak ada darah semprotkan
obat secara perlahan-lahan hingga habis
9. Setelah selesai ambil spuit dengan menarik spuit dan tekan daerah penyuntikan
dengan kapas alcohol, kemudian spuit yang telah digunakan letakkan pada
bengkok.
10. Catat reaksi pemberian, jumlah dosis, dan waktu pemberian
11. Cuci tangan
6. KOMUNIKASI EFEKTIF DAN EFISIEN

Pengertian Komunikasi.
Sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain
melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang
dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau informasi. (Komaruddin, 1994;
Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994; Koontz &Weihrich, 1988).
Proses Komunikasi.
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana
dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh
penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu (Hardjana, 2003)

RUANG LINGKUP
Unsur Komunikasi.
Komunikasi terdiridari beberapa unsure :
1. Sumber / komunikator (dokter, perawat, petugas kesehatan lain, petugas
administrasi, kasir, dll)

2. Isi pesan.

3. Media/saluran (Elektronik, Lisan dan Tulisan).

4. Penerima/komunikan (pasien, keluarga pasien, perawat, dokter, petugas


admission).

Sumber / Komunikator.
Sumber (yang menyampaikan informasi) : adalah orang yang menyampaikan isi
pernyataannya kepada penerima. Hal-hal yang menjadi tanggung jawab pengirim
pesan adalah mengirim pesan dengan jelas, memilih media yang sesuai, dan meminta
kejelasan apakah pesan tersebut sudah di terima dengan baik. Komunikator yang baik
adalah komunikator yang menguasai materi, pengetahuannya luas dan dalam tentang
informasi yang disampaikan, cara berbicaranya jelas dan menjadi pendengar yang
baik saat dikonfirmasi oleh si penerima pesan (komunikan).

Isi Pesan (Apa Yang Disampaikan).


Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu disesuaikan dengan tujuan komunikasi,
media penyampaian, penerimanya.
Media.
Media berperan sebagai jalan atau saluran yang dilalui isi pernyataan yang
disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan penerima. Berita dapat
berupa berita lisan, tertulis, atau keduanya sekaligus. Pada kesempatan tertentu,
media dapat tidak digunakan oleh pengirim yaitu saat komunikasi berlangsung atau
tatap muka dengan efek yang mungkin terjadi berupa perubahan sikap.
Penerima / Komunikan.
Penerima berfungsi sebagai penerima berita. Dalam komunikasi, peran pengirim dan
penerima bergantian sepanjang pembicaraan. Tanggung jawab penerima adalah
berkonsentrasi untuk menerima pesan dengan baik dan memberikan umpan balik
kepada pengirim.Umpan balik sangat penting sehingga proses komunikasi
berlangsung dua arah. (konsil kedokteran Indonesia, hal.8).
Pemberi/komunikator yang baik adalah pada saat melakukan proses umpan balik,
diperlukan kemampuan dalam hal-hal berikut (konsil kedokteran Indonesia, hal 42):
1. Cara berbicara (talking), termasuk cara bertanya (kapan menggunakan pertanyaan
tertutup dan kapan memakai pertanyaan terbuka), menjelaskan, klarifikasi,
paraphrase, intonasi.

2. Mendengar (listening),termasuk memotong kalimat.

3. Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang tersirat di balik yang
tersurat (bahasa non verbal dibalik ungkapan kata/kalimatnya, gerak tubuh).

4. Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa tubuh) agar tidak
menggangu komunikasi, misalnya karena komunikan keliru mengartikan gerak tubuh,
raut tubuh, raut muka, dan sikap komunikator.
Sifat Komunikasi.
Komunikasi itu bisa bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (Pelayanan promosi).
Komunikasi Yang Bersifat Infomasi Asuhan Didalam Rumah Sakit.
a. Jam pelayanan.

b. Pelayanan yang tersedia.

c. Cara mendapatkan pelayanan.


d. Sumber alternative mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika
kebutuhan asuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit.

Akses informasi inidapat di peroleh melalui Customer Service, Admission, dan


Website.
Komunikasi Yang Bersifat Edukasi (Pelayanan Promosi).
a. Edukasi tentang obat. (Lihat pedoman pelayanan farmasi).

b. Edukasi tentang penyakit. (Lihat Pedoman Pasien).


c. Edukasi pasien tentang apa yang harus di hindari. (Lihat Pedoman Pelayanan,
Pedoman Fisioterapi).

d. Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan qualitas
hidupnya pasca dari rumah sakit. (Lihat Pedoman Pelayanan, Pedoman Gizi,
Pedoman Fisioterapi, Pedoman Farmasi).

e. Edukasi tentangGizi. (Lihat Pedoman Gizi).

Akses untuk mendapatkan edukasi ini bias melalui medical information dan nantinya
akan menjadi sebuah unit PKRS (Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit).
KomunikasiYang Efektif.
Komunikasi efektif adalah : tepat waktu, akurat, jelas, dan mudah dipahami oleh
penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan (kesalahpahaman).
Prosesnya adalah :
1. Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan, setelah itu dituliskan secara lengkap
isi pesantersebut oleh si penerima pesan.

2. Isi pesan dibacakan kembali (Read Back) secara lengkap oleh penerima pesan.

3. Penerima pesan mengkonfirmasi isi pesan kepada pemberi pesan.


Komunikasi SBAR.
Khusus untuk pelaporan kondisi pasien oleh petugas kesehatan kepada dokter melalui
telepon, rumah sakit mengadop system komunikasi SBAR (singkatan dari Situation,
Background, Assessment, Recommendation) yang prosesnya adalah :
1. Situation.
Petugas pelapor menyebutkan salam, identitas pelapor dan asal ruang perawatan,
identitas pasien, dan alasan untuk melaporkan kondisi pasien, secara subyektif dan
obyektif.
2. Background.
Petugas pelapor menyebutkan : latar belakang pasien, yaitu Riwayat Penyakit
Sekarang (RPS), alasan pasien dirawat inap (bila rawat inap), pengelolaan pasien
yang sudah berjalan, dan terapi yang diterima pasien sampai saat itu (yang
signifikan).
3. Assessment.
Pelapor menyebutkan penilaian kondisi pasien menurut dirinya (bila ada).
4. Recommendation.
Pelapor menyebutkan rekomendasi untuk pasien tersebut menurut pelapor (bila ada).
5. Konfirmasi Ulang.
Catat hasil pembicaraan pada secarik kertas, sebutkan ulang kepada pihak yang
dilapori, bila benar, pihak yang dilapori menyatakan setuju dengan hasil tersebut.
Pembicaraan selesai.

Komunikasi Saat Memberikan Edukasi Kepada Pasien & Keluarganya


Berkaitan Dengan Kondisi Kesehatannya.
Prosesnya :
Tahap asesmen pasien : Sebelum melakukan edukasi, petugas menilai dulu kebutuhan
edukasi pasien & keluarga berdasarkan : (data ini didapatkan dari RM):
1. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.

2. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan.

3. Hambatan emosional dan motivasi. (emosional: Depresi, senang dan marah)

4. Keterbatasan fisik dan kognitif.


5. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.

Tahap cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif. Setelah melalui tahap
asesmen pasien, ditemukan :
1. Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses
komunikasinya mudah disampaikan.

2. Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu dan tuna
wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet kepada pasien dan
keluarga sekandung (istri, anak, ayah, ibu, atau saudara sekandung) dan
menjelaskannya kepada mereka.

3. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien (pasien
marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan materi
edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet. Apabila pasien tidak mengerti
materi edukasi, pasien bias menghubungi medical information.

Tahap Cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi
yang diberikan:
1. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi pasien
baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah : menanyakan kembali
edukasi yang telah diberikan.
2. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, pasiennya
mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan pihak keluarganya
dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-
kira apa yang bpk/ibu bias pelajari ?”.

3. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada hambatan
emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan tanyakan kembali
sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi yang diberikan dan pahami.
Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau dating langsung ke kamar pasien setelah
pasien tenang.
Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang
disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Dengan pasien mengikuti
semua arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses penyembuhan
pasien.
Setiap petugas dalam memberikan informasi dan edukasi pasien, wajib untuk mengisi
formulir edukasi dan informasi, dan ditandatangani kedua belah pihak antara dokter
dan pasien atau keluarga pasien. Hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa pasien dan
keluarga pasien sudah diberikan edukasi dan informasi yang benar.

7. PERILAKU BAIK DAN TANGGUNG JAWAB MORAL

Menunjukan perilaku bertanggunggugat terhadap praktik professional :


a). Dapat menjelaskan alasan secara ilmiah pada setiap tindakan yang dilakukan
b). Mengetahui batasan kemampuan sehingga tidak melakukan tindakan diluar
batas kemampuannya
c). Merujuk / mengkonsultasikan kepada yang lebih ahli (dokter spesialis dengan
kompetensi lebih tinggi /tingkat kepakarannya)
Melaksanakan praktik kedokteran berdasarkan kode etik kedokteran Indonesia
dan memperhatikan budaya :
a). Memahami issue etik dan hukum pada perawatan intensif
b). Menghormati hak privasi klien /pasien
c). Dapat memberi penjelasan tentang hak-hak klien / pasien
d). Tidak menyebarkan informasi kesehatan klien / pasien kepada yang tidak
berhak
e). Mengembangkan praktik keperawatan untuk dapat memenuhi rasa aman dan
menghargai martabat klien /pasien
f). Memberikan asuhan keperawatan dengan memperhatikan adat istiadat dan
budaya klien /pasien
Melaksanakan praktik secara legal
a). Melaksanakan praktik sesuai dengan kebijakan local dan nasional
b). Menujukan tindakan yang sesuai dengan regulasi yang berlaku terkait praktik
keperawatan / dannkode etik kedokteran.
- Memikul tanggungjawab pelayanan pasien/ keluarga/ masyarakat sesuai
dengan kewenangan yang diberikan
- Membuat keputusan profesional dalam pelayanan pasien/ keluarga/
masyarakat secara memadai dengan memanfaatkan layanan diagnosis dan
konsultasi.
- Tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan atau fungsinya (by
function). Artinya keputusan yang diambil dan hasil dari pekerjaan
tersebut harus baik dan sesuai standar profesi, efisien, dan efektif.
- Tanggung jawab terhadap dampak atau akibat dari tidakan dalam
pelaksanaan profesi (by profession) tersebut terhadap dirinya, rekan kerja
dan profesi, organisasi/perusahaan, dan masyarakat umum lainnya.
Selanjutnya keputusan atau hasil pekerjaan itu dapat memberikan manfaat
dan berguna bagi dirinya dan pihak lain. Prinsipnya, seorang profesional
harus berbuat baik (beneficence) dan tidak berbuat suatu kejahatan (non
maleficence).

8. BATASAN KOMPETENSI

Standar Kompetensi Dokter Indonesia Daftar Keterampilan


Klinis

Pendahuluan Keterampilan klinis perlu dilatihkan sejak awal hingga akhir


pendidikan dokter secara berkesinambungan. Dalam melaksanakan praktik,
lulusan dokter harus menguasai keterampilan klinis untuk mendiagnosis maupun
melakukan penatalaksanaan masalah kesehatan. Daftar Keterampilan Klinis ini
disusun dari lampiran Daftar Keterampilan Klinis SKDI 2006 yang kemudian
direvisi berdasarkan hasil survei dan masukan dari pemangku kepentingan. Data
yang terkumpul kemudian dianalisis dan divalidasi dengan metode focus group
discussion (FGD) dan nominal group technique (NGT) bersama para dokter dan
pakar yang mewakili pemangku kepentingan. Kemampuan klinis di dalam
standar kompetensi ini dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan
berkelanjutan dalam rangka menyerap perkembangan ilmu dan teknologi
kedokteran yang diselenggarakan oleh organisasi profesi atau lembaga lain yang
diakreditasi oleh organisasi profesi, demikian pula untuk kemampuan klinis lain di
luar standar kompetensi dokter yang telah ditetapkan. Pengaturan pendidikan dan
pelatihan kedua hal tersebut dibuat oleh organisasi profesi, dalam rangka
memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang terjangkau dan berkeadilan (pasal
28 UU Praktik Kedokteran no.29/2004).

Tujuan Daftar Keterampilan Klinis ini disusun dengan tujuan untuk


menjadi acuan bagi institusi pendidikan dokter dalam menyiapkan sumber daya
yang berkaitan dengan keterampilan minimal yang harus dikuasai oleh lulusan
dokter layanan primer.

Sistematika Daftar Keterampilan Klinis dikelompokkan menurut sistem


tubuh manusia untuk menghindari pengulangan. Pada setiap keterampilan klinis
ditetapkan tingkat kemampuan yang harus dicapai di akhir pendidikan dokter
dengan menggunakan Piramid Miller (knows, knows how, shows, does). Gambar
3 menunjukkan pembagian tingkat kemampuan menurut Piramida Miller dan
alternatif cara mengujinya pada mahasiswa.

Tingkat kemampuan 1 (Knows): Mengetahui dan menjelaskan Lulusan


dokter mampu menguasai pengetahuan teoritis termasuk aspek biomedik dan
psikososial keterampilan tersebut sehingga dapat menjelaskan kepada pasien/klien
dan keluarganya, teman sejawat, serta profesi lainnya tentang prinsip, indikasi,
dan komplikasi yang mungkin timbul. Keterampilan ini dapat dicapai mahasiswa
melalui perkuliahan, diskusi, penugasan, dan belajar mandiri, sedangkan
penilaiannya dapat menggunakan ujian tulis.
Tingkat kemampuan 2 (Knows How): Pernah melihat atau
didemonstrasikan Lulusan dokter menguasai pengetahuan teoritis dari
keterampilan ini dengan penekanan pada clinical reasoning dan problem solving
serta berkesempatan untuk melihat dan mengamati keterampilan tersebut dalam
bentuk demonstrasi atau pelaksanaan langsung pada pasien/masyarakat. Pengujian
keterampilan tingkat kemampuan 2 dengan menggunakan ujian tulis pilihan
berganda atau penyelesaian kasus secara tertulis dan/atau lisan (oral test).

Tingkat kemampuan 3 (Shows): Pernah melakukan atau pernah


menerapkan di bawah supervisi Lulusan dokter menguasai pengetahuan teori
keterampilan ini termasuk latar belakang biomedik dan dampak psikososial
keterampilan tersebut, berkesempatan untuk melihat dan mengamati keterampilan
tersebut dalam bentuk demonstrasi atau pelaksanaan langsung pada
pasien/masyarakat, serta berlatih keterampilan tersebut pada alat peraga dan/atau
standardized patient. Pengujian keterampilan tingkat kemampuan 3 dengan
menggunakan Objective Structured Clinical Examination (OSCE) atau Objective
Structured Assessment of Technical Skills (OSATS)

Tingkat kemampuan 4 (Does): Mampu melakukan secara mandiri


Lulusan dokter dapat memperlihatkan keterampilannya tersebut dengan
menguasai seluruh teori, prinsip, indikasi, langkah-langkah cara melakukan,
komplikasi, dan pengendalian komplikasi. Selain pernah melakukannya di bawah
supervisi, pengujian keterampilan tingkat kemampuan 4 dengan menggunakan
Workbased Assessment misalnya mini-CEX, portfolio, logbook, dsb.

4A. Keterampilan yang dicapai pada saat lulus dokter 4B. Profisiensi
(kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/atau Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan (PKB)

Anda mungkin juga menyukai