Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minyak bumi merupakan sumber energi utama untuk industri, transportasi dan
rumah tangga. Selain itu, minyak bumi merupakan sumber devisa bagi negara.
Sebagai sumber energi, minyak bumi memiliki banyak sekali manfaat dalam
kehidupan sehari-hari. Kebutuhan minyak bumi, khususnya di Indonesia terus
mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan zaman. Peningkatan
kebutuhan minyak bumi yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksinya akan
menyebabkan Indonesia terancam krisis energi. Menurut BP Migas, produksi minyak
bumi Indonesia secara alamiah akan mengalami penurunan terus sampai 16%, yang
disebabkan lapangan minyak di Indonesia pada umumnya merupakan lapangan tua.
Potensi energi dari minyak bumi di Indonesia diperkirakan mencapai 86,90
milyar barel, hampir 70% diantaranya terdapat di lepas pantai. Cadangan minyak
bumi terbukti sampai tahun 2002 hanya mencapai 5 milyar barel (1 barrel setara
dengan 159 liter). Menurut perkiraan, masih ada sekitar 5,024 milyar barel lagi
sebagai cadangan potensial, namun belum terbukti karena belum dieksplorasi.
Prospek untuk pengembangan dan pemanfaatan potensi sumber-sumber migas baru
melalui eksplorasi dan eksploitasi cekungan-cekungan migas masih memungkinkan
karena telah tersedianya teknologi eksploitasi migas. Dengan ditemukannya cadangan
baru atau digenjotnya produksi migas maka perkiraan bahwa cadangan migas
nasional akan habis dalam waktu dekat akan secara otomatis bertambah lagi.
Di dalam kegiatan eksplorasi minyak bumi, banyak parameter analisis yang
harus dipertimbangkan untuk mencapai tujuan eksplorasi yang optimal. Selain data
geologi dan geofisika juga diperlukan data geokimia organik. Peranan analisis
geokimia organik merupakan salah satu parameter sebagai dasar pertimbangan
eksploitasi yang sangat penting, sehingga tanpa geokimia organic informasi yang
diperoleh masih memungkinkan menyisakan kegagalan dalam eksplorasi minyak
bumi. Seiring dengan perkembangan teknologi, pengetahuan geokimia ternyata
mampu memberikan penjelasan tentang kondisi lingkungan pemendaman purba
(paleoenvironment) dan kondisi ekologi (paleoecological) serta derajat kematangan
(maturity) dari sedimen, batu bara dan minyak. Geokimia organik diaplikasikan di
dalam industri eksplorasi minyak bumi terutama untuk menentukan korelasi minyak
bumi–minyak bumi dan minyak bumi-batuan sumber.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana penentuan asal sumber material organik minyak Minas?
2. Bagaimana penentuan derajat kelilinan minyak Minas?
3. Bagaimana penentuan lingkungan pengendapan minyak Minas?
4. Bagaimana penentuan kematangan termal minyak Minas?
5. Bagaimana kolerasi minyak Minas, Langgam dan Duri?

1.3 Tujuan penulisan


1. Mahasiswa mengetahui asal sumber material organik minyak Minas.
2. Mahasiswa mengetahui derajat kelilinan minyak Minas.
3. Mahasiswa mengetahui lingkungan pengendapan minyak Minas.
4. Mahasiswa mengetahui kematangan termal minyak Minas.
5. Mahasiswa mengetahui kolerasi minyak Minas, Langgam dan Duri.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Penentuan Asal Sumber Material Organik

Gambar 1. Peta lokasi ladang minyak Minas


Asal sumber material organik pada minyak mentah dapat diketahui dengan
analisis geokimia menggunakan distribusi n-alkana yang terdapat pada fraksi
saturat minyak mentah. Selain itu, informasi tentang biodegradasi, kematangan
dan sumber material organik dapat juga diperoleh dengan menganalisis fraksi
saturat minyak mentah menggunakan parameter rasio isoprenoid/n-alkana (pr/n-
C17 dan ph/n-C18), meningkatnya kematangan akan menghasilkan rasio pr/n-C17
dan ph/n-C18 yang rendah (Connan dan Cassou, 1980; Waples, 1985).

Gambar 2. Kromatogram gas fraksi saturat dari sumur minyak Minas (OSM-1)

Berdasarkan hasil analisis, distribusi n-alkana pada minyak mentah Minas


didominasi oleh n-alkana dari n-C10 hingga n-C27 (Gambar 2). Minyak mentah
Minas juga memiliki nilai rasio pr/n-C17 dan ph/n-C18 yang rendah yaitu
masing-masing sebesar 0,28 dan 0,14 (Tabel 1). Pada Gambar 3. minyak mentah
dari sumur minyak Minas (OSM-1) berada pada zona B, hal ini menunjukkan
bahwa minyak mentah Minas berasal dari sumber material organik campuran (darat
dan laut) dengan kontribusi utama berasal dari tumbuhan tingkat tinggi (terrestrial)
yang mengalami biodegradasi dengan meningkatnya kematangan. Dari Gambar 3.
juga terlihat bahwa minyak mentah Minas mengendap pada kondisi oksidasi (Peters
dan Moldowan, 1993).
A
pr/n-C17

1.1
B
C

(0.14, 0.28)
0.1
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
1
ph/n- A = Sumber Terrestrial B =
Minyak Minas C18 Sumber Campuran C = Sumber
Marine

Gambar 3. Perbandingan rasio ph/n-C18 dengan rasio pr/n-C17 pada minyak mentah dari
sumur minyak Minas (OSM-1)

Tabel 1. Parameter geokimia minyak mentah dari sumur minyak Minas (OSM-1)
Parameter geokimia Minyak mentah Minas (OSM-1)
CPI 1.07
Waxiness 1.11
Pr/n-C17 0,28
Ph/n-C18 0,14
Pr/Ph 2,26
DBT/PH 0,10
MPI-1 0,82
MPI-2 0,89
MPI-3 1,02
VRE (%) 0,89
Ket. CPI = 2(C23+C25+ C27+ C29)/{ C25+2 (C24+ C26+C28)+ C30}
Waxiness = ΣC21-C31/ΣC15-C20
MPI-1 = 1,5(2-metilphenantren+3-metilphenantren) /Phenantren + 1-metilphenantren + 9-
metil
phenantren)
MPI-2 = 3 (2-metilphenantren)/phenantren + 1-metil phenantren + 9 metilphenantren) MPI-
3 = 2-metilphenantren + 3-metilphenantren /1-metilphenantren + 9-metilphenantren VRE =
0,6 (MPI-1) + 0,40
2.2. Penentuan Derajat Kelilinan
Derajat kelilinan (waxiness) digunakan untuk mengukur kandungan lilin dan
lingkungan pengendapan minyak mentah (Connan dan Cassou, 1980). Derajat kelilinan
(waxiness) < 1 menunjukkan rendahnya kandungan lilin dan sumber organik yang
berasal dari laut (marine) terutama berasal dari tumbuhan tingkat tinggi yang tersimpan
pada kondisi reduksi, sedangkan derajat kelilinan (waxiness) > 1 menunjukan bahwa
sumber organik berasal dari tumbuhan tingkat tinggi/ terrestrial (Peters dan Moldowan,
1993). Berdasarkan hasil analisis, minyak mentah dari sumur minyak Minas (OSM-1)
memiliki nilai derajat kelilinan sebesar 1,11 (Tabel 1) yang menunjukkan bahwa
minyak mentah Minas memiliki kandungan lilin yang sedang, hal ini dikarenakan
kontribusi utama sumber material organik minyak mentah Minas berasal dari tumbuhan
tingkat tinggi (terrestrial).

2.3. Penentuan Lingkungan Pengendapan


Informasi tentang lingkungan pengendapan pada minyak mentah dapat diperoleh
dengan melakukan analisis geokimia, yaitu dengan menggunakan parameter rasio
pristana/phitana (pr/ph) pada fraksi saturat dan rasio dibenzotiophen/ phenantren
(DBT/PH) yang terdapat pada fraksi aromat minyak mentah. Rasio pr/ph merupakan
parameter yang paling umum digunakan dalam korelasi minyak bumi dan dapat juga
digunakan sebagai indikator lingkungan pengendapan (Didyk dkk., 1978). Rasio pr/ph
yang sangat tinggi (>3) mengindikasikan minyak berasal dari tumbuhan tingkat tinggi
(terrestrial), nilai rasio pr/ph antara 1 dan 3 mengindikasikan lingkungan pengendapan
lacustrine dalam keadaan oksidasi, sedangkan nilai rasio pr/ph yang rendah (<1)
mengindikasikan minyak berasal dari lingkungan laut (marine) karbonat (Powell dan
McKirdy, 1973).
2
Lingkungan pengendapan
Terrestrial
Derajat kelilinan

1.5
(2.26,
1.11)
1
(Lacustrine - Oksidasi)

0.5 Lingkungan pengendapan Marine


0 1 2 3 4
0 5
Minyak Minas Rasio pr/ph
Gambar 4. Perbandingan antara rasio pr/ph dengan derajat kelilinan pada minyak mentah
dari sumur minyak Minas (OSM-1)

Berdasarkan hasil analisis, minyak mentah dari sumur minyak Minas (OSM-1)
memiliki nilai rasio pr/ph yaitu sebesar 2,26 dan nilai rasio DBT/PH sebesar 0,10 (Tabel
1). Dari Gambar 4. perbandingan antara rasio pr/ph dengan derajat kelilinan serta
Gambar 5. perbandingan antara rasio pr/ph pada fraksi saturat dengan rasio DBT/PH
pada fraksi aromat, menunjukkan bahwa minyak mentah Minas mengendap pada
lingkungan pengendapan lacustrine pada kondisi oksidasi.

8
Minas Minyak
7
Zona 1A Marine carbonate
6 Zona 1A dan1Bfat
Zona ulfatcarbonate
Marine
Lacustrine kaya sul
5 Zona 2 Lacustrine miskin s
DBT/PH

Zona 1B Zona 3 Marine shale dan


4 Lacustrine
Zona 2 Zona 4 Fluvial/Deltaic
3
Zona 3
2
(2.26, 0.1) Zona54 6 7 8
1
4
pr/p
0
0 1 2 3 h

Gambar 5. Perbandingan rasio pr/ph dengan DBT/PH pada minyak mentah dari sumur
minyak Minas (OSM-1)

2.4. Penentuan Kematangan Termal


5

4 Belum matang Matang

3
pr/ph

(1.07, 2.26)
2
Oksidasi
1
Reduksi
0
0 1 2
Minyak Minas CPI
Gambar 6. Perbandingan antara CPI dengan rasio pr/ph pada minyak mentah dari sumur
minyak Minas (OSM-1)

Salah satu parameter kematangan termal yaitu indeks preferensi karbon (CPI)
yang terdapat pada fraksi saturat minyak mentah dan memiliki range nilai antara 0,99
hingga 1,07. CPI merupakan perbandingan yang diperoleh dengan membandingkan
jumlah karbon berangka ganjil dengan jumlah karbon berangka genap dalam alkana
(Tissot dan Welte, 1984). Berdasarkan hasil analisis, minyak mentah Minas memiliki
nilai CPI sebesar 1,07 (Table 1). Pada Gambar 6. perbandingan antara CPI dengan rasio
pr/ph, terlihat bahwa minyak mentah dari sumur minyak Minas (OSM-1) merupakan
minyak yang telah matang dan mengendap pada kondisi oksidasi.
Selain parameter kematangan yang berasal dari fraksi saturat, kematangan
termal suatu minyak mentah dapat juga diketahui dengan analisis parameter
kematangan yang berasal dari fraksi aromat. Senyawa hidrokarbon aromatik
memiliki komponen yang lebih besar dan konsentrasi yang tinggi dibandingkan
hidrokarbon alifatik pada tingkat kematangan yang tinggi, sehingga parameter
kematangan yang berasal dari fraksi aromat diketahui lebih efektif digunakan untuk
evaluasi kematangan termal dari batuan sumber dan minyak mentah dibandingkan
parameter kematangan fraksi saturat (Radke dkk, 1982). Salah satu parameter
kematangan dari fraksi aromat yaitu indeks metilphenantren. Indeks metilphenantren
(MPI) yang dikembangkan oleh Radke dan Walte (1983) ini didasarkan pada
distribusi phenantren dan tiga atau empat metil homolog yang menunjukkan
perubahan yang progresif selama kematangan. Terdapat tiga parameter
kematangan berdasarkan indeks metilphenantren yaitu MPI-1, MPI-2, MPI-3. Dari
nilai MPI-1 juga dapat diperoleh nilai VRE yang digunakan untuk menentukan
kematangan termal minyak mentah.
Berdasarkan hasil analisis, minyak mentah dari sumur minyak Minas (OSM-1)
memiliki nilai MPI-1 dan MPI-2 masing-masing sebesar 0,82 dan 0,89 (Tabel 1).
Nilai dari MPI-2 lebih tinggi dibanding MPI-1, hal ini dikarenakan perbedaan 2-
metilphenantren yang sedikit lebih unggul dibandingkan dengan 3-
metilphenanthren yang pada umumnya terdapat pada distribusi metilphenanthren.
Oleh karena itu, parameter MPI-2 digunakan sebagai kontrol atau sebagai
substitusi untuk MPI-1 (Sonibare dkk., 2008; Okiongbo, 2011).
1.5
1.2
(0.82, 0.89)
0.9

MPI-2
0.6
0.3

0
0 0.3 0.6 0.9 1.2 1.5
Minyak Minas MPI-1

Gambar 7. Perbandingan nilai MPI-1 dengan nilai MPI-2 pada minyak mentah dari
sumur minyak Minas (OSM-1)

Pada Gambar 7. perbandingan antara nilai MPI-1 dengan nilai MPI-2, terlihat bahwa
minyak mentah Minas telah matang . Dari nilai MPI-1 ini dapat juga diketahui nilai
persen vitrinite reflectance equivalent (VRE). Vitrinite reflectance adalah ukuran
kemampuan kerogen dalam memantulkan cahaya (Radke dan Walte, 1983). Selain
parameter MPI-1 dan MPI-2, dan VRE, parameter MPI-3 juga dapat digunakan untuk
menentukan kematangan minyak mentah secara langsung dengan tingkat kematangan
yang berbeda (Angelin dkk, 1983; Radke, 1987; Stojanovic dkk., 2007). Minyak mentah
dari sumur minyak Minas (OSM-1) memiliki nilai VRE dan MPI-3 sebesar 0,89%
dan1,02 (Tabel 1). Berdasarkan nilai VRE dan MPI-3 yang diperoleh, maka minyak
mentah dari sumur minyak Minas (OSM-1) memiliki tingkat kematangan yang tinggi
(Tabel 2).

Tabel 2. Tingkat kematangan minyak mentah berdasarkan nilai VRE dan MPI-3
Tingkat kematangan
VRE (%) MPI-3
minyak mentah
Rendah 0,6 – 0,8 < 0,8
Sedang 0,8 – 1,0 0,8 – 1,0
Tinggi 1,0 – 1,3 > 1,0
2.5. Kolerasi minyak Minas, Langgak dan Duri
Kegiatan eksploitasi minyak bumi, selalu dengan resiko kegagalan seperti
tidak ditemukannya minyak, dan resiko ini dapat diminimalisir.Penyebabnya
adalah tidak adanya informasi lengkap tentang kematangan termal dari
sampel geologi, korelasi minyak batuan induk atau korelasi minyak-
minyak.Peranan informasi ini dalam eksplorasi minyak dapat dijelaskan melalui
pengkajian geokimia molekular dilakukan berdasarkan perilaku senyawa
biomarker. Kandungan biomarker minyak bumi dapat memberikan informasi
asal usul bahan organik melalui penelusuran senyawa prekursornya(Hunt, 2002).
Senyawa penanda biologi (biomarker) ini juga sangat berguna untuk
mengetahui daerah, sumber lingkungan yang mempunyai ciri khas tertentu
sehingga dapat memberikan informasi tentang sumber atau asal usul senyawa
tersebut untuk kegiatan eksplorasi minyak.
Teknik geokimia minyak bumi untuk menentukan hubungan reservoir
pertama kali diuraikan oleh Slentz (1981) dengan mengusulkan komposisi
minyak atau air merupakan karakteristik sidikjari dari reservoir yang
spesifik. Kemudian Halperd (1995) menggunakan diagram bintang yang dibuat
dari data GC minyak bumi untuk mengetahui hubungan reservoir di beberapa
lapangan minyak di Saudi Arabia.

2.5.1. Parameter Geokimia untuk Korelasi antar Sumur


Biomarker pristana/phitana digunakan sebagai parameter lingkungan
pengendapan material organik dari batuan sumber yang dapat menunjukkan
korelasi minyak bumi antar sumur produksi (Peters dan Moldowan, 1993).

Pristana

Phitana
Gambar 8. Struktur biomarker pristan dan phitana

Klasifikasi dan pengelompokkan minyak bumi berdasarkan hubungan


genetiknya bisa ditentukan dan diidentifikasikan dengan menggunakan
sidikjari oil Chromatography dengan mengetahuinya dari kromatogram yang
dihasilkan.Prinsip dasar dari klasifikasi dan korelasi minyak bumi adalah atas
dasar komposisi kimia hidrokarbon dari masing-masing minyak bumi.
Kemiripan asal usul minyak bumi dapat dilihat dengan menggunakan
diagram bintang dan dendogram dari senyawa hidrokarbon dan senyawa-
senyawa biomarker masing-masing sumur. Contohnya rasio dari biomarker
pr/ph yang dapat diidentifikasi dengan menggunakan sidikjari oil
Chromatography. Keuntungan menggunakan biomarker untuk korelasi
adalah banyaknya senyawa yang spesifik yang dapat digunakan untuk korelasi
(Hunt,1979 ).
Korelasi positif membuktikan sampel-sampel tersebut mempunyai
keterkaitan satu sama lain, sedangkan korelasi negatif menunjukkan bahwa
sampel-sampel minyak bumi tidak mempunyai keterkaitan satu sama lainnya

9
(Tamboesai, 2002).
Gambar kromatogram whole oil dengan cara mengekstraks sampel yang
mengandung fraksi saturat, aromat, dan residu.

Gambar 9. Whole oil kromatogram sampel minyak bumi

2.4.2. Fraksinasi Minyak Bumi


Hasil analisis sampel fraksi minyak saturat dengan menggunakan
Kromatografi gas (GC) di dapat gambar kromatogram dari sumur produksi
Minas, Duri dan Langgak sebagai berikut.

Gambar 10. Kromatogram sampel Langgak, rasio puncak dipilih dari puncak
parafin
yang digunakan untuk korelasi minyak bumi

Gambar 11. Kromatogram sampel Duri, rasio puncak dipilih dari puncak parafin
yang digunakan untuk korelasi minyak bumi

10
Gambar 12. Kromatogram sampel Minas, rasio puncak dipilih dari puncak
parafin
yang digunakan untuk korelasi minyak bumi

Hasil analisis Kromatografi Gas terhadap sampel minyak bumi dari


lapangan Minas, Langgak dan Duri diperoleh data pr/ph, pr/n-C17, dan
ph/n-C18 untuk masing-masing sampel teranalisis yang digunakan dalam
menentukan lingkungan pengendapan dan batuan sumbernya berdasarkan dari
perbandingan.
Plot antara pr/n-C17 terhadap ph/n-C18 mengindikasikan area tipe
kerogen untuk tipe I, tipe II dan tipe III. Hasil sampel teranalisisnilai rasio pr/ph
3,07 menunjukkan bahwa sampel Minas menunjukkan asal-usul batuan sumber
kerogen berasal dari organisme terrestrial (tumbuhan tingkat tinggi). Sedangkan
untuk sampel Langgak dan Durinilai rasio pr/ph 2,37-2,43 menunjukkan asal-
usul batuan sumber kerogenberasal dari organisme lacustrine (danau). Hal
ini menunjukkan, bahwa ketiga sampel bukan berasal dari batuan sumber
yang sama.
Rasio pr/n-C17 dan ph/n-C18 secara luas digunakan
untuk menunjukkan tipe batuan sumber, lingkungan pengendapan dan
kematangan material organik (Peters dkk, 1999).Plot pristana/n-C17 terhadap
phitana/n-C18 menunjukkan bahwa sampel minyak Langgak dan Duri
mengandung material organik tipe II sampai tipe III (mixed kerogen) serta
diendapkan pada lingkungan yang reduktif. Sedangkan sampel minyak Minas
mengandung material organik tipe III (humic coal) diendapkan pada
lingkungan yang oksidatif.
Diagram bintang untuk masing- masing sumur minyak dapat dilihat
pada gambar 13. Dari diagram bintang menunjukkan pola yang hampir sama
kecuali untuk minyak Minas. Dilihat antara minyak Langgak dan Duri memiliki
pola yang mirip, hal ini menunjukkan minyak berkolerasi positif. Sedangkan
untuk minyak Minas dapat dilihat dari pola diagram bintang yang terbentuk
berbeda dengan pola minyak yang lain, menunjukkan minyak berkolerasi
negatif terhadap minyak yang lain.

11
Gambar 13. Seleksi rasio puncak kromatogram dengan 10 sumbu.

Fakta ini mengindikasikan bahwa sumur minyak Langgak dan Duri


mempunyai organik fasiesyang sama (berasal dari lingkungan pengendapan yang
sama) atau lingkungan reservoar yang sama. Sedangkan pada sumur minyak
Minas mempunyai lingkungan reservoar yang berbeda. Akan tetapi kontribusi
senyawa kimia pada kromatogram yang dihasilkan pada sumur minyak
Langgak dan Duri terdapat adanya perbedaan tinggi puncak yang dihasilkan
dari masing-masing sumur. Hal ini tergantung dari kuantitas material organik
dari reservoar tersebut.

12
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Minyak mentah dari sumur minyak Minas (OSM-1) berasal dari sumber
material organik campuran dengan kontribusi utama berasal dari
tumbuhan tingkat tinggi (terrestrial)
2. Kandungan lilin minyak Minas sedang
3. Minyak Minas mengendap pada lingkungan pengendapan lacustrine
pada kondisi oksidasi.
4. Minyak mentah dari sumur minyak Minas (OSM-1) memiliki nilai
MPI-3 dan VRE sebesar 1,02 dan 0,89% yang menunjukkan
bahwa minyak mentah Minas memiliki tingkat kematangan yang tinggi
5. minyak produksi Duri dan Langgak berkorelasi p Minas. ositif, sedangkan
minyak Langgak dan Duri ber- korelasi negatif dengan minyak produksi

13
DAFTAR PUSTAKA

Tamboesai, E.M. 2012. Kajian Geokimia Molekular Minyak Bumi Sumur


Produksi Duri, Langgak Dan Minas, Riau.
Tamboesai, Dkk. Karakterisasi Biomarker Dan Penentuan Kematangan
Termal Minyak Mentah (Crude Oil) Dari Sumur Minyak Minas
(Osm-1)

14

Anda mungkin juga menyukai