Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tujuan mendirikan Republik Indonesia atau tujuan mengadakan pembangunanan
ekonomi di Indonesia dapat ditemukan dalam Undang-Undang Dasar (1945) pada
pembukaannya, yakni yang ada prinsipnya, adalah untuk mewujudkan masyarakat adil
dan makmu,material dan spiritual. Rumusan lain dapat ditemukan, misalnya pada sila-
sila pancasila,atau pada-pada terbitan-terbitan lain seperti memerangi kemiskinan,
kebodohan, dan sebagainya,atau dapat dilihat pada kutipan-kutipan diatas,dan malah
pada pewayangan.
Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara
secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu.
Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi
suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional.
Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi hanya menyangkut fisik berupa produk barang dan
jasa, sedangkan perkembangan ekonomi mencakup kualitas barang dan jasa yang
dihasilkan serta kualitas faktor-faktor yang digunakan.
Mengingat konsep pertumbuhan ekonomi sebagai tolak ukur penilaian
pertumbuhan ekonomi nasional sudah terlanjur diyakini serta diterapkan secara luas,
maka kita tidak boleh ketinggalan dan mau tidak mau juga harus berusaha mempelajari
hakekat dan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi tersebut. Dengan demikian makin
tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat,
meskipun terdapat indikator yang lain, yaitu distribusi pendapatan. Sedangkan
pembangunan ekonomi ialah usaha meningkatkan pendapatan per kapita dengan jalan
mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal,
penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan ketrampilan,
penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan beberapa permasalahan yakni
sebagai berikut:
1. Apa tujuan pembangunan ekonomi Indonesia?
2. Apa saja strategi pembangunan ekonomi Indonesia?
3. Bagaimana pelaksanaan pembangunan ekonomi Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas dapat di tulis tujuan penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tujuan pembangunan dari ekonomi Indonesia.
2. Untuk mengetahui strategi pembangunan ekonomi Indonesia.
3. Untuk mengetahui pelaksanaan pembangunan ekonomi Indonesia.
1.4 Manfaat Penulisan

1
Dari makalah ini maka akan diperoleh beberapa manfaat, baik bagi penulis maupun
bagi para pembaca. Manfaat yang dapat diberikan yakni sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara akademis manfaat penulisan makalah ini adalah dapat memberikan
sumbangan atau menambah khazanah ilmu dalam bidang pendidikan khususnya
ekonomi dan bisnis.
2. Manfaat Praktis
Dari makalah ini, kami selaku penulis penulis memperoleh pengalaman
langsung untuk menuangkan pikiran dalam suatu tulisan, yang akan bermanfaat di
masa depan. Bagi pembaca, makalah ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dan referensi untuk penyusunan tulisan selanjutnya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tujuan Pembangunan Ekonomi Indonesia


2.1.1 Tujuan Masyarakat Makmur
1) Pertumbuhan Ekonomi
Dalam kehidupan sehari-hari kita melihat tetangga adalah keluarga kaya raya,
mereka mempunyai dua mobil, tiga sepeda motor, dan rumah, peralatan rumah
serta gaya hidupnya mewah. Sedangkan di lain pihak kita juga mempunyai
tetangga yang miskin, hidup pas-pasan. Apalagi mobil, sepeda gayung pun
mereka tidak punya. Kita sering mendengar pernyataan bahwa keluarga yang
disebut pertama adalah keluarga makmur dan yang disebut kemudian adalah
keluarga yang kurang makmur. Kalau demikian halnya, mungkin dapat
dibenarkan kalau kita mengatakan bahwa ukuran untuk kemakmuran adalah
tingkat pendapatan keluarga tersebut, atau dengan kata lain, tingkat pendapatan
nasional perkapita.
Namun salah satu tujuan pembangunan ekonomi pada umunya adalah agar
pendapatan nasional (total maupun per kapita) tumbuh untuk memperoleh tingkat
kemakmuran (pendapatan nasional) yang lebih tinggi. Kalau demikian halnya,
ukuran mengenai kemakmuran dapat dikatakan sebagai tingkat pertumbuhan
ekonomi (tingkat pertumbuhan pendapatan nasional).
2) Elemen Pertumbuhan Ekonomi
Ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari
setiap bangsa. Ketiga faktor tersebut adalah :
a. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk investasi baru yang
ditambahkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya
manusia.
Akumulasi modal (capital accumulation) terjadi apabila sebagian dari
pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar
output dan pendapatan di kemudian hari. Pengadaan pabrik baru, mesin-
mesin, peralatan dan bahan baku meningkatkan stok modal (capital stock)
fisik satu negara (yakni, nilai riil “neto” atas seluruh barang modal produktif
secara fisik) dan hal itu jelas memungkinkan terjadinya peningkatan output
dimasa – masa mendatang.
Investasi produktif yang bersifat langsung tersebut harus dilengkapi
dengan berbagai investasi penunjang yang disebut investasi “infrastruktur”
ekonomi dan sosial. Contohnya adalah pembangunan jalan-jalan raya,
penyediaan listrik, persediaan air bersih dan perbaikan sanitasi, pembangunan
fasilitas komunikasi, peningkatan kualitas SDM, dsb, yang kesemuanya itu
mutlak dibutuhkan dalam rangka menunjang dan mengintegrasikan segenap
aktivitas ekonomi produktif. Sebagai contoh, investasi yang dilakukan oleh
seorang petani sayuran berupa pembelian sebuah traktor baru pasti dapat

3
meningkatkan produksi sayurannya. Tetapi tanpa fasilitas transportasi (jalan
dan/atau kendaraan) yang memadai guna mengangkut tambahan produksi
tersebut ke pasaran, maka investasi sang petani tersebut tidak akan banyak
menambah produksi pangan nasional.
Di samping investasi yang bersifat langsung banyak cara yang bersifat
tidak langsung untuk menginvestasikan dana dalam berbagai jenis sumber
daya. Di samping itu ada juga Investasi dalam pembinaan sumber daya
manusia dapat meningkatkan kualitas modal manusia, sehingga pada akhirnya
akan membawa dampak positif yang sama terhadap angka produksi, bahkan
akan lebih besar lagi mengingat terus bertambahnya jumlah manusia.
Pendidikan formal, program pendidikan dan pelatihan dalam kerja atau
magang, kurus dan aneka pendidikan informal lainnya perlu lebih
diefektifkan untuk mencetak tenaga terdidik dan sumber daya manusia yang
terampil melalui investasi langsung dalam pembangunan serta pengadaan
gedung – gedung, peralatan dan bahan baku (misalnya buku – buku,
proyektor film, computer, peralatan ilmiah serta alat – alat dan mesin
pendidikan kejuruan seperti mesin bubut dan gerinda). Pendidikan guru yang
bermutu dengan kurikulum yang tepat dan relevan sama halnya dengan
penyediaan buku-buku ekonomi yang baik dan akan dapat meningkatkan
kualitas, kepemimpinan dan produktivitas tenaga kerja. Logika konsep
investasi dalam pembinaan SDM (human capital) ini jelas analog dengan
peningkatan produktivitas sumberdaya tanah melalui investasi strategis.
Segenap kegiatan yang dijelaskan di atas merupakan bentuk-bentuk
investasi yang menjurus ke akumulasi modal. Akumulasi modal dapat
menambah sumber daya baru (contohnya, pembukaan tanah yang semula
tidak digunakan) atau meningkatkan kualitas sumber daya yang sudah ada
(misalnya, perbaikan system irigasi, pengadaan pupuk, pestisida). Satu hal
penting yang harus dipahami disini adalah bahwasanya untuk mencapai
investasi tersebut sellu dituntut adanya pertukaran antara konsumsi sekarang
dan konsumsi mendatang. Artinya, pihak – pihak pelaku investasi harus
bersedia mengorbankan atau mengurangi konsumsi mereka pada saat
sekarang ini demi memperoleh konsumsi yang lebih baik di kemudian hari,
seperti mengorbankan pendapatan yang mungkin diperoleh saat ini jika
bekerja dengan mengambil pendidikan lanjutan.
b. Pertumbuhan penduduk, yang pada akhirnya akan memperbanyak
jumlah angkatan kerja.
Pertumbuhan penduduk da pertumbuhan angkatan kerja (yang terjadi
beberapa tahun kemudian setelah pertumbuhan pendududuk) secara
tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu
pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan
menambah jumlah tenaga produktif, sedangkan pertumbuhan penduduk yang
lebih besar berarti meningkatkan ukuran pasar domestiknya. Meskipun

4
demikian, kita masih mempertanyakan apakah begitu cepatnya pertumbuhan
penawaran angkatan kerja sehingga terjadi kelebihan tenaga kerja benar –
benar akan memberikan dampak positif atau justru negative terhadap
pembangunan ekonominya. Sebenarnya hal tersebut (positif atau negativenya
pertambahan penduduk bagi upaya pembangunan ekonomi) sepenuhnya
tergantung pada kemampuan system perekonomian yang bersangkutan untuk
menyerap dan secara produktif memanfaatkan tambahan angkatan kerja
tersebut. Adapun kemampuan itu sendiri lebih lanjut dipengaruhi oleh tingkat
dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input atau factor – faktor
penunjang seperti kecakapan manajerial dan administrasi.
c. Kemajuan Teknologi
Bagi kebanyakan ekonom kemajuan teknologi merupakan sumber
pertumbuhan ekonomi yang paling penting. Dalam pengertiannya yang paling
sederhana, kemajuan teknologi terjadi karena ditemukannya cara baru atau
perbaikan atas cara-cara lama dalam menangani pekerjaan-pekerjaan
tradisional seperti kegiatan menanam jagung, membuat pakaian, atau
membangun rumah. Ada 3 jenis kemajuan teknologi, yaitu: kemajuan
teknologi yang bersifat netral (neutral technological progress), kemajuan
teknologi yang hemat tenaga kerja (labor-saving technological progress), dan
kemajuan teknologi yang hemat modal (capital-saving technological
progress).
Kemajuan teknologi yang bersifat netral (neutral technolohical
progress) terjadi apabila teknologi tersebut memungkinkan kita mencapai
tingkat produksi yang lebih tinggi dengan menggunakan jumlah dan
kombinasi faktor input yang sama. Inovasi yang sederhana, seperti pembagian
tenaga kerja (semacam spesialisasi) yang dapat mendorong peningkatan
output dan kenaikan konsumsi masyarakat adalah contohnya. Sementara itu,
kemajuan teknologi dapat berlangsung sedemikian rupa sehingga menghemat
pemakaian modal atau tenaga kerja (artinya, penggunaan teknologi tersebut
memungkinkan kita memperoleh output yang lebih tinggi dari jumlah input
tenaga kerja atau modal yang sama). Penggunaan komputer, mesin tekstil
otomatis, bor listrik berkecepatan tinggi, traktor dan mesin pembajak tanah,
dan banyak lagi jenis median serta peralatan modern lainnya, dapat
diklasifikasikan sebagai kemajuan teknologi yang hemat tenaga kerja (labor-
saving technological progress).
Sedangkan kemajuan teknologi hemat modal (capital-saving
technological progress) merupakan fenomena yang relative langka. Hal ini
dikarenakan hampir semua penelitian dalam dunia ilmu pengetahuan dan
teknologi dilakukan di Negara-negara maju dengan tujuan utama menghemat
tenaga kerja, dan bukan menghemat modal. Di Negara-negara dunia ketiga
yang berlimpah tenaga kerja tetapi langka modal, kemajuan teknologi hemat
modal merupakan sesuatu yang paling diperlukan. Kemajuan teknologi ini

5
akan menghasilkan metode produksi padat karya yang lebih efisien (yakni,
yang memerlukan biaya lebih rendah), misalnya mesin pemotong rumput
berputar atau mesin pengayak dengan tenaga tangan, pompa pengembus
dengan tenaga kaki dan penyemprot mekanis diatas punggung untuk pertanian
skala kecil. Pengembangan teknik produksi di negara – negara berkembang
yang murah, efisien dan padat karya (hemat modal) atau teknologi tepat guna
merupakan salah satu unsur terpenting dalam strategi pembangunan jangka
panjang pada perluasan penyediaan lapangan kerja.
Kemajuan teknologi juga dapat meningkatkan modal atau tenaga
kerja. Kemajuan teknologi yang meningkatkan pekerja (labor-augmenting
technological progress) terjadi apabila penerapan teknologi tersebut mampu
meningkatkan mutu atau ketrampilan angkatan kerja secara umum. Misalnya,
dengan menggunakan videotape, televisi, dan media komunikasi elektronik
lainnya di dalam kelas, proses belajar bias lebih lancar sehingga tingkat
penyerapan bahan pelajaran juga menjadi lebih baik. Demikian pula halnya
dengan kemajuan teknologi yang meningkatkan modal (capital-augmenting
technological progress). jenis kemajuan ini terjadi jika penggunaan teknologi
tersebut memungkinkan kita memanfaatkan barang modal yang ada secara
lebih produktif. Misalnya, penggunaan bajak kayu dengan bajak baja dalam
produksi pertanian.
3) Pertumbuhan Ekonomi (Kurva Kemungkinan Produksi)
Dengan bekal pemahan awal perihal dua komponen pertama dan utama dari
pertumbuhan ekonomi itu, maka kita dapat mempelajari interaksi yang
berlangsung antara kedua komponen utama tersebut melalui kurva kemungkinan
produksi (productionpossibility curve) guna memahami peningkatan potensi total
output dari satu perekonomian. Pada tingkat penguasaan teknologi tertentu pula,
kurva kemungkinan produksi memperlihatkan jumlah output maksimum yang
bisa dicapai berupa kombinasi dua jenis komoditi, misalkan saja beras (padat
karya) dan radio (padat modal atau teknologi), seandainya segenap sumber daya
yang tersedia dalam perekonomian yang bersangkutan benar-benar digunakan
secara penuh dan efesien. Peraga satu berikut memperlihatkan kurva-kurva
kemungkinan produksi beras dan radio.
Jika kita andaikan teknologi produksi sama sekali tidak mengalami
perubahan, kuantitas sumber daya manusia dan fisik akan meningkat dua kali
lipat sebagai hasil dari investasi pada pengadaan sumber daya yang baru, seperti
menambah luas tanah, modal, dan juga jumlah tenaga kerja. Pada peraga 1
terlihat bahwa peningkatan kualitas sumber daya sampai dua kali lipat akan
menggeser kurva kemungkinan produksi keluar secara sejajar, dari P-P ke P’-P’.
Hal ini jelas menunjukkan bahwa perekonomian atau negara yang bersangkutan
sedang dapat memproduksi lebih banyak radio dan beras.

6
Karena sejak semula telah diasumsikan bahwa perekonomian tersebut hanya
memproduksi dua jenis barang saja, maka jelas peningkatan produksi beras dan
radio langsung menambah total PNB (yakni jumlah seluruh nilai barang dan jasa
yang di produksi). Berkat kenaikan produksi itu, PNB negara tersebut meningkat
lebih tinggi dari pada sebelumnya. Dengan kata lain, negara atau perekonomian
tadi tengah mengalami proses pertumbuhan ekonomi.
Perhatikan bahwa walaupun negara tersebut beroperasi di bawah kapasitas
sumber daya yang ada pada titik X pada peraga di atas, kenaikan sumber daya
produktif tetap dapat meningkatkan output pada titik X’, meskipun disitu terdapat
pengangguran dan penggunaan tanah dan modal di bawah kapasitas maksimal.
Penambahan sumber daya juga belum tentu akan meningkatkan output
(menciptakan pertumbuhan ekonomi). Hal ini bukan merupakan satu kepastian
yang baku sehingga menjadi satu hukum ekonomi, seperti telah dibuktikan oleh
negara-negara berkembang yang pertumbuhan ekonominya relative rendah.
Selain itu, pertumbuhan sumber daya ternyata tidak selalu merupakan syarat
mutlak bagi adanya pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek, mengingat
pemanfaatan sumber daya yang tersedia secara lebih baik ternyata juga dapat
meningkatkan output, seperti terlihat dari pergeseran titik X ke X’ pada peraga di
atas. Meskipun demikian, dalam jangka panjang peningkatan kualitas sumber
daya yang ada serta investasi baru yang memperbanyak kuantitas sumber daya
(menciptakan sumber-sumber daya yang baru) jelas merupakan syarat mutlak
untuk mempercepat pertumbuhan output nasional.
4) Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Sejalan dengan pendapat kebanyakan ekonom bahwa kemajuan teknologi
merupakan sumber pertumbuhan yang paling penting, Presiden Sukarno pada
sekitar tahun 1960 menyarankan agar bangsa Indonesia loncat jauh (frog jump)
dalam pemilihan teknologi. Artinya adalah bahwa kita sebaiknya memakai
teknologi yang paling mutakhir, tidak perlu lagi memakai teknologi yang sudah

7
usang di Negara maju, maka jumlah produksi nasional akan meloncat jauh dan
mungkin akan mampu mendekati produksi nasional negara-negara maju.
Sehubungan dengan anjuran ini, Indonesia tidak memperkenankan impor barang
modal bekas. Yang diimpor mestinya hanya mesin-mesin terbaru dan paling
canggih untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Kemudian sekitar 1970an telah
diperkenankan teknologi menumbuk beras, ani-ani diganti dengan sabit, bajak
dengan traktor dan banyak lagi kemajuan teknologi yang diterapkan di sector
pertanian. Demikian juga halnya di sector lain, penerapan teknologi baru di sector
industry dengan memakai mesin pemintalan otomatis sebagai pengganti ATBM,
pemakaian computer dan sebagainya. Namun, barangkali dewasa ini, pintu impor
barang bekas sudah dibuka lagi, seperti misalnya impor pesawat terbang bekas
dan barang modal lainnya.
2.1.2 Tujuan Masyarakat Adil
1) Distribusi Pendapatan
Kalau satu keluarga di antara tetangga kita adalah seorang kepala rumah
tangga dengan lima anak dan semua anaknya (laki/perempuan) disekolahkan dan
kesemuanya diberikan warisan tanah yang kurang lebih sama, mungkin kuta
mengatakan bahwa kepala rumah tangga tersebut adit kepada semua anaknya.
Tetapi di lain pihak, satu keluarga juga mempunyai lima anak, hanya
menyekolahkan anak yang laki-laki sedang anak perempuannya tidak sekolah.
Pembagian warisannya juga diutamakan anak laki-lakinya. Tentu kita dapat
mengatakan bahwa keluarga ini kurang adil dibandingkan dengan keluarga yang
disebut pertama. Kalau demikian halnya, maka kita dapat mengatakan bahwa
keadilan diukur melalui bagaimana kekayaan (pendapatan) didistribusikan di
antara yang berhak. Makin merata pembagiannya makin adil dan sebaliknya
makin timpang pembagiannya makin kurang adil.
2) Mengukur Masyarakat Adil
Para ekonom berusaha mengukur tingkat keadilan pembagian pendapatan
nasional satu negara dengan menghitung Rasio Gini dan Rasio Kuznets. Cara lain
untuk mengukur ketimpangan pembagian penghasilan masyarakat adalah dengan
memakai Kurva Lorenz, memakai kurva distribusi penghasilan fungsional dan
memakai koefisien variasi distribusi pendapatan perorangan (rumah tangga).
Rasio Gini merupakan perangkat yang paling sering digunakan untuk
mengukur derajat keadilan/ketimpangan pendapatan relative di satu negara. Rasio
ini dapat dihitung dengan memakai rumus yang sangat rumit (kompleks) dan oleh
karenanya rumus tersebut tidak disajikan kali ini. Rasio ini juga dikenal dengan
nama konsentrasi Gini atau koefisien Gini, mengambil nama dari ahli statistik
Italia yang merumuskan pertama kali pada tahun 1912.
Rasio ini dikenal dengan ukuran ketimpangan agregrat yang angkanya
berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna).
Pada prakteknya koefisien Gini untuk negara-negara yang derajat
ketimpangannya tinggi berkisar 0,50 - 0,70, sedangkan untuk negara-negara

8
dengan distribusi pendapatan relative merata, angkanya berkisar antara 0,20
hingga 0,35. Rasio Gini antara 0,36 hingga 0,49 menunjukkan pembagian
pendapatan dengan keadilan yang sedang.
Rasio Kuznets. Rasio ini adalah perbandingan antara jumlah pendapatan dari
40% individu (rumah tangga) termiskin dengan jumlah pendapatan dari 20%
individu (rumah tangga) terkaya. Rasio ini diberi nama sesuai dengan nama
penganjurnya, yakni nama pemenang hadiah Nobel Simon Kunznets. Cara
menghitungnya adalah pertama-tama kita harus mempunyai pendapatan (per
tahun) dari semua individu (rumah tangga) di Indonesia, katakanlah sejumlah 60
juta rumah tangga. Atur pendapatan per rumah tangga tersebut dari yang paling
rendah sampai rumah tangga yang paling kaya. Kemudian dihitung 40 persen dari
seluruh jumlah rumah tangga di Indonesia (atau 24 juta rumah tangga) yang
termiskin dan beberapa jumlah pendapatan mereka. Katakanlah, sebagai contoh
jumlah pendapatan mereka sebesar 15% dari jumlah seluruh pendapatan pada
tahun bersangkutan. Selanjutnya kita mencari 20% dari seluruh rumah tangga
(atau sejumlah 12 juta rumah tangga) yang terkaya dan hitung jumlah pendapatan
mereka. Sekali kali, sebagai contoh katakanlah jumlah pendapatan mereka
sebesar 50 persen dari seluruh pendapatan pada tahun bersangkutan. Dalam hal
ini, rasio Kuznets adalah 15% dibagi 50% = 0,30. Sebenarnya tidak ada kriteria
yang pasti berapa rasio Kuznets untuk kita dapat katakandistribusi pendapatan
sangat timpang, atau sedang, dan relatif baik. Sebagai pegangan mungkin dapat
dikatakan bahwa nilai rasio Kuznets dari 0,20 sampai 0,33 menunjukkan
pembagian yang sangat timpang, 0,34 sampai 0,40 menunjukkan distribusi yang
relatif baik. Distribusi pendapatan dari contoh kita diatas ternyata sangat timpang.
3) Pencapaian Masyarakat Adil di Indonesia
Pemerintah Indonesia telah berusaha memperbaiki keadilan pembagian
pendapatan nasionalnya dengan menjalankan berbagai kebijaksanaan ekonomi.
Sesungguhnya setiap kebijaksanaan ekonomi pemerintah bersifat memperparah
ketimpangan (kalau kebijaksanaan tersebut bersifat lebih menguntungkan kaum
kaya dibandingkan dengan kaum miskin), atau bersifat mengurangi ketimpangan
(kalau kebijaksanaan tersebut bersifat lebih memihak kaum miskin). Di bawah ini
disajikan beberapa kebijakan pemerintah yang bersifat memperbaiki dan
memperburuk kesenjangan distribusi pendapatan nasional.
1. Undang-undang pokok agrarian tahun 1960. Dalam undang-undang ini
ditentukan batas maksimum pemilikan tanah sawah atau tanah tegalan atau
gabungan dari keduanya. Luas maksimum kepemilikan hanyalah 9 hektar
untuk tanah tegalan per keluarga petani dan halnya 7,5 hektar untuk sawah dan
tegalan. Maksud dari pembatasan ini adalah agar tidak terjadi ketimpangan
yang mencolok dalam hal kepemilikan tanah.
2. Pajak penghasilan untuk perorangan dan untuk badan (dari laba). Dari sejak
pemerinthan belanda sampai sekarang ini pajak selalu bersifat progresif, yakni
makin besar pendapatan seseorang (laba satu perusahaan) makin tinggi

9
persentase pajaknya. Dengan sifat pajak seperti ini diharapkan distribusi
pendapatan antar perorangan (rumah tangga) lebih menjadi merata.
3. Berbagai kebijaksanaan kredit perbankan yang memihak kepada rakyat kecil
(kaum yang lebih rendah penghasilannya), seperti misalnya kredit investasi
kecil KIK), kredit modal kerja permanen (KMKP), kredit usaha tani (KUT),
kredit usaha kecil (KUK), kredit program bimas padi, bimas palawija, dan
sebaginya yang khusus untuk petani, untuk menyebut beberapa saja.
4. Berbagai program pengeluaran pemerintah yang lebih memihak kepada
mereka yang berpenghasilan rendah, seperti misalnya pengeluaran
pemerintahan secara besar-besaran untuk membangun dam, waduk dan saluran
irigasi untuk para petani, pengeluran pemerintah untuk kesehatan dak keluarga
berencana dan wajib belajar Sembilan tahun dan sebagainya.
5. Berbagai kebijakan jaringan pengamanan sosial yang dilaksanakan baru-baru
ini yang bersifat khusus untuk menerangi kemiskinan seperti misalnya beras
untuk orang miskin (raskin), jaminan kesehatan (jamkesmas), bantuan
langsung tunai (BLT). PNPM Mandiri (pemberdayaan masayarakat mandiri
untuk kaum miskin), berbagai jenis subsidi untuk para petani, dan sebagainya.

Kesemua kebijakan ini dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan


pembagian pendapatan nasional, atau dengan kata lain untuk mencapai
pembagian pendapatan yang adil di antara masyarakat di Indonesia. Namun
sayang sekali bahwa kebijaksanaan pemerintah yang tujuannya untuk orang
miskin malah sebagian besar dinikmati oleh golongan yang lebih kaya yang tidak
dimaksudkan program tersebut. Sebagai contoh, misalnya banyak sekali petani
kaya yang dapat terhindar dari ketentuan pada Undang-Undang Pokok Agraria,
banyak kaum kaya dan pengusaha yang dapat dengan liciknya bebas dari aturan
pajak, tidak sedikit kredit yang dimaksudkan untuk orang miskin diterima oleh
masyarakat yang lebih kaya, pengeluaran untuk irigasi dan pendidikan lebih
banyak dinikmati oleh orang kaya, dan terakhir raskin, BLT, dan jamkesmas
dinikmati oleh orang yang tidak berhak.
Disamping kebijaksanaan tersebut diatas yang dimaksudkan untuk
mengurangi ketimpangan pembagian pendapatan nasional, ternyata pemerintah
juga melaksanakan kebijaksanaan yang mengutamakan orang kaya, atau
membuat modal menjadi lebih murah dari semestinya dan membuat tenaga kerja
relatif mahal, sehingga kaum pengusaha dan investor lebih memilih teknologi
yang padat modal, memerlukan lebih sedikit tenaga kerja yang murahnya
memperburuk distribusi pendapatan nasional. Diantara kebijaksanaan yang
ternyata lebih memihak kepada kaum kaya atau menyebabkan kaum modal relatif
murah, antar lain adalah:
1) Undang-undang Penanaman Modal Asing, yang memberi fasilitas kepada
investor asing (investor besar) untuk menanamkan modalnya dalam negeri.

10
2) Undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri, yang menyediakan
fasilitas kredit kepada investor besar dalam negeri untuk lebih aktif dalam
pembangunan ekonomi.
3) Kredit dan Bantuan Likiuditas Bank Indonesia, yang memberikan fasilitas
kredit dengan bunga yang relatif rendah atau malah tanpa bunga kepada bank
nasional yang mengalami kesulitan likuiditas.
4) Tingkat bunga kredit yang relatif lebih rendah untuk investasi jangka panjang
dibandingkan dengan tingkat bunga untuk kredit komsumtif.
5) Pembebasan bea masuk bagi investor yang memasukkan barang modal dari
luar negeri.
6) Nilai rupiah yang dibuat terlalu mahal (over valued currency) oleh pemerintah
terhadap mata uang asing (terutama US$) sehingga pemerintah berkali-kali
melaksanakan kebijaksanaan devaluasi nilai rupiah.
Dengan mengingat kekuatan-kekuatan yang memperkecil dan
memperbesar ketimpangan pembagian pendapatan diatas,maka di peroleh
ukuran distribusi pendapatan nasional yang diukur dengan Gini Rasio (1965-
2007) dan rasio Kuznets (2002-2007) sebagai dibawah ini.
Tabel 2.2: Gini Rasio di Indonesia,1965-2007
Tah Gi Tah Gi Tah Gi
un ni un ni un ni
Ra Ra Ra
sio sio sio
196 0,3 198 0,3 199 0,3
5 5 6 3 7 7
197 0,3 198 0,3 200 0,3
0 5 7 2 2 3
197 0,3 199 0,3 200 0,3
6 4 0 2 3 2
197 0,4 199 0,3 200 0,3
8 0 3 4 4 2
198 0,3 199 0,3 200 0,3
0 4 4 4 5 6
198 0,3 199 0,3 200 0,3
1 3 5 5 6 3
198 0,3 199 0,3 200 0,3
4 3 6 6 7 7
Sumber:1965-1997:BPS seperti pada tahun 20011:table 3.3
2002-2007:BPS seperti pada BI LPI 2007

11
Tabel 2.3: Persentase Pendapatan yang Diterima Oleh Berbagai Kelompok
penduduk di Indonesia, 2002-2007
Kelom 2 2 2 2 2 2
pok 0 0 0 0 0 0
Pendu 0 0 0 0 0 0
duk 2 3 4 5 6 7
(1).40 2 2 2 1 1 1
%Ter 0 0 0 8 9 9
miskin , , , , , ,
(2).4o 9 5 8 8 7 1
%Men 2 7 0 1 5 0
engah 3 3 3 3 3 3
(3).20 8 7 7 6 8 6
%Terk , , , , , ,
aya 8 1 1 4 1 1
9 0 3 0 0 1
4 4 4 4 4 4
2 2 2 4 2 4
, , , , , ,
1 3 0 7 1 7
9 3 7 8 5 9
Rasio 2 2 2 2 2 2
Kuzne , . , , , ,
ts(3):( 0 0 0 3 1 3
1) 7 6 3 8 3 5
0 0 0 0 0 0
, , , , , ,
4 4 4 4 4 4
(1):(3) 5 9 9 2 7 3
Sumber: BPS seperti pada BI LPI 2007
Meskipun tidak diperoleh data mengenai ketimpangan distribusi pendapatan
Indonesia untuk seluruh periode. Namun dapat diduga bahwa distribusi
pendapatan selama pemerintahan sukarno mungkin mempunyai nilai gini yang
relatif lebih besar dari pada koefisien Gini pada pemerintahan Sukarno. Sejak
tahun 1965 dan setiap tahun setelah itu koefisien Gini tercatat sekitar 0,35,
kecuali pada tahun 1978. Pada waktu mana koefisien Gini tercatat paling tinggi
sebesar 0,40, untuk kemudian menurun lagi mencapai 0,32 pada tahun 1989-90.
Namun nilai tersebut meningkat lagi pada tahun-tahun krisis ekonomi pada tahun
1997-98 mencapai 0,37. Secara umum dapat dikatakan bahwa disribusi
pendapatan yang ditunjukan oleh Gini Rasio di Indonesia termaksud pada
kategori ketimpangan sedang. Sedangkan untuk tahun 2002-2007 rasio Kuznets
menunjukan tidaklah terjadi ketimpangan yang mencolok, rasio dari bagian yang

12
diterima oleh 20 persen penduduk terkaya hanyalah sekitar dua kali dan
maksimum hanya 2,3 kali dari bagian yang diterima oleh 40 persen penduduk
termiskin.
2.1.3 Membangun Masyarakat Indonesia Seutuhnya
Jika kita meninjau lebih teliti apa yang sesungguhnya menjadi tujuan
pembangunan ekonomi Indonesia. Dalam hal ini mungkin kita teringat akan
masyarakat adil makmur, material, dan spiritual dan tujuan ini bukanlah tujuan yang
terpisah, masyarakat makmur dahulu, kemudian masyarakat adil dan pemenuhan
kebutuhan material dahulu, kemudian setelah itu baru kemudian kebutuhan spiritual.
Dengan kata lain tujuan pembangunan ekonomi tersebut merupakan satu kesatuan
bulat yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Tujuan tersebut dapat juga
dikatakan untuk membangun masyarakat Indonesia seutuhnya.
1) Tujuan Inti Pembangunan
Tujuan pembangunan dalam arti seluas-luasnya adalah membangun manusia
(masyarakat) Indonesia seutuhnya, ini berarti sebagai suatu proses yang
berkesinambungan atas satu sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan
yang ‘lebih baik’ dan ‘lebih manusiawi’. Menurut para ahli ( Profesor Gaulet dan
tokoh-tokoh lainnya) paling tidak ada tiga komponen dasar untuk memahami
kehidupan yang ‘lebih baik’ dan ‘lebih manusiawi’. Ketiga nilai inti tersebut
adalah :
a. Kecukupan (subtenance)
Yang dimaksud kecukupan disini bukan hanya menyangkut makanan,
melainkan mewakili semua hal yang merupakan kebutuhan dasar
manusiasecara fisik. Kebutuhan dasar ini meliputi pangan, sandang, dan
papan, kesehatan, dan keamanan. Fungsi dasar dari semua kegiatan ekonomi,
pada hakikatnya, adalah untuk menghindari segala kesengsaraan dan
ketidakberdayaan yang diakibatkan oleh kekurangan pangan, sandang, papan,
kesehatan, dan keamanan.
Atas dasar itulah, kita bisa menyatakan bahwa keberhasilan pembangunan
ekonomi merupakan prasyarat bagi membaiknya kualitas kehidupan. Tanpa
adanya kemajuan ekonomi secara berkesinambungan, maka realisasi potensi
manusia, baik di tingkat individu maupun masyarakat tidak mungkin
berlangsung. Dengan demikian, kenaikan pendapatan per kapita, pengentasan
kemiskinan absolut, perluasan lapangan kerja, dan pemerataan pendapatan,
merupakan hal-hal yang harus ada bagi pembangunan, tetapi hal ini saja
belum cukup.
b. Harga Diri ( Self Esteem) : manusia menjadi seutuhnya.
Sifat dan bentuk dari harga diri ini berbeda dari satu masyarakat ke
masyarakat yang lain dari satu budaya ke budaya yang lain. Tetapi, dengan
adanya penyebaran ‘nilai-nilai modern’ yang bersumber dari negara-negara
maju telah mengakibatkan kejutan dan kebingungan budaya di banyak negara.
Kontak dengan masyarakat lain yang secara ekonomis atau teknologi lebih

13
maju acap kali mengakibatkan definisi dan batasan mengenai baik-buruk atau
benar salah menjadi kabur. Kemakmuran material lambat laun dianggap
sebagai satu ukuran kelayakan yang universal, dinobatkan menjadi landasan
penilaian atas segala sesuatu. Selanjutnya, negara yang dianggap hebat adalah
yang memiliki kemajuan ekonomi dan teknologi modern, sehingga
masyarakat negara-negara berkembang berlomba-lomba mengejarnya dan
tanpa disadari mereka telah kehilangan jati dirinya.
Jika kesejahteraan ekonomi terlanjur diyakini sebagai syarat mutlak untuk
mencapai kehidupan yang serba lebih baik, maka mereka yang ‘terbelakang’
selamanya akan merasa sengsara dan tidak berharga. Dewasa ini, negara-
negara berkembang tengah giat mengupayakan pembangunan untuk meraih
kembali harga diri yang sempat tercampakkan akibat adanya atribut
‘keterbelakangan’. Pembangunan itu harus diabsahkan sebagai suatu tujuan
karena hal ini merupakan kunci untuk meraih sesuatu yang sangat penting,
dan itu bukanlah kekayaan melainkan penghargaan.
c. Kebebasan (Freedom) dari sifat menghamba.
Kemerdekaan (kebebasan) manusia di sini diartikan sebagai kemampuan
untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek
materiil dalam kehidupan ini. Sekali saja kita menjadi budak materi, maka
sederet kecenderungan negara mulai dari sikap acuh tak acuh terhadap
lingkungan sekitar, sikap mementingkan diri sendiri kalau perlu dengan
mengorbankan kepentingan orang lain, dan seterusnya, akan meracuni diri
kita.
Kebebasan disini juga dapat diartikan sebagai kebebasan terhadap ajaran-
ajaran yang diogmatis. Jika kita memiliki kebebasan, itu berarti untuk
selamanya kita mampu berfikir jernih dan menilai segala sesuatu atas dasar
keyakinan, pikiran sehat, dan hati nurani kita sendiri. Kebebasan juga
meliputi kemampuan indivudial atau masyarakat untuk memilih satu atau
sebagian dari sekian banyak pilihan yang tersedia. Dengan adanya kebebasan,
kita tidak semata-mata dipilih, melainkan kitalah yang memilih.
Konsep kebebasan manusia juga melingkupi segenap komponen yang
terkandung di dalam konsep kebebasan politik, termasuk juga keamanan diri
pribadi, kepastian hukum, kemerdekaan berkespresi, partisipasi politik, dan
pemerataan kesempatan. Perlu dicatat bahwa sebagian kisah sukses dibidang
ekonomi selama dekade 1970an dan 1980an yang diraih banyak negara
termasuk Indonesia ternyata secara umum tidak dibarengi dengan prestasi
yang setara dalam indeks kebebasan manusia (human freedom index) yang
disusun oleh Program Pembangunan PBB (United Nations Development
Program) pada tahun 1991.
2) Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index)
Terdapat tiga nilai menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi,
yakni kecukupan, harga diri, dan kebebasan yang merupakan tujuan pokok dan

14
harus digapai oleh setiap orang dan masyarakat melalui pembangunan. Program
Pembangunan PBB (UNDP) telah berusaha menyusun alat pengukuran holistis
atas tingkat kehidupan manusia yang disebut Indeks Pembangunan Manusia
(IPM). Indeks ini dapat dipergunakan untuk menganalisis status pembangunan
sosial ekonomi secara sistematis dan komprehensif baik untuk negara maju
maupun negara berkembang. IPM mencoba memeringkat semua negara
berdasarkan tiga tujuan atau produk akhir dari pembangunan yakni masa hidup
(longevity), yang diukur dengan usia harapan hidup, pengetahuan, yang diukur
dengan kemampuan baca tulis orang dewasa secara tertimbang, serta standar
kehidupan yang diukur dengan pendapatan riil per kapita, disesuaikan dengan
paritas harga beli dari mata uang setiap negara untuk mencerminkan biaya hidup
dan untuk memenuhi asumsi utilitas marjinal yang semakin menurun dari
pendapatan. Pengukuran IPM /HDI telah mengalami beberapa perubahan sejak
pertama kali dicetuskan. Yang terpenting adalah indeks tersebut telah
disederhanakan sehingga sekarang IPM/HDI dihitung secara lebih langsung.
Untuk mencerminkan indeks pendapatan, kurangkan log natural 100 dari
pendapatan saat ini , karena diyakini pendapatan per kapita yang paing rendah
adalah PPP $100. Untuk mendapatkan perspektif dari kemajuan ini, dihubungkan
dengan jumlah maksimum pendapatan yang dapat dicapai negara untuk generasi
berikut. UNDP mematok angka PPP $40.000. Dalam kasus Armenia yang
mempunyai pendapatan per kapita $2215 maka
Indeks Pendapatan = {log2215-log100}/{log40.000-log100}=0,517
Karena Indeks pendapatan berada pada pertengahan titik maksimum dan
minimum maka kasus Armenia pada th 1999 terdapat efek utilitas marjinal yang
semakin menurun.
Untuk mencari Indeks Usia harapan hidup didapatkan dari usia harapan hidup
negara tersebut dikurangi 25 th. Kemudian UNDP membagi hasilnya dengan 85
dikurangi 25 atau 60 yang mencerminkan usia harapan hidup yang diharapkan.
Contoh armenia pada th 1999 mempunyai usia harapan hidup 72,7. Maka
Indeks Usia Harapan Hidup = (72,7-25)/(85-25)= 0,795
Indeks Pendidikan terbag atas 2 bagian dimana bobot dua per tiga untuk baca
tulis dan sepertiga untuk masa bersekolah. Indeks ini dibatasi 100 % . di armenia
kemampuan baca tulis orang dewasa diperkirakan 98,3 % dan 79,9 % penduduk
armenia diperkirakan bersekolah, maka
Indeks kemampuan baca tulis orang dewasa = {98,3-0}/{100-0}=0,983
Indeks masa bersekolah bruto = {79,9-0}/{100-0}= 0,799
Indeks Pendidikan = 2/3(0.983) + 1/3(0,799) = 0.922
Maka IPM Armenia= 1/3 ( 0,517) + 1/3 (0,975) + 1/3 ( 0,922) = 0,745
IPM memeringkatkan semua negara menjadi 3 kelompok
- Tingkat pembangunan manusia yang rendah (0,0 hingga 0,499)
- Tingkat pembangunan manusia menengah ( 0,50 hingga 0,799)

15
- Tingkat pembangunan manusia tinggi ( 0,80 hingga 1)

Provinsi Angka Harapan hidup Angka Melek Huruf Rata2 lama sekolah
‘99 ‘02 ‘04 ‘05 ‘99 ‘02 ‘04 ‘05 ‘99 ‘02 ‘04 ‘05
DKI Jakarta 1 72.3 72.4 72.5 8 98.2 98.3 98.3 9 10.4 10.4 10.6

DI Yogyakarta 9 72.4 72.6 72.9 5 85.9 85.8 88.7 7.9 8.1 8.2 8.4
Kaltim 69 69.4 69.7 70.3 6 95.2 95.0 95.3 7.8 8.5 8.5 8.7
Riau 8 68.1 69.8 70.7 7 96.5 96.4 97.8 7.3 8.3 8.2 8.4
Maluku 4 65.5 66.2 66.2 8 96.3 97.8 98.0 7.6 8.0 8.4 8.5
Sulut 5 70.9 71.0 71.7 2 98.8 99.1 99.3 7.6 8.6 8.6 8.8
Kalteng 2 69.4 69.8 70.7 8 96.4 96.2 97.5 7.1 7.6 7.8 7.9
Sumut 3 67.3 68.2 68.7 9 96.1 96.6 97.0 8.0 8.4 8.4 8.5
Sumbar 5 66.1 67.6 68.2 7 95.1 95.7 96.0 7.4 8.0 7.9 8.0
Bali 6 70.0 70.2 70.4 8 84.2 85.5 86.2 6.8 7.6 7.3 7.4
Indonesia 66.2 66.2 67.6 68.1 88.4 89.5 85.5 86.2 6.7 7.1 7.2 7.3
Indeks Pembangunan Manusia Untuk 10 Provinsi dan Indonesia, 1999-2005

2.2 Strategi Pembangunan Ekonomi Indonesia


2.2.1 Cara Mencapai Masyarakat Adil Makmur
Ada dua cara untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi Indonesia yakni :
1. Masyarakat Makmur dan Adil
Cara untuk mengukur masyarakat adil makmur adalah dengan cara terpisah
antara masyarakat makmur dan mayarakat adil. Dalam cara ini, semula dikejar
kemakmuran (tingkat pendapatan nasional secara maksimum), setelah
kuenasionalnya besar baru dikejar keadilan (diadakan pembagian pendapatan
nasional yang lebih adil, tidak terlalu timpang. Cara ini adalah cara yang biasa
diterapkan di Negara maju. Pertumbuhan pendapatan nasional dikejar agar terjadi
penggunaan sumber produksi yang efisien, kemudian melalui berbagai
kebijaksanaan fiskal dikejar pemerataan. Tujuan pemerataan ini diusahakan
melalui sistem pajak yang progresif disertai dengan sistem kesejahteraan social
yang masif untuk penduduk yang kurang beruntung dalam proses pembangunan
ekonomi. Sistem kesejahteraan sosialnya terlihat dari pos pengeluaran dalam
anggaran belanja negaranya, sangat memihak pada kaum miskin seperti misalnya
untuk pendidikan, kesehatan, bantuan untuk orang tua, dll. Karena kebijaksanaan
sosial yang masif ini kebanyakan Negara yang sebelumnya dikenal sebagai
Negara kapitalis, kemudian dikenal sebagai Negara kesejahteraan seperti Inggris,
Negara-negara Eropa Barat, Kanada, Amerika Serikat, dll. Cara pencapaian
tujuan seperti ini biasanya dianggap berhasil untuk Negara-negara maju karena
sistem pajaknya diberlakukan secara tegas, dan demikian juga sistem bantuan
sosialnya. Sistem yang terpisah ini dianggap tidak cocok untuk Negara
berkembang. Pencapaian tujuan pembangunan di Negara maju biasanya ditandai

16
dengan tingkat pertumbuhan yang sedang ( sekitar 3 – 5 persen per tahun )
dengan tingkat ketimpangan yang kecil.
2. Masyarakat Makmur dengan Adil
Cara pencapaian ini dikenal dengan istilah tujuan makmur dengan adil
(growth with equity objectives). Dasar logika dari pendekatan ini adalah bahwa
pembangunan ekonomi terdiri dari serangkaian proyek pembangunan. Dalam
mengimplementasikan setiap proyek mestinya tidak hanya mengutamakan
pertumbuhan ekonomi, melainkan sekaligus mempertimbangkan pembagian
keuntungan dari proyek tersebut. Pendekatan ini disponsori oleh lembaga-
lembaga internasional seperti The World Bank, Organisasi Pembangunan Industri
PBB, Organisasi Negara-negara Maju, dll.
Cara pencapaian yang kedua ini telah banyak diperdebatkan di Indonesia pada
tahun 1976. Banyak menteri kabinet waktu itu lebih menghendaki cara
pencapaian yang pertama (pertumbuhan dan pemerataan). Namun, barang kali
sebagian disebabkan oleh tekanan luar negeri, terutama Bank Dunia, pendekatan
kedua terpaksa disetujui dan diterapkan mulai pada Pelita III melalui delapan
jalur pemerataan. Sejak Pelita III (1979) tujuan pemerataan ditempatkan diatas
tujuan pertumbuhan. Demikianlah tujuan pembangunan diimplementasikan pada
waktu itu, namun tampaknya tidak begitu lama setelah itu sampai sekarang, tidak
lagi terdengar istilah delapan jalur pemerataan tersebut. Disamping itu, juga tidak
jelas bagaimana ukuran keberhasilan tujuan pembangunan itu diperoleh, apakah
dibiarkan begitu saja terpisah antara tingkat pertumbuhan ekonomi dengan
tingkat ketimpangan pembagian pendapatan. Setelah tahun 1979 tingkat
pertumbuhan pendapatan nasional tidak secara nyata berbeda dari periode
sebelumnya. Demikian juga halnya dengan tingkat ketimpangan distribusi
pendapatan nasional.
2.2.2 Strategi Pencapaian Tujuan Pembangunan Ekonomi Indonesia
Dalam mempelajari perekonomian suatu Negara, salah satu konsep yang
penting untuk diperhatikan yaitu mengetahui strategi pembangunan ekonomi.
menurut Suroso ( 1993 ) strategi pembangunan ekonomi diberi batasan sebagai suatu
tindakan pemilihan atas faktor-faktor yang akan dijadikan faktor utama yang menjadi
penentu jalannya proses pertumbuhan. adapun beberapa strategi pembangunan
ekonomi yaitu :
1. Strategi pertumbuhan
Adapun inti dari konsep strategi yang pertama ini adalah :
1.) Strategi pembangunan ekonomi suatu negara akan terpusat pada upaya
pembentukan modal, serta bagaimana menanamkannya secara seimbang,
menyebar, terarah dan memusat, sehingga dapat menimbulkan efek
pertumbuhan ekonomi.
2.) Selanjutnya bahwa pertumbuhan ekonomi akan dinikmati oleh golongan
lemah melalui proses merambat ke bawah (trickle–down effect )
pendistribusian kembali.

17
3.) Jika terjadi ketimpangan atau ketidakmerataan hal tersebut merupakan syarat
terciptanya pertumbuhan ekonomi.
4.) Kritik paling keras dari strategi yang pertama ini adalah bahwa pada
kenyataan yang terjadi adalah ketimpangan yang semakin tajam.
2. Strategi dengan Pemerataan Pembangunan
Inti dari konsep strategi ini adalah dengan ditekankannya peningkatan
pembangunan melalui teknik sosial, seperti halnya melalui penyusunan
perencanaan induk, dan paket program terpadu.
3. Strategi Ketergantungan
Tidak sempurnanya konsep strategi pertama dan kedua mendorong para
ahli ekonomi mencari alternatif lain sehingga pada tahun 1965 muncul strategi
pembangunan dengan nama strategi ketergantungan. Inti dari konsep strategi
tergantungan adalah :
1.) Kemiskinan di negara – negara berkembang lebih disebabkan karena adanya
ketergantungan negara tersebut dari pihak / negara lainnya. oleh karena itu
jika suatu Negara ingin terbebas dari kemiskinan dan keterbelakangan
ekonomi, Negara tersebut harus mengarahkan upaya pembangunan
ekonominya pada usaha melepaskan diri dari ketergantungan dari pihak lain.
langkah yang dapat ditempuh diantaranya adalah : meningkatkan produksi
nasional yang disertai dengan peningkatan kemampuan dalam bidang
produksi, lebih mencintaiproduk nasional, dan sejenisnya.
2.) Teori ketergantungan ini kemudian dikritik oleh Kothari dengan mengatakan
“Teori ketergantungan tersebut memang cukup relevanm namun sayangnya
telah mnjadi semacam dalih terhadap kenyataan dari kurangnya usaha untuk
membangun masyarakat sendiri (Self Development). sebab selalu akan
gampang sekali bagai kita untuk menumpahkan semua kesalahan pada pihak
luar yang memeras, sementara pemerasan yang terjadi di dalam lingkungan
masyarakat kita sendiri dibiarkan saja.” (Kothari dalam Ismid Hadad, 1980).
4. Strategi yang Berwawasan Ruang
Strategi ini dikemukakan oleh Myrdall dan Hirschman, yang
mengemukakan sebab – sebab kurang mampunya daerah miskin berkembang
secepat daerah yang lebih kaya / maju. Menurut mereka kurang mampunya
daerah miskin berkembang secepat daerah maju dikarenakan kemampuan /
pengaruh menyetor dari kaya ke miskin (Spread Effects) lebih kecil daripada
terjadnya aliran sumber daya dari daerah miskin ke daerah kaya (Back-wash-
effects). Perbedaan pandangan kedua tokoh tersebut adalah, bahwa Myrdall tidak
percaya bahwa keseimbangan daerah kaya dan miskin akan tercapai, sedangkan
Hirschman percaya, sekalipun baru akan tercapai dalam jangka panjang.
5. Strategi Pendekatan Kebutuhan Pokok
Sasaran dari strategi ini adalah menanggulangi kemiskinan secara masal.
Strategi ini selanjutnya dikembangkan oleh Organisasi Perburuhan Sedunia (ILO)
pada tahun 1975, dengan menekankan bahwa kebutuhan pokok manusia tidak

18
mungkin dapat dipenuhi jika pendapatan masih rendah akibat kemiskinan yang
bersumber pada pengangguran. Oleh karena itu sebaiknya usaha-usaha diarahkan
pada penciptaan lapangan kerja, peningkatan kebutuhan pokok dan sejenisnya.
2.3 Penerapan Sistem Pelaksanaan Pembangunan Sebagai Strategi Untuk
Mencapai Tujuan yang Ditetapkan
Terdapat 5 (lima) strategi yang ditempuh untuk mencapai tujuan yang ditetapkan
yakni:
a. Strategi Pertumbuhan
b. Strategi Pemerataan Pembangunan
c. Strategi Ketergantungan
d. Strategi Berwawasan Ruang
e. Strategi Pendekatan Kebutuhan Pokok
Dalam penerapannya pemerintah tentunya melaksanakannya melalui sistem dan
kebijakan tertentu sehingga mampu mencapai tujuan yang sebelumnya telah
dicanangkan.
a. Strategi Pertumbuhan
Strategi ini lebih menitikberatkan pada pembentukan modal, serta bagaimana
menanamkannya secara seimbang, menyebar, terarah dan memusat, sehingga
dapat menimbulkan efek pertumbuhan ekonomi. Usaha pembentukan modal
tersebut telah dilakukan oleh pemerintah dengan memberikan paket kebijakan
ekonomi melalui kemudahan untuk akses modal, dalam hal ini kemudahan dalam
mengurus modal berupa tanah yaitu dengan mempermudah pengurusan sertifikat
tanah. Kemudian pemerintah juga memperluas kerangka peraturan bagi pemberi
layanan untuk menggunakan perbankan lewat ponsel (mobile banking). Saat ini
peraturan Bank Indonesia memperkenankan pemberi layanan non-bank untuk
menerbitkan uang elektronik hanya untuk kepentingan pembayaran. Rintangan
utama adalah persyaratan ijin yang dibutuhkan. Reformasi kebijakan juga dapat
membantu memperluas peran Bank Perkreditan Rakyat (BPR), terutama untuk
membantu mereka yang beroperasi di daerah-daerah yang lebih terpencil. Selain
itu, pengecualian persyaratan NPWP dari syarat pemberian kredit berukuran kecil
dapat membuka akses terhadap banyak rumah tangga miskin dan usaha mikro.
Sejumlah perubahan kebijakan yang berguna dapat menetapkan suatu tingkat yang
rendah bagi modal awal minimum untuk BPR kecil di lokasi terpencil dan
memperkenankan investor dan LSM asing untuk bermitra dengan BPR yang lebih
besar yang mencari permodalan.
Sebagai penjamin simpanan bank, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah
berprestasi baik sejak pendiriannya di tahun 2005 dalam menutup BPR yang
mengalami masalah dan membayar kembali simpanan yang dijamin. Selain
memastikan bahwa LPS terus mendapat pendanaan yang memadai, juga terdapat
kebutuhan akan komunikasi yang lebih baik akan batas jaminan simpanan kepada
para penabung, terutama di daerah-daerah dengan pemahaman keuangan yang
masih rendah.

19
Indonesia memiliki sejumlah besar koperasi simpan pinjam yang memberikan
layanan keuangan kepada rumah tangga berpenghasilan rendah. Dibutuhkan
pengawasan koperasi yang memadai untuk memastikan sektor koperasi yang sehat
dan memangkas risiko yang dapat dihadapi oleh penabung UMKM dan rumah
tangga miskin yang disebabkan oleh kepailitan suatu koperasi. Selain itu,
penyesuaian lain terhadap kebijakan dapat memperkenankan suku bunga berbasis
pasar yang lebih lentur, kemudahan untuk membuka kantor cabang baru, dan
memberikan kriteria yang lebih longgar bagi pelaporan dan pengungkapan.
Kebijakan lainnya dari pemerintah dalam kemudahan mengumpulkan modal
adalah dengan memberikan kesempatan bagi asing untuk berinvestasi di
Indonesia. Hal tersebut berdampak positif dalam perluasan sumber modal di
Indonesia walaupun masih banyak kalangan yang menentang masuknya modal
asing ke Indonesia.
Dengan berbagai kebijakan tersebut maka target pemerintah untuk
mempermudah akses modal bagi semua kalangan masyarakat akan lebih mudah
tercapai.
b. Strategi Pemerataan Pembangunan
Dalam usahanya melakukan pemerataan pembangunan ekonomi, pemerintah
telah melakukan berbagai cara agar pembangunan ekonomi tidak hanya terpusat
pada kota-kota besar saja. Terdapat 4 hal yang harus dilakukan pemerintah yakni:
1. Distribusi Pendapatan
2. Mekanisme Pemerataan
3. Pembangunan dan Potensi Masyarakat
4. Hubungan Antara Peningkatan Pendapatan dengan Kesejahteraan Masyarakat.
Selain itu munculnya Demokrasi Lokal dengan keluarnya UU No 32
Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah. UU yang dahulunya mengamanatkan
kebijakan sentralisasi oleh pemerintah pusat, kini telah diserahkan kembali ke
masing-masing daerah. UU ini diharapkan membuka ruang agar terjadinya
pemerataan pembangunan sosial di seluruh daerah yang dianggap tertinggal
akibat sentralisasi pada zaman orde baru. Namun Sampai saat ini
pembangunan masih berkonsentrasi di daerah pusat khususnya di Ibukota dan
sekitarnya, keadaan seperti ini sangatlah jauh dari apa yang dicita-citakan
dalam tujuan nasional Indonesia mengenai usaha-usaha untuk pemerataan
pembangunan termasuk pembangunan dalam bidang ekonomi.
c. Strategi Ketergantungan
Berawal dari terlalu mengantungkan pada modal asing dan utang luar
negeri. Revrisond Baswir pernah mengatakan Ekonomi Nasionalis Populis, yakni
Ekonomi yang sangat menekankan arti kemandirian dalam pentas ekonomi
internasional dan mendudukan Indonesia sebagai sebuah negara merdeka.
Ekonomi ini memaknai nasionalisme ekonomi dalam pengertian kepentingan
ekonomi seluruh rakyat Indonesia, artinya pergaulan ekonomi dunia bukanlah
harga mati, ini dilakukan hanya sejalan dengan kepentingan seluruh rakyat. Untuk

20
mendukung ekonomi ini beberapa perlakuan-perlakuan solusi untuk tidak
menggantungkan pembangunan pada utang luar negeri yaitu:
1. Meningkatkan daya beli masyarakat, yakni melalui pemberdayaan ekonomi
pedesaan dan pemberian modal usaha kecil seluasnya. Dengan peningkatan
daya beli masyarakat ini membuat barang-barang hasil buatan dalam negeri
terjual habis tentu akan memberikan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
2. Meningkatkan pajak secara progresif terhadap barang mewah dan impor.
Realitas yang ada saat ini pemerintah mengambil pajak barang mewah
3. Konsep pembangunan yang berkesinambungan, berlanjut dan mengarah pada
satu titik maksimalisasi kekuatan ekonomi nasional, melepaskan secara
bertahap ketergantungan utang luar negeri. Telah di jelaskan pada awal prinsip
pembangunan yang diusung Orde Baru yakni mengutang untuk
pembangungan, sekarang saatnya membangun Indonesia dari keringat peluh
yang dihasilkan diri sendiri Indonesia walaupun harus bertahap sesuai dengan
pendapatan yang diraih.
4. Menggalakan kebanggaan akan produksi dalam negeri, meningkatkan
kemauan dan kemampuan ekspor produk unggulan dan membina jiwa
kewirausahaan masyarakat. Hal yang memprihatinkan dengan televisi atau
surat kabar di negeri ini yakni banyaknya iklan swasta produk luar negeri
berkembang di dalam negeri, sadar atau tidak iklan-iklan ini mempengaruhi
pergaulan masyarakat di negeri ini, para remaja lebih suka makanan produk
luar negeri daripada produk-produk dalam negeri seperti kacang rebus, ketela
godok.
Mengembangkan sumber daya manusia berkualitas dan menempatkan
kesejateraan yang berkeadilan dan merata sebagai landasan penyusunan
operasionalisasi pembangunan ekonomi.
d. Strategi Berwawasan Ruang
Strategi ini memfokuskan diri bahwa penyebab dari tersendatnya
pembangunan perekonomian karena adanya penyebaran kekayaan dari daerah
kaya ke daerah miskin kurang baik. Oleh karena itu kembali disini peran
pemerintah dalam menciptakan pemerataan pembangunan ekonomi, untuk
mengatasi permasalahan ini maka pemerintah dapat menciptakan sarana dan
prasarana transportasi yang mendukung mobilitas dari perekonomian ini agar
daerah miskin dan kaya memiliki akses yang lancar. Selain itu pemerintah juga
dapat memberikan kemudahan dalam transaksi keuangan dengan menambah
cabang-cabang bank, atm, serta mensosialisasikan mengenai mobile banking.
e. Strategi Pendekatan Kebutuhan Pokok
Inti dari strategi ini adalah seseorang tidak dapat bertahan hidup jika
kebutuhan pokoknya tidak terpenuhi. Agar masyarakat dapat memenuhi
kebutuhan pokoknya, tentunya masyarakat harus memiliki kemampuan finansial
untuk memperoleh kebutuhan pokoknya tersebut. Untuk dapat mendapatkan dana
tersebut tentunya masyarakat harus memiliki suatu pekerjaan yang menghasilkan

21
upah atau gaji bagi mereka. Disinilah peran pemerintah dalam menciptakan
lapangan kerja. Melalui paket kebijakan ekonominya, Presiden Jokowi juga
kembali menggalakkan UMKM yang didukung dengan penurunan tingkat bunga
pinjaman KUR serta memperluas cakupan peminjam dana tersebut. Selain itu
pemerintah juga membekali masyarakat dengan kemampuan atau skill untuk
nantinya menjadi bekal mereka di dunia kerja. Untuk mengatasi masalah
pengangguran ini pemerintah melakukan pelatihan bagi tenaga kerja sehingga
tenaga kerja memiliki keahlian sesuai dengan lapangan kerja yang tersedia,
pembukaan investasi baru, terutama yang bersifat padat karya, pemberian
informasi yang cepat mengenai lapangan kerja.

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Tujuan pembangunan ekonomi Indonesia terdiri dari 3 tujuan, yaitu tujuan
masyarakat makmur, tujuan masyarakat adil dan membangun masyarakat Indonesia
seutuhnya.
Untuk mencapai tujuan ini, dibutuhkan strategi untuk membantu terlaksananya
tujuan agar terlaksana dengan baik. Ada dua cara untuk mencapai tujuan pembangunan
ekonomi Indonesia yakni Masyarakat Makmur dan Adil dan Masyarakat Makmur
dengan Adil. menurut Suroso ( 1993 ) strategi pembangunan ekonomi diberi batasan
sebagai suatu tindakan pemilihan atas faktor-faktor yang akan dijadikan faktor utama
yang menjadi penentu jalannya proses pertumbuhan. adapun beberapa strategi
pembangunan ekonomi yaitu strategi pertumbuhan, strategi dengan pemerataan
pembangunan, strategi ketergantungan, strategi yang berwawasan ruang, strategi
pendekatan kebutuhan pokok.

23
DAFTAR PUSTAKA

Nehen, I K. 2012. Perekonomian Indonesia, Denpasar :UPP, Bab 2


Riyanikusuma. 2014. Strategi Pembangunan Ekonomi.
https://riyanikusuma.wordpress.com/2011/04/14/strategi-pembangunan-ekonomi/ (diakses
tanggal 31 Agustus 2018)
https://uiita.wordpress.com/2013/04/01/perkembangan-strategi-dan-perencanaan-
pembangunan-ekonomi-indonesia/ (diakses 30 agustus 2018)
https://www.scribd.com/document/364694949/Tujuan-Pembangunan-Ekonomi-Indonesia
(diakses 30 agustus 2018)

24

Anda mungkin juga menyukai