Anda di halaman 1dari 18

Laporan Kasus Geriatri

FAKTOR RISIKO RHEUMATOID ARTRITIS PADA LANSIA DI


PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 1

Disusun oleh :

FACHRYANTI NOSAR

11020130100

BIDANG KEPEMINATAN : GERIATRIK

TUTOR : Prof. dr. Hj. Qomariyah RS, MS, PKK, AIFM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

TAHUN 2016/2017

1
ABSTRAK
Latar Belakang : Menua alami terjadi pada lansia dimulai dari kemunduran fungsi sistem organ secara fisiologis,
sehingga kecenderungan menderita berbagai macam penyakit cukup rentan terjadi. Hal yang sering dikeluhkan
orang berusia 50 tahun ke atas nyeri serta pegal pada sendinya. Salah satu jenis penyakit yang sering dijumpai
pada lanjut usia yaitu Rheumatoid artritis. Bukti terbaru menunjukkan immunosenescence sebagai faktor risiko
berkontribusi untuk pengembangan RA.
Presentasi Kasus : Ny. T usia 60 tahun 5 bulan mengeluh nyeri sendi pada pagi hari dan kesulitan bergerak
maupun beraktivitas. Dari data yang ditemukan di lapangan terdapat kelemahan pada ekstremitas bawah dan
perubahan gaya berjalan sehingga memerlukan alat bantu jalan.
Diskusi : Rheumatoid arthritis merupakan penyakit autoimun yang mengenai jaringan persendian ataupun organ
tubuh lainnya. Usia merupakan faktor terkuat terjadinya penyakit ini, dikarenakan perubahan fungsi imun yang
adaptif dan alamiah pada lansia menyebabkan rentan terhadap berbagai penyakit autoimun.
Simpulan: Faktor risiko terjadinya rheumatoid artritis yang muncul akibat proses penuaan diantaranya terjadinya
pemendekan telomer, berkurangnya pembentukan sel T, dan peningkatan TNF dan IL6 yang biasa terjadi pada
lansia memicu timbulnya atau berkembangnya Rheumatoid artritis.
Saran: Perlu perhatian khusus terhadap factor risiko terjadinya rheumatoid artritis pada lansia sehingga
kemungkinan timbulnya penyakit ini dapat dihambat

Kata kunci : rheumatoid artritis; proses autoimun; geriatry

2
ABSTRAK
Background: Natural aging process on elderly people is started from disfunction of organs physiologically. Thus,
possibilities of suffering complications are litely to happened. Matters which awere often complained by people
above 59 years old are pain and stiff around body joints. One of disease which often occurred on eldery people is
Rheumatoid artritis. New studies showed that immunesenescence as a risk factor could countribute in RA
development .
Case Presentation: Ny. T age of 60 years and 5 months complained about joint pain in the morning and
difficulties in movement and activties. From the data which obtained from the field, there is a weakness in lower
extremities and sudden changed in gait twhich lead to the needs of walting support tools.
Discussion: Rheumatoid arthritis is an autoimmune disease that the joint tissue or other organs. Age is the
strongest factor for this disease, due to changes in immune function in the elderly adaptive and natural causes are
susceptible to a variety of autoimmune diseases.
Conclusion: Risk factor of rheumatoid arthritis which happened from the aging process including the occurrence
of telomere abridgement, T cells forming decrease, and an increase in TNF and IL6 which ussualy happened on
elderly people triggered the appearancet or development of rheumatoid arthritis.
Recommendation: Special attention to the risk factor of rheumatoid arthritis is needed for the elderly people so
tthe possibility of this disease appearance could be halted

Kata kunci : rheumatoid artritis; autoimmune process; geriatry

LATAR BELAKANG

Menua menurut Constantinides (1994) adalah suatu proses menghilangnya secara


perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan jejas (termasuk
infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.(Darmojo, 2015). Menurut Undang-undang
No. 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan usia lanjut menyatakan bahwa usia lanjut adalah
seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Depsos, 2007). Batasan usia lanjut
menurut WHO dibagi atas middle/young elderly usia antara 45-59 tahun, elderly usia antara
60-74 tahun, old usia antara 75-90 tahun, dan dikatakan very old berusia di atas 90 tahun
(Nugroho, 2000). Indonesia termasuk dalam lima negara yang memiliki jumlah lansia
terbanyak di dunia. Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010, jumlah lanjut usia di
Indonesia yaitu 18,1 juta jiwa (7,6% dari total penduduk). Pada tahun 2014, jumlah penduduk
lanjut usia di Indonesia menjadi 18,781 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2025, jumlahnya
akan mancapai 36 juta jiwa (Depkes, 2015). Bahkan, jika menggunakan model proyeksi
penduduk PBB, jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2050 menjadi sekitar 120 juta jiwa lebih.

3
Hampir 8% orang-orang berusia 50 tahun ke atas mempunyai keluhan pada sendi-
sendinya, misalnya linu-linu, pegal dan kadang-kadang terasa seperti nyeri. Biasanya yang
terkena ialah persendian pada jari-jari, tulang punggung, sendi-sendi penahan berat tubuh (lutut
dan panggul)(Azizah, 2009).

Rheumathoid arthritis disebabkan penyakit autoimun yang terjadi di jaringan sinovial


mengakibatkan peradangan pada lapisan dalam pembungkus sendi. Penyakit ini bersifat
tahunan menyerang berbagai sendi dan biasanya simetris. Jika radang terjadi menahun, terjadi
kerusakan pada tulang rawan sendi dan otot ligamen dalam sendi. (Santoso, 2003). Sekitar 1,5
juta orang di Amerika Serikat memiliki rheumatoid arthritis (RA). Hampir tiga kali lebih
banyak pada perempuan jika dibandingkan dengan laki-laki. Pada wanita, RA paling sering
dimulai antara usia 30 dan 60. Pada pria, sering terjadi di kemudian hari. Riwayat keluarga
dengan RA meningkatkan kemungkinan terjadinya RA; Namun, sebagian besar orang dengan
RA tidak memiliki riwayat penyakit keluarga (Artritis Foundation, 2015). Di Indonesia sendiri
diperkirakan kasus rheumatoid arthritis berkisar 0,1 % sampai dengan 0,3 % dari jumlah
penduduk Indonesia. Prevalensi penderita rematik berjenis kelamin perempuan lebih banyak
dibandingkan laki-laki (Nainngolan, 2009). Bukti terbaru menunjukkan bahwa
immunosenescence, seperti penurunan generasi-sel T dan keragaman, dapat berkontribusi
untuk pengembangan RA. Dengan demikian, immunosenescence fisiologis dapat membuat
orang dewasa rentan terhadap RA (Lindstrom and Robinson, 2010).

PRESENTASI KASUS
Identitas pasien :
1. Nama : Ny.T
2. Jenis kelamin : Perempuan
3. Usia : 60 tahun 5 bulan
4. Alamat : Mampang Perapatan
5. Agama : Islam
6. Pekerjaan :-
7. Status : Belum menikah
8. Tanggal kunjungan : 16 November 2016

Ny T, usia 60 tahun 5 bulan, dari hasil anamnesa diperoleh data kesulitan berjalan
dikarenakan nyeri pada sendi sejak 10 tahun lalu, nyeri dan kaku dirasakan pada pagi hari di

4
kedua ekstremitas atas dan bawah. Laporan petugas panti werdha mengatakan sebenarnya Ny.
T mampu berjalan baik dengan menggunakan alat bantu namun Ny T selalu menolak sehingga
untuk berpindah tempat Ny. T selalu menyeret tubuhnya untuk bergerak, mengaku memiliki
hipotensi Tidak terdapat riwayat alergi makanan ataupun obat dan dahulu suka makan makan
emping dan jeroan. Berdasarkan data assessment yang dilakukan oleh mahasiswa FIK UI pada
tahun 2014 di dapatkan kesadaran compos mentis ,TTV : TD 90/60, RR 18x/menit, N
70x/menit, suhu 34,7 OC. Dari hasil pemeriksaan fisik pada Ny T ditemukan nafsu makan baik,
kekuatan otot pada ekstremitas atas dextra dan sinistra dalam keadaan normal sedang pada
ekstremitas bawah ditemukan adanya kelemahan, gaya berjalan tidak normal serta memerlukan
alat bantu dalam berjalan dan pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Saat anamnesa,
penulis melihat terdapat artritis lebih dari 3 sendi di proximal interphalangeal dan
metacarpophalangeal simetris pada manus dextra dan sinistra juga terdapat swan-neck
deformitas di kedua tangan. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada bulan Maret 2016
dari hasil hematologi rutin menunjukkan Hemoglobin, Hematokrit, RDW, serta trombositnya
tidak dalam nilai normal sedang hasil hematologi lainnya dalam keadaan normal.
Ny. T masuk ke Panti Sosial Werdha Budi Mulia 1 sejak 19 Juni 2014. Sebelumnya
pernah menderita stroke dan jatuh sehingga di rawat oleh keluarganya. Menurut keluarga Ny.
T memiliki perilaku yang kurang baik, suka memprovokasi, memanipulatif, serta memiliki
tempramen yang kasar sehingga keluarga mengaku tidak mampu lagi merawat Ny. T. Setelah
dilakukan pengobatan dengan psikiater keadaan Ny.T mulai membaik.

DISKUSI KASUS

Menurut Nugroho (2000) lansia pada umumnya mengalami beberapa perubahan yaitu
perubahan fisik/fisiologis, perubahan mental/psikologis dan perubahan psikososial. Pada
proses menua, perubahan fisiologis akan terjadi pada system musculoskeletal, saraf,
kardiovaskular, respirasi, indra, dan integument. Perubahan pada system musculoskeletal pada
lansia seperti tulang kehilangan kepadatannya sehingga mudah rapuh, kyphosis (tubuh
menbungkuk), persendian besar dan kaku.

Perubahan Fisiologis Penuaan

5
Menurut Pudjiastuti (2003), perubahan pada system musculoskeletal antara lain sebagai
berikut:

a. Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)


Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago
dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan cross lingking yang
tidak teratur. Bentangan yang tidak teratur dan penurunan hubungan tarikan linier pada
jaringan kolagen merupakan salah satu alasan penurunan mobilitas pada jaringan tubuh.
Setelah kolagen mencapai puncak atau daya mekaniknya karena penuaan, daya
elastisitas dan kekakuan dari kolagen menurun karena mengalami perubahan kualtitatif
dan kuantitatif sesuai penuaan.

b. Kartilago
Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi dan
akhirnya permukaan sendi menjadi rata, kemudian kemampuan kartilago untuk
regenerasi berkurang dan degenerasi yang cenderung kearah progresif. Pretoglikan
yang merupakan komponen dasar matriks kartilago berkurang atau hilang secara
bertahap. Setelah matriks mengalami deteriorasi, jaringan fibril pada kolagen
kehilangan kekuatannya, dan akhirnya kartilago cenderung mengalami fibrilasi.
Perubahan tersenut sering terjadi pada sendi besar penumpu berat. Akibatnya
perubahan itu sendi mudah mengalami peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasa gerak,
dan terganggunya aktivitas sehari-hari.

c. Tulang
Berkurangnya kepadatan tulang adalah bagian dari penuaan fisiologis.
Trabekula longitudinal menjadi tipis dan trabekula transversal terabsorbsi kembali.
Tulang-tulang terutama trabeculae menjadi lebih berongga-rongga, mikro-arsitektur.
Sebagai akibat perubahan itu, jumlah tulang spongiosa berkurang dan tulang kompakta
menjadi tipis sehingga sering berakibat patah tulang baik akibat benturan ringan
maupun spontan. Perubahan lain yang terjadi adalah penurunan esterogen sehingga
produksi osteoklas tidak terkendali, penurunan penyerapan kalsium di usus,
peningkatan kanal Haversi sehingga tulang keropos. Berkurangnya jaringan dan ukuran
tulang secara keseluruhan menyebabkan kekakuan dan kekuatan tulang menurun.

6
d. Otot
Perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi. Penurunan jumlah dan
ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung, dan jaringan lemak pada otot
mengakibatkan efek negative. Dampak dari efek negative tersebut adalah penurunan
kekuatan, penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi, dan penurunan
kemampuan fungsi otot. Otot-otot mengalami atrofi disamping sebagai akibat
berkurangnya aktivitas, juga seringkali akibat gaungguan metabolic atau denervasi
saraf. Keadaan otot akibat inaktivitas dapat diatasi dengan memperbaiki polah hidup,
akan tetapi gangguan akibat penyakit metabolic lama yang menganggu inervasi saraf
seringkali sudah ireversibel, walaupun abnormalitas metaboliknya diperbaiki.

e. Sendi
Pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament, dan fasia
mengalami penurunan elastisitas. Ligament, kartilago, dan jaringan periartikular
mengalami penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadinya degenerasi, erosi, dan
kalsifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Sendi kehilangan fleksibitasnya sehingga
terjafi penurunan luas gerak sendi.
Pada synovial sendi terjadi perubahan berupa tidak ratanya permukaan sendi,
fibrilasi dan pembentukan celah dan lekukan di permukaan tulang rawan. Erosi tulang
rawan hialin menyebabkan eburnasi tulang dan pembentukan kista di rongga
subkondral dan sumsum tulang diaman keadaan ini belum bias disebut sebagai keadaan
patologik kecuali jika terdapat stress tambahan misalnya terjadi trauama atau pada
sendi yang menganggung beban.
Beberapa kelainan akibat perubahan pada sendi yang banyak terjadi pada lansia
antara lain osteoarthritis, artritis rheumatoid, gout, dan pseudogout. Kelainan tersebut
menimbulkan gangguan berupa bengkak, nyeri, kekauan sendi, keterbatasan luas gerak
sendi, gangguan jalan, dan aktivitas keseharian lainnya.

Teori Penuaan pada Lansia


Penuaan telah terprogram secara genetic, dimana setiap sel bagian telomere DNA akan
memendek berdsarkan bertambahnya usia manusia. Setiap mitosis sel, bagian telomere DNA
akan memendek, dengan semakin pendeknya telomere maka kemampuan sel untuk membelah
menjadi terbatas dan pada akhirnya berhenti.

7
Mutasi yang berulang atau perubahan protein pascatranslasi dapat menyebabkan
berkurangnya kemampuan system imun tubuh mengenali dirinya sendiri (selfrecognition). Jika
mutasi somatic menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini
dapat menyebabkan system imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut
sebagai sel asing dan menghancurkannya. Perubahan ini menjadi dasar terjadinya peristiwa
autoimun. Hasilnya dapat pula berupa reaksi antigen/antibody yang luas mengenai jaringan-
jaringan beraneka ragam, efek menua jadi akan menyebabkan reaksi histoinkompatibilitas pada
banyak jaringan (Darmojo, 2015).

Patofisiolgi Artritis Rheumathoid


Rheumatoid arthritis merupakan penyakit autoimun menyebabkan inflamasi kronik
yang ditandai dengan terdapatnya synovitis erosif simetrik yang mengenai jaringan persendian
ataupun organ tubuh lainnya Penyakit autoimun terjadi jika system imun menyerang jaringan
tubuh sendiri. Pada arthritis rheumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan
sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim- enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut
akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial, dan akhirnya
membentuk panus. Panus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang
akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi (Brunner dan
Suddart, 2001). Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan
generatif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi.

Gambar 1. Patofisiologi Rheumatoid artritid (Batarawidjaja dan Rengganis, 2014)

8
Penyebab Rhematoid artritis sampai sekarang belum diketahui secara pasti, namun
factor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi), factor lingkungan, usia,
hormone, jenis kelamin, juga merokok (The Artritis Society, 2015).

Penegakkan diagnosis rheumathoid artiritis berdasarkan American Rheumatism


Association (1987) menyusun kriteria sebagai berikut :

1. Kaku pada pagi hari : Kekakuan pada pagi hari dipersendian dan sekitarnya
sekurang-kurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal
2. Artritis pada 3 daerah : Pembengkakan jaringan lunak atau persedian atau efusi
(bukan pertumbuhan tulang), pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan yang
diobservasi oleh seorang dokter. Dalam kriteria ini terdapat 14 persendian yang memenuhi
kriteria, yaitu PIP, MCP, pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki, dan MTP kiri dan
kanan.
3. Artirits pada persendian tangan : Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan atau
persendian tangan seperti pada 2.
4. Artritis simetri : Keterlibatan sendi yang sama seperti tertera pada 2,
pada kedua belah sisi (keterlibatan PIP, MCP, MTP bilateral dapat diterima meskipun tidak
mutlak bersifat simetris)
5. Nodul rheumatoid : Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau
permukaan ekstensor atau daerah juksta artikuler yang diobservasi oleh seorang dokter
6. Faktor rheumatoid serum : Terdapatnya titer abnormal factor rheumatoid serum
yang diperiksa dengan cara memberi hasil positif kurang dari 5% kelompok control yang
diperiksa.
7. Perubahan gambaran radiologis : Gambaran radiologis yang khas pada tangan.
Posteroanterior dan pergelangan tangan menunjukkan adanya erosi atau deklasifikasi
tulang yang berlokasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi.

Seseorang dinyatakan menderita rheumatoid artritis bila sekurang-kurangnya memenuhi 4 dari


7 kriteria. Kriteria 1 sampai 4 terdapat minimal selama 6 minggu (Darmojo, 2015).

Pasien dengan diagnosis rheumatoid arthritis memulai pengobatan dengan DMARD


(Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs) seperti metotreksat, sulfasalazin dan leflunomid.
Obat ini tidak hanya meringankan gejala tetapi juga memperlambat kemajuan penyakit.
Seringkali dokter meresepkan DMARD bersama dengan obat anti-inflamasi atau NSAID

9
dan/atau kortikosteroid dosis rendah, untuk mengurangi pembengkakan, nyeri dan demam
(Arthritis Foundation, 2008)

Faktor Resiko Rheumatoid Artritis pada Lansia

Ada dua teori utama yang menerangkan mekanisme terjadinya penyakit autoimun.
Pertama, autoimun disebabkan oleh kegagalan pada delesi DNA limfosit normal untuk
mengenali antigen tubuh sendiri. Kedua, autoimun disebabkan oleh kegagalan regulasi normal
sistem imunitas (yang mengandung beberapa sel imun yang mengenali antigen tubuh sendiri
namun mengalami supresi). Terjadinya kombinasi antara faktor lingkungan, faktor genetik dan
tubuh sendiri berperan dalam ekspresi penyakit autoimun

Autoimun terjadi karena self-antigen dapat menimbulkan aktivasi, proliferasi serta


diferensiasi sel T autoreaktif menjadi sel efektor yang menimbulkan kerusakan jaringan dan
berbagai organ. Baik antibodi maupun sel T atau keduanya dapat berperan dalam pathogenesis
penyakit autoimun, seperti Rheumatoid arthritis (RA).

Penambahan usia membawa perubahan penting pada respons imun alami dan adaptif,
disebut immunosenescence. Konsekuensi klinis immunosenescence meliputi peningkatan
kerentanan terhadap infeksi, keganasan dan penyakit autoimun, penurunan respons vaksinasi
serta gangguan proses penyembuhan luka pada pasien geriatric.

Penyakit degeratif autoimun banyak dialami oleh individu di atas umur 50 tahun dengan
usia sebagai faktor risiko terkuat. Penuaan juga meningkatkan risiko penyakit autoimun klasik
seperti Rheumatoid Arthtritis (RA). Angka kejadian RA paling banyak terjadi pada wanita post
menopause, yang kemudian menimbulkan dugaan bahwa proses penuaan mengubah fungsi
sistem imun yang seharusnya bersifat proteksi menjadi bersifat melukai host itu sendiri
(Purwaningsih, 2013)

Telomer adalah DNA-protein kompleks yang menutupi ujung kromosom dan melindungi
kromosom dari kerusakan dan mutasi. Abnormalitas panjang telomer telah dideskripsikan pada
penyakit autoimun seperti SLE, sistemik sklerosis, RA, insulin dependent diabetes mellitus,
Wegener’s granulomatosis, atopik dermatitis, psoriasis. Individu normal dengan haplotipe
HLA-DR4 yang merupakan faktor resiko utama RA, mengalami pemendekan telomer secara
siginifikan selama 20 tahun di awal masa hidupnya. Dengan demikian maka terdapat
komponen genetik yang memicu hilangnya telomer yang kemudian memicu timbulnya atau

10
berkembangnya penyakit autoimun. Meningkatnya jumlah telomer yang hilang menyebabkan
kerentanan seseorang terhadap penyakit autoimun dan merupakan faktor predisposisi untuk
penyakit inflamasi terkait usia (Andrew et al., 2010).

Sebagaimana diuraikan, pos-pos pemeriksaan yang rumit memastikan bahwa sel imun
adaptif menyerang patogen dan berhati-hati pada sel-sel tubuh sendiri; namun pada individu
tertentu pos pemeriksaan ini gagal. Konvergensi predisposisi genetik dan laktor lingkungan
mengakibatkan sistem kekebalan tubuh yang keliru mengenali beberapa molekul tubuh sendiri
sebagai benda asing. Akibatnya, sistem kekebalan tubuh melatih upaya destruktif pada jaringan
tubuh sendiri dan organ, yang pada akhirnya menyebabkan perkembangan penyakit autoimun.
(Lindstrom and Robinson, 2010).

Pada sel-sel imun yang mengalami penuaan, telomernya akan mengalami pemendekan
yang drastis pada sel limfosit sehingga dapat menimbulkan gangguan pada sistem imun. Disisi
lain gangguan sistem imun dapat menyebabkan pemendekan telomer. Lebih lanjut dilaporkan
bahwa pada sel limfosit T/sel T akan selalu mengalami pemendekan telomere pada setiap kali
pembelahan dan penuaan, terutama pada pasien Wegener’s granulomatosis. Ekspresi CD28
pada sel T dilaporkan mengalami reduksi ((Vogts et al., 2003) dalam Purwaningsih, 2013).
Beberapa bukti menunjukkan peran sel T di patogenesis; RA diasosiasikan dengan gen yang
mengkode molekul yang terlibat dalam aktivitas sel T (misalnya, HLA-DR4, CTLA4,
PTPN22), jumlah sel T yang abnormal tinggi di sendi arthritis. Sel imun bawaan, termasuk
DC dan makrofag, dapat berkontribusi melanggar self-tolerance pada RA, dengan
menghadirkan antigen artritogenik untuk autoreaktif sel T, dan penghancuran tulang rawan
sendi, dengan memproduksi proinflamasi dan degradatif mediator.

Merokok adalah satu-satunya faktor risiko lingkungan yang diterima untuk RA dan
diduga memicu RA dengan menginduksi protein citrulinasi (modifikasi pasca-translasi arginin
residu dikonversi ke residu citrulline) di paru-paru. Citrullinasi hasil dalam pembentukan
epitop baru, dan dengan demikian, pada individu tertentu, sistem kekebalan tubuh mungkin
tidak mengenali protein citrullinasi sebagai sel tubuh sendiri. Dalam individu yang genetik
kondusif untuk respon kekebalan yang kuat untuk protein citrullinasi, antibodi terhadap protein
citrullinasi berkembang; ini khusus untuk RA dan muncul sebelum timbulnya penyakit.
Seperti RA, penuaan berhubungan dengan disregulasi sistem imun. Salah satu
fenomena yang paling banyak dipelajari di imunobiologi penuaan adalah penurunan generasi

11
sel T baru. Karena timus adalah tempat diferensiasi dan pematangan sel T, setiap perubahan
fungsi timus akan mempengaruhi pengeluaran dari sel T. Memang, involusi timus telah lama
dianggap berperan dalam penurunan generasi sel T terkait usia. Dimulai sekitar saat pubertas,
atrofi progresif timus melibatkan perubahan besar dalam struktur dan lingkungan sitokin dari
timus dan hasilnya berkurang dalam produksi sel T. Meskipun involusi timus merupakan
proses fisiologis yang dimulai pada awal kehidupan, penurunan progresif dalam produksi sel
T akhirnya mengambil peran merugikan pada sistem kekebalan tubuh di usia lanjut.

Penjelasan alternatif untuk penurunan generasi sel T mungkin terletak pada penurunan
pasokan progenitor sel T timus. Karena sel-sel progenitor berasal dari sel stem hematopoietik
(HSCs) di sumsum tulang harus terus mengisi sel-sel T yang belum matang dalam timus,
kematian HSCS barangkali dapat menjelaskan penurunan generasi sel T. Panjang telomer
disebut sebagai '' jam mitosis, '' karena telomere dalam membagi sel semakin mengikis sampai
tingkat membatasi pemendekan dicapai dan sel permanen menarik diri dari siklus sel.

Sel T system di bawah kontrol homeostatik; generasi sel T baru dibentuk di timus,
penghapusan sel T oleh apoptosis, dan self-replikasi sel T yang ada di periferal saling terkait
dalam proses untuk mempertahankan ukuran jumlah dari sistem sel T. Dengan demikian,
penurunan generasi sel T baru memunculkan peningkatan kompensasi dalam proliferasi sel T
naif dan sel memori T di periferal, dimana banyak terjadi pada lansia.

Cara lain di mana perubahan usia yang tergantung pada kompartemen sel T dapat
menjelaskan kelainan autoimun adalah melalui perubahan reseptor diekspresikan oleh sel T.
Dengan penurunan progresif dalam generasi sel T dan peningkatan beban antigenic
menyebabkan pergeseran ke arah dominasi sel T memori, sehingga banyak yang mengalami
perubahan dalam ekspresi reseptor dan juga dalam fungsinya. Paling mencolok adalah
munculnya pada orang yang lebih tua dari subset sel T memori ditandai dengan TCR repertoar
pendek dan kehilangan ekspresi CD 28.

Level serum sitokin proinflamatori yaitu tumor nekrosis factor (TNF) dan IL-6
berperan penting dalam pathogenesis RA pada usia lanjut. Upregulasi sistemik dari
sekelompok TNF dan IL-6 pada lansia dikenal sebagai imflamasi aging dan diduga bagian dari
fenotipe risiko imunitas yang terkait morbiditas dan mortalitas pada lansia

TNF dan IL-6 memiliki fungsi pleiotropic dalam sistem kekebalan tubuh. Mereka
terlibat dalam respon autoimun dan kerusakan jaringan yang mendukung RA. TNF

12
menginduksi matriks metalloproteinase dari leukosit, mengendalikan kerusakan jaringan;
ekspresi adhesi-molekul pada sel endotel, menyebabkan infiltrasi sel inflamasi ke sinovium;
angiogenesis dan sinovial-fibroblast hiperplasia, yang mendukung pembentukan pannus; dan
aktivasi sel T. IL-6 memodulasi autoimunitas dengan mempromosikan aktivasi sel T dan
produksi antibodi. Hal ini juga mendorong kerusakan jaringan dengan mengaktifkan makrofag
dan osteoklas, yang memediasi degradasi sel-matriks dan resorpsi tulang.

Penuaan memiliki efek mendalam pada sistem kekebalan tubuh, dan orang dewasa yang
lebih tua lebih rentan terhadap infeksi dan kanker, serta penyakit autoimun tertentu, seperti
RA. Patologis khas adalah disfungsi kekebalan tubuh pada orang dewasa yang lebih tua,
termasuk hilangnya keanekaragaman sel T dan disregulasi reaktivitas sel T, tingginya jumlah
autoantibodi dan sitokin proinflamasi, yang merupakan ciri dari RA (Lindstrom and Robinson,
2010).

Aspek pandangan agama islam

Dengan berjalannya waktu, seseorang harus menghadapi kelemahan yang dihubungkan


dengan usia tua. Menjadi tua adalah pertanda penting bagi kelemahan manusia. Di dalam
Alqur’an Allah SWT menjelaskan situasi orang-orang tua dengan “tidak mengetahui lagi
sesuatu yang pernah diketahuinya”

“Dan Allah telah menciptakan kamu, kemudian mewafatkanmu, di antara kamu ada yang
dikembalikan kepada usia yang tua renta (pikun), sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu
yang pernah diketahuinya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahakuasa.” (Surat An-Nahl :
70)

Al Birr yaitu kebaikan, berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam (artinya) :
"Al Birr adalah baiknya akhlaq". (Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya Nomor 1794).

Al Birr merupakan haq kedua orang tua dan kerabat dekat, lawan dari Al ‘Uquuq yaitu
kejelekan dan menyia-nyiakan haq..

"Al Birr adalah mentaati kedua orang tua didalam semua apa yang mereka perintahkan kepada
engkau, selama tidak bermaksiat kepada Allah, dan Al ‘Uquuq dan menjauhi mereka dan tidak
berbuat baik kepadanya." (Disebutkan dalam kitab Ad Durul Mantsur 5/259)

13
Dalam islam dikenal istilah “Birrul walidaini” yaitu ihsan atau berbuat baik dan bakti
kepada orang tua dengan memenuhi hak-hak kedua orang tua serta menaati perintah keduanya
selama tidak melanggar syariat.
Lawan katanya yaitu “Aqqul walidaini”, yaitu durhaka kepada orang tua dengan melakukan
apa yang menyakiti keduanya dengan berbuat jahat baik melalui perkataan ataupun perbuatan
serta meninggalkan kebaikan kepada keduanya.

Hukum bakti kepada orang tua wajib ‘ainiy (mutlak) sedangkan durhaka kepada keduanya
haram.

Bagaimana berbakti kepada orang tua menurut Al-Qur’an, sebagaimana ayat-ayat Al-Qur’an
berikut :

1. Perkataan “Ah” saja termasuk suatu dosa kepada orang tua apalagi, membentak, memukul,
atau hal lainnya yang lebih kejam. Selain itu juga perlu berlemah lembut kepada orang tua
selalu mendoakan keduanya agar dikasihi oleh Allah SWT.

‫سانًا ِإ اما يَ ْبلُغَ ان ِع ْندَكَ ا ْل ِكبَ َر أ َ َح ُد ُه َما أ َ ْو‬


َ ‫ضى َربُّكَ أ َ اَّل ت َ ْعبُدُوا ِإ اَّل ِإيااهُ َو ِبا ْل َوا ِل َد ْي ِن ِإ ْح‬ َ َ‫َوق‬
َ ‫ض لَ ُه َما َجنَا‬
‫ح‬ ْ ‫اخ ِف‬ ْ ‫ َو‬. ‫ف َو ََّل ت َ ْن َه ْر ُه َما َوقُ ْل لَ ُه َما قَ ْو ًَّل ك َِري ًما‬ ٍّ ُ ‫ِك ََل ُه َما فَ ََل تَقُ ْل لَ ُه َما أ‬
24 -23‫اإلسراء‬. ‫يرا‬ َ ‫ار َح ْم ُه َما َك َما َربايَانِي‬
ً ‫ص ِغ‬ ْ ‫ب‬ ‫الذُّ ِل ِم ْن ا‬
ِ ‫الر ْح َم ِة َوقُ ْل ار‬

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Al Isra(17):23)

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah:
"Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku
waktu kecil." (Al Isra(17):24)

14
2. Perintah berbakti kepada orang tua setelah perintah untuk beribadah kepada Allah tanpa
mempersekutukannya. Hal ini menggambarkan pentingnya berbakti kepada orang tua. Dalam
ayat lain Allah SWT menjelaskan bahwa bersyukur kepada orang tua (dengan berbakti kepada
keduanya) merupakan kesyukuran kepada Allah SWT, karena Allah menciptakan semua
manusia dari rahim orang tua.

: َ ‫علَ ْي ُك ْم أ َ اَّل تُش ِْركُوا بِ ِه‬


َ ‫ش ْيئ ًا َوبِا ْل َوا ِل َد ْي ِن إِ ْح‬
‫ األنعام‬.‫سانًا‬ َ ‫قُ ْل تَعَالَ ْوا أَتْ ُل َما َح ار َم َربُّ ُك ْم‬
151

yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua
orang ibu bapa, (Al-An’am 151).

3.Selagi engkau memperhatikan kandungan Kitab Allah, tentu engkau akan mendapatkan
bahwa yang bisa mengambil manfaat dari ayat-ayat dan mengambil nasihat darinya adalah
orang-orang yang sabar, sebagaimana firman Allah.

‫الري َح يُس ِك ِن يَشَأ إِن كَاْلَع ََل ِم البَح ِر فِي الج ََو ِار آيَاتِ ِه َو ِمن‬
ِّ ِ َ‫علَى َر َوا ِك َد فَيَظلَلن‬
َ ‫شكُور صَبار ِلِّ ُك ِِّل ََليَات ذَ ِلكَ فِي إِن ۚ َظه ِر ِه‬
َ

"Dan, di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah kapal-kapal (yang berlayar) di laut seperti
gunung-gunung. Jikalau Dia menghendaki, Dia akan menenangkan angin, maka jadilah kapal-
kapal itu terhenti di permukaan laut. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-
tanda (kekuasaan) -Nya bagi setiap orang yang bersabar dan banyak bersyukur". [Asy-Syura :
32-33]

Keutamaan Birrul Walidain

1. Termasuk Amalan Yang Paling Mulia


2. Merupakan Salah Satu Sebab-Sebab Diampuninya Dosa
3. Termasuk Sebab Masuknya Seseorang Ke Surga
4. Merupakan Sebab keridhoan Allah
5. Merupakan Sebab Bertambahnya Umur
6. Merupakan Sebab Barokahnya Rezeki

(Aziz, 2007).

15
KESIMPULAN
Rheumatoid arthritis merupakan penyakit autoimun menyebabkan inflamasi kronik
yang ditandai dengan terdapatnya synovitis erosif simetrik yang mengenai jaringan persendian
ataupun organ tubuh lainnyaa dimana reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan sinovial.
Faktor risiko dari rheumatoid artritis pada lansia adalah terjadinya pemendekan telomer,
berkurangnya regenerasi sel T, dan peningkatan TNF dan IL6 yang biasa terjadi pada lansia
memicu timbulnya atau berkembangnya penyakit autoimun.
SARAN
Diperlukan perhatian lebih terhadap factor resiko terjadinya rheumatoid artritis pada
lansia, sehingga pencegahan terhadap RA pada lansia dapat di hambat.

UCAPAN TERIMA KASIH


Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia serta
hidayah Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas case report tepat waktu. Tidak lupa
pula shalawat dan salam kepada junjungan nabi besar kita Rasulullah SAW yang telah
menuntun kita umatnya dari zaman kejahiliyaan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulya 1, yang telah memberikan kesempatan untuk berkunjung,
mengumpulkan data serta mendapatkan penjelasan ringkas untuk kelancaran case report ini
dan kepada Ny Tati Purwati yang bersedia untuk diwawancarai. Kepada dr. Hj. Susilowati,
Mkes sebagai Koordinator Pelaksana Blok Elektif. Kepada dr. Faisal Drissa Hasibuan, Sp.PD.
selaku dosen pengampu bidang kepeminatan Geriatri. Kepada Prof. dr. Hj. Qomariyah RS, MS,
PKK, AIFM selaku tutor yang telah memberikan bimbingannya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus ini. Serta teman-teman kelompok Geriatri dan rekan-rekan calon
teman sejawat Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi yang telah memberikan semangat dan
dukungan dalam penyelesaian laporan kasus ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

Andrews NP, Fujii H, Goronzy JJ, Weyand CM. 2010. Telomeres and Immunological
Diseasesof Aging. Gerontology 56 : 390-403

Aziz, A bin Fathi as-Sayyid Nada. 2007. Ensiklopedi Adab Islam Menurut AL-Qur'an dan As-
Sunnah, Jilid I . Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i,:171-179

Azizah. 2009. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu

Darmojo, R.B. 2015. Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.

Baratawidjaja, KG and Rengganis,I. 2014. Imunologi Dasar Edisi-11. Jakarta : Badan Penerbit
FK UI

Depkes, 2015., Pelayanan Kesehatan dan Peningkatan Kesehatan Usia Lanjut.


http://www.depkes.go.id/article/view/15052700010/pelayanan-dan-peningkatan-
kesehatan-usia-lanjut.html [diakses 20 November 2016]

Lindstrom,T,M. and Robinson, W.H., 2010. Rheumatoid Arthritis: A Role for


Immunosenescence? . Journal compilation The American Geriatrics Society

Yahya, H. 2012. Kebenaran yang Segera Terungkap .


http://id.harunyahya.com/id/Artikel/39054/kebenaran-yang-segera-terungkap [diakses 21
November 2016]

Nainggolan, O., 2009, Prevalensi Dan Determinan Penyakit Rematik Di Indonesia, Puslitbang
Biomedis dan Farmasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen
Kesehatan RI.

Nugroho, W. 2000. Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC

Pudjiastuti, dkk. 2003. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta : EGC

Purwaningsih, E. 2013. Disfungsi Telomere pada Penyakit Autoimun. Jurnal Kedokteran


YARSI (21) : 041-049.

17
Santoso. 2003. Validity and Reability of Radar Questionnaire for Patients with Rheumatoid
Artritis diakses tanggal 20 November 2016

The Artritis Society, 2015, Rheumatoid Arthritis Cause Symptoms, and Treatmens
http://arthritis.ca/getmedia/6c39edce-5b2d-498d-bd60-28d33f3e1850/Rheumatoid-
Arthritis-Causes-Symptoms-and-Treatments.pdf?ext=.pdf [diakses 20 November 2016]

Departemen social. 2007. Penduduk Lanjut Usia dan Kesejahteraannya. Jakarta [diakeses 22
November 201] dari :
https://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=522

18

Anda mungkin juga menyukai