Anda di halaman 1dari 25

LAMPIRAN

PERATURAN DIREKTUR
RS ROYAL PROGRESS
NOMOR 092/PER/DIR/XI/2014
TENTANG PEDOMAN KERJA
PANITIA TB DOTS
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman
penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu saja yang ditandai dengan
berdirinya fasilitasdiagnostik dan sanatorium di kota-kota besar. Dengan dukungan dari
pemerintah Belanda, diagnosis TB dilakukan dengan pemeriksaan Rontgen, diikuti
denganpenanganan TB melalui hospitalisasi.
Studi prevalensi TB pertama kali dilakukanpada tahun 1964 di karesidenan Malang dan
kota Yogyakarta. lima tahun kemudian(1969), program pengendalian TB nasional dengan
pedoman penatalaksanaanTB secara baku dimulai di Indonesia. Pada periode 1972-1995
penanganan TBtidak lagi berbasis hospitalisasi, akan tetapi melalui diagnosis dan
pelayanan TB difasilitas kesehatan primer, yaitu di Puskesmas.
Pengobatan TB menggunakan duarejimen pengobatan menggantikan pengobatan
konvensional (2HSZ/10H2S2) danstrategi penemuan kasus secara aktif secara bertahap.
Pada tahun 1993, the RoyalNetherlands TB Association (KNCV) melakukan ujicoba
strategi DOTS di empat kabupaten di Sulawesi Tahun 1994, NTP bekerja sama dengan
WHO dan KNCVmelakukan uji coba implementasi DOTS di provinsi Jambi dan Jawa
Timur.
Setelah keberhasilan uji coba di dua provinsi ini, akhirnya Kementerian Kesehatan
mengadopsi strategi DOTS untuk diterapkan secara nasional pada tahun 1995. Pada tahun
1995-2000, pedoman nasional disusun dan strategi DOTS mulai diterapkandi Puskesmas.
Seperti halnya dalam implementasi sebuah strategi baru, terdapatberbagai tantangan di
lapangan dalam melaksanakan kelima strategi DOTS. Untukmendorong peningkatan
cakupan strategi DOTS dan pencapaian targetnyadilakukan dua Joint External Monitoring
Mission oleh tim pakar internasional.
Rencana strategi nasional Pengendalian TB disusun pertama kali pada periode tahun 2000 -
2005 sebagai pedoman bagi provinsi dan kabupaten/kota untuk merencanakan
danmelaksanakan program pengendalian TB. Pencapaian utama selama periode iniadalah:
1. Pengembangan rencana strategis 2002-2006.
2. Penguatan kapasitasmanajerial dengan penambahan staf di tingkat pusat dan provinsi.
3. Pelatihanberjenjang dan berkelanjutan sebagai bagian dari pengembangan
sumberdayamanusia.
4. Kerja sama internasional dalam memberikan dukungan teknis danpendanaan
(pemerintah Belanda, WHO, TBCTA-CIDA, USAID, GDF, GFATM, KNCV, UAB,
IUATLD, dll).
5. Pelatihan perencanaan dan anggaran di tingkat daerah.
6. Perbaikan supervisi dan monitoring dari tingkat pusat dan provinsi.
7. Keterlibatan BP4 dan rumah sakit pemerintah dan swasta dalam melaksanakanstrategi
DOTS melalui ujicoba HDL di Jogjakarta.
Keberhasilan target global tingkat deteksidini dan kesembuhan dapat dicapai pada periode
tahun 2006 - 2010. Selain itu, berbagai tantangan baru dalamimplementasi strategi DOTS
muncul periode ini.Tantangan tersebut antara lain penyebaran ko-infeksi TB-HIV,
peningkatan resistensiobat TB, jenis penyedia pelayanan TB yang sangat beragam,
kurangnya pengendalian infeksi TB di fasilitas kesehatan, serta penatalaksanaan TB yang
bervariasi. Mitrabaru yang aktif berperan dalam pengendalian TB pada periode ini antara
lain Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan di Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter
Indonesia,dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Hasil survei prevalensi TB Tahun 2004 menunjukkan bahwa pasien TB jugamenggunakan
pelayanan rumah sakit, BP4 dan praktik swasta untuk tempat berobat.Ujicoba,
implementasi dan akselerasi pelibatan FPK selain Puskesmas sebagaibagian dari inisiatif
Public-Private Mix telah dimulai pada tahun 1999-2000. Padatahun 2007, seluruh BP4 dan
sekitar 30% rumah sakit telah menerapkan strategiDOTS. Untuk praktik swasta, strategi
DOTS belum diimplementasi secara sistematik,meskipun telah dilakukan ujicoba model
pelibatan praktisi swasta di Palembang pada tahun 2002 serta di provinsi Yogyakarta dan
Bali pada tahun 2004-2005.
Untuk akselerasi DOTS di rumah sakit, sekitar 750 dari 1645 RS telah dilatih. Koordinasi
di tingkat pusatdengan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan semakin intensif. Selain
ituDirektorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan juga melakukan penilaian ke beberaparumah
sakit yang telah menerapkan DOTS. Penguatan aspek regulasi dalamimplementasi strategi
DOTS di rumah sakit akan diintegrasikan dengan kegiatanakreditasi rumah sakit.

1.2 Tujuan Pelayanan TB Dengan Strategi DOTS


Untuk meningkatkan mutu pelayanan medis TB di Rumah Sakit Ibu dan Anak Citra Insani
melalui penerapan strategi DOTS secara optimal dengan mengupayakan kesembuhan dan
pemulihan pasien melalui prosedur dan tindakan yang dapat dipertanggung jawabkan serta
memenuhi etika kedokteran.

1.3 Dasar Hukum


Dasar hukum terbentuknya Tim DOTS di Rumah Sakit Ibu dan Anak Citra Insani adalah :
1. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Undang – Undang republic Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
3. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran.
4. Undang – Undang republic Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
5. Peraturan Pemerintah Republik Imdonesia Nomor 65 TAhun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan Dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/Menkes/SK/V/2009 tentang Pedoman
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit.
9. Peraturan MEnteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal.
10. Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 884/Menkes/VII/2007 tentang Ekspansi TB
Strategi DOTS di Rumah Sakit dan Balai Kesehatan / Pengobatan Penyakit Paru.
11. Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Nomor YM.02.08/III/673/07
tentang Penatalaksanaan Tuberkulosis di Rumah Sakit.
BAB II
GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK CITRA INSANI
BAB III
VISI, MISI, MOTTO, FALSAFAH DAN TUJUAN
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK CITRA INSANI

3.1 Visi Rumah Sakit Ibu dan Anak Citra insani


Visi Rumah Sakit Ibu dan Anak Citra Insani adalah “ RSIA Citra Insani menjadi Rumah
Sakit Keluarga Terkemuka Dengan Mengutamakan Kepuasan Pasien “

3.2 Misi Rumah Sakit Ibu dan Anak Citra Insani


Misi Rumah Sakit Ibu dan Anak Citra Insani adalah:
1. Memberikan manfaat yang optimal bagi kepuasan semua pihak.
2. Memberikan kualitas layanan kesehatan yang terbaik bagi pasien.
3. Melakukan aktifitas Rumah Sakit dengan layanan jasa terbaik.

3.3 Motto Rumah Sakit Ibu dan Anak Citra Insani


Motto Rumah Sakit Ibu dan Anak Citra Insani adalah “Kesembuhan dan Kepuasan Anda
Adalah Kebahagiaan Kami”

3.4 Falsafah, Nilai, dan Tujuan Rumah Sakit Ibu dan Anak Citra Insani
BAB IV
VISI, MISI, MOTTO, FALSAFAH DAN TUJUAN
PELAYANAN TUBERKULOSIS DENGAN STRATEGI DOTS
BAB V
URAIAN TIM DOTS

Mengingat pelaksanaan pelayanan TB di rumah sakit sangat rumit dengan


keterlibatan pelbagai bidang disiplin ilmu kedokteran serta penunjang medik, baik di
poliklinik, maupun bangsal bagi pasien rawat jalan dan rawat inap serta rujukan pasien
dan spesimen, maka dalam pengelolaan TB di rumah sakit dibutuhkan manajemen
tersendiri dengan dibentuknya Tim DOTS di Rumah Sakit Royal Progress.

Ketua Tim DOTS


Ketua Tim adalah seorang dokter spesialis paru dan merangkap sebagai anggota.
Wakil Ketua Tim DOTS
Wakil Ketua Tim adalah seorang dokter umum dan merangkap sebagai anggota.
Kualifikasi :
 Memiliki sertifikat Pelatihan Pelayanan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS di
Rumah Sakit.

Anggota Tim DOTS


1. Seorang perawat
2. Seorang petugas laboratorium
3. Seorang petugas farmasi
4. Seorangpetugas pencatatan dan pelaporan
Kualifikasi :
 Memiliki sertifikat Pelatihan Pelayanan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS di
Rumah Sakit.

Tugas Tim DOTS di Rumah Sakit Ibu dan Anak Citra Insani
Menjamin terselenggaranya pelayanan TB dengan membentuk unit DOTS di rumah sakit
sesuai dengan strategi DOTS termasuk sistem jejaring internal dan eksternal.

Uraian tugas
 Perencanaan terhadap semua kebutuhan bagi terselenggaranya pelayanan TB di
Rumah Sakit Royal Progress, meliputi :
a. Tenaga terlatih
b. Anggaran
c. Obat- obatan
d. Reagensia
e. Peralatan
f. Pencatatatan dan pelaporan
 Pelaksanaan
Tim DOTS Rumah Sakit Ibu dan Anak Citra Insanimengadakan rapat rutin untuk
membicarakan semua hal temuan terkait dengan pelaksanaan pelayanan terhadap
pasien TB di Rumah Sakit Royal Progress.
 Monitoring dan Evaluasi
Tim DOTS menyeenggarakan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan
pelayanan DOTS di Rumah Sakit Royal Progress.Dalam pelaksanaannya Tim
DOTS berkoordinasi dengan setiap SMF dan Unit DOTS.
Hal- hal penting yang perlu diperhatikan dalam monitoring dan evaluasi :
1. Kepatuhan terhadap tatalaksana penegakan diagnosis dengan menggunakan
pemeriksaan mikroskopis.
2. Kepatuhan dokter menerapkan ISTC dan SPO dalam pengobatan TB (standar
diagnosis, terapi dan tanggung jawab kesehatan masyarakat).
3. Monotoring terhadap keteraturan pasien TB untuk menyelesaikan pengobtan.
4. Monitoring terhadap pelaksanaan SPO bagi Pengawas Menelan Obat (PMO).
5. Kepatuhan melaksanakan SPO jejaring internal dan eksternal.
6. Rujukan pasien dan hasil umpan baliknya.
7. Ketersediaan logistik OAT dan non OAT, yang dibutuhkan dalam pelayanan
terhadap pasien TB di rumah sakit.
8. Kepatuhan terhadap pencatatan dan pelaporan (pengisian formulir TB) serta
ketersediaannya tepat waktu.
9. Kepatuhan staf rumah sakit terhadap pelaksanaan semua kebijakan yang
ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit Royal Progress.
10. Setiap pasien TB dicatat dengan pencatatan dan pelaporan tersendri termasuk
laboratorium dan menggunakan formulir TB dari 01,02,03 UPK,
04,05,06,09,10.
11. Pencatatan pasien TB terkait dengan kasus rujukan dan kasus mangkir.

 Menyusun laporan hasil pertemuan dan hasil monitoring evaluasi dan disampaikan
secara tertulis kepada Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak Citra Insanisetiap
triwulan untuk diketahui atau ditindaklanjuti.
BAB III
STANDAR FASILITAS

3.1 Fasilitas dan Peralatan


Fasilitas yag cukup harus tersedia bagi staf medis sehingga dapat tercapai tujuan dan
fungsi pelayanan DOTS yang optimal bagi pasien TB.
Kriteria :
1. Tersedia ruangan khusus pelayanan pasien TB (Unit DOTS) yang berfungsi sebagai
pusat pelayanan TB di RS meliputi kegiatan diagnostik, pengobatan, pencatatan dan
pelaporan, serta menjadi pusat jejaring internal/eksternal DOTS.
2. Ruangan telah memenuhi persyaratan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI-TB) di
rumah sakit.
3. Tersedia peralatan untuk melakukan pelayanan medis TB.
4. Tersedia ruangan bagi penyelenggaraan KIE terhadap pasien TB dan keluarga.
5. Tersedia ruangan laboratorium yang mampu melakukan pemeriksaan mikroskopis
dahak.

3.2 Denah Ruangan Tim DOTS


EXHAUST FAN JENDELA

LEMARI
MEJA
TEMPAT
TIDUR PERAWAT + KIE
PERIKSA
PASIEN
MEJA DOKTER

3.3 Daftar Inventaris Ruang DOTS

Daftar Alat Jumlah


1. Tempat tidur periksa 1 unit
2. Meja Tulis 2 unit
3. Kursi 6 unit
4. Rak penyimpanan OAT 1 unit
5. Rak penyimpanan formulir TB 1 unit
6. Lampu baca rontgen 1 unit
7. Stetoskop 1 unit
8. Handschoen 1 box
9. Masker 1 box
10. Timbangan 1 unit
11. Exhaust Fan 2 unit
12. Jendela 2 unit
13. Telepon 1 unit
14. Wastafel 1 unit
15. Tempat sampah infeksius & non @ 1 unit
infeksius
16. Lampu Ultra violet 1 unit
BAB III
TATALAKSANA DOTS DI RUMAH SAKIT

a. Dukungan Administrasi dan Operasional Penerapan Strategi DOTS di Rumah Sakit


Salah satu unsur penting dalam penerapan DOTS di rumah sakit adalah komitmen yang
kuat antara pimpinan rumah sakit, komite medik dan profesi lain yang terkait termasuk
administrasi dan operasionalnya. Untuk tu perlu dipenuhi kebutuhan sumber daya
manusia, sarana dan prasarana penunjang, antara lain :
 Dibentuk Tim DOTS RS yang terdiri dari seluruh komponen yang terkait dalam
penanganan pasien tuberkulosis ( dokter, perawat, petugas laboratorium, petugas
farmasi, rekam medik dan PKRS ).
 Disediakan ruangan untuk kegiatan Tim DOTS yang melakukan pelayanan
DOTS.
 Pendanaan untuk pengadaan sarana, prasarana dan kegiatan disepakati dalam
MoU antara rumah sakit dan dinas kesehatan setempat.
 Sumber pendanaan diperoleh dari rumah sakit.
 Program Nasional Penanggulangan TB memberikan kontribusi dalam hal
pelatihan, OAT, mikroskop dan bahan-bahan laboratorium.
 Formulir pencatatan dan pelaporan yang digunakan pada penerapan DOTS
01,02,03 UPK, 04,05,06,09,10 dan buku registrasi pasien tuberkulosis di rumah
sakit.

b. Strategi DOTS di Rumah Sakit


Untuk menanggulangi masalah TB, strategi DOTS harus diekspansi dan diakselerasi
pada seluruh unit pelayanan kesehatan dan berbgai institusi terkait termasuk rumah sakit
pemerintah dan swasta, dengan mengikutsertakan secara aktif semua pihak dalam
kemitraan yang bersinergi untuk penanggulangan TB.
c. Langkah – langkah kemitraan :
1. Melakukan penilaian dan analisa situasi untuk mendapatkan gambaran kesiapan
rumah sakit dan dinas keehatan setempat.
2. Mendapatkan komitmen yang kuat dari pihak manajemen rumah akit dan tenaga
medis serta paramedis dan seluruh petugas terkait.
3. Penyusunan nota kesepahaman antara rumah sakit dan dinas kesehatan.
4. Menyiapkan tenaga medis, paramedis, laboratorium, rekam medis, farmasi dan
PKRS untuk dilatih DOTS.
5. Membentuk Tim DOTS di rumah sakit yang meliputi unit-unit terkait dalam
penerapan strategi DOTS di rumah sakit.
6. Menyediakan tempat untuk Tim DOTS di dalam rumah sakit sebagai tempat
koordinasi dan pelayanan terhadap pasien tuberkulosis secara komprehensif
(melibatkan semua unit di rumah sakit yang menangani pasien tuberkulosis ).
7. Menyediakan tempat / rak penyimpanan OAT di ruang DOTS.
8. Menyiapkan laboratorium untuk pemeriksaan mikrobiologis dahak sesuai standar.
9. Mrnggunakan format pencatatan sesuai program tuberkulosis nasional untuk
memantau pelaksnaan pasien.
10. Menyediakan biaya operasional.
4.2 Pembentukan Jejaring
Rumah sakit memiliki potensi besar dalam penemuan pasien tuberkulosis (case finding),
namun memiliki keterbatasan dalam menjaga keteraturan dan keberlangsungan pengobatan
pasien (case holding) jika dibandingkan dengan puskesmas. Karena itu perlu
dikembangkan jejaring rumah sakit baik internal maupun eksternal.
Suatu sistem jejaring dapat dikatakan berfungsi secara baik pabila angka default rate <5%
pada tiap rumah sakit.
1. Jejaring Internal Rumah Sakit
Jejaring internal adalah jejaring yang dibuat di dalam rumah sakit yang meliputi
seluruh unit yang menangani pasien tuberkulosis. Koordinasi kegiatan dilaksanaan oleh
Tim DOTS rumah sakit.Tim DOTS rumah sakit mempunyai tugas perencanaan,
pelaksanaan, monitoring serta evaluasi kegiatan DOTS di rumah sakit. Tim DOTS
berada di bawah komite medik atau Direktur Pelayanan Medik Rumah Sakit dan
dikukuhkan dengan SK Direktur Rumah Sakit.

Fungsi masing-masing unit dalam jejaring internal RS :


a. Tim DOTS berfungsi sebagai tempat penanganan seluruh pasien TB di rumah
sakit dan pusat informasi tentang TB. Kegiatannya meliputi konseling, penentuan
klasifikasi dan tipe, kategori pengobatan, pemberian OAT, penentan PMO, follow
up hasil pengobatan dan pencatatan.
b. Poli umum, UGD dan poli spesialis berfungsi menjaring tersangka pasien TB,
menegakkan diagnosis dan mengirim pasien ke Tim DOTS RS.
c. Rawat inap berfungsi sebagai pendukung Tim DOTS dalam melakukan
penjaringan tersangka serta perawatan dan pengobatan.
d. Laboratorium berfungsi sebagai sarana diagnostik.
e. Radiologi berfungsi sebagai sarana penunjang diagnostik.
f. Farmasi berfungsi sebagai unit yang bertanggungjawab terhadap ketersediaan
OAT.
g. Rekam medis berfungsi sebagai pendukung Tim DOTS dalam pencatatan dan
pelaporan.
h. PKRS berfungsi sebagai pendukung Tim DOTS dalam kegiatan penyuluhan.

Alur penatalaksanaan pasien tuberkulosis di Rumah Sakit Royal Progress


1) Suspek TB atau pasien TB dapat datang ke poli umum/ UGD atau langsung
ke poli spesialis (Penyakit Dalam, Paru, Anak, Syaraf, Kulit, Bedah, Obsgyn,
THT, Mata, Bedah Saraf, Urologi)
2) Suspek TB dikirim untuk dilakukan pemeriksaan penunjang (Laboratorium
Mikrobiologi, PK, PA dan Radiologi)
3) Hasil pemeriksaan penunjang dikirim ke dokter yang bersngkutan. Diagnosis
dan dan klasifikasi dilakuka oleh dokter poliklinik masing atau Tim DOTS.
4) Setelah diagnosis TB ditegakkan pasien dikirim ke Tim DOTS untuk
registrasi (bila pasien meneruskan pengobatan di rumah sakit), penentuan
PMO, penyuluhan dan pengambilan obat, pengisian kartu pengobatan TB
(TB-01). Bila pasien tidak menggunakan obat paket, pencatatan dan
pelaporan dilakukan dipoliklinik masing-masing dan kemudian dilaporkan ke
Tim DOTS.
5) Bila ada pasien TB yang dirawat di rawat inap, petugas rawat inap
menghubungi Tim DOTS untuk registrasi pasien (bila pasien meneruskan
pengobatan di rumah sakit). Paket OAT dapat diambil di Tim DOTS.
6) Pasien TB yang dirawat inap, saat akan keluar dari RS harus melalui Tim
DOTS untuk konseling dan penanganan lebih lanjut dalam pengobatannya.
7) Rujuk (pindah) dari/ ke UPK lain, berkoordinasi dengan Tim DOTS (lihat
pada gambar alur rujukan).

2. Jejaring Eksternal
Jejaring eksternal adalah jejaring yang dibangun antara dinas kesehatan, rumah sakit,
puskesmas dan UPK lainnya dalam penanggulangan TB dengan strategi DOTS.
Tujuan jejaring eksternal :
a. Semua pasien TB mendapatkan akses pelayanan DOTS yang berkualitas, mulai
dari diagnosis, follow up sampai akhir pengobatan.
b. Menjamin kelangsungan dan keteraturan pengobatan pasien sehingga mengurangi
jumlah pasien yang putus berobat.
Dinas kesehatan berfungsi :
a. Koordinasi antara rumah sakit dan UPK lain
b. Menyusun protap jejaring penanganan pasien TB
c. Koordinasi sistem surveilans
d. Menyusun perencanaan, memantau, melakukan supervisi dan mengevaluasi
penerapan strategi DOTS di rumah sakit.
e. Menyediakan petugas untuk mengumpulkan laporan.

4.3 Mekanisme Rujukan Dan Pindah


Prinsip : memastikan pasien TB yang dirujuk/pindah akan memyelesaikan pengobatannya
dengan benar ditempat lain.
Mekanisme rujukan dan pindah pasien ke UPK lain :
1. Apabila pasien sudah mendapatkan pengobatan di rumah sakit, maka harus dibuatkan
kartu pengobatan TB (TB-01) di rumah sakit.
2. Untuk pasien yang dirujuk dari rumah sakit surat pengantar atau formulir (TB-09)
dengan menyertakan TB-01 dan OAT (bila telah dimulai dibuat pengobatan).
3. Formulir TB-09 diberikan kepada pasien beserta sisa OAT untuk diserahkan kepada
UPK yang dituju.
4. Rumah sakit memberikan informasi langsung (telepon atau SMS) ke koordinator
Hospital DOTS Linkage (HDL) tentang pasien yang dirujuk.
5. UPK yang telah menerima pasien rujukan segera mengisi dan mengirimkan kembali
TB-09 (lembar bagian bawah) ke UPK asal.
6. Koordinator HDL memastikan semua pasien yang dirujuk melanjutkan pengobatan di
UPK yang dituju (dilakukan konfirmasi melalui telepon atau SMS).
7. Bila pasien tidak ditemukan di UPK yang dituju, petugas TB UPK yag dituju melacak
sesuai alamat pasien.
8. Koordinator HDL memberikan umpan balik kepada UPK asal tentang pasien yang
dirujuk.

Alur Rujukan Pasien TB antar UPK dalam Satu Unit Registrasi (1Kab/Kota)

Mekanisme merujuk pasien dari rumah sakit ke UPK Kab/Kota lain :


1. Informasi rujukan diteruskan ke koordinator HDL Propinsi yang akan
menginformasikan ke koordinator Kab/Kota yang menerima rujukan, secara telepon
langsung atau SMS.
2. Koordinator HDL Propinsi memastikan bahwa pasien yang dirujuk telah mendapatkan
pengobatan ke tempat rujukan yang dituju.
3. Bila pasien tidak dtemukan maka koordinator HDL Propinsi harus menginformasikan
kepada koordinator HDL Kab/Kota untuk melakukan pelacakan pasien.
4.4 Pelacakan Kasus Mangkir di Rumah Sakit
Pasien dikatakan mangkir berobat bila yang bersangkutan tidak datang untuk periksa
ulang/ mengambil obat pada waktu yang telah ditentukan.
Bila keadaan ini masih berlanjut hingga 2 hari pada fase awal atau 7 hari pada fase
lanjutan, maka Tim DOTS RS segera melakukan tindakan di bawah ini :
1. Menghubungi pasien langsung/ PMO
2. Menginformasikan identitas dan alamat lengkap pasien mangkir ke wasor Kab/Kota
atau langsung ke puskesmas agar segera dilakukan pelacakan.
3. Hasil dari pelacakan yang dilakukan oleh petugas puskesmas segera diinformasikan
kepada RS. Bila proses ini menemui hambatan, harus diberithukan ke koordinator
jejaring DOTS RS.

4.5 Pilihan Penanganan Pasien Berdasarkan Kesepakatan Antara Pasien dan Dokter
Rumah sakit mempunyai beberapa pilihan dalam penanganan pasien TB sesuai dengan
kemampuan masing-masing seperti terlihat di bawah ini :

Semua unit pelayanan yang menemukan suspek TB, memberikan informasi kepada yang
bersangkutan untuk membantu menentukan pilihan dalam mendapatkan pelayanan
(diagnosis dan pengobatan), serta menawarkan pilihan yang sesuai dengan beberapa
pertimbangan :
1. Tingkat sosial ekonomi pasien
2. Biaya konsultasi
3. Lokasi tempat tinggal
4. Biaya transportasi
5. Kemampuan RS
Pilihan 1 : RS menjaring suspek TB, menentukan diagnosis dan klasifikasi pasien serta
melakukan pengobatan, kemudian merujuk ke puskesmas/ UPK lain untuk melanjutkan
pengobatan tetapi pasien kembali ke RS untuk konsultasi keadaan klinis/ periksa ulang.
Pilihan 2 : RS menjaring suspek TB dan menentukan diagnosis dan klasifikasi, kemudian
merujuk ke puskesmas.
Pilihan 3 : RS menjaring suspek TB dan menentukan diagnosis dan klasifikasi pasien serta
memulai pengobatan, kemudian merujuk ke puskesmas.
Pilihan 4 : RS melakukan seluruh kegiatan pelayanan DOTS.
BAB V
LOGISTIK

Pengelolaan logistik penanggulangan TB merupakan serangkaian kegiatan yang


meliputiperencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, monitoring
dan evaluasi. Logistik penanggulangan TB terdiri dari 2 bagian besar yaitu logistik Obat
Anti TB (OAT)dan logistik lainnya.
1. Logistik OAT.
Paket OAT anak dan dewasa terdapat 2 macam jenis dan kemasan yaitu :
a. OAT dalam bentuk obat kombinasi dosis tetap (KDT) atau Fixed Dose
Combination(FDC) yang dikemas dalam blister, dan tiap blister berisi 28 tablet.
b. OAT dalam bentuk Kombipak yang dikemas dalam blister untuk satu
dosis,kombipak ini disediakan khusus untuk pengatasi efek samping KDT.Khusus
untuk dewasa terdiri dari kategori 1, kategori 2 dan sisipan.
2. Logistik non OAT
Alat Laboratorium terdiri dari :
a. Mikroskop, slide box, pot sputum, kaca sediaan, rak pewarna dan pengering, lampu
spiritus, ose, botol plastik bercorong pipet, kertas pembersih lensa mikroskop,kertas
saring, dan lain lain.
b. Bahan diagnostik terdiri dari :
Reagensia Ziehl Neelsen, eter alkohol, minyak imersi, lysol, tuberkulin PPD RT
23dan lain lain.
c. Barang cetakan seperti buku pedoman, formulir pencatatan dan pelaporan
sertabahan KIE.

5.1 PENGELOLAAN OBAT ANTI TB


1. Perencanaan Kebutuhan Obat
Perencanaan kebutuhan OAT dilaksanakan dengan pendekatan perencanaan daribawah
(bottom up planning), dan dilakukan terpadu dengan perencanaan obat lainnya.
Perencanaan kebutuhan OAT memperhatikan :
a. Jumlah penemuan pasien pada tahun sebelumnya,
b. Perkiraan jumlah penemuan pasien yang direncanakan,
c. Buffer-stock (tiap kategori OAT),
d. Sisa stock OAT yang ada,
e. Perkiraan waktu perencanaan dan waktu distribusi (untuk mengetahui
estimasikebutuhan dalam kurun waktu perencanaan).
2. Tingkat Rumah Sakit
Rumah sakit menghitung kebutuhan tahunan, triwulan dan bulanan sebagai dasar
permintaan ke Kabupaten/Kota.
3. Pengadaan OAT
Dalam pengadakan OAT, Rumah Sakit Ibu dan Anak Citra Insaniberkoordinasi dengan
Dinas Kesehatan Jakarta Utara sesuaidengan peraturan yang berlaku.
Pengadaan OAT menjadi tanggungjawab pusat mengingat OATmerupakan Obat yang
sangat-sangat esensial (SSE).
4. Penyimpanan dan Pendistribusian OAT
OAT disimpan di rak penyimpanan OAT sesuai persyaratanpenyimpanan obat.
Penyimpanan obat harus disusun berdasarkan FEFO(First Expired First Out), artinya,
obat yang kadaluarsanya lebih awalharus diletakkan didepan agar dapat diberikan lebih
awal.
Pendistribusian OAT disertai dengan dokumenyang memuat jenis, jumlah, kemasan,
nomor batch dan bulan serta tahunkadaluarsa.
5. Monitoring dan Evaluasi
Pemantauan OAT dilakukan dengan menggunakan Laporan Pemakaiandan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO) yang berfungsi ganda, untukmenggambarkan dinamika logistik
dan merupakan alat pencatatan /pelaporan.
6. Pemantauan Mutu OAT
Mutu OAT diperiksa melalui pemeriksaan pengamatan fisik obat yangmeliputi:
a. Penandaan/label termasuk persyaratan penyimpanan
b. Leaflet dalam bahasa Indonesia
c. Keutuhan kemasan dan wadah
d. Nomor batch dan tanggal kadaluarsa baik di kemasan terkecil sepertivial, box dan
master box
e. Mencantumkan nomor registrasi pada kemasan

5.2 PENGELOLAAN LOGISTIK NON OAT


Secara umum siklusnya sama dengan manajemen OAT.
1. Kebutuhan logistik Non OAT
Bahan laboratorium dan formulir pencatatan dan pelaporan:
a. Perhitungan berdasarkan pada perkiraan pasien BTA positif yang akandiobati dalam
1 tahun.
b. Logistik penunjang lainnya (seperti: buku Pedoman TB, ModulPelatihan, Materi
KIE) dihitung berdasarkan kebutuhan.a
- Sistem informasi
- Sumber Daya Manusia
BAB VI
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM

Pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk


menilaikeberhasilan pelaksanaan program. Pemantaun dilaksanakan secara berkala danterus
menerus, untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalampelaksanaan kegiatan yang telah
direncanakan, supaya dapat dilakukan tindakanperbaikan segera. Evaluasi dilakukan setelah
suatu jarak-waktu (interval) lebihlama, biasanya setiap 6 bulan s/d 1 tahun. Dengan evaluasi
dapat dinilai sejauhmana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya dicapai. Dalam
mengukurkeberhasilan tersebut diperlukan indikator. Hasil evaluasi sangat berguna
untukkepentingan perencanaan program.
Masing-masing tingkat pelaksana program (UPK, Kabupaten/Kota, Propinsi, danPusat)
bertanggung jawab melaksanakan pemantauan kegiatan pada wilayahnyamasing-masing.Seluruh
kegiatan harus dimonitor baik dari aspek masukan (input), proses, maupunkeluaran (output).
Cara pemantauan dilakukan dengan menelaah laporan,pengamatan langsung dan wawancara
dengan petugas pelaksana maupun denganmasyarakat sasaran.
Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi, diperlukan suatu sistem pencatatandan
pelaporan baku yang dilaksanakan dengan baik dan benar.

6.1 Pencatatan Dan Pelaporan Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis


Salah satu komponen penting dari survailans yaitu pencatatan dan pelaporandengan maksud
mendapatkan data untuk diolah, dianalisis, diinterpretasi,disajikan dan disebarluaskan untuk
dimanfaatkan. Data yang dikumpulkan padakegiatan survailans harus valid (akurat, lengkap
dan tepat waktu) sehinggamemudahkan dalam pengolahan dan analisis. Data program
Tuberkulosis dapatdiperoleh dari pencatatan di semua unit pelayanan kesehatan yang
dilaksanakandengan satu sistem yang baku.
1. Formulir-formulir yang dipergunakan dalam pencatatan TB di:
a. Pencatatan di Unit Pelayanan Kesehatan
UPK (Puskesmas, Rumah Sakit, BP4, klinik dan dokter praktek swasta dll)dalam
melaksanakan pencatatan menggunakan formulir:
1) Daftar tersangka pasien (suspek) yang diperiksa dahak SPS (TB.06).
2) Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak(TB.05).
3) Kartu pengobatan pasien TB (TB.01).
4) Kartu identitas pasien TB (TB.02).
5) Register TB UPK (TB.03 UPK)
6) Formulir rujukan/pindah pasien (TB.09).
7) Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan (TB.10).
8) Register Laboratorium TB (TB.04).
Khusus untuk dokter praktek swasta, penggunaan formulir pencatatan TBdapat
disesuaikan selama informasi survailans yang dibutuhkan tersedia.
b. Pencatatan dan Pelaporan di Kabupaten/Kota
Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota menggunakan formulir pencatatan danpelaporan
sebagai berikut:
1) Register TB Kabupaten (TB.03)
2) Laporan Triwulan Penemuan dan Pengobatan Pasien TB (TB.07)
3) Laporan Triwulan Hasil Pengobatan (TB.08)
4) Laporan Triwulan Hasil Konversi Dahak Akhir Tahap Intensif (TB.11)
5) Formulir Pemeriksaan Sediaan untuk Uji silang dan Analisis Hasil Ujisilang
Kabupaten (TB.12)
6) Laporan OAT (TB.13)
7) Data Situasi Ketenagaan Program TB
8) Data Situasi Public-Private Mix (PPM) dalam Pelayanan TB
c. Pencatatan dan Pelaporan di Propinsi
Propinsi menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan sebagai berikut:
1) Rekapitulasi Penemuan dan Pengobatan Pasien TB per kabupaten/kota.
2) Rekapitulasi Hasil Pengobatan per kabupaten/kota.
3) Rekapitulasi Hasil Konversi Dahak per kabupaten/kota.
4) Rekapitulasi Analisis Hasil Uji silang propinsi per kabupaten/kota.
5) Rekapitulasi Laporan OAT per kabupaten/ kota.
6) Rekapitulasi Data Situasi Ketenagaan Program TB.
7) Rekapitulasi Data Situasi Public-Private Mix (PPM) dalam PelayananTB.

2. Indikator Program TB
Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan penanggulangan TB digunakanbeberapa
indikator. Indikator penanggulangan TB secara Nasional ada 2 yaitu:
a. Angka Penemuan Pasien baru TB BTA positif (Case Detection Rate = CDR)dan
b. Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate = SR).
Di samping itu ada beberapa indikator proses untuk mencapai indikator Nasional
tersebut di atas, yaitu:
a. Angka Penjaringan Suspek
b. Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara Suspek yang diperiksadahaknya
c. Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara seluruh pasien TB paru
d. Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien
e. Angka Notifikasi Kasus (CNR)
f. Angka Konversi
g. Angka Kesembuhan
h. Angka Kesalahan Laboratorium
Untuk mempermudah analisis data diperlukan indikator sebagai alat ukurkemajuan
(marker of progress).
Indikator yang baik harus memenuhi syarat-syarat tertentu seperti:
a. Sahih (valid)
b. Sensitif dan Spesifik (sensitive and specific)
c. Dapat dipercaya (realiable)
d. Dapat diukur (measureable)
e. Dapat dicapai (achievable)
Analisa dapat dilakukan dengan :
a. Membandingkan data antara satu dengan yang lain untuk melihat
besarnyaperbedaan.
b. Melihat kecenderungan (trend) dari waktu ke waktu.
Untuk tiap tingkat administrasi memiliki indikator sebagaimana pada tabelberikut:
3. Cara Menghitung Dan Analisa Indikator
a. Angka Penjaringan Suspek
Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000 pendudukpada
suatu wilayah tertentu dalam 1 tahun. Angka ini digunakan untukmengetahui upaya
penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu, denganmemperhatikan
kecenderungannya dari waktu ke waktu (triwulan/tahunan)

Jumlah suspek yang diperiksa


X 100.000
Jumlah penduduk

Jumlah suspek yang diperiksa bisa didapatkan dari buku daftar suspek (TB.06).
UPK yang tidak mempunyai wilayah cakupan penduduk, misalnya rumahsakit, BP4
atau dokter praktek swasta, indikator ini tidak dapat dihitung.
b. Proporsi Pasien TB BTA Positif diantara Suspek
Adalah prosentase pasien BTA positif yang ditemukan diantara seluruhsuspek yang
diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan mutu dariproses penemuan sampai
diagnosis pasien, serta kepekaan menetapkankriteria suspek.
Rumus:

Jumlah pasien TB BTA positif yg ditemukan


X 100%
Jumlah seluruh suspek TB yg diperiksa

Angka ini sekitar 5 - 15%. Bila angka ini terlalu kecil ( < 5 % )
kemungkinandisebabkan :
1) Penjaringan suspek terlalu longgar. Banyak orang yang tidak memenuhikriteria
suspek, atau
2) Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium ( negatif palsu ).
Bila angka ini terlalu besar ( > 15 % ) kemungkinan disebabkan :
1) Penjaringan terlalu ketat atau
2) Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium ( positif palsu).
c. Tercatat/diobati
Adalah prosentase pasien Tuberkulosis paru BTA positif diantara semuapasien
Tuberkulosis paru tercatat. Indikator ini menggambarkan prioritaspenemuan pasien
Tuberkulosis yang menular diantara seluruh pasienTuberkulosis paru yang diobati.
Rumus:
Jumlah pasien TB BTA positif (baru + kambuh)
X 100%
Jumlah seluruh pasien TB (semua tipe)

Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65%. Bila angka ini jauh lebih rendah,
itu berarti mutu diagnosis rendah, dan kurang memberikan prioritasuntuk
menemukan pasien yang menular (pasien BTA Positif).
d. Proporsi pasien TB Anak diantara seluruh pasien TB
Adalah prosentase pasien TB anak (<15 tahun) diantara seluruh pasien TBtercatat.
Rumus :

Jumlah pasien TB Anak (<15 thn) yg ditemukan


X 100%
Jumlah seluruh pasien TB yg tercatat

Angka ini sebagai salah satu indikator untuk menggambarkan ketepatandalam


mendiagnosis TB pada anak. Angka ini berkisar 15%. Bila angka initerlalu besar
dari 15%, kemungkinan terjadi overdiagnosis.
e. Angka Penemuan Kasus (Case Detection Rate = CDR)
Adalah prosentase jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dandiobati
dibanding jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan adadalam wilayah
tersebut.Case Detection Rate menggambarkan cakupan penemuan pasien baruBTA
positif pada wilayah tersebut.
Rumus:

Jumlah pasien baru TB BTA Positif yang dilaporkan dalam TB.07


X 100%
Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA Positif

Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif diperoleh berdasarkanperhitungan


angka insidens kasus TB paru BTA positif dikali dengan jumlahpenduduk.Target
Case Detection Rate Program Penanggulangan TuberkulosisNasional minimal 70%.
f. Angka Notifikasi Kasus (Case Notification Rate = CNR)
Adalah angka yang menunjukkan jumlah pasien baru yang ditemukan dantercatat
diantara 100.000 penduduk di suatu wilayah tertentu.Angka ini apabila
dikumpulkan serial, akan menggambarkankecenderungan penemuan kasus dari
tahun ke tahun di wilayah tersebut.
Rumus :

Jumlah pasien TB (semua tipe) yg dilaporkan dlm TB.07


X 100.000
Jumlah penduduk

Angka ini berguna untuk menunjukkan kecenderungan (trend) meningkat atau


menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut.
g. Angka Konversi (Conversion Rate)
Angka konversi adalah prosentase pasien baru TB paru BTA positif
yangmengalami perubahan menjadi BTA negatif setelah menjalani masapengobatan
intensif. Indikator ini berguna untuk mengetahui secara cepathasil pengobatan dan
untuk mengetahui apakah pengawasan langsungmenelan obat dilakukan dengan
benar.
Contoh perhitungan angka konversi untuk pasien baru TB paru BTA positif :
Jumlah pasien baru TB paru BTA positif yg konversi
X 100%
Jumlah pasien baru TB paru BTA positif yg diobati

Di UPK, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu dengancara
mereview seluruh kartu pasien baru BTA Positif yang mulai berobatdalam 3-6
bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yanghasil pemeriksaan
dahak negatif, setelah pengobatan intensif (2 bulan).
Di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dengan mudah dapatdihitung
dari laporan TB.11.Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%.
h. Angka Kesembuhan (Cure Rate)
Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasienbaru TB
paru BTA positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan,diantara pasien
baru TB paru BTA positif yang tercatat.
Angka kesembuhan dihitung juga untuk pasien BTA positif pengobatanulang
dengan tujuan:
1) Untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan kekebalan terhadapobat terjadi
di komunitas, hal ini harus dipastikan dengan surveilanskekebalan obat.
2) Untuk mengambil keputusan program pada pengobatan menggunakanobat baris
kedua (second-line drugs).
3) Menunjukan prevalens HIV, karena biasanya kasus pengobatan ulangterjadi
pada pasien dengan HIV.
Cara menghitung angka kesembuhan untuk pasien baru BTA positif.

Jumlah pasien baru TB BTA positif yg sembuh


X 100%
Jumlah pasien baru TB BTA positif yg diobati

Di UPK, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu dengancara
mereview seluruh kartu pasien baru BTA Positif yang mulai berobatdalam 9 - 12
bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranyayang sembuh setelah
selesai pengobatan.
Di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dapat dihitung darilaporan
TB.08. Angka minimal yang harus dicapai adalah 85%. Angkakesembuhan
digunakan untuk mengetahui hasil pengobatan.
Walaupun angka kesembuhan telah mencapai 85%, hasil pengobatanlainnya tetap
perlu diperhatikan, yaitu berapa pasien dengan hasilpengobatan lengkap,
meninggal, gagal, default, dan pindah.
1) Angka default tidak boleh lebih dari 10%, karena akan menghasilkanproporsi
kasus retreatment yang tinggi dimasa yang akan datang yangdisebabkan karena
ketidak-efektifan dari pengendalian Tuberkulosis.
2) Menurunnya angka default karena peningkatan kualitaspenanggulangan TB
akan menurunkan proporsi kasus pengobatanulang antara 10-20 % dalam
beberapa tahun
Sedangkan angka gagal untuk pasien baru BTA positif tidak boleh lebih dari4% untuk daerah
yang belum ada masalah resistensi obat, dan tidak bolehlebih besar dari 10% untuk daerah yang
sudah ada masalah resistensi obat.
i. Angka Keberhasilan Pengobatan
Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasienbaru TB
paru BTA positif yang menyelesaikan pengobatan (baik yangsembuh maupun
pengobatan lengkap) diantara pasien baru TB paru BTApositif yang tercatat.
Dengan demikian angka ini merupakan penjumlahan dari angkakesembuhan dan
angka pengobatan lengkap.
Cara perhitungan untuk pasien baru BTA positif dengan pengobatankategori 1.

Jumlah Pasien Baru TB BTA positif (sembuh + pengobatan lengkap)


X 100%
Jumlah Pasien Baru TB BTA positif yang diobati

j. Angka Kesalahan Laboratorium


Pada saat ini Penanggulangan TB sedang dalam uji coba untuk penerapanuji silang
pemeriksaan dahak (cross check) dengan metode Lot SamplingQuality Assessment
(LQAS) di beberapa propinsi. Untuk masa yang akandatang akan diterapkan metode
LQAS di seluruh UPK.
Metode LQAS
Perhitungan angka kesalahan laboratorium metode ini digunakan olehpropinsi –
propinsi uji coba.
Selain kesalahan besar dan kesalahan kecil, kesalahan juga dapat berupatidak
memadainya kualitas sediaan, yaitu : terlalu tebal atau tipisnyasediaan, pewarnaan,
ukuran, kerataan, kebersihan dan kualitas spesimen.
Mengingat sistem penilaian yang berlaku sekarang berbeda dengan yangterbaru,
petugas pemeriksa slide harus mengikuti cara pembacaan danpelaporan sesuai buku
Panduan bagi petugas laboratorium mikroskopis TBInterpretasi dari suatu
laboratorium berdasarkan hasil uji silang dinyatakanterdapat kesalahan bila :
1) Terdapat PPT atau NPT
2) Laboratorium tersebut menunjukkan tren peningkatan kesalahan kecildibanding
periode sebelumnya atau kesalahannya lebih tinggi darirata-rata semua UPK di
kabupaten/kota tersebut, atau bila kesalahankecil terjadi beberapa kali dalam
jumlah yang signifikan.
3) Bila terdapat 3 NPR
Penampilan setiap laboratorium harus terus dimonitor sampai
diketemukanpenyebab kesalahan. Setiap UPK agar dapat menilai dirinya sendiri
denganmemantau tren hasil interpretasi setiap triwulan.
k. Metode 100 % BTA Positif & 10 % BTA Negatif
Sebagian besar propinsi masih menerapkan metode uji silang perhitungansebagai
berikut :
Error Rate
Error rate atau angka kesalahan baca adalah angka kesalahan laboratoriumyang
menyatakan prosentase kesalahan pembacaan slide/ sediaan yangdilakukan oleh
laboratorium pemeriksa pertama setelah di uji silang (crosscheck) oleh BLK atau
laboratorium rujukan lain.
Angka ini menggambarkan kualitas pembacaan slide secara mikroskopislangsung
laboratorium pemeriksa pertama.
Rumus :
Jumlah sediaan yang dibaca salah X 100 %
Jumlah seluruh sediaan yang diperiksa
Angka kesalahan baca sediaan (error rate) ini hanya bisa ditoleransimaksimal 5%.
Apabila error rate ≤ 5 % dan positif palsu serta negatif palsu keduanya ≤ 5%berarti
mutu pemeriksaan baik.
Error rate ini menjadi kurang berarti bila jumlah slide yang di uji silang(cross
check) relatif sedikit. Pada dasarnya error rate dihitung pada
masingmasinglaboratorium pemeriksa, di tingkat kabupaten/ kota.
Kabupaten / kota harus menganalisa berapa persen laboratorium pemeriksayang ada
diwilayahnya melaksanakan cross check, disamping menganalisaerror rate per
PRM/PPM/RS/BP4, supaya dapat mengetahui kualitaspemeriksaan slide dahak
secara mikroskopis langsung.

Anda mungkin juga menyukai