TRIASE
Triase Adalah Proses khusus Memilah dan memilih pasien berdasarkan beratnya
penyakit menentukan prioritas perawatan gawat medik serta prioritas transportasi.
artinya memilih berdasarkan prioritas dan penyebab ancaman hidup.
3. Untuk mengurangi jatuhnya korban jiwa dan kecacatan. Inilah tiga alasan dan
tujuan dilakukannya triase gawat darurat PPGD
1. Pernafasan ( respiratory)
2. Sirkulasi (perfusion)
3. Status Mental (Mental State)
Triase Medic
Dilakukan pada saat Korban memasuki Pos pelayanan medik lanjutan yang
bertujuan Untuk menentukan tingkat perawatan dan tindakan pertolongan yang di
butuhkan oleh korban. atau triase ini sering disebut dengan Triase Unit gawat
darurat
Triase Evakuasi
Triase ini ditunjukkan pada korban yang dapat dipindahkan pada rumah sakit yang
telah siap menerima korban. seperti Bencana massal contohnya Saat Tsunami,
Gempa bumi, atau bencana besar lain.
2. BANTUAN HIDUP DASAR
INDIKASI BHD :
1. Henti Napas : Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan
aliran udara pernapasan dari korban / pasien
2. Henti Jantung : Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal) merupakan
tanda awal akan terjadi henti jantung.
Langkah-langkah BHD :
A. Prosedur Dasar CPR
1. Pastikan keamanan penolong dan pasien
2. Nilai Respon klien
Memeriksa korban dengan cara menepuk bahu “Are you all right ?”
Posisi Supine
Bila curiga cedera spinal; pindahkan pasien dengan cara: kepala, bahu
dan badan bergerak bersamaan (log roll / in-line)
B. Survei Primer
- AIRWAY (JALAN NAFAS)
a. Pemeriksaan jalan nafas
Jangan lakukan head tilt sebelum pastikan tidak ada sumbatan jalannafas.
b. Membuka Jalan Nafas :
Head tild - Chin lif atau Jaw thrust
- BREATHING
Terdiri dari 2 tahap :
- Memastikan pasien tidak bernafas :
- Melihat (look), mendengar (listen), merasakan (feel) à <10 detik
APNEU, NAFAS ABNORMAL, NAFAS TIDAK ADEKUAT
1. Memberikan Bantuan Napas
2. Hembusan nafas : 2x hembusan nafas
3. Waktu/hembusan : 1,5-2 detik
4. Volume : 700-1000 ml (10 ml/kg BB) atau sampai terlihat dada pasien
mengembang.
Bila volume berlebihan dan laju inspirasi terlalu cepat → distensi
lambung
- Mulut ke mulut
- Mulut ke mask
EVALUASI :
Bila pasien kembali bernafas spontan dan normal tetapi tetap belum sadar,
ubah posisi pasien ke posisi miring mantap, bila pasien muntah tidak
terjadi aspirasi .
Pada 1/2 bawah mid sternum, diantara 2 putting susu dengan posisi
tangan menggunakan
Sebelum intubasi
- Dewasa (>8 th) = Rasio 30 : 2 (utk 1 & 2 penolong)
- Khusus :Anak (1-8 th) dan Bayi (<1 th )
30 : 2 (1 penolong)
15 : 2 (2 penolong)
Setelah intubasi
- Kompresi 100 x/mnt
- Ventilasi 8 - 10 x/mnt
- 5 x siklus 30 :2 (= 2 mnt) à nilai ulang sirkulasi
Jika tidak ada nadi karotis, dilakukan kembali kompresi dan bantuan nafas
dengan rasio 30:2.
Jika ada nafas dan denyut nadi teraba letakan pasien pada posisi mantap.
Jika tidak ada nafas tetapi nadi teraba, berikan bantuan nafas sebanyak 10
x/menit dan monitor nadi setiap 2 menit.
Jika sudah terdapat pernafasan spontan dan adekuat serta nadi teraba, jaga
agar jalan nafas tetap terbuka.
Penting :
Setiap evaluasi dimulai dari sirkulasi :
Dokter Spesialis/Konsulen
Dokter Muda
Pasien
Petugas Farmasi
Petugas Radiologi
Petugas Laboratorium
Petugas Ambulance
Satpam
Petugas Kebersihan
Pada aspek obat ada beberapa istilah yang penting kita ketahui diantaranya: nama
generic yang merupakan nama pertama dari pabrik yang sudah mendapatkan
lisensi, kemudian ada nama resmi yang memiliki arti nama di bawah lisensi salah
satu publikasi yang resmi, nama kimiawi merupakan nama yang berasal dari
susunan zat kimianya seperti acetylsalicylic acid atau aspirin, kemudian nama
dagang ( trade mark) merupakan nama yang keluar sesuai dengan perusahaan atau
pabrik dalam menggunakan symbol seperti ecortin, bufferin, empirin, anlagesik,
dan lain-lain. Obat yang digunakan sebaiknya memenuhi berbagai standar
persyaratan obat diantaranya kemurnian, yaitu suatu keadaan yang dimiliki
obatkarena unsure keasliannya, tidak ada pencampuran dan potensi yang
baik.selain kemurnian, obat juga harus memiliki bioavailibilitas berupa
keseimbangan obat, keamanan, dan efektifitas
REAKSI OBAT
Sebagai bahan atau benda asing yang masuk kedalam tubuh obat akan bekerja
sesuai proses kimiawi, melalui suatu reaksi obat. Reaksi obat dapat dihitung
dalam satuan waktu paruh yakni suatu interval waktu yang diperlukan dalam
tubuh untuk proses eliminasi sehingga terjadi pengurangan konsentrasi setengah
dari kadar puncak obat dalam tubuh.
Adapun faktor yang mempengaruhi reaksi obat yaitu :
1. Absorbs obat
2. Distribusi obat
3. Metabolisme obat
4. Eksresi sisa
Ada 2 efek obat yakni efek teurapeutik dan efek samping.efek terapeutik adalah
obat memiliki kesesuaian terhadap efek yang diharapkan sesuai kandungan
obatnya seperti paliatif ( berefek untuk mengurangi gejala), kuratif ( memiliki
efek pengobatan) dan lain-lain. Sedangkan efek samping adalah dampak yang
tidak diharapkan, tidak bias diramal, dan bahkan kemungkinan dapat
membahayakan seperti adanya alerg, toksisitas ( keracunan), penyakit iatrogenic,
kegagalan dalam pengobatan, dan lain-lain.
2. Tepat Dosis
Untuk menghindari kesalahan pemberian obat, maka penentuan dosis
harusdiperhatikan dengan menggunakan alat standar seperti obat cair harus
dilengkapi alat tetes, gelas ukur, spuit atau sendok khusus, alat untuk membelah
tablet dan lain-lain sehingga perhitungan obat benar untuk diberikan kepaad
pasien.
3. Tepat pasien
Obat yang akan diberikan hendaknya benar pada pasien yang diprogramkan
dengan cara mengidentifikasi kebenaran obat dengan mencocokkan nama, nomor
register, alamat dan program pengobatan pada pasien.
5. Tepat waktu
Pemberian obat harus benar-benar sesuai dengna waktu yang dprogramkan ,
karena berhubungan dengan kerja obat yang dapat menimbulkan efek terapi dari
obat.
6. Tepat pendokumentasian
2. Dilling
Da = n / 20 + Dd ( mg )
3. Gaubius
Da = 1/12 + Dd ( mg ) ( untuk anak sampai umur 1 tahun )
Da = 1/8 + Dd ( mg ) ( untuk anak 1-2 tahun )
Da = 1/6 + Dd ( mg ) ( untuk anak 2-3 tahun )
Da = 1/ 4 + Dd ( mg ) ( untuk anak 3-4 tahun )
Da = 1/3 + Dd ( mg ) ( untuk anak 4 – 7 tahun )
4. Fried
Da = m/150 x Dd ( mg )
5. Sagel
Da = (13 w + 15)/100 + Dd ( mg ) ( umur 0 – 20 minggu )
Da = ( 8w + 7)/100 + Dd ( mg ) ( umur 20 – 52 minggu )
Da = ( 3w+ 12)/100 + Dd ( mg ) ( umur 1-9 minggu )
6. Clark
Da = w anak/ w dewasa x Dd
Prosedur kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. Baca obat, dengna berprinsip tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, tepat
waktu, tepat kerja, dan tepat pendokumentasian.
4. Bantu untuk meminumnya:
a) Apabila memberikan obat berbentuk tablet atau kapsul dari botol,
maka tuangkan jumlah yang dibutuhkan ke dalam tutup botol dan
pindahkan ke tempat obat. Jangan sentuh obat dengan tangan. Untuk
obat berupa kapsul jangan dilepaskan pembungkusnya.
b) Kaji kesulitan menelan, bila ada jadikan tablet dalam bentuk bubuk
dan campur dengan minuman
c) Kaji denyut nadi dna tekanan darah sebelum pemberian obat yang
membutuhkan pengkajian.
5. Catat perubahan, reaksi terhadap pemberian obat dan evaluasi respon
terhadap obat dengan mencatat hasilpemberian obat
6. Cuci tangan
2. Pemberian Obat via Jaringan Intrakutan
Merupakan cara memberikan atau memasukkan obat ke dalam jaringan kulit
dengan tujuan untuk melakukan tes terhadap reaksi alergi jenis obat yang akan
digunakan. Pemberian obat melalui jaringan intrakutan ini dilakukan dibawah
dermis atau epidermis, secara umum dilakukan pada daerah lengan tangan bagian
ventral.
Alat dan bahan:
1. Daftar buku obat / catatan, jadual pemberian obat
2. Obat dalam tempatnya
3. Spuit 1 cc / spuit insulin
4. Kapas alcohol dalam tempatnya
5. Cairan pelarut
6. Bak steril dilapisi kasa steril ( tempat spuit )
7. Bengkok
8. Perlak dan alasnya
9. Jarum cadangan
Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prsedur yang akan dilakukan
3. Bebaskan daerah yang kan disuntik, bila menggunakan bau lengan panjang
buka dan keataskan
4. Pasang perlak atau pengalas ibawah bagian yang akan disuntik
5. Ambil obat untuk tes alergi kemudian larutkan / encerkan dengan aquades
( cairan pelarut) kemudian ambil 0.5 cc dan encerkan lagi sampai kurang lebih 1
cc, dan siapkan pada bak instrument atau injeksi.
6. Desinfeksi dengan kapas alcohol pada daerah yang akan dilakukan suntikan
7. Tegangkan dengan tangan kiri atau daerah yang akan disuntik
8. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan sudut 15-20
derajat dengan permukaan kulit.
9. Semprotkan obat hingga terjadi gelembung
10. Tarik spuit dan tidak boleh dilakukan masase
11. Catat reaksi pemberian
12. Cuci tangan dan catat hasil pemberina obat / test obat, tanggal, waktu, dan jnis
obat.
3. Pemberian Obat via Jaringan Subkutan
Merupakan cara memberikan obat melalui suntikan dibawah kulit yang dapat
dilakukan pada daerah lengan atas sebelah luar atau 1/3 bagian dari bahu, paha
sebelah luar, daerah dada, dan daerah sekitar umbilicus ( abdomen ). Pemberian
obat melalui subkutan ini biasanya dilakukan dalam program pemberian insulin
yang digunakan untuk mengontrol kadar gula darah. Pemberian insulin terdapat 2
tipe larutan : yaitu jernih dan keruh. Larutan jernih dimaksudkan sebagai insulin
tipe reaksi cepat ( insulin regular ) dan larutan yang keruh karena adanya
penambahan protein sehingga memperlambat absorbs obat atau juga termasuk tipe
lambat.
Alat dan bahan :
1. Daftar buku obat / catatan, jadual pemberian obat
2. Obat dalam tempatnya
3. Spuit insulin
4. Kapas alcohol dalam tempatnya
5. Cairan pelarut
6. Bak injeksi
7. Bengkok
8. Perlak dan alasnya
Prosedur Kerja:
Cuci tangan
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2. Bebaskan daerah yang akan disuntik, bila menggunakan bau lengan
panjang buka dan ke ataskan
3. Pasang perlak atau pengalas di bawah bagian yang akan disuntik
4. Ambil obat untuk dalam tempatnya sesuai dosis yang akan diberikan
setelah itu tempatka pada bak injeksi.
5. Desinfeksi dengan kapas alcohol pada daerah yang akan dilakukan
suntikan
6. Tegangkan dengan tangan kiri ( daerah yang akan dilakukan suntikan
subkutan)
7. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan sudut 45
derajat dengan permukaan kulit.
8. Lakukan aspirasi, bila tidak ada darah semprotkan obat perlahan-lahan
hingga habis.
9. Tarik spuit dan tahan dengan kapas alcohol dan spuit yang telah dipakai
masukkan kedalam bengkok.
10. Catat reaksi pemberian dan catat hasil pemberina obat / test obat, tanggal,
waktu, dan jenis obat.
11. Cuci tangan
Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. Bebaskan daerah yang akan disuntik, bila menggunakan bau lengan
panjang buka dan ke ataskan
4. Ambil obat dalam tempatnya dengna spuit sesuai dengan dosis yang akan
disuntikan. Apabila obat berada dalam sediaan bubuk, maka larutkan dengna
larutan pelarut ( aquades)
5. Pasang perlak atau pengalas di bawah bagian vena yang akan disuntik
6. Kemudian tampatkan obat yang telah diambil pada bak injeksi
7. Desinfeksi dengan kapas alcohol
8. Lakukan pengikatan dengan karet pembendung ( tourniquet ) pada bagian
atas daerah yang akan dilakukan pemberian obat atau tegangkan dengan tangan /
minta bantuan atau membendung diatas vena yang akan dilakukan penyuntikan
9. Ambil spuit yang berisi obat
10. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan
memasukkan ke pembuluh darah
11. Lakukan aspirasi bila sudah ada darah lepaskan karet pembendung dan
langsung semprotkan obat hingga habis
12. Setelah selesai ambil spuit dengan menarik dan lakukan penekanan pada
daerah penusukan dengan kapas alcohol , dan spuit yang telah digunakan letakkan
ke dalam bengkok.
13. Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pemberian obat
14. Cuci tangan.
Pengertian Komunikasi.
Sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain
melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang
dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau informasi. (Komaruddin, 1994;
Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994; Koontz &Weihrich, 1988).
Proses Komunikasi.
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana
dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh
penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu (Hardjana, 2003)
RUANG LINGKUP
Unsur Komunikasi.
Komunikasi terdiridari beberapa unsure :
1. Sumber / komunikator (dokter, perawat, petugas kesehatan lain, petugas
administrasi, kasir, dll)
2. Isi pesan.
Sumber / Komunikator.
Sumber (yang menyampaikan informasi) : adalah orang yang menyampaikan isi
pernyataannya kepada penerima. Hal-hal yang menjadi tanggung jawab pengirim
pesan adalah mengirim pesan dengan jelas, memilih media yang sesuai, dan meminta
kejelasan apakah pesan tersebut sudah di terima dengan baik. Komunikator yang baik
adalah komunikator yang menguasai materi, pengetahuannya luas dan dalam tentang
informasi yang disampaikan, cara berbicaranya jelas dan menjadi pendengar yang
baik saat dikonfirmasi oleh si penerima pesan (komunikan).
3. Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang tersirat di balik yang
tersurat (bahasa non verbal dibalik ungkapan kata/kalimatnya, gerak tubuh).
4. Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa tubuh) agar tidak
menggangu komunikasi, misalnya karena komunikan keliru mengartikan gerak tubuh,
raut tubuh, raut muka, dan sikap komunikator.
Sifat Komunikasi.
Komunikasi itu bisa bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (Pelayanan promosi).
Komunikasi Yang Bersifat Infomasi Asuhan Didalam Rumah Sakit.
a. Jam pelayanan.
d. Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan qualitas
hidupnya pasca dari rumah sakit. (Lihat Pedoman Pelayanan, Pedoman Gizi,
Pedoman Fisioterapi, Pedoman Farmasi).
Akses untuk mendapatkan edukasi ini bias melalui medical information dan nantinya
akan menjadi sebuah unit PKRS (Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit).
KomunikasiYang Efektif.
Komunikasi efektif adalah : tepat waktu, akurat, jelas, dan mudah dipahami oleh
penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan (kesalahpahaman).
Prosesnya adalah :
1. Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan, setelah itu dituliskan secara lengkap
isi pesantersebut oleh si penerima pesan.
2. Isi pesan dibacakan kembali (Read Back) secara lengkap oleh penerima pesan.
Tahap cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif. Setelah melalui tahap
asesmen pasien, ditemukan :
1. Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses
komunikasinya mudah disampaikan.
2. Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu dan tuna
wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet kepada pasien dan
keluarga sekandung (istri, anak, ayah, ibu, atau saudara sekandung) dan
menjelaskannya kepada mereka.
3. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien (pasien
marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan materi
edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet. Apabila pasien tidak mengerti
materi edukasi, pasien bias menghubungi medical information.
Tahap Cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi
yang diberikan:
1. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi pasien
baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah : menanyakan kembali
edukasi yang telah diberikan.
2. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, pasiennya
mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan pihak keluarganya
dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-
kira apa yang bpk/ibu bias pelajari ?”.
3. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada hambatan
emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan tanyakan kembali
sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi yang diberikan dan pahami.
Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau dating langsung ke kamar pasien setelah
pasien tenang.
Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang
disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Dengan pasien mengikuti
semua arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses penyembuhan
pasien.
Setiap petugas dalam memberikan informasi dan edukasi pasien, wajib untuk mengisi
formulir edukasi dan informasi, dan ditandatangani kedua belah pihak antara dokter
dan pasien atau keluarga pasien. Hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa pasien dan
keluarga pasien sudah diberikan edukasi dan informasi yang benar.
8. BATASAN KOMPETENSI
4A. Keterampilan yang dicapai pada saat lulus dokter 4B. Profisiensi
(kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/atau Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan (PKB)