Anda di halaman 1dari 29

MENUNGGU

Posted on September 2, 2013 by zulaipatnam

DALANG : ZULAIPATNAM

JUDUL : MENUNGGU

GENDRE : ROMANCE | DRAMA | LIFE | FRIENDSHIP

LEGHT : ONESHOT

RATED : PG 15 | Parents Strongly Cautioned

CAST : VIGNETTE

KIM JONG MYUN | Suho EXO K

OFC | Original Female Character

DISCLAIMERE : NGALAGA ING ZULAIPATNAM (Atas Segala Zulaipatnam)

RESAPI, HARGAI, dan KENANGLAH FF SAYA INI.

>>> STORY START HERE <<<

Pria cantik itu, aku melihatnya lagi, berpakaian kemeja putih dengan celana hitam yang
dilinting sampai lutut, berjalan dengan kaki telanjang menelusuri tepian pantai, menikmati
indahnya cahaya matahari tenggelema, di tangannya tergantung buku novel usang. Ia seorang
diri, selalu seperti itu, aku tahu dia menunggu, terlihat begitu ketara dari sorot kerinduannya.
Apa yang ia tunggu?

Bukunya terjatuh, aku berlari kecil mengejar, memungut buku tadi dan berteriak memanggil.
“Tuan…, BUKUMU JATUH!!.” Pekikku sambil mengejarnya, dia berhenti melangkah,
menoleh dan mendapati tangannya kosong. Hal apa yang ia fikirkan sampai buku jatuh saja
tidak sadar?

“Ah, gamsahamnida.” Ucapnya menerima uluran buku dariku, dia membungkuk


berterimakasih, begitu juga hal yang kulakukan. Kutatap dia dalam, ah, dia memang sangat
cantik.

“Nde, memangnya apa yang tuan fikirkan sampai buku jatuh saja tidak sadar?” tanyaku
sangat ingin tahu, dia tersenyum, mengibaskan bukunya yang penuh pasir.

“Sekali lagi, gamsahamnida.” Dia membungkuk, meniadakan pertanyaanku dan berbalik


pergi. Apa aku lancang? Kutampar mulutku dengan sendirinya, meruntuki kebodohan,
kujingkatkan langkahku, berjalan cepat sambil mengutuk mulut.

++++++

Jong Myun datang, membawa nampan berisikan jus nanas campur lemon,
menghidangkannya tepat dihadapanku yang melamun menatap pantai, cahaya matahari
tenggelam sangat indah, orangenya menyambar segala yang dibumi, laut biru menjadi tiada,
hanya orangenya yang terlihat, burung-burung terbang kesana-kemari mencari sarang. Aku?
Aku duduk di resto milik Jong Myun, duduk seorang diri sambil memesan jus nanas.

“Sendirian saja?” tanya Jong Myun basa-basi. Aku mengangguk.

“Memang biasanya aku seorang diri, bukan?” tanyaku balik tidak bersemangat, sejak
kejadian saat itu aku selalu berfikir. Apa yang pria itu fikirkan?

Jong Myun merengut, dia memeluk nampan, mata indahnya menelanjangiku.

“Tidak!.” Penolakan Jong Myun membuatku menengadah.

“Kau biasanya bersama pria berkemeja putih itu.” ungkap Jong Myun begitu santai,
jantungku mencelos.

“Jong Myun…”

“Kau duduk seorang diri namun hatimu bersamanya. Aku tahu itu.” tebakan itu sontak
menjadikan pipiku merah, sialan pria ini.

“Hya.., pergilah memasak didapur sana!.” Pekikku hampir menggebrak meja, kutarik gelas
jus nanasku, menyeruputnya dalam-dalam dan. “Jiah…, sialan pria jelek itu!.” kumuntahkan
isi jus didalam mulutku, mengelapnya menggunakan taplak meja. Asem sekali rasanya.
+++++++

Dulu, sebuah perahu wisata yang memuat 12 orang menabrak karang, 3 darinya selamat,
sisanya meninggal karena tak bisa berenang dan tidak membawa rompi pengaman. Cerita itu
kudengar dari bibik penjual es kelapa, entah mengapa wanita itu tiba-tiba bercerita mengenai
hal itu padaku. Aku mendengarkannya dengan khidmad, meski tidak tertarik namun ada rasa
penasaran yang mengganjalku.

Usai bercerita, aku menerima es kelapaku, pergi setelah membayarnya. Hidupku memang
kuhabiskan di pantai, rumahku hanya berjarak 500 meter dari tepinya, gadis pantai? Kurasa
tidak!, aku tak tahu apa-apa mengenai pantai, tidak dapat berenang, tidak suka memungut
kerang, dan berjemur seperti pelancong lainnya. Yang kusuka dari pantai hanya indah dan
tenangnya. Oh, ada satu lagi, pria cantik itu. 3 hal yang mendorongku untuk menghabiskan
waktu dipantai sepanjang waktu senggang yang kumiliki.

“Kau beli es kelapa?” ujar Jong Myun mengagetkanku, ia masih memakai apron dan
menenteng nampan. Keningku berkerut, bagaimana bisa pria jelek ini datang kemari?

“Apa yang kau lakukan disini?” selidikku membuat pertanyaan lain, Jong Myun duduk, dia
menelonjorkan kakinya, menyarukkan jemari kedalam pasir, duduk penuh kemantapan
disampingku tepat. Aku masih memandangnya tak lepas.

“Kau sendiri sedang apa? Duduk dibawah pohon kepala, memandang air pantai yang tenang
tanpa ombak berarti, memangku gelas es kelapa. Sedang apa?” kami seperti tak mau
menjawab, masing-masing membuat pertanyaan lain yang menenggelamkan pertanyaan
lampau. Aku tersenyum kecut, kuangkat gelas es kelapaku, menenggaknya sampai habis lalu
memamerkan pada Jong Myun.

“Menghabiskan es kelapa yang kubeli, kau sendiri?” dia berdecak santai, matanya tak
memandangku yang memperhatikan wajahnya, dia memeluk lutut, dadanya membusung,
tanda dia tengah menarik nafas dalam-dalam.

“Mencari seseorang yang kutunggu.” Jawabnya singkat. Kutatap pantai sepanjang yang bisa.

“Menunggu apa?” tanyaku begitu penasaran, kami diam, hening, meski aku penasaran tapi
perasaan untuk mendengar jawabannya tiba-tiba saja luntur.

“Dia yang menunggu seseorang.”

++++++++

“Benarkah dulu pernah terjadi kecelakaan perahu wisata disini?” tanyaku kala berjalan
bersama Jong Myun menuju restonya.
“Dari mana kau dengar cerita itu?”

“Bibi penjual es kelapa tadi.”

“Sekitar 4 thn lalu. Waktu itu kau belum pindah kesini.” Terang Jong Myun akhirnya, aku
mengangguk mengerti.

+++++++

Sore usai pulang dari kampus, aku mampir ke resto Jong Myun, dia menyapaku bersama jus
nanas lemon, aku mengernyit, dia masih tersenyum saat menyodorkannya.

“Aku pesan teh saja!.” tolakku menghindari jus tadi yang semakin di dekatkannya padaku,
Jong Myun tekikik pelan, aku benci suara kikikannya. Pria ini sudah jelek malah menjijikkan.

“Rasanya enak, manis, asam, dan segar…” dia mencoba meyakinkanku, aku menggeleng
kuat-kuat.

“Tidak!, jauhkan minuman itu atau aku akan pergi!.” Ancamku akhirnya, Jong Myun seolah
tidak peduli, dia memajukan minuman tadi semakin dekat dan dekat.

“PELAYAN!!.” Sebuah suara menghentikan tindakan Jong Myun, kami sama-sama menoleh
pada sumbernya, aku tertegun dan Jong Myun malah memandangku, bukannya si pelanggan
yang membutuhkannya.

“Pria berkemeja putih itu…” seru Jong Myun dan aku masih tertegun, dia tidak memakai
kemeja putih, hanya kaos pantai bunga-bunga, kaca mata dicentelkan di kepala, celana ¾
warna coklat mudah dan sandal jepit. Disampingnya berdiri wanita berdress selutut, warna
baju mereka sama –putih dengan motif bunga.

“Pelayan!.” Serunya sekali lagi, kali ini datang pegawai Jong Myun membawa buku kecil
daftar pesanan. Mereka duduk bersama, berhadapan tepatnya, terlihat bahagia dan saling
melempar senyum. Aku terperangah, baru kali ini melihat pria cantik itu tersenyum.

Jong Myun melepas apronnya, dia memanggil satu lagi pegawai dan meminta menyimpan
apronnya didalam. Dia duduk dihadapanku, menarik tanganku dan mencengkramnya lembut,
kupandangi dia, kelakuan Jong Myun menarikku untuk memandangnya.

Dia mengangguk, mengisyaratkan jika semuanya baik-baik saja, tapi tidak! Perasaanku
hancur, aku yang setiap saat berharap dapat melihatnya, mengucap salam atau bertegur sapa,
permintaanku tidak muluk-muluk.

Aku menggeleng. Ini semua salah!, tuhan tidak adil padaku.

Kembali kupandangi mereka, kini tengah meminum jus nanas dan lemon, sama dengan yang
ada dihadapanku. Kutarik tanganku dari cengkraman Jong Myun. Kuminum semua isinya,
menenggak sampai habis tanpa jeda, dadaku masih sesak, kufikir dengan minum jus tadi
semuanya akan berhenti. Khatam sampai disini, tapi tidak. Mereka masih tertawa ceria,
dadaku semakin sesak. Kutahan semuanya untuk tidak terjadi tapi tak sanggup.

“Berhentilah menunggu!, lepaskan dia!” titah Jong Myun begitu tegas, aku menggeleng,
punggung tanganku menyeka sedikit air mata yang terus mengalir tanpa jeda, punggungku
bergetar, semuanya tak dapat kutahan. Aku seperti orang bodoh yang terjebak di siklus setan,
aku menunggunya, dia menunggu seseorang dan mendapatkan orang itu, tapi aku? Aku tak
dapat apa-apa. Ini tidak adil.

“Tidak bisa!.” Gelengku lemah, tak sanggup memandang Jong Myun, dia bergerak. Jong
Myun bangkit dari kursinya, berdiri tepat disampingku.

“Kalau kau tidak bisa, maka tetap tunggulah dia!, aku akan tetap menemanimu, kudukung
setiap usahamu kelak.” Suaranya lantang, kuseka air mataku untuk terakhir kali, kupandangi
dia yang berdiri disampingku. Matanya nanar melihatku, aku menenggak ludah. Dibalik
tubuh Jong Myun kudapati pria cantik itu masih tertawa lepas bersama wanitanya. Kutarik
nafas dalam-dalam.

“Kau berjanji?” tanyaku lemah, masih mataku terpaku pada pria dibalik tubuh Jong Myun.

“Ya.”
[ONESHOOT] MY ANGEL

Posted in Kim Suho EXO K, T-Ara's Park JiYeon by parkleni

Main Casts:

Suho ‘Kim Joon Myun’ EXO K

Park Ji Yeon T-Ara

Other Casts:

Find by your self ^^

Author:

Leni Nur Anggraeni


Genre:

Friendship, Romance

Happy Reading ^^

Seorang yeoja cantik baru saja keluar dari sebuah rumah yang tidak terlalu besar dengan
penataan halaman rumah yang sangat cantik. Dia adalah Park Ji Yeon. Ji Yeon adalah
seorang yeoja yang selain memilki paras wajah cantik dan manis, dia juga tipe yeoja periang
dan selalu bersemangat. Seperti biasa Ji Yeon selalu menghabiskan waktu hanya untuk
sekedar berjalan- jalan di Sungai Han jika Ji Yeon merasa sangat bosan berdiam diri di dalam
rumahnya karena saat ini Ji Yeon tinggal di Seoul seorang diri, sedangkan ke dua orang tua
dan oppanya berada di Jepang. Cuaca sore kali ini yang cerah mendukung rencananya untuk
bermain di Sungai Han.

Ji Yeon melangkahkan kakinya penuh dengan percaya diri dan sesekali tersenyum pada
setiap orang yang ia temui di tengah perjalanan. Jinz berwarna biru tua, sweeter berwarna
merah marun dan boot rata, serta tidak lupa membawa tas selendangnya semakin
mempercantik penampilannya.

Ji Yeon mengelilingi tepi Sungai Han dengan senyuman yang tidak pernah pudar menghiasi
wajah cantiknya. Sesekali dia memotret dirinya sendiri menggunakan kamera ponselnya
untuk mengabadikan setiap moment sebagai kenang- kenangan. Meskipun Ji Yeon sangat
sering menghabiskan waktu di tempat ini namun tetap saja Ji Yeon tidak pernah merasa
bosan untuk mengunjungi tempat indah ini. Ji Yeon akan selalu merasa sangat merindukan
tempat ini jika dalam jangka waktu satu minggu dia tidak mengunjungi tempat ini. Ji Yeon
sudah sering kali berjalan- jalan mengelilingi setiap area Sungai Han namun ada satu tempat
yang belum sama sekali ia injakkan ke dua kakinya. Sebuah sungai terapung yang terletak di
ujung selatan jembatan Banpo yang baru saja dibangun oleh pemerintah Seoul yang
merupakan bagian kunci dari Proyek Renaisans Sungai Han.

“Suatu saat nanti aku ingin menginjakkan kakiku untuk pertama kalinya di sungai terapung
itu bersama seorang namja yang ku cintai.” Gumam Ji Yeon dan tersenyum penuh arti.

Seiringnya waktu yang bertambah dan cuaca yang sudah semakin gelap, rasa jenuhnya pun
telah memudar dan menumbuhkan kembali semangat baru untuknya, Ji Yeon memutuskan
untuk kembali ke rumahnya yang terletak tidak jauh dari Sungai Han. Hanya butuh berjalan
sekitar tiga puluh menit, dia akan sampai di rumahnya.

Baru saja tiba di depan rumah Ji Yeon melihat sebuah mobil mewah terparkir disana dan Ji
Yeon bertemu dengan seorang namja berperawakan tinggi dan tampan tersenyum pada Ji
Yeon, Ji Yeon pun membalas senyuman namja tampan itu.

“Suho oppa….” Ji Yeon memanggil namja tampan dan tinggi itu. Dengan berlari kecil Ji
Yeon menghampiri namja yang ia panggil Suho kemudian menghempaskan tubuh mungilnya
pada namja bernama Suho dan memeluknya amat erat membuat Suho pun balik membalas
pelukan Ji Yeon.
“Nan neomu bogosippoh, oppa…” bisik Ji Yeon dalam sela- sela pelukan mereka.

“Nado bogosippoh, Ji Yeon –ie..” jawab Suho semakin memeluk erat tubuh mungil Ji Yeon.
Wajar saja mereka berdua bersikap seperti ini karena Ji Yeon dan Suho tidak saling bertemu
sejak empat tahun yang lalu, saat itu Suho terpaksa meninggalkan Seoul dan Ji Yeon untuk
melanjutkan kuliahnya di Cina. Setelah cukup lama mereka saling berpelukan meluapkan
rasa rindu yang terpendam cukup lama antara mereka, mereka akhirnya melepaskan pelukan
mereka.

“Kenapa oppa tidak masuk saja ke dalam rumah??”

“Sejak tadi aku menekan bel pintu rumahmu dan mengetuk pintu rumahmu ini hingga pegal
namun tidak ada satu orang pun yang membukakan pintunya untukku..”

“Aigooo… Aku lupa.. Appa, eomma dan Hyo Joon oppa sekarang berada di Busan
menemani halmoeni disana. Mianhae neomu mianhae oppa. Oppa juga yang salah kenapa
kembali ke Seoul tidak memberitahuku dulu..” ucap Ji Yeon menyesal.

“Ya sudahlah, sekarang cepat buka pintunya!! Aku sudah kedinginan dan pegal berdiri di
depan rumahmu. Kau juga, kenapa kau baru pulang malam- malam begini?? Kau ini yeoja, Ji
Yeon –ie, bagaimana jika terjadi sesuatu yang buruk padamu, huuhh??”

Ji Yeon pun mengeluarkan kunci pintu rumahnya dari tas selendangnya.

“Kajja..” ajak Ji Yeon setelah pintu rumahnya terbuka. Ji Yeon menarik tangan Suho agar
mengikutinya masuk ke dalam rumah. Ji Yeon membawa Suho ke ruang tamu di rumahnya.

“Duduklah oppa.. Aku akan membuatkan minuman dan beberapa cemilan untukmu.”
Perintah Ji Yeon lembut kemudian berlalu masuk ke dalam dapurnya.

Tidak membutuhkan waktu yang begitu lama, Ji Yeon pun sudah kembali menghampiri Suho
yang sedang duduk manis di atas sofa ruang tamu dengan ke dua tangannya membawa
nampan dengan di atasnya sudah tersedia segelas ekpresso hangat dan beberapa potong
waffle.

“Igeo… Ekspresso hangat ini akan menghangatkan tubuh oppa dan waffle ini mungkin bisa
mengganjal rasa lapar oppa.. hehe^^” Ji Yeon menaruh segelas ekspresso hangat dan
beberapa potng waffle dalam sebuah piring kecil di atas meja.

“Gomawo neomu geomawo, Ji Yeon-ie. Aku sama sekali tidak menyangka jika kau masih
ingat minuman dan makanan kesukaanku.” Ucap Suho tersenyum pada Ji Yeon. Kemudian Ji
Yeon mengambil posisi duduk di samping Suho. Ji Yeon memperhatikan Suho yang sedang
meneguk ekspresso hangatnya.

“Kau habis dari mana tadi, Ji Yeon-ie??” tanya Suho setelah meneguk espresso hangatnya
hingga tersisa setengahnya.

“Aku habis jalan- jalan di Sungai Han. Dan kau oppa, kenapa kembali ke Seoul tidak
memberitahuku terlebih dahulu, huhh?? Menyebalkan!!!”
“Aku rasa, aku sudah memberitahu lewat e- mail kemarin malam.” Jawab Suho santai, sambil
melahap waffle.

“Jinjjayo?? Mianhae, aku belum membuka e- mail ku lagi.”

“Sudahlah lupakan!! Yang lebih penting adalah sekarang kau bisa bertemu denganku.
Arraseo!!!”

“Arraseo, Joon Myun-ie oppa…” jawab Ji Yeon manja.

“Kyaaa… Kau sudah tidak pantas menggunakan nada bicara seperti itu. Kau itu sudah
dewasa, Ji Yeon-ie..” Suho mengusak rambut panjang Ji Yeon lembut dan terkekeh tampan.

“Huhhh… Joon Myun- ie oppa menyebalkan!!!” Ji Yeon memukul bahu Suho pelan.

“Aku sangat bahagia saat kau memanggilku dengan nama Joon Myun- ie oppa, mengingatkan
aku ketika kita masih kecil. Tapi, satu hal yang harus kau ingat Ji Yeon- ie..” Suho menatap
ke dua mata Ji Yeon dalam, begitu pun sebaliknya Ji Yeon menatap sepasang namja yang
begitu sangat ia rinduka empat terkakhir ini.

Deg!!! Ada sesuatu yang masuk ke dalam hati mereka. Jantung mereka berdua berdetak
abnormal.

“Mwo??” tanya Ji Yeon berusaha mengsinkronkan detak jantungnya.

“Jika di sekitar kita tidak ada orang lain, hanya ada kau dan aku, kau lu izinkan untuk
memanggilku Joon Myun- ie oppa dan sama sekali tidak ku izinkan kau memanggil Joon
Myun- ie oppa ketika di sekitar kita ada orang lain dan ketika itu kau harus memanggilku
Suho oppa. Arraseo!!!”

“Kau ini tidak pernah berubah oppa.. Hahha^^”

“Oh iya, Ji Yeon- ie kau kan designer. Boleh aku meminta satu permohonan padamu??” Suho
menunjukka puppy eyesnya.

“Mwo??”

“Aku ingin kau merancangkan design baju pengantin untukku dan yeoja yang suatu saat nanti
akan menjadi pendampingku, khusus untukku. Otte???”

“Tentu saja.. Tapi, kau harus mengenalkan yeoja pilihanmu itu padaku.” Jawab Ji Yeon.
Namun, terasa sedikit terpaksa ketika mengucapkannya, seperti ada sesuatu yang mengganjal
di hatinya.

‘Yeoja itu kau, Park Ji Yeon.’ Ingin sekali Suho mengatakan itu pada Ji Yeon. Namun,
sayangnya ia masih tidak berani untuk mengatakannya, ia terlalu takut jika Ji Yeon tidak
memiliki perasaan yang sama dengan Suho dan takut akan memperburuk hubungan
persahabatan meraka yang sudah terjalin sejak mereka masih kecil. “Sayangnya belum ada
yeoja yang tertarik padaku, Ji Yeon- ie..” jawab Suho dan tersenyum miris.
“Hahhaha^^ Aku tidak percaya padamu oppa. Kau ini tampan dan sudah menjadi seorang
CEO di perusahaan Kim. Aku sangat yakin, kau pasti bisa mendapatkan yeoja manapun yang
kau sukai.”

“Jinjjayo??”

“Tentu saja. Bagaimana jika aku membantu oppa untuk mendekati seorang yeoja?? Katakan
saja siapa yeoja yang oppa sukai, maka aku akan membantumu untuk mendapatkannya..”

‘Kau mengatakan, aku bisa mendapatkan yeoja manapun yang aku sukai. Bagaimana jika
yeoja yang aku sukai itu adalah kau, Park Ji Yeon?? Apakah kau mau menerimaku??’ tanya
Suho dalam hati.

“Ne. Nanti jika aku bertemu dengan yeoja yang ku sukai, akan ku tagih janjimu itu.”

“Aku tidak akan ingkar janji, oppa.. Jika aku ingkar janji, kau boleh memberikan hukuman
apapun padaku.”

Suho melirik ke arah jam tangannya yang sudah menunjukkan sekitar jam sembilan malam.
“Ji Yeon- ie, sudah malam.. Aku harus segera pulang.”

“Baiklah kalau begitu..” Ji Yeon mengantar Suho sampai ke depan rumah.

“Ji Yeon- ie, sebenarnya aku masih ingin menghabiskan waktu bersamamu.” Ucap Suho
kecewa. Ke dua tangan Suho memegang bahu Ji Yeon dengan posisi mereka yang saling
berhadapan.

“Kita kan bisa menghabiskan lain waktu, oppa..” tanpa terduga dan di sangka- sangka tiba-
tiba Suho mengecup pipi kanan Ji Yeon.

“Annyeong, mimpi indah..” kemudian berlari kecil menghampiri mobil mewahnya. Ji Yeon
masih terpaku dan terdiam, telapak tangan kanannya menyentuh pipinya yang baru saja dapat
kecupan manis dari Suho membuat detak jantung Ji Yeon semakin abnormal, begitupun
dengan apa yang sedang dirasakan oleh Suho.

Setelah memastikan bahwa Suho sudah melajukan mobilnya meninggalkan rumah Ji Yeon,
barulah Ji Yeon masuk kembali ke dalam rumahnya.

Sepanjang perjalanan Suho benar- benar menggerutu soal sikapnya yang tiba- tiba mengecup
pipi Ji Yeon. ‘Aigoo…. Suho pabo!!! Seharusnya aku tidak melakukan itu pada Ji Yeon.’

“Suho-yya… Kau dari mana saja?? Baru saja pulang dari bandara, eomma bilang kau sudah
keluar rumah. Siapa yang kau temui??” tanya seorang pria paruh baya yang sedang duduk
santai di atas sofa ruang tengah. Dia adalah Kim Jong Woon, appa dari Suho.

“Appa, kau belum tidur. Ini sudah larut malam, appa..”

“Jangan mengalihkan pembicaraan, Suho-yya. Kemari duduklah!!” Suho pun mematuhi


perintah appa kesayangannya itu.
“Suho-yya, kau sudah pulang??” terdengar suara seorang yeoja paruh baya menghampiri
Suho dan Jong Woon dengan membawakan segelas kopi. Dia adalah Moon Geun Young,
eomma Suho.

“Ne. eomma..” jawab Suho.

“Yeobo-yya.. Ini kopinya..” Geun Young memberikan segelas kopi hangat itu pada
suaminya, Jong Woon. Geun Young ikut duduk di samping suaminya sedangkan Suho duduk
di sofa yang lain.

“Gomawo, yeobo-yya..” jawab Jong Woon dan tersenyum tampan pada isteri yang sangat ia
cintainya itu. Meskipun Jong Woon dan Geun Young sudah bukan anak muda lagi, namun
mereka berdua selalu mempertunjukkan keromantisan mereka tanpa ada perasaan risih sama
sekali. Suho yang menyaksikan betapa romantisnya eomma dan appanya hanya tersenyum
geli melihatnya.

“Suho-yya, kau dari mana saja hari ini??” tanya Geun Young terlihat raut khawatir pada
Suho.

“Aku baru saja menemui Ji Yeon, eomma, appa..” jawab Suho salah tingkah.

“Jinjjayeo??? Hwaahh… Eomma juga sangat merindukan Jungsu dan Tae Hee. Bagaimana
keadaan mereka. Sudah empat tahun kita tidak bertemu dengan mereka.” Ucap Geun Young
terkejut dan antusias.

“Appa kira kau sudah tidak ingat dengan Ji Yeon, Suho-yya.. Sudah appa duga kau sangat
mencintai Ji Yeon, benarkan???” goda Jong Woon pada putera tunggal semata wayangnya.

“Aku dan Ji Yeon hanya bersahabat, appa..” kilah Suho. Namun, tidak dapat dipungkiri jika
kalimat yang baru saja meluncur dari mulut sang appa memang fakta yang belum berani dia
ungkapkan, Suho masih betah untuk menyimpan perasaannya itu dalam hatinya.

“Suho-yya, jika kau benar mencintai Ji Yeon, eomma akan merasa sangat senang bisa
berbesanan dengan Jungsu dan Tae Hee.” Ucap Geun Young bahagia.

“Kim Joon Myun, kau jangan benjadi namja pengecut. Kau harus menjadi gentleman. Appa
saja berani mengungkapkan perasaan appa pada yeoja yang appa cintai dan akhirnya appa
bisa hidup bahagia bersama yeoja yang appa cintai dan membuahkan hasil seorang Kim Joon
Myun.”

“Jika kau benar- benar mencintai Ji Yeon, segeralah ungkapkan sebelum terlambat, sebelum
ada namja lain yang mendahuluimu. Penyesalan itu datangnya selalu diakhir, Suhu-yya..”
ucap Geun Young.

***

Jari- jemari matahari membangunkan seorang yeoja cantik dan manis yang masih
terbaring damai di atas tempat tidurnya yang empuk, menyusup di sela- sela jendela
kamarnya. Perlahan yeoja cantik itu membuka sepasang mata indahnya berusaha
menyesuaikan dengan cahaya sekitar. Tidak banyak membuang- buang waktu yeoja cantik ini
segera beranjak dari tempat tidurnya dan membereskan tempat tidurnya, kemudian segera
mandi untuk memulai aktivitas rutinnya. Dia adalah Park Ji Yeon.

Setahun terakhir ini memang setelah Ji Yeon menyelesai kuliahnya di Kinkuk University,
memiliki profesi menjadi seorang designer busana. Ji Yeon adalah designer busana yang
sangat berbakat, Ji Yeon sudah banyak menghasilkan banyak karya lewan design- design jari-
jemari seninya. Meskipun Ji Yeon adalah seorang designer muda, namun kemampuannya
sudah jangat diremehkan. Hingga Ji Yeon sekarang sudah memiliki boutiqe pribadi yang
sudah memiliki banyak cabang di dalam maupun di luar Seoul. Ji Yeon adalah seorang
designer muda yang sukses. Hasil designnya itu sudah banyak dipakai bukan hanya orang-
orang biasa, namun juga para pejabat, aktor, aktris, penyanyi, bahkan boyband ternama
sekelas Super Junior juga sudah memakai pakaian hasil design Park Ji Yeon.

Disinilah Ji Yeon bekerja, ‘PJY’s Boutiqe’.

“Selamat pagi….” sapa Ji Yeon tersenyum ramah pada seluruh para pegawai botiqenya
ketika baru saja tiba di dalam boutiqe.

“Selamat pagi, noona..” jawab mereka. Ji Yeon pun segera masuk ke dalam ruangannya.

Ji Yeon pun memulai pekerjaannya, seperti biasa dia selalu memikirkan ide- ide cemerlang
dalam hal design pakaian. Meskipun kemampuan Ji Yeon sebagai designer muda berbakat
dalam mengekspresikan gagasan yang selalu didasari oleh sebuah dasar ide yang original dan
merupakan gambaran dari suatu karya kreatif sudah diacungkan jempol oleh banyak orang.
Tetap saja Ji Yeon tidak begitu saja merasa puas. Ji Yeon terus menggali kemampuannya
menciptakan ide- ide kreatif yang akan disenangi oleh banyak konsumen.

Tok tok tok.. Seseorang mengetuk pintu ruangan Ji Yeon.

“Masuklah..” perintah Ji Yeon halus.

“Noona, seseorang ada yang ingin menemuimu.” Ucap salah satu pegawai namja PJS’s
boutiqe. Terbaca dari namtagenya, dia bernama Shin Dongho.

“Ne, suruh dia masuk. Gomawo..” ucap Ji Yeon ramah.

“Annyeong, Ji Yeon-ssi.” Sapa seorang namja yang baru saja masuk ke dalam ruang kerja Ji
Yeon.

“Minho-ssi.. Duduklah!!” Minho pun duduk di salah satu kursi yang posisinya berseberangan
dengan kursi yang sedang ditempati Ji Yeon.

“Akhir- akhir ini, kau pasti sangat sibuk Ji Yeon-ssi.”

“Tentu saja, aku ini sangat sibuk.”

“Sombong sekali kau ini.”

“Ada perlu apa kau menemuiku, Minho-ssi??”


“Bisakah kau tidak memanggil namaku seformal itu?? Aku ini temanmu, Ji Yeon-ahh bukan
rekan kerjamu.”

“Hahha^^ Baiklah, aku akan memanggilmu sunbae sama ketika kita masih kuliah.”

“Kau ini sangat menyebalkan. Panggil aku, oppa..” Minho mengangkat ke dua alisnya
berulang- ulang kali.

“Ahahha^^ Baiklah, Minho oppa..”

“Bagus!!”

“Minho oppa ada arusan apa menemuiku??”

“Jadi begini Ji Yeon-ahh. Kau tahukan aku adalah pemilik sebuah perusahaan yang
menerbitkan majalah??”

“Ne. Tentu saja!! Semua orang tahu, kau adalah Choi Minho seorang pengusaha muda
pemilik penerbit majalah. Lalu??”

“Aku ingin menampilkan artikel tentang pengusaha muda yang sukses di majalahku. Kau
mau kan menjadi narasumbernya?? Ayolah..” Minho menunjukkan aegyeonya di depan Ji
Yeon.

“Sudah sudah sudah hentikan aegyeomu itu, oppa. Benar- benar menggelikan.”

“Otte??”

“Baiklah aku mau..”

“Bagus kalau begitu. Nanti sore aku akan menjemputmu, ne??”

“Kenapa tidak sekarang saja wawancaranya, kebetulan hari ini aku tidak memiliki begitu
banyak pekerjaan.”

“Aku yang masih memiliki banyak urusan, Ji Yeon-ahh. Sudahlah aku harus pergi sekarang.
Annyeong..”

“Ne. Annyeong…”

***

Sebuah mobil megah dan mewah baru saja melaju dengan kecepatan rata- rata
meninggalkan sebuah gedung yang sangat besar, Kim Coorporation. Pengemudi mobil megah
dan mewah itu adalah Kim Joon Myun, CEO muda Kim Coorporation. Entah mau pergi
kemana dia, tidak hentinya menyunggingkan sebuah senyuman di bibirnya, menghiasi
wajahnya yang tampan, tidak kalah dengan Choi Siwon Super Junior.

Tidak lama kemudian, Joon Myun atau yang lebih akrab dipanggil Suho ini memarkirkan
mobilnya di area parkir kawasan sebuah boutiqe. Dengan penuh percaya diri Suho pun turun
dari mobil dan masuk ke dalam boutiqe dengan penuh percaya diri. Terlihat raut wajah
kagum dari setiap pegawai yeoja di boutiqe ini.

“Omoo… Siapa dia???”

“Neomu kyeopta…..”

“Omoo… sepertinya kau menyukainya…”

“Beruntung sekali yeoja yang mendapatkannya..”

Itulah segelintir kalimat yang diucapkan oleh para pegawai yeoja boutiqe ini. Suho yang
mendengarnya hanya tersenyum tampan pada mereka. Suho pun berjalan menuju meja
recepcionist.

“Annyeong, bisa saya bantu??” sapa seorang recepsionist tersenyum ramah pada Suho.

“Annyeong, Kim Joon Myun imnida. Bisakah aku bertemu dengan Park Ji Yeon??”

“Oh ne, tentu saja.” Recepsionist itu pun menunjukkan arah ruangan Ji Yeon. Namun, tanpa
terduga sosok seorang yeoja yang ingin ditemui Suho pun baru saja keluar dari ruang
kerjanya ketika Suho baru saja berjalan mengikuti petunjuk arah yang baru saja dikatakan
oleh recepsionist.

“Suho oppa..” panggil Ji Yeon kaget. Sedangkan Suho tersenyum tampan pada Ji Yeon dan
membuat pegawai yeoja boutiqe semakin terpana.

“Kenapa oppa bisa tahu alamat boutiqe ku??” tanya Ji Yeon ketika posisinya sudah saling
berhadapan dengan Suho.

“Aku ini CEO Kim Coorporation dan tentu saja mudah bagiku karena aku memiliki banyak
sekali relasi mau di dalam atau pun di luar negeri.” jawab Suho menyombongkan dirinya
sendiri.

“Kya!! Sombong sekali…” cibir Ji Yeon dan memukul pelan dada bidang Suho.

“Omoo… Kalian berdua begitu romantis. Ji Yeon noona, apa dia namjacingumu??” tanya
salah satu pegawai namja boutiqe. Ji Yeon menggeleng- gelengkan kepalanya.

“Kalian begitu serasi..” puji beberapa pegawai yeoja boutiqe.

“Gamsahabnida. Oh iya, aku harus membawa pergi atasan kalian sesegera mungkin. Tidak
apakan??” tanya Suho.

“Tentu saja. Selamat bersenang- senang..”

Suho melingkarkan tangannya di pinggang Ji Yeon dan berjalan bersama keluar boutiqe.

“Oppa, kau lihat tadi ekspresi para yeoja itu??” tanya Ji Yeon ketika baru saja masuk ke
dalam mobil milik Suho.
“Mereka semua cemburu padamu.. hahha^^”

“Kau ini memang selalu tebar pesona pada setiap yeoja yang kau temui.”

“Aku sama sekali tidak tebar pesona pada para yeoja itu. Mereka saja yang tidak bisa
memungkiri jika aku ini sangat tampan. Aku tidak mungkin kan menyalahkan anugerah
ketampanan yang telah diberikan Tuhan kepadaku.”

“Kau ini terlalu percaya diri..” tiba- tiba ponsel Ji Yeon berdering menandakan adanya
panggilan masuk. Ji Yeon pun segera menjawab panggilan masuk itu, ternyata dari Minho.

“Aigooo… Aku lupa…” ucap Ji Yeon sebelum menjawab panggilan masuk dari Minho.

“Yeoboseyeo…” jawab Ji Yeon.

“Ji Yeon-ahh, aku kan sudah katakan padamu jika aku akan menjemputmu untuk wawancara.
Tapi, para pegawaimu bilang bahwa kau sudah dijemput oleh seorang namja. Kau ini….”
kesal Minho.

“Mianhae neomu mianhae, Minho oppa. Aku benar- benar lupa.” Jawab Ji Yeon menyesal.

“Lalu bagaimana??”

“Begini saja, malam ini kau datang ke rumahku ne??”

“Baiklah. Aku datang ke rumahmu sekitar jam tujuh malam. Arra!!”

“Arraseo!”

“Annyeong..”

“Annyeong..” Ji Yeon pun meakhiri panggilan teleponnya.

“Minho oppa??? Nugu???” tanya Suho terdengar nada cemburu saat mengatakannya.

“Ne. Minho oppa adalah sunbaeku ketika kuliah di Kinkuk University.” Suho hanya
mengangguk- anggukkan kepalanya. Padahal dalam hatinya ingin sekali bertenya lebih
dalam tentang Minho. Ada hubungan apa antara Ji Yeon dan Minho, namun Suho
mengurungkan niatnya itu.

“Kenapa oppa tidak memberitahuku dulu sebelum menjemputku? Gara- gara oppa aku
melupakan janjiku dengan Minho oppa..” Deg!! Seperti ada jarum yang menusuk hati Suho.

“Dia lebih penting dariku?? Dia namjacingumu??” tanya Suho berusaha meredam rasa
cemburunya.

“Anniya.. Dia bukan namjacinguku. Hanya saja aku merasa bersalah padanya karena
sebelumnya aku sudah ada janji agar aku mau diwawancarai olehnya.” Mendengar kalimat
‘Dia bukan namjacinguku’ dari mulut Ji Yeon membuat Suho bernafas lega.
“Wawancara??” tanya Suho.

“Ne. Minho oppa adalah pemilik salah satu perusahaan penerbit majalah. Minho oppa
memintaku untuk menjadi narasumber sebagai pengusaha sukses untuk menjadi topik di
majalahnya.” Jawab Ji Yeon.

“Ji Yeon- ie, mianhae neomu mianhae..”

“Gwaenchana.. Sekarang oppa mau mengajakku kemana??”

“Rencananya aku mau mengajakmu jalan- jalan setelah ini. Tapi, sepertinya malam ini kau
sudah ada janji, jadi jalan- jalannya lain kali saja. Sekarang aku antarkan kau ke rumah.”

“Oppa memang paling mengerti aku..” Ji Yeon tersenyum manis dan cantik pada Suho.

***

Ji Yeon sedang menyediakan minuman dan beberapa cemilan untuk Minho yang
sedang menunggungya di ruang tamu. Yah, malam ini sesuai dengan janji Ji Yeon untuk
diwawancarai oleh Minho.

“Baiklah kita mulai wawancaranya.” Ucap Minho setelah meneguk minuman yang telah
disediakan oleh Ji Yeon. Minho menyiapkan alat tulis dan tape recorder.

“Baiklah.” Jawab Ji Yeon.

“Ji Yeon-ahh, bagaimana Anda bisa menghasilkan begitu banyak karya busana yang sang
sangat hebat dan disukai oleh banyak orang??”

“Sebuah design yang mengacu pada seperangkat aturan yang selalu dijadikan patokan untuk
sebuah hasil yang baik, dalam arti diakui diminati oleh masyarakat luas, selalu melalui
sebuah proses pekerjaan yang selalu mengacu pada keberhasilan sebuah karya yang
dihasilkan sebelumnya. Jadi, ketika sebuah karya design dihasilkan, maka yang akan terjadi
adalah sebuah reaksi masyarakat yang melihat atau memakai karya itu.” jawab Ji Yeon
panjang lebar.

“Kemudian, apa yang akan terjadi setelah adanya reaksi dari masyarakat luas??”

“Ketika sebuah reaksi muncul, sebuah gambaran pendapat terlihat jelas dan mempunyai nilai
koreksi yang tinggi sekaligus nilai apresiasi yang tinggi pula.”

“Melihat dengan karya- karyamu yang berhasil disukai oleh banyak orang, tentunya kau tidak
sembarangan memilih ide. Bagaimana bisa Anda bisa terpikirkan ide- ide cemerlang untuk
setiap karya Anda?”

“Ketika sebuah karya masih tersembunyi dan tersimpat rapat di dalam kepala seorang
designer, ada semacam kerangka berpikir yang selalu mengikuti dimana sebuah kerangka itu
berpatok pada berbagai keadaan lain yang secara bersamaan muncul pada kepalanya. Agar
segala hal yang mucul ini dapat dilihat dan dikaji dengan baik, maka designer harus mampu
mengatur dan menyusun apa yang muncul di kepalanya dan membuat sebuah skema dari apa
yang telah dibayangkan, kemudian apa yang diinginkan, apa yang menjadi kendala dan
hambatan, acuan dan bagaimana kira- kira cara untuk membuat karya itu bisa terealisasikan
dengan baik sehingga kita bisa mencapai tujuan yang hendak kita raih.”

“Gomawo Ji Yeon-ahh.. Tidak sia- sia aku memilihmu sebagai narasumber.”

“Ne, Cheonmaneyeo..”

Akhirnya wawancara Minho pada Ji Yeon pun selesai. Setelah itu, Minho segera pamit untuk
pulang.

***

“Noona, namjacingumu kenapa tidak menjemputmu lagi?? Apa kalian sedang ada
masalah?” tanya salah satu pegawai namja boutiqe pada Ji Yeon yang sedang sibuk
menyelesaikan rancangan busana di laptopnya.

“Namjacinguku??” tanya Ji Yeon dengan ke dua matanya masih fokus menatap layar laptop.

“Ne. Namja tampan yang beberapa hari yang lalu kemari. Dia namjacingumu kan, noona??”

“Anniya.. Dia hanya sahabatku. Kau sudah salah paham..”

“Jinjjayo?? Tapi, kalian akan terlihat sangat serasi jika bersama. Ku rasa namja itu menyukai
noona??” Deg!! Ucapan itu membuat Ji Yeon menghentikan aktivitasnya dan menatap ke
arah pegawai namjanya, Shin Dongho.

“Wae noona??”

“Anniya… Apa menurutmu Suho oppa menyukaiku??”

“Ne. Tentu saja!! Semua namja yang bertemu dengan noona pasti akan jatuh hati pada
Noona..”

“Tapi itu tidak mungkin Dongho-yya.. Kami hanya bersahabat.”

“Wae?? Memangnya ada larangan sahabat jadi cinta??”

“Dari maka kau tahu jika Suho oppa menyukaiku??”

“Orang bodoh sekalipun akan tahu jika dia menyukai Noona. Cari cara dia memandang
Noona, cara dia tersenyum pada Noona, cara dia memperlakukan Noona, itu sudah cukup
membuktikan jika dia menyukai Noona..”

“Jinjjayyo??”

“Apa Noona juga mencintainya??”

“Nan molla..”
“Ya sudah noona, aku harus kembali bekerja. Annyeong..”

‘Apa benar apa yang telah dikatakan oleh Dongho jika Suho oppa menyukaiku??’ tanya Ji
Yeon dalam hati.

Tapi, benar juga apa yang dikatakan Dongho. Suho oppa kenapa hari dia menjemputku, dia
tidak pernah menemuiku lagi?? Dia juga sama sekali tidak menghubungiku. Mungkin saja dia
terlalu sibuk.

Malam ini Ji Yeon bekerja hingga larut malam untuk menyelesaikan rancangan busana
terbarunya.

Ji Yeon berjalan santai menuju halte bus terdekat dengan senyuman yang masih terpasang
dengan baik di wajah cantiknya. Tiba- tiba ada tida namja bertubuh besar dan kekar
menghampiri Ji Yeon.

“Hai Noona cantik..” goda salah satu dari mereka dan menyentuh daguku.

“Noona cantik sebaiknya kita bersenang- senang dulu.”

“Siapa kalian??” bentak Ji Yeon menahan rasa takut.

“Noona cantik sekali.” Ucap salah satu dari mereka dengan tangan kanannya menggenggam
sebotol soju. Kemudian dia mencengkram tanganku, aku berusaha untuk melepaskan
cengkramannya a

“Lepaskan aku…” teriakku dengan air ata yang sudah tidak bisa ku tahan karena sangat
ketakutan.

“Kenapa kau sangat galak, Noona cantik. Ayo kita bersenang- senang..”

“Lepaskan aku!!!” Ji Yeon semakin memberontak.

“Meskipun kau galak seperti itu, kau masih terlihat sangat cantik..” dua namja memegang
tanganku sedang satu namja lagi menyentuh wajahku yang membuatku jiji. ‘Tuhan.. tolong
aku.. Aku sangat takut.. Suho oppa.. Suho oppa… Suho oppa…” jerit Ji Yeon dalam hati. Ji
Yeon menangis, berharap ada malaikat baik hati yang menyelamatkannya. Tiba- tiba
BRUGGGHH… seseorang memukul namja di depanku hingga membuatnya tersungkur ke
tanah. Ke dua namja yang lain pun akhirnya melepaskan cengkaraman mereka padaku dan
berkelahi dengan seseorang yang telah memukul temannya hingga tersungkur.

“Suho oppa…” lirih Ji Yeon . Namja yang menyelamatkan Ji Yeon adalah Suho. Ji
Yeon sangat ketakutan melihat aksi kekerasan di hadapannya itu. Ji Yeon mengepalkan ke
dua tanganku untuk mengumpulkan keberanian mendekati mereka agar ke tiga namja
bertubuh besar dan kekar itu menghentikan aksi kekerasan mereka untuk menyelamatkan
Suho.

“Hentikan!!!!!!” teriak Ji Yeon berusaha melawan rasa takutnya. Ji Yeon berlari mendekat ke
tiga namja bertubuh besar dan kekar yang sedang memukul Suho. Namun, sayangnya ke tiga
namja bertubuh besar dan kekar itu sama sekali tidak mengubris teriakkan Ji Yeon. Dia terus
memukul tubuh Suho, membuat Ji Yeon semakin terisak dengan tangisannya. Ia tidak tega
melihat namja yang ia sayangi diperlakukan tidak wajar di hadapannya.

“Yak!! Ku bilang hentikan!!” Teriak Ji Yeon lagi, masih berusaha melawan rasa takutnya.
Kali ini Ji Yeon berhasil menghentikan aksi kekerasan mereka. Ke tiga namja bertubuh kekar
dan besar itu menoleh ke arah Ji Yeon dengan tatapan yang amat tajam, berhasil membuat Ji
Yeon ketakutan. Ji Yeon hanya berdiri mematung dan tubuh Ji Yeon mulai bergetar menahan
rasa takut. Ke tiga namja bertubuh besar dan kekar itu menjauhi tubuh namja yang baru saja
mereka pukuli dan dengan langkah cepat menuju dan masuk ke dalam mobil mewahnya,
kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan tingkat tinggi. Setelah mobil itu sudah tidak
terlihat dari pandangan mata Ji Yeon lagi, Ji Yeon menatap iba seorang namja yang baru saja
menjadi korban kekerasan ke tiga namja bertubuh besar dan kekar barusan. Perlahan Ji Yeon
mendekati Suho dan ikut berjongkok. Ji Yeon memandang wajah Suho yang sudah menutup
ke dua matanya sepertinya dia sudah pingsan, dengan tatapan iba karena wajahnya sudah
bonyok, babak belur dengan darah segar di kedua sudut bibirnya. Kini kondisi wajahnya amat
sangat teramat memprihatinkan. Ji Yeon merasa tidak tega melihat kondisinya yang terlihat
tidak berdaya dan meraih tangan kanan Suho itu kemudian dia kalungkan ke lehernya untuk
membantu namja itu berdiri. Ji Yeon pun merangkulnya dan membawa Suho itu masuk ke
dalam mobil Suho. Ji Yeon pun mengemudikan mobil Suho pulang ke rumahnya. Ji Yeon
benar- benar merasa bersalah pada Suho.

Ji Yeon membaringkan tubuh namja itu di atas sofa di ruang tamu dan mengobati luka Suho.
Ji Yeon meninggalkan Suho yang masih terbaring lemah ke dapur untuk mengambil
kompresan dan P3K untuk mengobati luka dan lebam di wajahnya.

Kelopak mata dan daerah sekitar mata Suho itu berwarna hitam dan kebiruan hampir
berwarna ungu. Terdapat cairan darah segar dari hidungnya dan ke dua sudut bibirnya. Ji
Yeon semakin merasa kasih dan tidak tega melihatnya.

“Suho oppa mianhae. Gara- gara menyelematkan aku, kau jadi seperti ini.” sesal Ji Yeon
pelan dengan raut wajah iba dan prihatin pada Suho. Ji Yeon pun mulai mengobati beberapa
lebam dan luka di wajah Suho.

Ji Yeon mencoba mendudukan tubuh Suho dan bersandar di sandaran sofa di bantu dengan
bantal untuk menopang kepalanya kemudian menempelkan kantung es yang dibungkus
dengan kain tipis ke daerah sekitar mata yang lebam tanpa memberikan banyak tekanan
untuk mengurangi pembengkakan dan menghentikan peredaran darah internal. Ji Yeon juga
mengompres bagian lain yang lebam dengan kompresan tersebut. Kemudian Ji Yeon
membersihkan darah yang mengalir dari hidungnya dan darah yang sudah mulai mengering
di sekitar ke dua sudut bibirnya dengan kapas dari kotak P3K menggunakan alkohol
kemudian menempelkan plester di atas luka ringan itu. Setelah selesai dengan aktivitas
mengobati luka dan lebam di wajah Suho, Ji Yeon beranjak berdiri untuk mengembalikan
kotak P3K ke tempatnya. Namun, langkahnya terhenti karena tangan namja itu
menggenggam pergelangan tangan Ji Yeon dan menahannya pergi membuat Ji Yeon menoleh
ke arahnya dan kembali duduk di sampingnya.

“Oppa sudah sadar??” tanya Ji Yeon khawatir. Tanpa Ji Yeon sadari ke dua telapak
tangannya mengapit ke dua pipi. Ji Yeon merasa sangat khawatir pada Suho.
“Neo gwaenchana??” tanya Ji Yeon lagi. Masih tampak terlihat raut kekhawatiran menghiasi
wajah cantiknya.

“Gomawo..” ucap Suho pelan.

“Seharusnya aku yang mengucapkan terimakasih padamu, oppa. Gara- gara aku oppa terluka
seperti ini.” Ji Yeon memeluk Suho dan menangis. “Apa yang harus katakan pada Jong Woon
ahjussi dan Geun Young ahjumma setelah melihat puteranya babak belur seperti gara- gara
aku??” Ji Yeon masih terisak dengan tangisannya. Suho melepaskan pelukan mereka.

“Untung saja aku lewat, entah apa yang terjadi jika aku terlambat beberapa menit.” Namun, Ji
Yeon semakin menangis. Suho bingung bagaimana untuk menghentikan tangis Ji Yeon, di
sisi lain Suho menahan rasa nyeri di wajah dan tubuhnya. Namun, entah mendapat
keberanian dari mana tiba- tiba Suho mencium bibir mungil Ji Yeon. Cukup lama Suho
mencium Ji Yeon, Ji Yeon hanya memejamkan ke dua matanya dan perlahan Ji Yeon pun
membalas ciuman Suho. Mereka berdua terbuai menikmati ciuman lembut mereka. Membuat
jantung ke duanya berdetak lebih kencang.

“Ji Yeon- ie, saranghae..” ucap Suho setelah melepaskan ciumannya.

“Nado saranghae, oppa..” jawab Ji Yeon. Kalimat itu begitu saja keluar dari mulutnya.

“Kau menerima cintaku bukan karena mau berbalas budi karena aku menyelamatkanmu
kan??” tanpa terduga Ji Yeon mencium kembali Suho, membuat Suho membalas ciumannya.
Entah mengapa rasa perih dan nyeri musnah begitu saja. Kini hati Suho sangat lega dan
bahagia karena akhirnya Suho mengungkapkan perasaannya pada Ji Yeon.

“Apa ini sudah menjawab pertanyaanmu, oppa??” tanya Ji Yeon setelah melepaskan ciuman
kami. Suho hanya memberikan senyuman misterius tampannya pada Ji Yeon.

Malam semakin larut namun Suho dan Ji Yeon masih terjaga. Mereka berdua masih duduk di
sofa ruang tengan dengan kepala Ji Yeon bersandar di bahu Suho sedang Suho menyandarkan
kepalanya di atas sanfaran sofa dengan penopang bantal, dengan ke dua matanya terpejam
namun tidak tertidur.

“Ternyata benar apa yang dikatakan Dongho.”

“Mwo??”

“Ternyata oppa menyukaiku.”

“Salah..”

“Mwo??”

“Aku sangat mencintaimu dan sangat menyayangimu, Ji Yeon- ie.” Ji Yeon tersenyum
mendengarnya.

“Sejak kapan??”
“Sudah lama sebelum aku pergi ke Jepang.”

“Jinjjayeo?? Kenapa baru mengucapkannya sekarang??”

“Aku takut jika kau menolakku. Pengecut memang..” tiba- tiba Ji Yeon melingkarkan
tangannya di pinggang Suho dan memperhatikan setiap lekuk wajah Suho. Kemudian
mengecup setiap luka dan lebam di wajah Suho membuat Suho tersenyum dengan matanya
yang masih terpejam.

“Kau sudah berani ya..” goda Suho.

“Kau kan namjacinguku.. hehhe^^” Ji Yeon semakin memeluk tubuh Suho dan
menyandarkan kepalanya di dada bidang Suho hingga mereka terlelap tidur.

Semalaman Suho dan Ji Yeon tertidur bersama di atas sofa dengan posisi kepala Ji Yeon
bersandar di dada Suho sambil memeluk tubuh Suho.

“Ji Yeon- ie, wajah cantikmu itu begitu menyilaukan, saat tertidur pun kau terlihat sangat
cantik. Apa kau keturunan malaikat??” gumam Suho yang lebih dulu bangun dari Ji Yeon.

“Ehmm..” Ji Yeon sedikit menggeliat, perlahan membuka ke dua matanya, kemudian dia
menengadahkan wajahnya dan melihat wajah Suho yang tersenyum tampan pada Ji Yeon
meskipun banyak plester dan lebam di wajahnya.

“Oppa, apa luka dan lebammu masih sakit??” Ji Yeon membelai wajah Suho lembut. Suho
hanya menanggapinya dengan senyuman. Tanpa terduga Ji Yeon melakukan hal yang sama
seperti semalam, Ji Yeon mengecup lembut setiap luka dan lebam di wajah tampan Suho.

***

“Aigoo… Suho-yya.. Kenapa kau tidak pulang semalam?? Kau tidur dimana tadi
malam?? Kenapa tidak menghubungi kami?? Kenapa kami sulit menghubungi ponselmu??
Appa dan eomma sangat mengkhawatirkanmu.” Tanya Geun Young bertubi- tubi setelah
menghampiri puteranya ketika menyadari bahwa Suho telah tiba di rumah. Betapa
terkejutnya ketika Geun Young melihan kondisi wajah Suho yang memprihatinkan, terdapat
banyak luka dan lebam disana. “Apa yang terjadi dengan wajahmu?? Kau habis berkelahi??”

“Nanti aku akan menceritakan tentang hal ini pada eomma, tapi tidak sekarang. Aku harus
segera ke kantor.”

“Kau mau pergi ke kantor dengan kondisi seperti itu?? Apa tidak sebaiknya hari ini kau
istirahat saja??”

“Anniya eomma, nan gwaenchana..” Suho tersenyum berusaha meyakinkan Geun Young.

“Kenapa begitu banyak luka dan lebam di wajahmu itu, kau masih sempat untuk
tersenyum??”

“Karena gara- gara luka dan lebam ini akhirnya aku bisa memiliki Ji Yeon, eomma..”
“Apa maksudmu?? Eomma tidak mengerti.”

“Aku sudah mengungkapkan perasaanku pada Ji Yeon dan sekarang aku dan Ji Yeon sudah
resmi menjadi sepasang kekasih.” Jawab Suho tersenyum bahagia. “Sudahlah eomma aku
harus ke kamarku dulu dan siap- siap ke kantor.”

“Kau harus menceritakannya pada eomma, Suho-yya..”

***

“Noona, kenapa sejak tadi pagi kau tersenyum tiada henti??” tanya Dongho yang
baru saja masuk ke dalam ruang kerja Ji Yeon. Ji Yeon dan Dongho memang sangat dekat
bahkan Ji Yeon sudah menganggap Dongho sebagai adiknya sendiri.

“Jinjja??”

“Ne. Noona tidak mau berbagi kenahagiaan denganku??”

“Dongho-yya, aku sangat bahagia sekali sekarang..”

“Wae?? Kau dapat tiket Super Show 4 Super Junior?? Kau dapat tiket liburan gratis ke
Maladewa?? Atau kau dapat tiket gratis liburan ke Eropa??” tanya Dongho bertubi- tubi dan
sangat antusias.

“Hmmm……. Lebih dari itu..” Ji Yeon tersenyum misterius pada Dongho yang membuat
Dongho semakin penasaran.

“Yak!! Noona, beritahu aku. Kau mau aku mati konyol hanya karena penasaran?? Jika itu
terjadi arwahku akan mengikutimu terus..”

“Horor sekali sihh kau… Kau ini terlalu berlebihan, mana mungkin hanya karena penasaran
bisa mati mendadak. Aneh..” cibir Ji Yeon.

“Yak!! Noona menyebalkan. Baiklah jika kau tidak ingin aku untuk mengetahui hal apa yang
telah membuatmu bahagia, aku tidak akan memaksa Noona lagi untuk menceritakannya
padaku. Tapi, ingat satu hal Noona!! Aku tidak mau lagi mendengar curahan hatimu lagi..”
Dongho mulai beranjak berdiri dari kursi yang terletak di seberang kursi yang ditempati Ji
Yeon.

“Arra arra arra!! Duduk kembali!! Aku akan berbagi kebahagiaan denganmu.” Dongho pun
kembali duduk di tempat semula.

“Jadi, apa yang membuatmu bahagia Noona??”

“Ternyata dugaanmu benar, Dongho-yya..” Ji Yeon tersenyum cantik pada Dongho.

“Aku sama sekali tidak mengerti Noona..”

“Suho oppa, dia benar mencintaiku.”


“Jinjjayeo??” tanya Dongho tidak percaya dengan pancaran ke dua mata yang berbinar
seakan merasakan kebahagiaan yang juga sedang dirasakan oleh Ji Yeon.

“Ne. Sekarang aku dan Suho oppa sudah resmi menjadi sepasang kekasih.” Ucap Ji Yeon
bahagia.

“Chukae chukae chukae, noona.. Aku ikut berbahagia untukmu dan namjacingumu itu.”

“Gomawo Dongho-yya..”

***

“Tuan Muda Kim, Tuan Besar Kim ingin Anda untuk segera menemuinya di
ruangannya.” Ucap sekretaris Suho.

“Arraseo, aku akan segera kesana.” Suho tersenyum pada sekretarisnya.

“Tuan muda..”

“Ne??”

“Ada apa dengan wajah Tuan Muda??”

“Gwaenchana. Ini hanya luka ringan.”

***

“Annyeong appa, kau mencariku??” tanya Suho setelah tiba di dalam ruangan
appanya.

“Ne. duduklah!!!” perintah Kim Jong Woon yang masih sibuk mengotak- atik laptopnya.

“Ada apa, appa??” Jong Woon pun menghentikan aktivitasnya dan menatap putera semata
wayangnya.

“Eommamu bilang, kau baru tiba di rumah tadi pagi dengan wajah babak belur. Ternyata
benar saja kondisi wajahmu sangat memprihatinkan. Semalam kau dari mana saja dan
menginap dimana?? Kau tahu, appa dan eomma sangat mengkhawatirkanmu.”

“Mianhae appa..”

“Ceritakan apa yang terjadi sebenarnya..”

“Tadi malam ketika aku mau pulang ke rumah, aku melihat ada tiga preman yang
mengganggu Ji Yeon dan aku mencoba untuk menyelamatkan Ji Yeon hingga seperti ini. Dan
tadi malam aku menginap di rumah Ji Yeon.”

“Mwoo??? Menginap di rumah keluarga Park?? Bukankah kau bilang Ji Yeon hanya tinggal
sendiri disana karena Jungsu, Tae Hee dan Hyo Joon sedang ada Busan?? Kau tidak
melakukan hal apapun kan dengan Ji Yeon??” tanya Jong Woon bertubi- tubi.
“Kyaa.. Appa.. Memangnya apa yang ada di pikiran apa sekarang?? Jangan katakan padaku
jika appa tertular penyakit yadong dari Monkey ahjussi.”

“Lalu apa saja yang kalian lakukan tadi malam??”

“Ji Yeon hanya mengobati luka dan lebam di wajahku ini, appa..” ke dua telunjuk Suho
mengarah ke wajahnya.

“Syukurah kalau begitu…”

“Aku memang mencintai Ji Yeon tapi aku jauh lebih menyayanginya, appa.. jadi, aku tidak
mungkin berbuat buruk pada Ji Yeon.”

“Appa bangga padamu.”

“Justru karena luka dan lebam di wajah ini sangat menguntungkan bagiku.” Ucap Suho
tersenyum misterius.

“Maksudmu apa??”

“Aku bisa tahu ternyata Ji Yeon juga memiliki perasaan yang sama denganku.”

“Jinjja?? Jadi, sekarang Ji Yeon adalah calon menantuku??” Tanya Jong Woon tidak percaya,
sedangkan Suho tersenyum geli melihat respon appanya yang berlebihan.

“Segeralah tentukan tanggal pernikahan kalian, appa sudah tidak sabar memiliki cucu dari
putera appa yang tampan ini..” dengan nada menggoda.

***

Hari ini adalah tepat satu tahun usia hubungan dua sejoli Kim Joon Myun dan Park
Ji Yeon. Tentu saja dalam jangka waktu satu tahun itu dihiasi dengan berbagai kejadian
senang, sedih, cemburu, konyol dan banyak hal lagi.

#flashback on

Jam tangan yang melingkar dengan baik di pergelangan tangan kiri Ji Yeon sudah
menunjukkan pukul sembilan malam. Ji Yeon masih berada di depan boutiqe menunggu
seseorang yang biasa menjemputnya namun tak kunjung tiba. Hingga lewat seorang namja
yang cukup dikenal oleh Ji Yeon memarkirkan mobil siver mewahnya tepat di depan boutiqe
Ji Yeon.

“Ji Yeon-ahh, kenapa belum pulang??”

“Minho oppa..” dia pun keluar dari mobilnya dan menghampiri Ji Yeon.

“Kajja aku antarkan kau pulang..” ajak Minho.

“Anniya.. Aku sedang menunggu seseorang, mianhae..” tolak Ji Yeon halus.


“Baiklah aku akan menemanimu hingga orang yang kau tunggu menemputmu.”

Beberapa menit kemudian, seorang yang ditunggu oleh Ji Yeon pun tiba dengan mobil yang
tidak kalah megah dengan milik Minho.

“Ji Yeon- ie..”

“Oppa… Kau dari mana saja???”

“Mianhae, tadi ada rapat mendadak di kantor.” Sesal Suho. “Kajja, kita pulang sekarang..”

“Minho oppa gomawo sudah menemaku menunggu.”

“Ne, cheonmaneyeo..”

***

“Kenapa namja itu selalu menemanimu saat menunggumu, huhh??” tanya Suho
ketika baru saja melajukan mobilnya.

“Itu hanya kebetulan oppa. Kau ini tidak usah cemburu seperti itu padanya. Seharusnya kau
berterimakasih padanya karena dia mau menemaniku untuk menunggumu.”

“Kenapa harus dia lagi??”

#flashback of..

***

“Oppa, kau akan mengajakku kemana??”

“Hmm… karena hari ini adalah anniversary kita, kau boleh menentukan tempat kencan kita..”
Suho mengerlingkan sebelah matanya pada Ji Yeon.

Kini Suho dan Ji Yeon sudah berada di sebuah pulau terapung terletak di ujung selatan
jembatan Banpo yang baru saja dibangun oleh pemerintah Seoul yang merupakan bagian
kunci dari Proyek Renaisans Sungai Han. Ji Yeon selalu ingat salah satu impiannya adalah
“Suatu saat nanti aku ingin menginjakkan kakiku untuk pertama kalinya di sungai terapung
itu bersama seorang namja yang ku cintai.” Dan akhirnya impian Ji Yeon terpenuhi karena
saat pertama kali Ji Yeon menginjakkan di pulau terapung ini bersama seorang namja yang
telah mengisi hatinya, namja yang sangat ia cintai dan juga sangat ia sayangi begitupun
sebaliknya.

“Dulu aku pernah berangan- angan pertama kali menginjakkan kakiku di pulau terapung ini
bersama namja yang aku cintai.” Ji Yeon memulai pembicaraan. Di pulau terapung ini benar-
benar sangat indah, banyak orang yang menghabiskan waktu di tempat ini, Ji Yeon
tersenyum kecil menyaksikan anak- anak kecil yang sedang bermain tepat di hadapan Suho
dan Ji Yeon.
“Jinjjayeo?? Bukankah Sungai Han adalah tempat favoritemu?? Aku tidak percaya jika hari
ini adalah pertama kalinya kau menginjakkan kakimu di pulau terapung ini.”

“Kyaaa… Sudah bertahun- tahun bersahabat dan satu tahun menjadi namjacinguku ternyata
tidak begitu banyak yang kau tahu tentangku.”

“Itu karena selama setahun ini kita tidak pernah menghabiskan waktu bersama di Sungai
Han.”

“Itu karena kau selalu menolak rekomendasi tempat kencan di Sungai Han ini. Padahal aku
sudah sering mengatakan tentang Sungai Han, tapi kau selalu menolak.”

“Mianhae, aku terlalu egois.”

“Sudahlah yang lebih terpenting adalah sekarang aku bisa mewujudkan impianku karena
akhirnya kau mau ku ajak kemari.” Ji Yeon tersenyum pada Suho. Kemudian Ji Yeon
meninggalkan Suho yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu pada Ji Yeon. Ji Yeon terus
saja melangkahkan kakinya menuju anak- anak kecil yang sedang bermain- main. Suho
hanya memperhatikan Ji Yeon yang sedang menikmati kebersamaannya bersama anak kecil
itu dengan senyuman.

“Noona karena kau cantik, aku ingin memberikan permen ini untuk Noona. Terima yahh…”
rengek seorang namja kecil pada Ji Yeon. Namja kecil itu mengeluarkan permen itu dari
kemasannya kemudian menyuapkan pada mulut Ji Yeon. “Aaaaaa” Ji Yeon pun mengemut
permen yang telah diberikan oleh namja kecil itu. “Gomawo adik tampan..” Ji Yeon
tersenyum cantik pada namja kecil itu. Ji Yeon terus saja bercengkrama dengan anak- anak
kecil itu, terlihat raut wajah bahagia Ji Yeon. Ji Yeon memang sangat menyukai anak kecil.

“Kyaa… Ji Yeon benar- benar menyebalkan! Seharusnya dia kembali menghampiriku. Dia
malah sangat asyik bermain dengan anak- anak kecil itu. Sampai Ji Yeon mencium anak-
anak itu. Aigoo…. Lebih baik aku saja yang kau cium Ji Yeon- ie…” gerutu Suho dalam hati.
Suho pun akhirnya menghampiri Ji Yeon.
“Anak- anak bisakah aku meminjam noona cantik ini, ne??” Suho mencoba bersikap manis
pada anak- anak kecil itu.

“Wahhh… oppa kau tampan sekali.. Kau kekasih eonnie cantik??” tanya seorang yeoja kecil
dengan pandangan mata berbinar ketika memandangku. Terpesona eoh??

Namun, ternyata sangat menyenangkan bermain- main dengan anak- anak kecil ini.. Hingga
permainan kami harus terhenti karena orang tua mereka sudah mengajak mereka untuk
pulang. Kini tinggal hanya ada beberapa orang yang masih berada di pulau terapung salah
satunya Suho dan Ji Yeon.

Suho memeluk tubuh mungil Ji Yeon dari belakang. Hangat!!! “Saranghae..” bisik Suho tepat
di telinga Ji Yeon sambil menyaksikan pemandangan indah Sungai Han.

“Nado saranghae, oppa..” Ji Yeon membalikkan tubuhnya menghadap Suho. Suho merogoh
sesuatu di saku jasnya. Ternyata Suho mengeluarkan sepasang cincin berlian. Kemudian
Suho memasangkan salah satu cincin itu di jari manis Ji Yeon begitu pun sebaliknya.

“Menikahlah denganku..” ucap Suho mantap. Ji Yeon menganggukkan kepalanya dan


tersenyum bahagia pada Suho. “Aku tidak mungkin menolakmu, oppa..” dengan sepasang
mata indahnya sudah berkaca- kaca.

“Jangan menangis Ji Yeon- ie.. Aku ingin terus menatap sepasang mata indah dan
berbinarmu yang sejak dulu hingga detik ini selalu berhasil membuat jantungku berdetak
lebih kencang. Saranghae..” Suho menggenggam erat ke dua tangan Ji Yeon “Saranghae Ji
Yeon- ie.” Ke dua mata Suho menatap dalam sepasang mata indah Ji Yeon “Sampai
kapanpun aku akan selalu menyayangimu, aku akan selalu menjaga dan melindungimu. Aku
janji!!”

“Oppa tidak boleh mengingkari janji oppa padaku. Kau tidak boleh merasa jenuh padaku.”

“Tentu saja tidak akan ada kata jenuh untukku padamu karena kau telah menangkap hatiku.
Kau tahu, kau jauh lebih cantik dari malaikat. Aku hanya akan cinta padamu, Park Ji Yeon!!”
Suho mendekatkan wajahnya pada wajah Ji Yeon, Ji Yeon pun memejamkan ke dua matanya
hingga mereka merasa bibir mereka telah saling bersentuhan. Suho mencium lembut bibir
mungil Ji Yeon hingga tanpa disadari ada sesuatu yang manis berpindah dari mulut Ji Yeon
ke mulut Suho. Ne!! Sesuatu yang manis itu adalah permen yang sejak tadi Ji Yeon emut.
Hingga dengan terpaksa Suho melepaskan ciuman mereka. “Kenapa kau tidak bilang jika kau
sedang mengemut permen?? Kau ini seperti anak kecil saja..” Suho berusaha mengalahkan
rasa gugupnya di depan Ji Yeon. Ji Yeon hanya tersenyum “Permen itu pemberian dari salah
satu anak kecil tadi..”

THE END ^^

Anda mungkin juga menyukai