Anda di halaman 1dari 15

A.

Konsep Dasar Penyakit Bronkitis

A. Definisi
Bronchitis adalah inflamasi jalan pernafasan dengan penyempitan atau
hambatan jalan nafas di tandai peningkatan produksi sputum mukoid,
menyebabkan ketidak cocokan ventilasi-perfusi dan menyebabkan sianosis.
Bronkhitis adalah infeksi pada bronkus yang berasal dari hidung dan
tenggorokan di mana bronkus merupakan suatu pipa sempit yang berawal
pada trakhea, yang menghubungkan saluran pernafasan atas, hidung,
tenggorokan, dan sinus ke paru. Gejala bronkhitis di awali dengan batuk pilek,
akan tetapi infeksi ini telah menyebar ke bronkus, sehingga menjadikan batuk
akan bertambah parah dan berubah sifatnya (Iskandar, 2010).
B. Klasifikasi
Bronchitis terbagi menjadi 2 jenis sebagai berikut :
a. Bronkitis akut
Bronkitis akut yaitu bronchitis yang biasanya datang dan sembuh
hanya dalam waktu 2 hingga 3 minggu saja. Kebanyakan penderita
bronkitis akut akan sembuh total tanpa masalah yang lain.
b. Bronkitis kronis
Bronkitis kronis biasanya datang secara berulang-ulang dalam jangka
waktu yang lama. Terutama, pada perokok. Bronchitis kronis ini juga
berarti menderita batuk yang dengan disertai dahak dan diderita
selama berbulan-bulan hingga tahunan ( Iskandar, 2010).
C. Etiologi
Etiologi bronkitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti
rhinovirus, Respiratory Syncitial Virus (RSV), virus influenza, virus par
influenza, dan Coxsackie virus. Bronkitis adalah suatu peradangan pada
bronchus yang disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme baik virus,
bakteri, maupun parasit. Bronkitis akut merupakan proses radang akut pada
mukosa bronkus berserta cabang–cabangnya yang disertai dengan gejala
batuk dengan atau tanpasputum yang dapat berlangsung sampai 3 minggu.
Tidak dijumpai kelainanradiologi pada bronkitis akut. Gejala batuk pada
bronkitis akut harus dipastikantidak berasal dari penyakit saluran pernapasan
lainnya (Gonzales R, Sande M,2008).
Bronkitis akut dapat disebabkan oleh :
a. Infeksi virus : influenza virus,parainfluenza virus, respiratory
syncytialvirus (RSV), adenovirus, coronavirus, rhinovirus, dan lain-
lain.
b. Infeksi bakteri : Bordatella pertussis, Bordatella
parapertussis,Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae,
atau bakteri atipik (Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumonia,
Legionella).
c. Jamur
d. Noninfeksi : polusi udara, rokok dan lain-lain. Penyebba bronkitis akut
yang paling sering adalah infeksi virus yakni sebanyak 90%
sedangkan infeksi bakteri hanya sekitar < 10% (Jonssonet al, 2008).

Bronkitis kronik dan batuk berulang adalah sebagai berikut :

a. Asma
b. Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronchitis)
c. Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi
mycoplasma, chlamydia, ourtusis, tuberkolosis, fungi/jamur.
d. Penyakit paru yang telah ada misalnya bronchiectasis.
e. Sindrom aspirasi.
f. Penekanan pada saluran nafas.
g. Benda asing
h. Kelainan jantung bawaan
i. Kelaianan sillia primer
j. Difisiensi imunologis
k. Fibrosis kristik
l. Psikis
Tidak seperti bronkitis akut, bronkitis kronis terus berlanjut dan merupakan
penyakit yang serius. Merokok adalah penyebab yang paling besar, tetapi
polusi udara dan debu atau gas beracun pada lingkungan atau tempat kerja
juga dapat berkontribusi pada penyakit ini.

Faktor yang meningkatkan risiko terkena bronkitis antara lain :

a. Merokok
b. Daya tahan tubuh yang lemah, dapat karena baru sembuh dari sakit
atau kondisi lain yang membuat daya tahan tubuh menjadi lemah.
c. Kondisi dimana asam perut naik ke esophagus (gastroesophageal
reflux disease)
d. Terkena iritan, seperti polusi, asap atau debu.
D. Patofisiologi
Bronkitis akut dikaraterasi oleh adanya infeksi pada cabang trakeobronkhial.
Infeksi ini menyebabkan hyperemia dan edema pada membrane mukosa, yang
kemudian menyebabkan peningkatan sekresi dahak bronchial. Karena adanya
perubahan memberan mukosa ini, maka terjadi kerusakan pada epithelia
saluran nafas yang menyebabkan berkurangnya fungsi pembersiha mukosilir.
Selain itu, peningkatan sekresi dahak bronchial yang dapat menjadi kental dan
liat, makin memperparah gangguan pembersihan mukosilir. Perubahan ini
bersifat permanen, belum diketahui, namun infeksi pernafasan akut yang
sering berulang dapat berkaitan dengan peningkatan hiper-reaktivitas saluran
nafas, atau terlibat dalam fatogenesis asma atau PPOK. Pada umumnya
perubahan ini bersifat sementara dan akan kembali normal jika infeksi
sembuh (Ikawati, 2009).
E. Manifestasi klinik
Tanda gejala pada penderita bronkitis meliputi :
a. Sesak nafas / Dispnea
Sesak nafas atau dispnea adalah perasaan sulit bernafas dan
merupakan gejala yang sering di jumpai pada penderita bronkhitis.
Tanda objektif yang dapat di amati dari sesak nafas adalah nafas yang
cepat, terengahengah, bernafas dengan bibir tertarik kedalam (pursed
lip), hiperkapnia (berkurangnya oksigen dalam darah), hiperkapnia
atau meningkatnya kadar karbondioksida dalam darah
b. Nafas berbunyi
Bunyi mengi (weezing) adalah suara pernafasan yang di sebabkan oleh
mengalirnya udara yang melalui saluran nafas sempit akibat kontriksi
atau ekskresi mucus yang berlebihan ( Ikhawati, 2011).
c. Batuk dan sputum
Batuk adalah gejala paling umum pada penderita bronkhitis, seringkali
pada penderita bronkhitis mengalami batuk- batuk hampir setiap hari
serta pengeluaran dahak sekurang- kurangnya 3 bulan berturut- turut
dalam satu tahun dan paling sedikit 2 tahun (Mansjoer, 2000).
d. Nyeri dada
Nyeri dada sering sekali terjadi pada penderita bronkitis karena ada
inflamasi pada bronkus. Pada penderita bronkitis rasa nyeri di dada di
rasakan dengan tingkat keparahan penyakit (Alsagaff dan Mukty,
2009).
e. Nafas cuping hidung
Pada balita dan anak- anak penderita bronkhitis kadang terjadi adanya
nafas cuping hidung, tetapi tidak semua penderita bronkhitis
mengalami hal tersebut.Dengan adanya cuping hidung berarti terdapat
gangguan pada sistem pernafasan yang menyebabkan kepayahan
dalam bernafas (Muttaqin, 2008).
F. Penatalaksanaan Bronkitis
a. Bronkitis Akut
Pada pemeriksaan menggunakan stetoskop (auskultasi),
terdengar ronki,wheezing dengan berbagai gradasi (perpanjangan
ekspirasi hingga ngik-ngik) dan krepitasi (suara kretek-kretek dengan
menggunakan stetoskop). Adapun pemeriksaan dahak maupun rontgen
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa dan untuk
menyingkirkan diagnosa penyakit lain.
Sebagian besar pengobatan bronkitis akut
bersifat simptomatis (meredakan keluhan). Obat-obat yang lazim
digunakan, yakni:
(a) Antitusif (penekanan batuk) : DMP (dekstromethorfan) 15 mg,
diminum 2-3 kali sehari. Codein 10 mg, diminum 3 kali sehari.
Doveri 100 mg, diminum 3 kali sehari. Obat-obat ini bekerja
dengan menekan batuk pada pusat batuk di otak. Karenanya
antitusif tidak dianjurkan pada kehamilan dan bagi ibu
menyusui. Demikian pula pada anak-anak, para ahli
berpendapat bahwa antitusif tidak dianjurkan, terutama pada
anak usia 6 tahun ke bawah. Pada penderita bronkitis akut yang
disertai sesak napas, penggunaan antitusif hendaknya
dipertimbangkan dan diperlukan feed back dari penderita. Jika
penderita merasa tambah sesak, maka antitusif dihentikan.
(b) Ekspektorant : adalah obat batuk pengencer dahak agar dahak
mudah dikeluarkan sehingga napas menjadi lega. Ekspektorant
yang lazim digunakan diantaranya: GG (glyceryl guaiacolate),
bromhexine, ambroxol, dan lain-lain.
(c) Antipiretik (pereda panas) : parasetamol (asetaminofen), dan
sejenisnya., digunakan jika penderita demam.
(d) Bronkodilator (melonggarkan nafas), diantaranya : albutamol,
terbutalin sulfat, teofilin, aminofilin, dan lain-lain. Obat-obat
ini digunakan pada penderita yang disertai sesak napas atau
rasa berat bernapas. Penderita hendaknya memahami bahwa
bronkodilator tidak hanya untuk obat asma, tapi dapat juga
digunakan untuk melonggarkan napas pada bronkitis. Selain
itu, penderita hendaknya mengetahui efek samping obat
bronkodilator yang mungkin dialami oleh penderita, yakni:
berdebar, lemas, gemetar dan keringat dingin. Andaikata
mengalami efek samping tersebut, maka dosis obat diturunkan
menjadi setengahnya. Jika masih berdebar, hendaknya
memberitahu dokter agar diberikan obat bronkodilator jenis
lain.
(e) Antibiotika. Hanya digunakan jika dijumpai tanda-tanda
infeksi oleh kuman berdasarkan pemeriksaan dokter.
b. Bronkitis Kronis
Penatalaksanaan bronkitis kronis dilakukan secara berkesinambungan
untuk mencegah tmbulnya penyulit, meliputi :
(a) Edukasi, yakni memberikan pemahaman kepada penderita
untuk mengenali gejala dan faktor-faktor pencetus
kekambuhan Bronkitis kronis.
(b) Sedapat mungkin menghindari paparan faktor-faktor pencetus.
(c) Rehabilitasi medic untuk mengoptimalkan fungsi pernafasan
dan mencegah kekambuhan, diantaranya dengan olah raga
sesyuai usia dan kemampuan, istirahat dalam jumlah yang
cukup, makan makanan bergizi.
(d) Oksigenasi (terapi oksigen)
(e) Obat-obat bronkodilator dan mukolitik agar dahak mudah
dikeluarkan.
(f) Antibiotik. Digunakan manakala penderita Bronkitis kronis
mengalami eksaserbasi oleh infeksi kuman ( H. influenzae, S.
pneumoniae, M. catarrhalis). Pemilihan jenis antibiotika
(pilihan pertama, kedua dan seterusnya) dilakukan oleh dokter
berdasarkan hasil pemeriksaan.
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Analisa Gas Darah menunjukkan adanya hipoksia dan hiperkapnia
b. Foto thorax tampak adanya konsolidasi di bidang paru menunjukkan
terjadinya penurunan kapasitas paru.
c. Laboratorium Hematokrit dan Hb meningkat.
d. Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan.
(a) Tes fungsi paru-paru
(b) Gas darah arteri
(c) Rontgen dada
(d) Pemeriksaan sputum (menunjukkan adanya mikroorganisme
pathogen seperti spesies Streptococcus).
H. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi bronkitis yang dapat dijumpai pada pasien antara
lain:
a. Bronkitis ringan berkembang menjadi bronkitis akut dan kronik.
Bronkitis kronik didefinisikan sebagai suatu gangguan paru obstruktif
yang ditandai oleh produksi mucus berlebihan di saluran nafas bawah
selama paling kurang 3 bulan berturut-turut dalam setahun untuk 2
tahun bertutut-turut.
b. Pneumonia dengan atau tanpa atelectasis, bronkitis sering mengalami
infeksi berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas
bagian atas. Hal ini sering terjadi pada mereka drainase sputumnya
kurang baik.
c. Pluritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya
pneumonia. Umumnya pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
d. Abses metastasis di otak, akibat septikemi oleh kuman penyebab
infeksi supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian.
e. Haemaptoe terjadi karena pecahnya pembuluh darah caban vena (arteri
pulmonalis), cabang arteri (arteri bronkitialis) atau anastomosis
pembuluh darah. Komplikasi hemaptoe hebat dan tidak terkendali
merupakan tindakan gawat darurat.
f. Sinusitis yang merupakan komplikasi yang sering terjadi dari penyakit
bronkitis yang sering ditemui pada penyakit gangguan saluran nafas
lainnya.
g. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomosis caban-
cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi
arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbulnya
sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut
akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik. Selanjutnya
akan terjadi gagal jantung kanan.
h. Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi paling akhir pada
bronkitis yang berat dan luas.
i. Amyloidosis keadaan ini merupakan perubahan degenerative sebagai
komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami
komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran hati dan limpa serta
proteinurea.

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Pasien
1) Keluhan Utama
a) Batuk berdahak ( dahaknya bisa berwarna kemerahan).
b) Sesak nafas ketika melakukan olah raga atau aktivitas
ringan.
c) Sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu)
d) Bengek
e) Sedikit demam
f) Dada merasa tidak nyaman
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Batuk-batuk diserta dengan riak dan rasa sesak, sesak
bertambah berat saat melakukan kegiatan yang ringan.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
a) Asma.
b) infeksi kronik saluran nafas bagian atas (misalnya
sinobronkitis)
c) infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus,
infeksi mycoplasma, hylamydia, pertussis, tuberculosis,
fungi/jamur.
d) Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah keluarga pasien pernah mengalami penyakit yang
sama.
b. Observasi dan Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Kaji keadaan umum pasien meliputi tingkat kesadaran,
ekspresi wajah, dan pada posisi klien saat datang.
2) Pemeriksaan tanda-tanda vital
Suhu meningkat, tekanan darah meningkat, respirasi
meningkat.
3) Sistem kardiovaskuler
Peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat
4) Pemeriksaan dada
a) Bentuk barel chest, gerakan diafragma minimal
b) Terdengar bunyinafas ronchi
c) Perkusi hyperresonan pada area paru
d) Warna pucat dengan cyanosis bibir dan dasar kuku,
abu-abu keseluruhan.
e) Pada auskultasi terdengar Ronchi +/+, kedua lapang
paru, Wezeeng kadang (+), kadang samar.
5) Pola aktivitas sehari-hari
Aspek biologi :
a) Mual/muntah
b) Nafsu makan buruk/anoreksia
c) Ketidakmampuan untuk makan
d) Penurunan berat badan.
6) Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium
- LED meningkat
- HB cenderung tetap atau sedang menurun
- Analisa Gas Darah : asidosis metabolic dengan atau
tanpa retensi CO2.
b) Radiologi
Tampak gambaran konsolidasi radang yang bersifat
difus atau berupa bercak yang mengikut sertajab
akveoli secara tersebar.

3. Diagnosa Keperawatan

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronchospasme,


edema mukosa, akumulasi mucus.
b. Hipertermi berhubungan dengan infeksi virus
c. Intoleransi aktivitas

4. Perencanaan keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


Keperawatan (NOC) (NIC)
1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tinfakan NIC : Airway Management
tidak efektif keperawatan 3x24 jam a. Pantau kecepatan irama,
berhubungan dengan diharapkan mampu kedalaman, dan kekuatan
adanya eksudat di mempertahankan jalan nafas dari pernapasan.
alveolus. dengan kriteria hasil : b. Dengarkan suara napas
NOC : Respiratory pasien
Status : Airway Patency c. Posisikan pasien semi
a. Paisen dapat bernapas fowler.
dengan kecepatan d. Berikan terapi dengan
normal (20x/menit) nebulizer
b. Pasien dapat bernapas e. Membersihkan secret yang
dengan ritme yang ada pada area sinus
teratur. dengan suction.
c. Pasien dapat bernapas
dengan baik tanpa ada
suara napas tambahan.
d. Pasien dapat
mengeluarkan secret.

2. Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan tinfakan a. Monitor suhu tubuh,


dengan penyakit, keperawatan 3x24 jam tekanan darah, denyut
peningkatan laju diharapkan mampu nadi, dan respirasi rate
metabolism ditandai mempertahankan jalan nafas secara berkala.
dengan peningkatan dengan kriteria hasil : b. Berikan kompres hangat.
suhu diatas kisaran a. Suhu tubuh pasien c. Anjurkan pasien untuk
normal, kulit terasa normal (36-37±0,5˚C) mempertahankan asupan
hangat, kulit kemerahan. b. Melaporkan rasa cairan adekuat.
nyaman d. Kolaborasi pemberian obat
c. Tidak menggigil antipiretik sesuai indikasi.
d. Suhu: 36-37±0,5˚C
e. Nadi: 60-100x/menit
f. RR: 16-20 x/menit
g. TD: 120/80 mmHg
3. Intoleransi aktivitas Setelah diberikan asuhan 1. Kaji respon emosi, psikologi,
berhubungan dengan keperawatan … x24 jam, sosial dan spiritual terhadap
ketidakseimbangan diharapkan pasien dapat aktivitas
antara suplai dan mentoleransi aktivitas yang 2. Penggunaan teknik relaksasi
kebutuhan oksigen biasa dilakukan dengan (misalnya distraksi,
ditandai dengan kriteria hasil: visualisasi) selama
ketidaknyamanan setelah 1. Kemampuan bernapas beraktivitas
beraktivitas, dispnea pada saat beraktifitas 3. Pantau respon
setelah beraktivitas. 2. Tidak ada Dispnea saat Kardiorespirasi terhadap
aktivitas ringan aktivitas (misalnya
3. Keseimbangan antara takikardia, disritmia lainnya,
aktivitas dan istirahat dispnea, diaforesis, pucat,
4. Tingkat daya tahan kuat tekanan hemodinamik, dan
untuk beraktivitas laju pernafasan)
5. Menyadari keterbatasan 4. Instruksikan pasien /
energi signifikan lainnya untuk
mengenali tanda dan gejala
kelelahan yang membutuhkan
penurunan aktivitas
Ajarkan tentang pengaturan
aktivitas dan teknik manajemen
waktu untuk mencegah kelelahan
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff H., Mukty A., 2009. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya : Airlangga
University Press.

Arif, Mansjoer, dkk., ( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica


Aesculpalus, FKUI, Jakarta.

Glover, M.L. and Reed, M.D., 2008. Lower Respiratory Tract Infection. In : Dipiro,
J.T ., et al., Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. Mc Graw;Hill
Companies.

Ikawati, Z., 2006, Farmakoterapi Penyakit Sistem Pernapasan, hal 43-50, Fakultas
Farmasi UGM, Yogyakarta.

Iskandar. 2010. Penyakit paru dan saluran, PT.Bhuana llmu Populer, Jakarta.

Jonsson J, Sigurdsson J, Kristonsson K, et al. Acute bronchitis in adults. How close


do we come to its actiology in generalpractice? Scand J Prim Health Care.
2008;15;156-160

Klein, JO. Bacterial pneumonia. Dalam : Feigin RD,Cherry JM, Demmler GJ, Kaplan
SL,penyunting. Texbook of pediatric infectious disease.5 th ed.Philadelphia:
Saunders;2004.p.299-310

Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan, Jakarta : Penerbit Selemba Medika
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
LAPORAN PENDAHULUAN
BRONKITIS
DI RUANG RATNA RSUD SANGLAH

OLEH :
NI WAYAN ANGGRENI (1402105066)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
DENPASAR
2018

Anda mungkin juga menyukai